Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Maasalah
Demokrasi merupakan bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap
rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya atau
pemerintahan rakyat. demokrasi juga dapat diartikan sebagai gagasan atau
pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama bagi semua warga Negara.
Inti dari demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan
untuk rakyat. Sistem pemerintahan yang demokratis seperti itulah yang tidak
akan terhapus dari muka bumi. Dengan perkataan lain itulah sistem yang
terbaik bagi masyarakat dimanapun mereka berada. Salah satu tonggak
utama untuk mendukung sistem politik yang demokratis adalah melalui
pemilu
Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat baik di
tingkat pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah, serta untuk
membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh
dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana
yang diamanatkan oleh pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan oleh negara Indonesia
dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-
2

prinsip atau nilai-nilai demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat
untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita
masyarakat Indonesia yang demokratis.
Secara umum dikenal empat rumpun sistem pemilu: pluralitas-mayoritas,
proporsional representatif, campuran antara pluralitas-mayoritas dan
proporsional, serta sistem lainnya. Keempat rumpun ini melahirkan
sedikitnya 12 sistem utama, dimana setiap sistem pemilu memiliki varian
masing-masing dan diterapkan secara berbeda di berbagai negara di dunia.
Dilihat dari variannya maka ada banyak sekali varian sistem pemilu sehingga
jumlahnya menjadi tidak terhitung. Kesemua varian tersebut diciptakan
dengan satu tujuan utama: menutupi kelemahan atau kekurangan dari
sebuah sistem pemilu dengan tetap mempertahankan kelebihan atau
kekuatannya. Sistem pemilu yang paling banyak digunakan di dunia saat ini
adalah proporsional representatif dengan daftar (list proportional
representative), diterapkan di 70 dari 213 negara di dunia. Sistem ini memiliki
beberapa varian, di antaranya daftar tertutup, daftar setengah terbuka, dan
daftar terbuka.
Pemilu legislatif yang baru saja berlangsung pada pilleg DPR, DPRD
Kabupaten/Kota pada tahun 2009 termasuk ke dalam varian proporsional
representatif dengan daftar terbuka. Pengertian terbuka atau tertutup
merujuk kepada ada atau tidak adanya kebebasan pemilih dalam
menentukan kandidat yang didukungnya
3

Pemilu legislatif tahun 2009 untuk memilih anggota legislatif Kota
Makassar dilaksanakan dengan format yang baru berbeda dengan pemilu
tahun 2004, untuk pertama kalinya penggunaan sistem pemilu untuk memilih
anggota legislatif menggunakan sistem pemilu proporsional daftar terbuka
dengan suara terbanyak, dimana sistem pemilu ini lebih mengedepankan
keterbukaan yaitu masyarakat bisa memilih sendiri caleg yang mereka
dukung. UU yang digunakan untuk pemilu tahun 2009 yaitu UU pemilu no. 10
tahun 2008 mengenai sistem pemilu legislatif DPR, DPD dan DPRD , sistem
pemilu yang digunakan untuk pemilu tahun 2009 adalah sistem proporsonal
dengan daftar terbuka.
Penetapan pemenang di dalam pemilu ini menggunakan sistem suara
suara terbanyak. Sehingga ambang batas perlemen yang semula digunakan
untuk DPR RI sebesar 2,5 % tidak diberlakukan untuk pemilu DPRD
Kabupaten/Kota.
Sistem proporsioanal daftar terbuka merupakan sistem pemilu yang
memberikan akses ke masyarakat untuk memilih sendiri caleg yang
didukungnya. Mempunyai drajat keterwakilan yang tinggi serta memilki
tingakat keadilan yang tinggi untuk caleg peserta pemilu.
Ada kelebihan dan ada kelemahan sistem pemilu proporsional daftar
terbuka yang dapat mempengaruhi perilaku memilih masyarakat, kelebihan
dari sistem proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak memiliki
kelebihan yang membuat masyarakat untuk dapat melihat serta menyeleksi
caleg-caleg yang tampil untuk dipilih oleh masyarakat sehingga dampaknya
4

masyarakat dapat lebih selektif dan rasional didalam memilih caleg yang
didukung.
Sedangkan kelamahan sistem proporsional daftar terbuka yang dapat
mempengaruhi perilaku pemilih masyaralat ialah suara terbanyak
memberikan potensi para caleg menggunakan kekayaanya untuk melakukan
pendekatan-pendekatan finasial yang bertujuan untuk memperoleh suara
dan dukungan dari masyarkat, suara terbanyak jika dipandang dari sisi
keadilan keterwakilan untuk menetapkan caleg sangatlah adil, namun
dengan suara terbanyak pula dapat timbul perilaku caleg yang
mengandalkan modal untuk mempengaurahi massa. Sehingga akan muncul
pendukung-pendukung caleg yang gampang untuk dimobilisasi demi
kepentingan caleg. Pendektan finansial pula yang dapat melahirkan perilku
pemilih yang tidak sehat di tengah-tengah masyarakat pemberian-pemberian
yang diberikan oleh caleg sangat berpengaruh untuk masyarakat saat
memilih, sehingga yang Nampak ialah perilaku memilih yang tidak
berdasarkan idealisme serta pola pikir yang rasional dari masyarakat atau
singkatnya melahirkan perilaku pemilih yang pragmatis.
Pemilu merupakan ajang bagi masyarakat untuk menyeleksi caleg-caleg
yang mempunyai potensi serta kapasitas untuk mewakili aspirasi rakyat,
sudah seharusnya caleg yang menjadi wakil rakyat adalah orang-orang yang
mempunyai komitmen dan tanggung jawab yang besar terhadap
konstituenya, sehingga yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk memilih
5

mana caleg yang terbaik dari sekian banyak caleg yang mengikuti pemilu.
Namun sangat mengkuatirkan apabila caleg yang dihasilakan pada saat
pemilu merupakan caleg yang lahir dari kampanye-kampanye finansial dan
pilihan-pilihan pragmatis pada saat pemilu. Pilihan-pilihan yang terjadi
dikrenakan pemberian dari claeg sehingga mengkesampingkan idealism
sendiri untuk memilih mana caleg yang terbaik untuk menyalurkan aspirasi.
Adanya perubahan sistem pada pemilu tahun 2009 mempunyai
konsekuensi terhadap perubahan perilaku pemilih juga. Jika sebelumnya,
para pemilih hanya memperhatikan parpol saja, dengan adanya perubahan
sistem ini, para pemilih juga bisa memperhatikan orang-orang yang
dicalonkan oleh parpol tersebut.Pemilu tahun 2009 untuk memilih anggota
DPRD Kab/Kota di laksanakan dengan cara atau format berbeda dari sistem
pemilu tahun 2004, dimana saat pemilu tahun 2004 masyarakat hanya dapat
memilih partai yang kemudian partai menentukan caleg berdasar nomor urut
sebagai wakil rakyat. Namun dipemilu tahun 2009 pemenang ditetapkan
dengan suara terbanyak tidak hanya itu pada saat pemilu masyarakat selain
dapat memilih partai politik juga dapat memilih orang perorang.
Dari latar belakang yang penulis telah uraikan diatas maka penulis
bermaksud untuk melihat fenomena perilaku memilih masyarakat pada saat
pemilu legislatif Kota Makassar tahun 2009 berdasarkan kelebihan dan
kelemahan dari sistem pemilu proporsional daftar terbuka dengan suara
terbanyak.
6

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah, maka penulis mengajukan
rumusan masalah yaitu :
a. Bagaimana kelebihan dan kelemahan dari sistem pemilu proporsional
daftar terbuka dengan suara tebanyak terhadap perilaku pemilih
masyarakat pada pemilu legislatif tahun 2009 di Kota Makassar.
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian.
a. Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui serta menganalis secara ilmiah bagaimana
kelebihan dan kelemahan sistem pemilu proporsional daftar terbuka
dengan suara terbanyak terhadap perilkau pemilih masyarakat Kota
Makassar pada pilleg tahun 2009.
b. Kegunaan Penelitian.
1. Manfaat Toeritis
a. Memperkaya literatur serta bahan kajian ilmu politik dalam upaya
perkembangan keilmuan.
b. Menggambarkan fenomena sosial-politik yang ada.
c. Menggambarkan secara ilmiah kelebihan dan kelemahan sistem
pemilu proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak terhadap
perilkau pemilih masyarakat pada pemilu legislatif Kota Makassar
Tahun 2009.
d. Penilitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan pembelajaran di
penelitian-penelitian berikutnya. Terkait kelebihan dan kelemahan
sistem pemilu proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak dan
7

perilaku pemilih masyarakat pada pemilu legislatif Kota Makassar
tahun 2009.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai salah satu prasyarat untuk memenuhi gelar sarjana Ilmu
Politik.
b. Sebagai sarana pengembangan ilmu bagi penulis secara pribadi.
c. Diharapkan penelitian ini bisa membantu masyarakat di dalam
memahami sistem pemilu proporsioanal daftar terbuka dengan suara
terbanyak serta mengetahui kelebihan dan kelemahan dari sistem ini.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam pembahasan ini penilus akan menguraikan dua aspek. pertama:
teori perilaku pemilih. kedua: teori pemilu, fungsi pemilu, asas-asas pemilu
dan sistem pemilihan umum proporsional daftar terbuka. Kedua aspek ini
akan diuraikan lebih lanjut.
A. Pemilihan Umum
Bagi bangsa Indonesia, Pemilihan Umum (pemilu) merupakan sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Memilu Pemilu yang
digelar itu, rakyat berharap dapat memilih wakil-wakil mereka yang mampu
membawa perubahan kearah kehidupan yang lebih baik.
Pemilu di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955. Yaitu
pada tanggal 29 september 1955 untuk memilih anggota parlemen dan
tanggal 15 desember 1955 untuk memilih anggota majelis konstituante.
Pemilu sebagai salah satu kegiatan politik terbut pernah berhenti beberapa
tahun; dan baru dihidupkan kembali pada tahun 1971 untuk memilih wakil-
wakil rakyat di lembaga legislatif. Pemilu terakhir diselenggarakan pada 2009
untuk memilih anggota Legislatif yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Anggota dewan Perwakilan Daerah (DPD), anggota Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten dan kota serta presiden dan wakil
presiden.

9

1. Pengertian Pemilihan Umum
Pemilihan umum adalah jalan lurus untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat yang sesungguhnya. Bagi Indonesia khususnya paska amandemen
UUD 1945, pelaksanaan pemilu bukan lagi sekadar rutinitas politik dan
aksesoris demokrasi. Namun seiring dengan era reformasi, pemilu telah
menjadi agenda nasional yang diharapkan dapat menjadi solusi bagi krisis
kenegaraan dan kebangsaan yang nyaris mengancam keutuhan wilayah
negara Kesatuan Republik Indonesia (Ali, 2005: 12).
Pemilihan umum merupakan kesempatan bagi warga negara untuk
memilih pejabat-pejabat pemerintah dan memutuskan apakah yang mereka
inginkan untuk dikerjakan oleh pemerintah. Dan dalam membuat keputusan
itu warga negara menentukan apakah yang sebenarnya mereka inginkan
untuk dimiliki (Sofiah, 2001: 12). Dengan demikian pemilihan umum
merupakan suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang
akan mewakili rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan.
Dalam UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota
DPR, DPD, dan DPRD disebutkan bahwa Pemilihan umum merupakan
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.
Proses Pemilu yang bebas, jujur dan adil dapat mewujudkan tatanan
suatu negara yang aman, adil dan sejahtera. Pemilu dapat juga diartikan
10

sebagai akad antara rakyat dan pemimpinnya, dimana rakyat
mempercayakan suaranya pada para pemimipin yang dipilihnya.
2. Tujuan dan Fungsi Pemilu
Secara umum Pemilu memiliki tujuan sebagai berikut :
a. Melaksanakan kedaulatan rakyat.
b. Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat.
c. Untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, dan wakil-wakil rakyat
yang duduk di DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten /
Kota.
d. Melaksanakan pergantian personel pemerintahan secara damai,
aman, dan tertib (secara Konstitusional).
e. Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.
Pemilu tidak hanya berfungsi untuk mengganti para pemimpin,
tetapi juga berfungsi sebagai :
a. Media bagi rakyat untuk menyuarakan pendapatnya.
b. Mengubah kebijakan.
c. Mengganti pemerintahan.
d. Menuntut pertanggungjawaban.
e. Menyalurkan aspirasi lokal.
Pemilu memiliki makna yang strategis dalam proses
berdemokrasi antara lain:
a. Pemilu menunjukkan seberapa besar dukungan rakyat kepada
pejabat atau partai politik.
11

b. Sarana bagi rakyat untuk melakukan kesepakatan politik baru
dengan partai, wakil rakyat dan penguasa.
c. Sebagai sarana mempertajam kepekaan pemerintah dan anggota
legislatif terhadap aspirasi rakyat.
3. Asas Pemilu
Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil (Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2008).
a. Asas Langsung, berarti setiap pemilih secara langsung
memberikan suaranya tanpa perantaraan dan tingkatan.
b. Asas Umum, berarti pemilihan berlaku menyeluruh bagi semua
warga Negara Indonesia yang memenuhi persyaratan tanpa
diskriminasi.
c. Asas Bebas, berarti warga negara yang berhak memilih dapat
menggunakan haknya dan dijamin keamanannya melakukan
pemilihan menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh,
tekanan, dan paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun.
d. Asas Rahasia, berarti setiap pemilih dijamin tidak akan diketahui
oleh siapapun dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya.
e. Asas Jujur, berarti bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu,
penyelenggara/ pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta
Pemilu, pengawas, dan pemantau Pemilu termasuk pemilih, serta
semua pihak yang terlibat secara langsung, harus bersikap dan
12

bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
f. Asas Adil, berarti setiap pemilih dan partai politik peserta Pemilu
mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan
pihak manapun.
4. Sistem Pemilu Legislatif
a. Pemilu DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten / Kota Pada
tahap pemilihan ini, sistem Pemilu yang digunakan adalah Sistem
Proposional Dengan Daftar Calon Terbuka (Pasal 5 ayat 1 UU No.
10 Tahun 2008). Artinya, pemilih diberi kesempatan untuk
mencoblos partai sekaligus mencoblos satu nama calon di bawah
tanda gambar partai politik peserta Pemilu dalam surat suara.
b. Pemilu anggota DPD, Sistem Pemilu yang digunakan adalah
Sistem Distrik Berwakil Banyak (Pasal 5 ayat 2 UU No. 10 Tahun
2008). Kartu suara memuat nama dan foto calon perseorangan
DPD untuk setiap daerah pemilihan dan pemilih diperbolehkan
untuk mencoblos satu calon DPD yang ada dalam surat suara.
5. Penyelenggaraan Pemilu 2009
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 pasal 22 E ayat 5, Pemilihan Umum diselenggarakan
oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap dan
mandiri .
13

1. Sifat Nasional dimaksudkan bahwa KPU sebagai penyelenggara
mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Sifat Tetap artinya bahwa KPU sebagai lembaga menjalankan
tugasnya secara berkesinambungan, meskipun anggotanya
dibatasi oleh masa jabatan tertentu.
3. Sifat Mandiri dimaksudkan bahwa dalam menyelenggarakan dan
melaksanakan Pemilu, KPU bersikap mandiri dan bebas dari
pengaruh pihak manapun, disertai dengan transparansi dan
pertanggungjawaban yang jelas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pemilu legislatif tahun 2009 diselenggarakan pada tanggal 9
April 2009 untuk memilih DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/ Kota (sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 5 April,
namun kemudian diundur).
6. Hak Pilih Aktif
Hak pilih aktif adalah hak setiap warga negara yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu untuk memilih anggota-anggota yang akan duduk
dalam suatu badan perwakilan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mempunyai hak
memilih menurut pasal 13 UU RI No.10 tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah:
a. Telah berusia 17 tahun sudah/ pernah kawin
b. Terdaftar sebagi pemilih
14

c. Tidak sedang terganggu jiwa/ ingatannya
d. Tidak sedang di cabut hak pilihnya berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
A. Sistem Pemilihan Umum
Dalam Ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum,
akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok yaitu :
a. Single-member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu
wakil biasanya disebut sistem Distrik)
b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa
wakil biasanya dinamakan proportional represenstation atau sistem
perwakilan berimbang)
1
.
a. Sistem Distrik (Single Member Constituency)

Sistem ini merupakan sistem pemilihan dimana suatu daerah
pemilihan memiliki satu wakil. Disini wilayah Negara dibagi dalam sejumlah
besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam DPR ditentukan dalam jumlah
distrik. Calon yang dianggap menang adalah calon yang dalam satu distrik
memperoleh suara yang terbanyak, sedangkan suara-suara yang ditujukan
kepada calon-calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak
diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecil selisih kekalahannya. Jadi tidak ada
sistem menghitung suara lebih dalam sistem pemilu distrik.
b. Sistem Proporsional (Multi Member Constituency)


1
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Gramedia, 1983, hal. 177.
15

Sistem pemilu proporsional sering juga disebut sebagai sistem pemilu
multi member constituency atau sistem perwakilan berimbang. Sistem
pemilihan proporsional adalah sistem pemilu di mana kursi yang terisi di
Lembaga Legislatif Pusat untuk diperebutkan dalam suatu pemilu, dibagikan
pada partai-partai politik yang turut dalam pemilu tersebut sesuai dengan
imbangan suara yang diperolehnya dalam pemilih.
Secara konseptual, perwakilan politik berawal dari pemilihan umum.
Artinya, pemilihan umum yang diadakan merupakan proses seleksi pimpinan
akan menumbuhkan rasa keterwakilan politik di kalangan masyarakat luas.
Dan akan menyalurkan aspirasi dan kepentingan warga negara oleh sebab
itu dibentuklah badan perwakilan rakyat yang membuat Undang-Undang,
menyusun Anggaran Penerimaan Belanja Negara, mengawasi pelaksanaan
Undang-Undang dan penerimaan serta penggunaan anggaran negara.
Sistem ini merupakan sistem pemilihan dimana jumlah kursi yang
diperoleh oleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah
suara yang diperolehnya. Negara dianggap sebagai suatu daerah pemilihan
yang besar, akan tetapi untuk keperluan teknis-administratif dibagi ke dalam
beberapa daerah pemilihan yang besar, dimana setiap daerah pemilihan
memilih sejumlah wakil penduduk dalam daerah pemilihan itu.
Dalam sistem ini setiap suara dihitung, dalam arti suara lebih yang
diperoleh partai atau golongan dalam suatu daerah pemilihan dapat
ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau golongan itu
dalam daerah.
16

1. Sistem Pemilu Reprentasi Proporsional Daftar (List Proporsional
Representation)
Sistem ini di sebut juga sebagai sistem pemilihan multi-member
constituency atau sistem perwakilan berimbang, dengan menggunakan
distrik wakil majemuk, jumlah wakil majemuk, jumlah wakil yang terpilih untuk
suatu distrik ditentukan oleh presentase suara sah yang diraih oleh partai
politik.
2

Sistem pemilihan umum proporsional adalah sistem pemilihan umum di
mana kursi yang tersedia di parlemen pusat untuk diperebutkan dalam suatu
pemilihan umum, dibagikan kepada partai-partai /golongan-golongan politik
yang turut dalam pemilihan tersebut sesuai dengan imbangan suara yang
diperolehnya dalam pemilihan umum yang bersangkutan.
Untuk kepentingan ini suatu perimbangan misalnya 1:400.000 yang
berarti sejumlah 400.000 pemilih mempunyai wakil di parlemen. Negara
dianggap sebagai suatu daerah pemilihan dan setiap Negara di hitung dalam
arti bahwa suara yang diperoleh dalam suatu daerah dapat ditambahkan
dengan suara yang diperoleh dari daerah lainya, sehingga besar
kemungkinan setiap organisasi peserta pemilu memperoleh kursi/wakil di
parlemen pusat.
3

Karena luasnya wilayah suatu Negara atau banyaknya jumlah penduduk
yang turut dalam suatu ppemilihan dewasa ini, dalam sistem proporsional
sering dibentuk daerah pemilihan. (bukan distrik pemilihan) dimana wilayah

2
Toni Adrianus Pito S.IP,Teori-Teori Politik, 2006
3
opcit
17

Negara dibagi atas daerah pemilihan. Tetapi sama dengan aslinya dengan
memperhitungkan wilayah, jumlah penduduk dan faktor-faktor politik .lainya,
kursi yang tersedia di parleman pusat yang akan diperebutkan dalam suatu
daerah pemilihan umum harus lebih dahulu dibagikan kedaerah-daerah
pemilihan umum, tetapi jumlah kursi yang diperebutkan ini tidak boleh satu
untuk daerah pemilihan, harus lebih dari satu sesuai dengan namanya multi-
member contituensy. Pemenang dari satu daerah pemiliha harus lebih dari
satu orang.
Sistem proporsonal memiliki beberapa varian, misalnya sistem pemilu
proporsional menggunakan daftar tertutup, terbuka, daftar bebas. Kata daftar
terbuka dan tertutup dapat diartikan adanya kebebasan pemilih untuk
memilih wakil caleg yang di sukai oleh masyarakat.
1. Daftar tertutup . kursi yang dimenangkan partai politik diisi dengan
kandidat-kandidat sesuai dengan rangking mereka dalam daftar
kandidat, yang ditentutkan oleh partai. Biasanya hanya nama partai
yang dimunculkan dalam surat suara dalam sebuah distrik jamak,
meskipun urutan kandidat-kandidat dalam daftar partai biasanya
diumumkan dan biasanya tidak diubah setelah tanggal nominasi
ditentukan. Oleh karena itu, partai politik memilki kekuasaan yang
cukup besar dalam penentuan kandidat partai yang terpilih untuk
mengisi kursi-kursi yang tersedia. Dalam hal ini para kandidat memiliki
keterikatan tertentu dengan partai dan pemimpinya atau pada pra-
pemilihan terikat pada pimpinan sayap partai yang bersangkutan
18

2. Daftar terbuka. Pemilih memilih partai politik yang mereka sukai dan
dalam partai tersebut, juga memilih kandidat yang mereka ingnkan untuk
mengisi kursi yang dimenangkan oleh partai tersebut. Biasanya, jumlah
kandidat dalam daftar partai yang ditampilkan dalam surat suara adalah
dua kali jumlah kursi yang tersedia. Dengan sistem ini ada kemungkinan
untuk mengubah urutan kandidat di dalam daftar calon. Para pemilih
secara umum dapat memilih kandidat-kandidat dalam daftar kandidat
suatu partai sebanyak kursi yang tersedia
3. Daftar bebas. Setiap partai menentukan daftar kandidatnya, dengan
partai dan kandidat ditampilkan terpisah dalam surat suara. Pemilih
dapat memilih dari daftar partai sebagaimana adanya atau mencoret
atau mengulangi nama, membagi pilihan mereka di antara daftar-daftar
partai atau memilih nama dari daftar manapun dengan membuat daftar
mereka sendiri dalam sebuah surat suara kosong.

B. Perilaku Pemilih (Voting Behavior)
Penulis menggunkan teori perilaku pemilih agar kulaifikasi dari sikap
serta oreintasi masyarakat didalam memilih dapat dikarakteristikkan
berdasar tiga pendekatan yang penulis pakai yaitu : pendekatan sosiologis,
pendekatan psikologis dan pendkatan pilihan rasional.
Perilaku merupakan sifat alamiah manusia yang membedakannya atas
manusia lain, dan menjadi ciri khas individu atas individu yang lain. Dalam
konteks politik, perilaku dikategorikan sebagai interaksi antara pemerintah
19

dan masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah, dan diantara kelompok dan
individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan,
dan penegakkan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik.
Ditengah masyarakat, individu berperilaku dan berinteraksi, sebagian
dari perilaku dan interaksi dapat ditandai akan berupa perilaku politik, yaitu
perilaku yang bersangkut paut dengan proses politik. Sebagian lainnya
berupa perilaku ekonomi, keluarga, agama, dan budaya. Termasuk kedalam
kategori ekonomi, yakni kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa,
menjual dan membeli barang dan jasa, mengkonsumsi barang dan jasa,
menukar, menanam, dan menspekulasikan modal. Namun, hendaklah
diketahui pula tidak semua individu ataupun kelompok masyarakat
mengerjakan kegiatan politik.
4
.
Memilih ialah suatu aktifitas yang merupakan proses menentukan
sesuatu yang dianggap cocok dan sesuai dengan keinginan seseorang atau
kelompok, baik yang bersifat eksklusif maupun yang inklusif.
Memilih merupakan aktifitas menentukan keputusan secara langsung
maupun tidak langsung. Menurut Surbakti (tahun:1992) menilai perilaku
memilih ialah keikutsertaan warga Negara dalam pemilihan umum
merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah
memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum
5

Perilaku pemilih merupakan realitas sosial politik yang tidak terlepas
dari pengaruh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal perilaku politik

4
Ramlan Surbakti Memahami Ilmu Politik, hal 15 PT.Grasindo, Jakarta 1992.
5
Ibid, hal 145
20

merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan
secara internal merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pemilih. Misalnya
saja isu-isu dan kebijakan politik, tetapi pula sekelompok orang yang memilih
kandidat karena dianggap representasi dari agama atau keyakinannya,
sementara kelompok lainnya memilih kandidat politik tertentu karena
dianggap representasi dari kelas sosialnya bahkan ada juga kelompok yang
memilih sebagai ekspresi dari sikap loyal pada ketokohan figur tertentu.
Sehingga yang paling mendasar dalam mempengaruhi perilaku pemilih
antara lain pengaruh elit, identifikasi kepartaian sistem sosial,media massa
dan aliran politik.
1. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial
dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang
cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial
ini misalnya berdasarkan umur (tua-muda), jenis kelamin (laki-laki dan
perempuan), agama dan semacamnya, dianggap mempunyai peranan cukup
menentukan dalam membentuk perilaku pemilih. Untuk itu, pemahaman
terhadap pengelompokan sosial baik secara formal seperti keangggotaan
seseorang didalam organisasi keagamaan, organisasi profesi, kelompok-
kelompok okupasi dan sebagainya, maupun kelompok informal seperti
keluarga, pertemanan, ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya. Ini
21

merupakan sesuatu yang vital dalam memahami perilaku politik, karena
kelompok-kelompok ini mempunyai peranan besar dalam bentuk sikap,
persepsi dan orientasi seseorang. Jadi bisa dikatakan bahwa keangotaan
seseorang kepada kelompok-kelempok soisal tertentu dapat mempengaruhi
seseorang didalam menentukan pilihnaya pada saat pemilu. Hal ini tidak
terlepas dari seringnya anggota kelompok, organisasi profesi dan kelompok
okupasi berinteraksi satu sama lain sehingga timbulnya pemikiran-pemikiran
untuk mendukung salah satu dari caleg yang mengikuti pemilu.
Gerald pomper merinci pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian
voting behavior ke dalam 2 variabel yaitu predisposisi (kecendrungan) sosial
ekonomi pemilih dan keluarga pemilih. Apakah preferensi politik ayah atau
ibu akan berpengaruh pada preferensi politik anak, sedangkan predisposisi
sosial ekonomi berupa agama yang dianut, tempat tinggal, kelas sosial,
karakteristik demografis dan sebagainya.
6

Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih nampaknya sangat
mempengaruhi dimana nilai-nilai agama selalu hadir didalam kehidupan
privat dan public dianggap berpengaruh terhadap kehidupan politik dan
pribadi para pemilih. Di kalangan partai politik, agama dapat melahirkan
dukungan politik dari pemilih atas dasar kesamaan teologis, ideologis,
solidaritas dan emosional. Fenomena partai yang berbasis agama dianggap
menjadi daya tarik kuat dalam preferensi politik.

6
A.Rahman Zainuddin, hal.47-48
22

Dalam literatur perilaku pemilih, aspek agama menjadi pengamatan
yang penting. Pemilih cenderung untuk memilih partai agama tertentu yang
sesuai dengan agama yang dianut. Di Indonesia faktor agama masih
dianggap penting untuk sebahagian besar masyarakat. Misalnya seorang
muslim cenderung untuk memilih partai yang berbasis Islam dan sebaliknya
seorang non-muslim cenderung untuk memilih partai non-muslim.
7

2. Pendekatan psikologis
Psikologi adalah ilmu sifat, dimana fungsi-fungsi dan fenomena pikiran
manusia dipelajari. Setiap tingkah laku dan aktivitas masyarakat dipengaruhi
oleh akal individu. Sedangkan ilmu politik mempelajari aspek tingkah laku
masyarakat umum sehingga ilmu politik berhubungan sangat dekat dengan
psikologi.
8

Pendekatan ini muncul merupakan reaksi atas ketidakpuasan mereka
terhadap pendekatan sosiologis. Secara metodologis, pendekatan sosiologis
dianggap sulit diukur, seperti bagaimana mengukur secara tepat sejumlah
indikator kelas sosial, tingkat pendidikan, agama, dan sebagainya.
Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi
terutama konsep sikap dan sosialisasi untuk memperjelaskan perilaku
pemilih. Disini para pemilih menentukan pilihannya karena pengaruh
kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya sebagai produk dari

7
Dikutip dari Sulhardi, Political Psycology Socialization, and culture,
http://pangerankatak.blogspot.com/2008/04/governing-intoduction-to-political, 28 April 2008
8
Suhardi, Op.Cit.
23

proses sosialisasi, artinya sikap seseorang merupakan refleksi dari
kepribadian dan merupakan variabel yang menentukan dalam
mempengaruhi perilaku politiknya. Pendekatan psikologis menganggap sikap
sebagai variabel utama dalam menjelaskan perilaku politik. Hal ini
disebabkan oleh fungsi sikap itu sendiri, menurut Greenstein ada 3 yakni:
1. Sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap objek
diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang
tersebut.
2. Sikap merupakan fungsi penyesuaian diri, artinya seseorang bersikap
tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama atau tidak
sama dengan tokoh yang diseganinya atau kelompok panutan.
3. Sikap merupakan fungsi eksternalisasi dan pertahanan diri, artinya
sikap seseorang itu merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin
atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan
dan eksternalisasi diri.
Namun, sikap bukanlah sesuatu hal yang cepat terjadi, tetapi terbentuk
melalui proses yang panjang, yakni mulai dari lahir sampai dewasa. Pada
tahap pertama, informasi pembentukan sikap berkembang dari masa anak-
anak. Pada fase ini, keluarga merupakan tempat proses belajar. Anak-anak
belajar dari orangtua menganggap isu politik dan sebagainya. Pada tahap
kedua, adalah bagaimana sikap politik dibentuk pada saat dewasa ketika
menghadapi situasi di luar keluarga. Tahap ketiga, bagaimana sikap politik
24

dibentuk oleh kelompok-kelompok acuan seperti pekerjaan, gereja, partai
politik dan asosiasi lain.
Melalui proses sosialisasi ini individu dapat mengenali sistem politik yang
kemudian menentukan sifat persepsi politiknya serta reaksinya terhadap
gejala-gejala politik di dalam kaitannya dengan pemilihan kepala daerah.
Sosialisasi bertujuan menungkatkan kualitas pemilih.
3. Pendekatan Pilihan Rasional
Dua pendekatan terdahulu secara implisit atau eksplisit menempatkan
pemilih pada waktu dan ruang kosong. Dimana pendekatan tersebut
beranggapan bahwa perilaku pemilih bukanlah keputusan yang dibuat pada
saat menjelang atau ketika berada dibalik suara, tetapi sudah ditentukan jauh
sebelumnya, bahkan jauh sebelum kampanye dimulai. Karakteristik
sosiologis, latar belakang keluarga, pembelahan kultural, identifikasi partai
melalui proses sosialisasi,pengalaman hidup, merupakan variabel yang
secara sendiri-sendiri mempengaruhi perilaku politik seseorang. Ini berarti
variabel lain menentukan atau ikut menentukan dalam mempengaruhi
perilaku pemilih. Ada faktor situasional yang ikut mempengaruhi pilihan
politik seseorang. Dengan begitu para pemilih bukan hanya pasif tetapi juga
aktif, bukan hanya terbelenggu oleh karakteristik sosiologis tetapi bebas
untuk bertindak. Faktor situasional ini bisa berupa isu-isu politik pada
kandidat yang dicalonkan.
Perilaku pemilih tidak harus tetap atau sama, karena karakteristik
sosiologis dan identifikasi partai dapat berubah-ubah sesuai waktu dan
25

peristiwa-peristiwa politik tertentu. Dengan begitu, isu-isu politik menjadi
pertimbangan yang penting dimana para pemilih akan menentukan pilihan
berdasarkan penilaian terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan.
Artinya para pemilih (masyarakat) dapat menentukan pilihannya berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan rasional.
9

Pendekatan pilihan rasional mencoba menjelaskan bahwa kegiatan
memilih sebagai kalkulasi untung dan rugi yang di pertimbangkan tidak
hanya ongkos memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi
hasil yang di harapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif berupa pilihan
yang ada. Pertimbangan ini digunakan pemilih dan kandidat yang hendak
mencalonkan diri untuk terpilih sebagai wakil rakyat atau pejabat pemerintah.
Bagi pemilih, pertimbangan untung dan rugi digunakan untuk membuat
keputusan tentang partai atau kandidat yang dipilih, terutama untuk membuat
keputusan apakah ikut memilih atau tidak ikut memillih
10
.
Beberapa pendekatan diatas sama-sama berasumsi bahwa memilih
merupakan kegiatan yang otonom, dalam arti tanpa desakan dan paksaan
dari pihak lain. Namun, dalam kenyataan di Negara-negara berkembang
perilaku memilih bukan hanya ditentukan oleh pemilih sebagaimana
disebutkan oleh beberapa pendekatan diatas, tetapi dalam banyak hal justru
ditentukan oleh tekanan kelompok, intimidasi, dan paksaan dari kelompok
atau pemimpin tertentu.

9
Ibid., h. 50-52
10
Surbakti ramlan. Memahami ilmu politik. Gramedia widiasarana Indonesia. Jakarta Hal 146
26

C. Kerangka Pemikiran.
Perilaku pemilih hadir ketika seseorang mengikuti pemilu dan
menjatuhkan pilihan kepada salah seorang kontestan pemilu . ada berbagai
macam motivasi bagi seseorang di dalam memilih caleg, apakah melalui
pertimbangan yang rasional berdasrkan kesamaan agama, suku atau
pertimbangan ekonomi . Hal itulah yang menjadi latarbelakang seseorang di
dalam menentukan pilihan.
Adanya perubahan sistem pada pemilu tahun 2009 mempunyai
konsekuensi terhadap perubahan perilaku pemilih juga. Jika sebelumnya,
para pemilih hanya memperhatikan parpol saja, dengan adanya perubahan
sistem ini, para pemilih juga bisa memperhatikan orang-orang yang
dicalonkan oleh parpol tersebut.Pemilu tahun 2009 untuk memilih anggota
DPRD Kab/Kota di laksanakan dengan cara atau format berbeda dari sistem
pemilu tahun 2004, dimana saat pemilu tahun 2004 masyarakat hanya dapat
memilih partai yang kemudian partai menentukan caleg berdasar nomor urut
sebagai wakil rakyat. Namun dipemilu tahun 2009 pemenang ditetapkan
dengan suara terbanyak tidak hanya itu pada saat pemilu masyarakat selain
dapat memilih partai politik juga dapat memilih orang perorang.
Masyarakat mempunyai kebebasan menentukan caleg sehingga menurut
penulis Sebagai implikasi dari kebebasan dalam menentukan wakil mereka
dalam pemilu adalah masyarakat tidak terfokus lagi terhadap partai politik
akan tetapi masyarakat akan memilih caleg yang menjdi peserta di dalam
27

KELEBIHAN DAN
KELEMAHAN SISTEM
PEMILU PROPORSIONAL
DAFTAR TERBUKA
DENGAN SUARA
TERBANYAK
a. Pilihan masyarakat
saat pemilu semakin
banyak, sehingga
masyarakat bisa
memilih dengan
selektif.
b. dengan suara
terbanyak membuka
peluang bagi caleg
untuk melakukan
pendekatan finansial
demi mendapatkan
suara pemilih sebanyak-
banyaknya.

Perilaku Pemilih
Pemilih
Masyarakat.
PERILAKU
PEMILIH
PENDEKATAN PERILAKU
PEMILIH.
1. PENDEKATAN
SOSIOLOGIS
2. PENDEKATAN PILIHAN
RASIONAL
3. PENDEKATAN
PSIKOLOGI.
pemilu sehingga munculnya berbagai kemungkinan variasi motivasi pemilih
dalam menentukan pilihannya.
Penulis menyusun Skema kerangka pikir seperti di bawah ini :
D. Skema Kerangka Pikir










Gambar : 1.1



28

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bagian metode penelitian akan menguraikan tentang perangkat-
perangkat penelitian mulai dari pemilihan lokasi penelitian, tipe dan dasar
penelitian, teknik pengumpulan data, analisa data serta konsep operasional
yang akan sangat membantu dalam kelangsungan penelitian.
A. Lokasi Penelitian
Adapun Lokasi penelitian berada di kota Makassar. Penulis memilih Kota
Makassar sebagai lokasi penilitian dikarenakan tingkat pluralitas masyarakat
yang beragam dan tingkat dinamika politik yang tinggi baik di pemerintahan
ataupun di masyarakat sehingga Kota Makassar bisa dikatakan sebagai
barometer politik di Sulawesi Selatan.
B. Tipe Penelitian dan Dasar Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu melihat
perilaku pemilih masyarakat Kota Makassar tahun 2009 di dalam
penggunaan sistem pemilu proporsional daftar terbuka, peneliti melakukan
penelitian yang terinci tentang seseorang (individu) atau unit sosial selama
kurun waktu tertentu. Mengingat unit yang akan ditelaah dalam jumlah besar
maka fokus perhatian penelitian hanya ditujukan ke beberapa variabel saja.
Artinya individu atau kelompok yang diambil sebagai sampel penelitian, bisa
mewakili populasi individu atau kelompok yang diteliti (representative). Studi
kasus juga dapat mengantarkan peneliti memasuki unit-unit sosial terkecil
seperti perhimpunan, kelompok, keluarga, dan berbagai bentuk unit sosial
29

lainnya. Dasar penelitian yang akan digunakan dalam melakukan penelitian
ini adalah metode kualitatif.
C. Sember Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh di lapangan atau di daerah
penelitian data primer merupakan data yang belum diolah atau data mentah
berupa hasil wawancara dengan berbagai key informan yaitu hasil
wawancara dengan A. Ali Armunanto S.ip M.Si mengenai kelebihan dan
kelemahan dari sistem pemilu proporsional, Wawancara dengan Nurmal
Idrus S.E serta Drs. M. Yusuf Pani M.Si mengenai proses penetapan
pemenang pilleg dan yang terakhir wawancara dengan Ir. H.A.M. Adil Patu,
M.Pd dan Anwar Razak A.Sos mengenai sistem pemilu proporsional daftar
terbuka serta kecendrungan perilaku memilih masyarakat Kota Makassar,
data ini diperoleh melalui tekhnik wawancara langsung.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan
dengan cara membaca buku, literatur-literatur, jurnal, koran dan berbagai
informasi lainya yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Data
sekunder ini dimaksudkan sebagai data penunjang guna melengkapi data
primer.


30

D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam setiap proses penelitian, pengumpulan data bertujuan untuk
mengungkapkan fakta mengenai perihal yang diteliti. Oleh sebab itu, dalam
penelitian ini digunakan beberapa metode yang dijadikan acuan untuk
mengumpulkan data, yaitu sebagai berikut :
a. Wawancara
Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara langsung
dan mendalam. Dimana peneliti akan mengajukan beberapa pertanyaan
yang berhubungan dengan focus masalah di dalam skripsi ini yaitu
bagaimana fenomena perilaku pemilih masyarakat Kota Makassar ketika
penggunaan sistem pemilu proporsional daftar terbuka di gunakan. Dalam
teknik pengumpulan data ini guna memperoleh data maka Percakapan
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan, adapun yang menjadi narasumber atau informan yakni
Akademisi, Dr. Muhammad M.Si dan A. Ali Armunanto S.ip M.Si, Anggota
KPUD Kota Makassar, Nurmal Idrus S.E, KOPEL (Komite Pemantau Pemilu)
Anwar Razak S.Sos dan tokoh masyarakat Kota Makassar, Ir. H.A.M. Adil
Patu, M.Pd.
b. Studi Pustaka (Library Research)
Selain melakukan wawancara penulis juga melakukan teknik
pengumpulan data studi pustaka, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang
31

berdasarkan bahan-bahan bacaan yang berhubungan dengan penelitian.
Dengan membaca sumber-sumber literatur yang ada kaitannya dengan
masalah penelitian ini. berupa buku-buku, jurnal, artikel, majalah, surat-
kabar, opini, dan informasi tertulis lainnya.
E. Informan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan
penelitian, maka penulis akan mencari data dan informasi dari informan
berikut :
a. Akademisi
Penulis akan mengambil akademisi sebagai key informan, A. Ali
Armunanto S.Ip M.Si diharapkan dengan berdiskusi bersama beliau penulis
dapat lebih jauh memahami mengenai sistem pemilu proporsional daftar
terbuka serta melihat kelebihan dan kelemahan dari sistem pemilu
tersebut.yang dapat mempengaruhi perilaku pemilih.
b. Anggota KPUD Kota Makassar
KPUD Kota Makassar sebagi pihak penyelangrara pemilu di Kota
Makassar sangat di butuhkan oleh peneliti didalam memperoleh jumlah
pemilih di Kota Makassar, mengetahui proses penetapan caleg yang terpilih,
serta penulis ingin berdiskusi langsung dengan staf ataupun pengurus KPUD
Kota Makassar Yaitu. Nurmal Idrus. SE dan Kasubag Teknis dan Hupmas
KPUD Kota Makassar Drs. M. Yusuf Pani M.Si.
c. Komite Pemantau Legislatif (Kopel)
32

Penulis memilih Kopel sebagai salah satu Key informan di karenakan
banyak kegiatan dari Kopel yang sering berhubungan langsung dengan
pemerintah serta situasi politik yang ada di Kota Makassar, sehingga penulis
merasa perlu memasukkanya sebagai key informan, penulis akan
mengumpulkan data dengan pengurus dari kopel yakni Anwar Razak penulis
akan melakukan wawancara yang mendalam perihal penggunaan sistem
pemilu proporsioanal daftar terbuka saat pilleg tahun 2009 serta kaitanya
terhadap masyarakat.
d. Tokoh Masyarakat Kota Makassar.
Penting bagi penulis untuk memasukkan Tokoh Masyarakat sebagai key
informan. Dimana Tokoh masyarakat sangat paham dengan realita yang
terjadi di masyarakat sekarang ini, penulis melakukan wawancara dengan
Tokoh masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait penggunaan sistem
pemilu proporsional daftar terbuka serta dampaknya bagi perilaku pemilih
masyarakat.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis penelitian yang digunakan adalah teknik kualitatif yang
informasinya digali melalui wawancara mendalam dan dikategorisasikan
kemudian bersama informasi yang diperoleh melalui penelusuran
kepustakaaan untuk mempertajam analisis tentang kecenderungan
penemuan dalam penelitian. Teknik analisa data bertujuan agar temuan-
temuan dari kasus-kasus yang terjadi di lokasi penelitian dapat dikaji lebih
33

mendalam dan fenomena yang ada dapat digambarkan secara terperinci,
sehingga apa yang menjadi pertanyaan dalam penelitian nantinya bisa
terjawab dengan maksimal.




















34

BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Singkat Kota Makassar
a. Pemerintahan
Secara administratif kota Makassar terbagi atas 14 kecamatan, 143
kelurahan, 971 RW dan 4.789 RT. Kota Makassar saat ini dipimpin oleh
walikota A. Herry Iskandar yang merupakan pejabat sementara (PJS)
menggantikan Ilham Arief Sirajuddin yang meletakkan jabatannya karena
mencalonkan kembali menjadi kandidat Walikota untuk periode 2009-2014.
Dari pemerintahan legislatif, jumlah anggota DPRD kota Makassar
tahun 2007 sebanyak 45 orang yang merupakan wakil dari 7 fraksi. Porsi
kaum perempuan pada DPRD kota Makassar masih relatif kecil yaitu 3 orang
(6,67%). Dalam menjalankan tugasnya DPRD kota Makassar pada tahun
2007 telah menghasilkan 15 peraturan daerah, 22 keputusan Dewan dan 17
keputusan pimpinan Dewan.








35

TABEL 1.2.
Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Di Kota Makassar Tahun 2007
KECAMATAN KELURAHAN RW RT
1 2 3 4
Mariso
Mamajang
Tamalate
Rappocini
Makassar
Ujungpandang
Wajo
Bontoala
Ujung Tanah
Tallo
Panakkukang
Manggala
Biringkanaya
Tamalanrea
9
13
10
10
14
10
8
12
12
15
11
6
7
6
47
56
108
104
69
37
45
56
50
77
90
65
99
67
218
283
530
555
369
139
169
239
200
463
468
350
477
329
Makassar 143 970 4.789
Sumber : BPS Kota Makassar
b. Politik
Situasi dan kondisi politik kota Makassar dua tahun belakangan ini secara
umum cukup aman dan terkendali, tidak terdapat hal-hal yang menonjol yang
36

sifatnya mengganggu stabilitas daerah. Hal ini tercermin dari suksesnya kota
Makassar menggelar even pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Sulsel pada
tahun 2007 silam dan even pemilihan Walikota dan Wakil Walikota pada
tahun 2008. Kedua pilkada itu berlangsung dengan aman dan tertib,
walaupun setelah pelaksanaannya tetap diwarnai dengan sengketa dan aksi-
aksi unjuk rasa.
Pemerintah dalam hal ini yang membidangi politik maupun instansi-
instansi lainnya seperti KPU dan PANWASLU kota Makassar senantiasa
aktif mensosialisasikan hal-hal yang dianggap penting untuk diketahui oleh
masyarakat umum dalam lingkup even pilkada atau pemilu. Hal ini bertujuan
salah satunya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam even-even
tersebut sekaligus memberikan pendidikan politik kepada mereka untuk
mewujudkan bangsa yang berdemokratis.
c. Kependudukan & Ketenaga Kerjaan
Penduduk kota Makassar pada tahun 2007 tercatat sebanyak 1.235..239
jiwa, yang terdiri dari 618.233 laki-laki dan 617.006 perempuan. Komposisi
penduduk menurut jenis kelamin dapat ditunjukkan dengan rasio jenis
kelamin penduduk kota Makassar, yaitu sekitar 100,20%, yang berarti setiap
100 penduduk wanita terdapat 100 penduduk laki-laki. Ditinjau dari tingkat
kepadatan penduduk, kecamatan Makassar adalah yang terpadat yaitu
32.399 jiwa per km persegi, sedangkan kecamatan Biringkanaya merupakan
kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah, yaitu sekitar 2.630 jiwa
37

per km persegi. Ada 3 wilayah kecamatan yang kepadatan penduduknya
masih rendah.
Dalam hal tenaga kerja, pada tahun 2007 pencari kerja yang tercatat
sebanyak 67.290 orang, yang terdiri dari pria sebanyak 31.079 orang dan
perempuan sebanyak 36.211 orang. Dari jumlah tersebut dapat dilihat bahwa
pencari kerja menurut pendidikan terlihat bahwa tingkat pendidikan SMA
yang menempati peringkat pertama yaitu sekitar 47,28%, disusul dengan
tingkat pendidikan Sarjana sekitar 36,65%.
4. Pendidikan
Arah pembangunan bidang pendidikan pemkot Makassar bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan sumber daya manusia
suatu Negara akan menentukan karakter dari pembangunan ekonomi dan
sosial, karena manusia merupakan pelaku dari seluruh kegiatan tersebut.
Untuk infrastruktur dan tenaga pengajar, pada tahun 2007/2008 di kota
Makassar, jumlah Sekolah Dasar sebanyak 448 unit dengan jumlah guru
sebanyak 5.550 orang dan jumlah murid sebanyak 143.169 orang. Jumlah
SLTP sebanyak 171 unit dengan jumlah guru sebanyak 4.346 orang dan
jumlah murid sebanyak 57.410 orang. Jumlah SLTA 110 unit dengan jumlah
guru sebanyak 1.586 orang dan jumlah murid sebanyak 40.879 orang.
Seluruh data pada gambaran umum kota Makassar diatas tadi bersumber
dari Badan Pusat Statistik Kota Makassar (BPS).
11



11
Data dikutip dari buku Makassar Dalam Angka 2007 diterbitkan oleh BPS kota Makassar.
38

B. Gambaran Umum Obyek Penelitian
a. Masyarkat Pemilih dan Jumlah Pemilih Di Kota Makassar Pada
Pemilihan Umum Legisltif tahun 2009
Masyarakat pemilih adalah masyarakat yang memiliki hak untuk memilih
dalam pemilihan kepala daerah Sulawesi Selatan, terdiri atas penduduk yang
memilki usia 17 tahun ke atas atau sesuai menikah yang terseber di 14
kecamatan kota Makassar.
Kpu kota Makassar Sebagai pihak penyelenggara berhasil
menyelenggarkan pemilihan umum legisltaif DPRD Kota . Dimana KPU telah
merangkumkan rekapitulasi daftar pemilih tetap ( DPT) tercatat ada sekitar
971.271 pemilih yang tersebar pada 2.256 TPS dengan persentase jenis
kelamin Laki-laki 4738.974 serta Perempuan 497.297 dengan jumlah total
pemilih adalah 971.271 orang
12
.
Tabel 1.3.
Berikut daftar jumlah Pemilih Kota Makassar per kecamatan.

12
www.kpu kota-makassar/ daftar pemilih tetap.htm, tanggal 24-08-11 . jam 10.20
39







No
.

Kecamatan
Pemilih terdaftar
Jumlah
Jumlah
TPS Laki-Laki Perempuan
1. Mariso 20,189 21,943 42,132 92
2. MAMAJANG 23,571 25,756 49,327 115
3. Makassar 32,151 33,900 66,051 158
4. Ujung Pandang 10,565 11,674 22,239 55
5. Wajo 12, 382 12, 922 25,326 62
6. Bontoala 21,094 22,062 43, 111 105
7. Tallo 50, 091 51, 080 101,171 218
8. Ujung Tanah 16,653 17,307 33,960 85
9. Panakkukang 52,873 54,500 107,373 262
10. TAMALATE 54,955 57,282 112,237 258
11. BIRINGKANAYA 50,739 54,386 105,125 246
12. MANGGALA 38,226 39,282 77,508 171
13. RAPPOCINI 53,905 56,789 110,694 267
14. TAMALANREA 36,625 38,392 75,017 162
15. TOTAL 473,974 497,297 971,271 2,256
40

BAB V
PEMBAHASAN
Di dalam pembahasan ini akan diuraikan dua aspek. Pertama :
Kelebihan serta kekurangan pada sistem pemilihan umum (Pemilu)
proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak Kedua: Dampak
kelebihan serta kelemahan dari sistem pemilu proporsoinal daftar terbuka
dengan suara terbanyak terhadap perilaku pemilih masyarakat kota
Makassar pada saat pilleg tahun 2009. Kedua aspek tersebut akan penulis
uaraikan lebih lanjut
Sistem pemilu tahun 2009 untuk memilih caleg DPRD Kota Makassar
untuk pertama kalinya menggunakan sistem pemilu proporsional daftar
terbuka dengan suara terbanyak. Yaitu sistem pemilu yang merupakan
masih turunan dengan Sistem Pemilu Reprentasi Proporsional Daftar (List
Proporsional Representation) penjelasan umum mengenai sistem pemilu ini
ialah Pemilih memilih partai politik yang mereka sukai dan dalam partai
tersebut, juga memilih kandidat yang mereka inginkan untuk mengisi kursi
yang dimenangkan oleh partai tersebut. Biasanya, jumlah kandidat dalam
daftar partai yang ditampilkan dalam surat suara adalah dua kali jumlah kursi
yang tersedia. Kata daftar terbuka dan tertutup dapat diartikan adanya
kebebasan pemilih untuk memilih wakil caleg yang di sukai oleh masyarakat.
Sementara itu adanya sistem suara terbanyak di dalam sistem pemilu
proporsional daftar terbuka ialah sebagai prasyarat untuk caleg dinyatakan
sebagai pemenag di dalam pilleg di satu dapil.
41

sistem pemilu proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak
mempunyai banyak kelebihan dan kelemahan yang bisa mempunyai
pengaruh terhadap perilaku memilih masyarakat namun penulis hanya ingin
menyoroti beberapa kelebihan serta kelemahan dari sistem pemilu ini yang
bisa mempengaruhi perilkau pemilih masyarakat pada saat pemilu legislatif
di Kota Makassar.
A. Kelebihan pada sistem pemilu proporsional daftar terbuka dengan
suara terbanyak
Setiap sistem pemilu mempunyai kelebihan, seperti halnya pada sistem
pemilu proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak yang digunakan
untuk pemilu legislatif tahun 2009 di Kota Makassar. Secara teori sistem
pemilu proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak memberikan
kebebasan bagi masyarakat untuk memilih caleg peserta pemilu yang
mereka dukung. Di karenakan pada saat pilleg setiap partai membuka nama
serta gambar foto dari caleg untuk dipilih oleh masyarakat sehingga
masyarakat tidak lagi memilih kucing di dalam karung. Tidak hanya memilih
gambar dari partai namun dapat juga memilih tanda gambar caleg yang
didukung oleh masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui siapa
yang mewakili mereka, apa visi dan misi caleg yang dipilihnya.
Menurut Nurmal Idrus anggota KPUD Kota Makassar yang penulis temui
mengatakan :
banyak kelebihan yang terdapat dari sistem pemilu proporsional
daftar terbuka yang lebih adil untuk caleg dan memberikan keuntungan bagi
masyarakat saat memilih, sistem pemilu proporsional hadir untuk menutupi
kekurangan dari sistem pemilu sebelumnya yang menggunakan daftar
42

tertutup, caleg tidak lagi di istimewakan dengan menempati nomor urut
terkecil tetapi dengan sistem pemilu daftar terbuka caleg mempunyai
kesempatan yang sama untuk menjadi wakil rakyat, untuk masyarakat saat
pemilu bisa mengetahui siapa-siapa caleg yang mengikuti pemilu sehingga
masyarakat dapat memilih salah satu caleg yang tepat yang bisa mewakili
aspirasinya
13
.
Penghapusan aturan nomor urut, jelas akan menjadikan penyusunan
caleg dan pelaksanaan pemilu lebih fair, sehingga dapat lebih diterima oleh
semua pihak. Tetapi harus diakui, usulan pemerintah tersebut kemungkinan
akan mendapatkan reaksi penolakan oleh sebagian kalangan, terutama dari
elite partai yang masih menginginkan adanya kontrol (peran) parpol terhadap
penentuan calon terpilih.
Perbedaan tersebut membawa implikasi kepada masyarakat pemililh.
Hak-hak politik warga negara semakin terjamin, mereka bisa secara utuh
menyalurkan aspirasinya, sehingga bentuk-bentuk distorsi dapat dihilangkan.
Prinsip keterwakilan diupayakan semaksimal mungkin tercapai.
Dalam hal model pemilihan dengan menghilangkan nomor urut,
sejalan dengan pemilihan caleg. Kelebihan Sistem proporsional daftar
terbuka tersebut menjarnin akses pemilih ke calon, dan akan semakin
mempertegas mandat konstituen. Artinya, akuntabilitas anggota legislatif
kelak bakal semakin jelas.
pada konteks demokrasi yang menjunjung tinggi suara pemilih, usulan
pemerintah untuk menghilangkan nomor urut calon dalam pemilu patut

13
Wawancara dengan Nurmal Idrus S.E Anggota KPUD Kota Makassar
43

didukung. Penghargaan atas suara masyarakat lebih terakomadasi melalui
sistem pemilihan yang membuka akses selebar mungkin bagi konstituen
kepada calon mereka. Perubahan tersebut diyakini dapat meningkatkan
kualitas sistem pemilu dengan out put untuk menghasilkan wakil rakyat yang
lebih aspiratif.
Sepndapat dengan itu akedemisi yang penulis temui mengatakan
kelebihan yang serupa yang terdapat pada sistem pemilu proporsional daftar
terbuka.
Menurut A. Ali Armunanto S.ip M.Si Akedemisi Fisisp Unhas yang
penulis temui mengatakan :
Pilihan caleg pada saat pemilu sangat banyak sehingga masyarakat bisa
menjadi lebih selektif untuk memilih caleg yang mempunyai program kerja
yang menurut masyarakat sesuai dengan harapan mereka
14


Secara teori sistem pemilu proportional daftar terbuka memberikan
pulang bagi masyarakat untuk dapat memilih caleg yang mereka dukung.
Dikarenakan pada sistem pemilu ini partai politik wajib mencamtumkan
beberapa nama caleg yang telah lolos verifikasi dari KPUD,yang kemudian
akan di pilih oleh masyarakat. Sehingga menurut penulis dengaan adanya
keterbukaan dari parpol pada saat pilleg dengan menaruh tanda gambar
merupakan salah satu kelebihan dari sistem pemilu proporsional daftar
terbuka sehingga masyarakat akan lebih selektif di dalam memilih caleg yang

14
Wawancara dengan A. Ali Armunanto S.Ip M.Si Akademisi Fisip Unhas.
44

sesuai dengan keinginan mereka . . Kesan yang di tampilkan dari sistem
pemilu ini adalah bagaiamana bisa menciptakan kedekatan dengan
masyarakat, yang di bangun dari pemilu. Sehingga jalur mandat dari
konstituen semakin jelas.
Isu penting di dalam setiap penyelenggaraan pemilu adalah
bagaimana menghasilkan calon anggota legislatif dengan tingkat
keterwakilan rakyat yang tinggi. Itulah esensi pemilu sekaligus alasan
mengapa kualitas pemilu perlu terus diperjuangkan. Pemilu dikatakan
berkualitas, salah satunya ditandai dengan tercerminkannya keterwakilan
masyarakat di dalam lembaga legislatif yang terbentuk.
a. Menciptakan Asas Demokasi
Pemilu merupakan hal yang sakral bagi penyelenggaraan demokrasi
pada sebuah Negara, dimana dengan pemilu terjadi sirkulasi kekuasaan,
sehingga kekukasaan pada sebuah Negara tidak di dominasi oleh
sekolompok orang atau partai tertentu. Tentunya dalam setiap
penyelanggaraan pemilu di butuhkan sebuah sistem yang tepat untuk bisa
mendekatkan antara masyarakat dan Kontestan pemilu serta dapat
meningkkatkan partisipasi masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya.
Banyak hal yang dapat memepengaruhi pemilih dalam General
election, diantaranya Keadaan politik, sosial, ekonomi dan pendidikan, hal ini
sangat menentukan prilaku pemilih dalam memberikan suara mereka dalam
pemilihan umum.
45

Menurut A. Ali Armunanto S.ip M.Si Akedemisi Fisip Unhas
mengatakan :
Pada pilleg tahun 2009 semakin Banyak pilihan calon yang masyarakat
dapat pilih implikasinya dengan pilihan yang begitu banyak, masyarakat akan
bersikap selektif dan rasional, rasional dalam artian memilih berdasar
perbaikan ekonomi yang ditawarkan oleh caleg, rasional karena kesamaan
suku dengan caleg,melihat track record caleg, atau pertimbangan-
pertimbangan kedepanya (Restropektif)
15

Sangat mungkin bagi masyarakat untuk berperilaku rasional pada
pilleg tahun 2009 di kota Makassar jika melihat banyaknya caleg yang
mengikuti pilleg sesuai dengan dari asas sistem pemilu proporsioanal daftar
terbuka yang mengharuskan untuk setiap partai membuat daftar nama caleg
yang akan dipilih oleh masyarakat sehingga banyaknya alternatif-alternatif
pilihan Sehingga Masyarakat akan selektif dengan berbagai program kerja
dari caleg, sehingga mayarakat hanya akan memilih caleg yang mempunyai
program kerja yang berpihak terhadap masyarakat. Sebailknya masyarakat
akan menjatuhkan sangsi sosial bagi caleg yang telah gagal didalam
mengembangkan amanat dari masyarakatdengan cara tidak lagi memilihnya
di saat periode pemilu selanjutnya, masyarakat yang bersikap rasional ialah
masyarakat yang memilih berdasar dari kalkulasi keuntungan dan kerugian
yang dapat mereka terima, apakah dengan memilih calon A memberikan
banyak kebaikan ketimbang memilih calon B yang hanya menawarkan
sedikit keinginan dari pemilih.

15
Wawancara Dengan A. Ali Armunanto S.Ip M.S.i tanggal 23 september 2011 jam 03.00
46

Rasionalitas didalam pemilu tidak terlepas juga dari tingkat pendidikan
pemilih yang semakin meningkat serta kuatnya peran media yang
memungkinkan masyarakat semakin rasional di dalam melakukan pilihan-
pilihan politik.
Menurut Ir. H.A.M. Adil Patu, M.Pd Tokoh masyarakat Kota
Makassar mengatakan:
Kelebihan sistem proporsional daftar calon terbuka ialah berusaha
membuka akses pemilih terhadap kandidat calon dari parpol. Parpol tak
cuma menawarkan partainya, tapi juga wajib membuka nama seluruh calon.
Sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk memilih caleg yang di
suka, caleg yang masyarakat kenal, dan caleg yang menurut masyarakat
mempunyai kualitas.
16

Sistem pemilu proporsional daftar terbuka hadir untuk menjembatani,
antara caleg dan masyarakat, masyarakat mempunyai kebebasan memilih.
Penghapusan aturan nomor urut, jelas akan menjadikan penyusunan caleg
dan pelaksanaan pemilu lebih adil, sehingga dapat lebih diterima oleh semua
pihak.
Dengan adanya kebebasan di dalam memilih. berarti masyarakat
juga mempunyai kesempatan untuk memilih caleg yang terbaik di antara
banyak kontestan pemilu, masyarakat dapat memilih sendiri wakil yang
mereka kehendaki. Dengan berbagai pertimbangan rasional masing-masing
pemilih. Akan sulit untuk menjadi wakil rakyat di sebuah daerah pemilih jika

16
Wawancara dengan tanggal Ir. H.A.M. Adil Patu, M.Pd 15 September 2011 pukul 03.00
47

tidak memiliki track record yang baik di mata masyarakat. Masyarakat akan
menjadi lebih selektif dalam di dalam memilih caleg yang mengikuti pemilu.
Tentunya Hal ini menjadi harapan bagi masyrakat untuk menentukan
serta memberikan partisipasi yang nyata kepada pembentukan caleg-caleg
yang akan duduk di legislatif. Selama ini yang terjadi di pemilu ialah
masyarakat tidak mengetahui siapa yang akan mewailiki mereka di legislatif
masyarakat hanya memilih tanda gambar partai yang mengikuti pemilu,
masyarakat tidak mempunyai kesempatan untuk menentukan pilihan mereka
kepada caleg-caleg yang meraka anggap bisa untuk mewakili aspirasi
mereka.
B. Kelemahan Pada Sistem pemilu proporsional daftar terbuka.
Sistem pemilu proporsional daftar terbuka, tidak hanya memiliki banyak
kelebihan tetapi juga mempunyai kelemahan, sistem pemilu tahun 2009 jelas
berbeda dengan sistem pemilu tahun 2004. Persaingan untuk
memperebutkan kursi di perlamen sangat kompetitif. Ini di karenakan sistem
perhitungan suara terbanyak yang digunakan. Ini tentunya melahirkan
persaingan yang saling sikut antar caleg untuk memperebutkan suara
terbanyak. Caleg mempunyai peluang yang sama untuk memenangkan kursi
di parlemen.
Pada dasarnya tidak ada sistem pemilu yang sempurna melainkan
hanya sistem pemilu yang menutupi berbagai kekurangan-kekurangan dari
48

sistem pemilu yang telah ada, sehingga berbagai jenis sistem pemilu telah di
temukan oleh sarjana Ilmu politik, tak lain untuk menutupi kekurangan-
kekuragan dari berbagi sistem pemilu. Pemilu yang baik adalah ketika tingkat
partisipasi dari masyarakat sangat tinggi sehingga menunjukkan masih
adanya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Menurut Anwar Razak S.Sos Pengurus LSM Komite pemantau
legislatif (KOPEL) yang penulis temui mengatakan :
Sistem pemilu proprosional daftar terbuka dengan suara terbanyak
memberikan peluang terjadinya berbagai pendekatan negatif yang dilakukan
oleh caleg. Sistem itu memancing lahirnya pendektan financial dalam
menarik lebih banyak pemilih. Sudah bukan lagi rahasia umum banyak caleg
yang kemudian rela mengeluarkan dananya hingga miliaran rupiah demi
untuk mendapatkan dukungan pemilih.
17

Masyarakat pada sistem pemilu ini mempunyai peran yang cukup kuat
untuk bisa memenangkan seseorang caleg, sehingga caleg akan berlomba-
lomba untuk memperoleh dukungan dari masyarakat yang menimbulkan
persaingan antar sesama caleg baik itu sesama partai atau berbeda partai
politik.sehingga seringkali pendekatan finasial dilakukan untuk
mempermudah proses pemenangan.
Tidak hanya untuk pemilu tahun 2009, pemilu-pemilu sebelumnya
juga sudah terjadi pendekatan-pendekatan finansial yang dilakukan oleh
caleg, hal ini menandakan bahwa kualitas dari pemilu di Indonesia masih
harus terus ditingkatkan mengiat pemilu merupakan ajang untuk memillih
wakil rakyat yang mempunyai kualitas serta kapabilitas.

17
Wawancara dengan Anwar Razak S.Ip tanggal 18 November 2011 Pukul 13.00
49

Kualitas dari pemilu harus terus diperjuangkan mengiat pentingnnya
pemilu bagi Negara demokrasi seperti Indonesia, dari pemilu lah lahir wakil
wakil rakya yang baru yang nantinya mengawal kesejahtraan masyarakat.
Kampanye-kampenye fiansial tidak melahirkan pemlih yang cerdas
tetapi hanya melahirkan pemilih yang memikirkan keuntungan sesaat.
Dihilangkanya idealisme diri didalam memandang sebuah persoalan dan
digantikan dengan pandangan yang instan demi keinginan
sesaat.Pendekatan finansial caleg bisa melahirkan sikap pragmatis bagi
masyarakat.
C. Implikasi Kelebihan Dan Kelemahan Sistem Proporsional Daftar
terbuka Dengan Suara Terbanyak terhadap Perilaku Pemilih Pada
Pemilu Legislatif Kota Makassar Tahun 2009.
Sebagaimana kita ketahui bersama, untuk pertama kalinya sistem
penghitugan suara terbanyak yang digunakan untuk menetapkan caleg untuk
tingkat pusat dan daerah. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-
kekuraangan yang ada pada sistem pemilu yang lalu, sehingga perbaikan-
perbaikan sistem pemilu terus dilakukan.
Sistem pemilu proporsional daftar terbuka memberikan implikasi ke
masyarakat baik itu sifatnya positif maupun negatif sebagaimana yang
diuraikan diatas dapat tercipta kualitas pemilu yang baik seperti yang
diinginkkan jika semua elemen mampu bekerja sama untuk menciptakan
pemilu yang berkualitas dan memberikan pendidkan politik bagi masyarakat
50

namun jika yang terjadi pada saat pemilu adalah penyimpangan-
penyimpangan menjadi lebih dominan maka sama saja kualitas dari pemilu
masih harus di perbaiki di karenakan isu terpenting dari pemilu ialah
bagaimana menghasilkan wakil rakyat yang tidak hanya mempunyai kualitas
namun juga berdasar kesadaran penuh masyarakat untuk memilih caleg
yang mereka inginkan.
Masyarakat sebagai element penting di dalam pemilu seharusnya
dapat mempergunakan hak pilihnya sebaik mungkin, dengan memilih caleg
yang betul-betul memperjuangakan aspirasi msayarakat. Sehingga harapan
dan cita-cita masyarakat untuk dapat hidup sejahtera bisa terwujud.
Masyarakat dapat mengenal mana caleg yang melihat track record dari caleg
apa yang telah di perbuat oleh caleg selama menjabat pada periode
sebelumnya
Pada pemilu tahun 2009 Kota Makassar pemilih dapat bertindak
rasional dikarenakan sistem pemilu proporsional daftar terbuka yang
memberikan kebebasan masyarakat untuk memilih mana calon yang
didukungnya, hal ini juga tidak terlepas dari banyknya pilihan-pilihan caleg
yang bisa membuat masyarakat untuk bersikap rasional dengan menimbang-
nimbang mana caleg yang terbaik untuk mewakili aspirasi masyarakat lima
tahun kedepan.
Teori Pilihan Rasional yang diadopsi oleh ilmuwan politik dari ilmu
ekonomi. Karena didalam ilmu ekonomi menekankan modal sekecil-kecilnya
51

untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini seiring
dengan perilaku politik masyarakat yang memutuskan memilih kandidat
tertentu setelah mempertimbangkan untung ruginya sejauh mana program-
program yang disodorkan oleh kandidat tersebut akan menguntungkan
dirinya, atau sebaliknya malah merugikan. Para pemilih akan cenderung
memilih kandidat yang kerugiannya paling minim. Dalam konteks teori
semacam itu, sikap dan pilihan politik tokoh-tokoh populer tidak selalu diikuti
oleh para pengikutnya kalau ternyata secara rasional tidak menguntungkan.
Beberapa indikator yang biasa dipakai oleh para pemilih untuk menilai
seorang kandidat khususnya bagi pejabat yang hendak mencalonkan
kembali, diantaranya kualitas, kompetensi, dan integrasi kandidat.
Sementara itu Ramlan Surbakti dan Dennis Kavanaagh menyatakan
bahwa pilihan rasional melihat kegiatan perilaku memilih sebagai produk
kalkulasi antara untung dan rugi. Ini disebabkan karena pemilih tidak hanya
mempertimbangkan ongkos memilih dan kemungkinan suaranya dapat
mempengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif-
alternatif berupa pilihan yang ada. Pemilih di dalam pendekatan ini
diasumsikan memiliki motivasi, prinsip, pendidikan, pengetahuan, dan
informasi yang cukup. Pilihan politik yang mereka ambil dalam pemilu
bukanlah karena faktor kebetulan atau kebiasan melainkan menurut
pemikiran dan pertimbangan yang logis. Berdasarkan informasi, pendidikan
dan pengetahuan yang dimiliki pemilih memutuskan harus menentukan
pilihannya dengan pertimbangan untung dan ruginya untuk menetapkan
52

pilihan atas alternatif-alternatif yang ada kepada pilihan yang terbaik dan
yang paling menguntungkan baik untuk kepentingan sendiri (self interest)
maupun untuk kepentingan umum.
Manusia sebagai mahluk rasional selalu mempunyai tujuan-tujuan
yang mencerminkan apa yang dianggapnya kepentingan diri sendiri. Ia
melakukan hal itu dalam situasi terbatasnya sumber daya, dan karena itu ia
perlu membuat pilihan. Untuk menetapkan sikap dan tindakan yang effisien
ia harus memilih anatara beberapa alternatif dan menentukan alternatif
mana yang akan membawa keuntungan dan kegunaan yang paling
maksimal baginya.
Jika penulis merangkum data hasil wawancara dengan berbagai key
informan maka implaksi dari pada kelebihan dan kelemahan sistem pemilu
proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak terhadap perilaku
pemilih masyrakat Kota Makassar pada pilleg tahun 2009 menimbulkan
perilaku pemilih yang rasional dan pragmatis . disebabkan dengan adanya
kelebihan dan kelemahan dari sistem pemilu proporsional daftra terbuka,
dengan kelebihan dari sistem pemilu proporsional daftra terbuka membuat
masyrakat untuk bisa memilih caleg lebih selektif melihat keuntungan dan
kerugian dari setiap pilihan. Masyarakat tidak memilih lagi tanda gambar dari
partai tetapi masyarakat dapat memilih tanda gambar dari caleg yang
mengikuti pemilu sehingga masyarakat mengetahui caleg yang mewakili
mereka.
53

Sementara dengan kelemahan sistem pemilu proporsional daftar
terbuka memberikan pengaruh yang pragmatis untuk masyarakat, suara
terbanyak dapat menjadikan caleg bersikap instan didalam mencari suara,
sehingga masyarakat yang didekati oleh caleg dengan cara kampanye
finasial bisa memberikan pandangan pragmatis terhadap masyarakat yang
didekatinya. Keuntungan sesaat yang diterima bukan menjadi kualitas
kesejahtraan masyarakat, melainkan keharusan dari kecakapan wakil rakyat
untuk menciptakan produk UU yang memberikan kemudahan dan
kesejahtraan bagi rakyat. Pragmatis pada saat pemilu berarti
mengkesampikan nilai moral, masyarakat hanya menginkan keuntungan
sesaat tanpa memperhatikan konsekuensi pilihan untuk lima tahun kedepan.
Jika mengacu pada teori yang penulis gunakan, Pendekatan pilihan
rasional mencoba menjelaskan bahwa kegiatan memilih sebagai kalkulasi
untung dan rugi yang di pertimbangkan tidak hanya ongkos memilih dan
kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang di harapkan, tetapi
juga perbedaan dari alternatif berupa pilihan yang ada. Pertimbangan ini
digunakan pemilih dan kandidat yang hendak mencalonkan diri untuk terpilih
sebagai wakil rakyat atau pejabat pemerintah. Bagi pemilih, pertimbangan
untung dan rugi di gunakan untuk membuat keputusan tentang partai atau
kandidat yang dipilih, terutama untuk membuat keputusan apakah ikut
memilih atau tidak ikut memillih
18
.

18
Surbakti ramlan. Memahami ilmu politik. Gramedia widiasarana Indonesia. Jakarta Hal 146
54

Sistem pemilu proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak
mendorong masyarakat kepada perilaku pemilih yang pragmatis hal ini di
akibatkan dari ulah caleg yang sering melakukan pendekatan-pendekatan
finasial serta pemberian-pemberian barang dengan berbagai rupa dan
fungsinya lebih kepada agar mempengaruhi masyarakat untuk memilih caleg
tersebut pada saat pilleg. Sehingga masyarakat dapat kehilangan idealisme
di dalam saat memilih.
Selain itu suara terbanyak merupakan modal caleg untuk dapat
memperoleh kursi diparleman, sehingga sikap persaingan yang kompetitif
caleg pada saat pemilu sangat tinggi, namun esensi dari pemilu itu sendiri
ialah bagaimana menciptakan proses alamiah pergantian wakil rakyat yang
diduduk diparlemen bisa berjalan berdasarkan kejujuran dan keadilan.
Sehingga pendekatan-pendekatan finansial yang dilakukan oleh berbagai
caleg dari partai politik hanya akan mempengaruhi moralitas serta kesadaran
dari masyarakat untuk betindak pragmatis di saat pemilu. Sehingga
masyarakat yang sudah terbiasa dengan pemberian-pemberian dari caleg
akan terkikis moral serta idealisme di dalam berfikir.
Pilihan rasional melihat kegiatan perilaku memilih sebagai produk
kalkulasi antara untung dan rugi. Ini disebabkan karena pemilih tidak hanya
mempertimbangkan ongkos memilih dan kemungkinan suaranya dapat
mempengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif-
alternatif berupa pilihan yang ada. Pemilih di dalam pendekatan ini
55

diasumsikan memiliki motivasi, prinsip, pendidikan, pengetahuan, dan
informasi yang cukup. Pilihan politik yang mereka ambil dalam pemilu
bukanlah karena faktor kebetulan atau kebiasan melainkan menurut
pemikiran dan pertimbangan yang logis. Berdasarkan informasi, pendidikan
dan pengetahuan yang dimiliki pemilih memutuskan harus menentukan
pilihannya dengan pertimbangan untung dan ruginya untuk menetapkan
pilihan atas alternatif-alternatif yang ada kepada pilihan yang terbaik dan
yang paling menguntungkan baik untuk kepentingan sendiri (self interest)
maupun untuk kepentingan umum.
Dalam Wikipedia Indonesia, Pragmatisme adalah satu aliran falsafah
yang berasal dari Amerika Serikat pada kurun tahun 1880an. Sebagai salah
satu cirri utamanya, aliran pragmatisme menekankan pada hasil, kegunaan
atau manfaat. Dalam konteks penggunaan. Istilah pragmatisme ini selalu
saja bermakana negatif seperti pada kalimat diatas dipakai untuk mengejek.
Sikap dan perilaku masyarakat yang menekankan keuntungan yang di dapat
dari proses memilih pemimpin atau caleg.
Implikasi yang terjadi dari berbagai kelemahan-kelemahan yang timbul
baik itu bagi caleg sendiri khususnya dalam pertarungan memperoleh suara
maupun masyarakat yang menjadi wajib pilih dalam memilih pilihan. Dampak
yang paling nyata yang ditinjau dari aspek pendidkan adalah lahirnya
pendidkan politik yang cendrung akan mengutamakan keuntungan dengan
mengharapakan berbagai imbalan yang dapat dirasarkan langsung sehingga
56

muncul istilah cash and carry dari dampak ini akan menciptakan partisipasi
politik yang dimobilasasi dengan kesadaran politik yang digerakkan dengan
kekuatan materi yang pada akhirnya menciptakan budaya politik subjek
dimana konstituen atau wajib pilih berkumpul untuk memilih dengan didasari
atas dorongan tertentu.



















57

BAB VI
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini
penulis akan mengemukakan kesimpulan dan saran yang relevan dengan
masalah penelitian. Pertama, kesimpulan yang berisi pembahasan singkat
dari hasil penelitian mengenai Dampak penggunaan sistem pemilu
Proporional daftar terbuka terhadap perilaku pemilih masyarakat di pemilu
legislatif Kota Makassar tahun 2009 Kedua, saran yang berisi masukan yang
sifatnya membangun.
A. Kesimpulan
Sistem pemilu proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak
mempunyai implikasi ke pada masyarakat baik itu bersifat positf dan negatif.
Kelebihan dari sistem pemilu proporsional daftar terbuka dengan suara
terbanyak dapat melahirkan pemilih yang rasional yang membuka iklim
demokrasi pada masyarakat okeh karena banyaknya pilihaan yang dapat
diadikan figure sebagai wakil di parlemen dan memberikan keadilan bagi
caleng dalam merebut suara di masyarakat sedangkan Kelemahan dari
sistem pemilu proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak dapat
mendorong masyarakat ke arah perilaku pragmatis pada saat pilleg
khususnya kelemahan pada masyarkat yang dengan mudah dapat diberi
imbalan dalam menentukan pilihannya sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemilu dengan sistem purposional terbukan memberikan dampak positif
58

yang tersurat namun dibungkus dengan kelemahan yang sifatnya pulgar
yaitu politik uang
B. Saran
Dari kesimpulan diatas dapat disarankan bahwa sistem pemilu
Proporsional daftar terbuka sangat dibutuhkan perbaikan khusunya
menyagkut undang-undang pemilu yang lebih memberikan perhatihan pada
caleg atau partai yang dengan terang-terangan menggunakan politik uang
sehingga sistem pemilu dapat lebih demokratis dan rasional dengan
penguatan pada partai politik yang merupak pilar dalam pemilu agar
menahan diri untuk tidak melakuakan pendekatan-pendekatan finansial
terhadap masyarakat selama proses kampanye berlangsung..








59

Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta . 2008.
Firmanzah. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas.Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta, 2008
Fiorina dan Hinich. 2008. Mengenali Warna warni Pemilih. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Gaffan, Affar. Politik Indonesia Transisi Menuju Dmokrasi. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta. 2006
Gumay, Hadar N, Qodari Muhammad, Syamsudin Haris. Kerangka Hukum
Pemuli Tahun 2004.Jakarta 2003
Haryanto. Sistem Politik Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1982.

Idrus, Nurmal. Mengawal Demokrasi Makassar. KPU Kota Makassar.
Makassar. 2009.
Lexy J, Moleong. Metodologi penelitian kualitatif. Remaja R. Bandung. 2005.
Lipset, Seymour Martin. Political Man. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2007
Khoirudin. 2004. Kilas Balik Pemilihan Presiden 2004, (evaluasi
Pelaksanaan, Hasil dan Masa depan Demokrasi Pasca Pilpres 2004)
Pustaka Pelejar. Yogyakarta.
60

Masoed, Mochtar dan Colin Mac. Andrews.Pengantar Perbandingan Sistem
Politik, Gadjah Mada University, Yogyakarta. 1991.
Sisk, Thimoty D. Demokrasi Di Tingkat Lokal. International Idea Seri 4.
Jakarta.2002
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta,
2001.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Grasindo. Jakarta. 1992.

Literatur yang Lain :
www.KPU.com
www. Kpud Kota Makassar.com
http://www.idea.int/publications/pub_electoral_main.html





61

Anda mungkin juga menyukai