Anda di halaman 1dari 14

1

A. PENDAHULUAN
Hidradenitis suppurativa (HS) adalah penyakit inflamasi kronis yang
berasal dari kelenjar apokrin, yang dapat menjadi kronis dan cenderung
menimbulkan sikatriks.
1
Penyakit ini secara klinis ditandai dengan
pembentukan nodul bulat dan abses dengan jaringan parut hipertrofik dan
supurasi yang rekuren, menyakitkan dan dalam yang terjadi terutama pada
area lipatan-lipatan kulit yang memiliki ujung rambut dan kelenjar apokrin.
Penyakit ini cenderung menjadi kronis dengan ekstensi subkutan yang
mengarah pada pembentukan jaringan parut hipertrofi, sinus, dan fistula.
2,3

Daerah axillae, inguinal, dan perineal merupakan daerah yang sering
terkena, sementara bokong dan submamary jarang terkena. Penyakit ini
biasanya terjadi setelah pubertas dan empat kali lebih banyak menyerang
wanita daripada pria serta lebih sering terjadi pada orang yang obesitas.
2,3

Prevalensi dan insidensi HS di US masih belum diketahui dengan pasti.
Namun, sebuah studi di Denmark menyatakan bahwa prevalensi hidradenitis
suppurativa di dunia adalah 4%. Penyakit ini hanya menimbulkan kesakitan
namun tidak berakibat fatal, kecuali jika berkembang menjadi infeksi sistemik
yang luas pada pasien immunocompromised. Ada peningkatan insidensi pada
ras rambut keriting. Perbandingan insidensi penyakit ini pada wanita dan pria
adalah sekitar 4:1 sampai 5:1. HS tidak terjadi sebelum pubertas karena
kelenjar apokrin belum aktif hingga dipicu oleh hormon sex.
4




B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Etiologi HS masih belum diketahui pasti. Studi histologik pada HS
memperlihatkan hiperkeratosis folikular yang diikuti oleh ruptur epitel folikel
dan pelepasan keratin, sebum, bakteri dan rambut ke lapisan dermis
menyebabkan terjadinya suatu oklusi pada kelenjar apokrin. Terjadinya reaksi
inflamasi pada kelenjar apokrin yang dipicu oleh oklusi tersebut menyebabkan
ruptur pada kulit, fibrosis, dan pembentukan sinus. Infeksi sekunder oleh
2

bakteri S. Aureus, Streptococcus pyogenes, dan berbagai bakteri gram negatif
lain dapat terjadi.
2,5
Suatu studi analisis multivariat menunjukkan hubungan yang kuat
dengan merokok (OR=12.9; 95% CI 8.6-18.4) dan indeks massa tubuh
(OR=1.1; 95% CI 1.1-1.2) untuk tiap peningkatan 1 indeks massa tubuh.
6
Beberapa faktor risiko terjadinya HS antara lain:
5
- Faktor genetik
Adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit hidradenitis
supurativa diperoleh pada 26% pasien. Beberapa studi tidak
menunjukkan adanya hubungan dengan HLA. Namun beberapa studi
lainnya menunjukkan adanya penurunan autosomal dominan dengan
single gene transmission. Namun, lokus genetik yang terkait tidak
ditemukan.
- Hormonal
Kecenderungan terjadinya hidradenitis suppurativa ketika pubertas atau
setelah pubertas menunjukkan adanya pengaruh androgen. Selain itu,
adanya peningkatan kejadian yang dilaporkan pada pasien postpartum
yang berhubungan dengan penggunaan pil kontrasepsi oral dan pada
periode premenstrual (sekitar 50% pasien). Terapi antiandrogen juga
memperlihatkan keuntungan terapetik pada beberapa studi.
Namun, tidak ada bukti biokimia dari hiperandrogenisme dapat
ditemukan pada 66 wanita dengan hidradenitis suppurativa. Selain itu,
tidak seperti kelenjar sebacea, kelenjar apokrin tidak dipengaruhi oleh
androgen. Karenanya, pengaruh androgen terhadap kejadian hidradenitis
suppurativa masih belum jelas.
- Obesitas
Obesitas bukan merupakan faktor kausa terjadinya hidradenitis
suppurativa namun sering dianggap sebagai faktor yang memperberat
melalui peningkatan gaya gesek, oklusi, hidrasi keratinosit, dan maserasi.
Obesitas juga memperberat penyakit ini dengan meningkatkan androgen.
3

Penurunan berat badan dianjurkan bagi pasien dengan berat badan
berlebih dan dapat membantu mengontrol penyakit.
- Infeksi bateri
Peranan infeksi bakteri pada terjadinya hidradenitis suppurativa masih
belum jelas. Diyakini bahwa peran patogenesisnya sama dengan peranan
bakteri pada terjadinya jerawat. Obat antibakteri biasa digunakan sebagai
terapi. Keterlibatan bakteri terjadi secara sekunder. Kultur biasanya
menunjukkan hasil yang negatif, namun sejumah bakteri dapat ditemukan
dari lesi. Staphylococcus aureus dan coagulase-negative-staphylococcus
adalah yang peling sering diisolasi. Namun, bakteri lain termasuk
Streptococcus, basil gram negaif, dan anaerob, juga dapat ditemukan.
- Merokok
Perokok paling sering ditemukan pada penderita hidradenitis suppurativa
dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Satu studi kohort menunjukkan
bahwa 70% dari 43 pasien dengan hidradenitis suppurativa perineal
adalah perokok. Diperkirakan bahwa merokok dapat mempengaruhi
kemotaxis sel polymorphonuclear. Penghentian merokok dapat
memperbaiki manifestasi klinis penyakit ini.

C. PATOGENESIS
Regio axilla dan inguinoperineal adalah regio yang paling sering
terkena HS, regio lain yang juga biasa terkena HS adalah areola mammae,
regio submamary, periumbilicalis, scalp, fasialis, meatus ekternal auditori,
leher dan punggung.
7

Kelenjar apokrin tersusun atas kelenjar keringat yang memanjang dari
dermis ke jaringan subkutan. Masing-masing kelenjar terdiri atas komponen
sekretori yang dalam dan melingkar yang mengalir melalui duktus eksketorius
yang lurus dan panjang, biasanya menuju folikel rambut. Sekresi dari kelenjar
ini berbau.
7
4

Walaupun penyebab yang jelas dari HS masih belum diketahui dengan
jelas, telah disepakati secara umum bahwa semua berawal dari oklusi apokrin
atau duktus folikuler oleh sumbatan keratin, yang menyebabkan dilatasi
duktus dan stasis komponen glandular. Bakteri memasuki sistem apokrin
melalui folikel rambut dan terperangkap di bawah sumbatan keratin yang
kemudian bermultiplikasi dengan cepat dalam lingkungan yang mengandung
banyak nutrisi dari keringat apokrin. Kelenjar dapat ruptur, sehingga
menyebabkan penyebaran infeksi ke kelenjar dan area sekitarnya. Infeksi
Strptococcus, Staphylococcus, dan organisme lain menyebabkan inflamasi
lokal yang lebih luas, destruksi jaringan dan kerusakan kulit. Proses
penyembuhan yang kronis menimbulkan fibrosis luas dan sikatrik hipertrofi
pada kulit di atasnya.
7
(gambar 1)

Pada hidradenitis yang melibatkan regio perineal, ada peningkatan
insiden infeksi oleh Streptosossus milleri, yang berhubungan dengan aktivitas
penyakit. Organisme lain yang juga dapat diidentifikasi ketika penyakit ini
menyerang daerah ini adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob
dan Bacteroides.
7

5

Gambar 1. Patogenesis Hidradenitis suppurativa
7

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis hidradenitis suppurativa yang paling sering adalah
lesi nodular, nyeri, lunak, dan tegas di ketiak. Keluhan yang sering dikatakan
oleh penderita adalah gatal dan nyeri. Mula-mula gatal, lalu timbul nodus
merah dan nyeri. Dapat lebih dari satu kelenjar sehingga tampak berbenjol-
benjol dan saling bertumpuk tidak teratur. Kemudian terjadi pelunakan yang
tidak serentak, disebut abses multipel. Jika abses pecah keluar sekret tanpa
mata. Karena perlunakan tidak serentak dan kelenjar yang bertumpuk-tumpuk,
sekret yang keluar sedikit-sedikit menimbulkan sinus dan fistel.
4
Hidradenitis suppurativa biasanya diawali dengan nodul dalam (ukuran
0,5-2 cm) (gambar 2). Pustul juga dapat terlihat. (gambar 3). Nodul ini dapat
sembuh secara lambat atau justru berkembang dan bergabung dengan nodul
disekitarnya serta dapat terinfeksi sehingga menghasilkan abses inflamasi
nyeri yang besar. Abses ini bulat tanpa nekrosis sentral dan dapat sembuh atau
fuptur spontan, menghasilkan discharge purulen (gambar 4).
5,7


Gambar 2. Bisul besar pada area genitalia wanita yang menderita hidradenitis
suppurativa
5


6


Gambar 3. Pustul dan papul inflamasi yang terdapat pada area yang terkena
hidradenitis suppurativa pada pasien laki-laki
5

Gambar 4. Abses yang ruptur mengeluarkan material purulen pada individu yang
menderita hidradenitis suppurativa
5

Kerusakan progresif pada arsitektur kulit normal terjadi karena
inflamasi periductal dan periglandular dan dermal serta fibrosis subkutan.
Proses penyembuhan dapat menghasilkan sikatrik dengan fibrosis (gambar 5),
kontraktur dan peninggian kulit rope-like, dan double-ended comedones
7

(gambar 6). Sinus juga dapat terbentuk (gambar 7). Sinus telah dilaporkan
melibatkan jaringan dalam, termasuk otot dan fascia, uretra dan usus. Proses
kemudian terjadi kembali pada area sekitarnya atau pada area lain yang
mengandung kelenjar apokrin.
5,7

Gambar 5. Sikatriks dengan fibrosis
5
Gambar 6. Double ended comedone
5

Gambar 7. Pembentukan sinus pada daerah vulva seorang wanita yang menderita
hidradenitis suppurativa
5

Perinanal hidradenitis suppurativa dapat disertai nyeri, edema,
discharge purulen, pruritus atau perdarahan dan dapat menyerupai penyakit
lain seperti furunculosis, fistula ani, penyakit pilonidal, abses perianal atau
8

penyakit Crohn. Fistula pada canalis analis dapat terjadi pada hidradenitis,
namun hanya akan terjadi pada bagian terbawah canalis analis, pada kulit yang
mengandung kelenjar apokrin.
5


E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk hidradenitis
suppurativa. Kultur dari eksudat yang diambil dapat menumbuhkan berbagai
bakteri saprofit dan patogen seperti staphylococcus dan streptococcus. Pada
pemeriksaan laboratorium pasien dengan lesi HS akut dapat memperlihatkan
peningkatan laju endap darah atau C-reactive protein. Bila pasien tampak
toksik atau demam, pemeriksaan darah lengkap, kultur darah, kultur eksudat,
dan kimia rutin perlu dilakukan.
4,5


F. DIAGNOSIS BANDING
Adanya papul, nodul, atau abses nyeri pada lipat paha dan axilla dapat
didiagnosis banding sebagai: furunkel, karbunkel, limfadenitis, cat-scratch
disease, limfogranuloma venerum, scrofuloderma. Adanya sinus dan fistula
dapat didiagnosis banding dengan colitis ulserativa dan enteritis regional.
4,8


G. DIAGNOSIS
Diagnosis HS secara primer dibuat berdasarkan karakteristik klinis dan
telah memenuhi kriteria yang diadopsi oleh 2
nd
International Conference on
Hidradenitis suppurativa. Kriteria hidradenitis supurativa tersebut antara lain:
6
1. Lesi tipikal seperti nodul dalam yang nyeri: blind boils pada lesi awal;
abses, sinus, bridged scars,dan double-ended pseudo-comedones pada lesi
sekunder.
2. Topografi tipikal seperti axillae, paha dan regio perianal, bokong, lipatan
infra dan inter mamary
3. Kronik dan rekuren
Keparahan penyakit dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkat untuk
masing-masing area berdasarkan klasifikasi Hurley, suatu sistem sederhana
9

namun statis dan tidak sesuai untuk penilaian keparahan secara global.
Sementara itu, Sartorius score dan versi modifikasinya mempertimbangkan
sejauh mana penyakit, jumlah, dan tingkat keparahan lesi secara individual.

Klasifikasi Hurley:
9
Tingkat Karakteristik
I Abses soliter atau multipel tanpa sikatriks atau sinus.
(sejumlah sisi minor dengan inflamasi yang jarang;
mungkin keliru untuk jerawat)
II Abses rekuren, lesi soliter atau multipel yang terpisah
jauh, dengan sinus (inflamasi yang membatasi
pergerakan dan mungkin membutuhkan bedah minor
seperti insisi dan drainase)
III Keterlibatan area sekitar yang difus atau luas dengan
sinus dan abses yang saling berhubungan. (inflamasi
berukuran sebesar bola golf atau terkadang sebesar
bola baseball; timbul sikatriks, termasuk infeksi
subkutan. Pasien pada tingkat ini mungking tidak
dapat berfungsi)


Gambar 8. (A) dan (B) Tingkat I klasifikasi Hurley
A
B
10



Gambar 9. (A) dan (B) Tingkat II klasifikasi Hurley

Gambar 10. (A), (B), dan (C). Tingkat III klasifikasi Hurley

Sistem klasifikasi Hurley dinilai tidak dinamis dalam menjelaskan hasil
terapi. Sartorius Score yang menghitung skor keterlibatan regio, nodul, dan
sinus, kemudian dijadikan panduan untuk menilai keparahan penyakit.
A
B
A
B C
11


Gambar 8. Sartorius Score
9


H. PENATALAKSANAAN
Hidradenitis suppurativa bukanlah penyakit infeksi yang simpel, dan
antibiotik sistemik hanyalah merupakan bagian dari program
penatalaksanaannya. Kombinasi dari pengobatan glukokortikoid intralesi,
pembedahan, antibiotik oral, dan isotretinoin perlu digunakan.
8
Tujuan penatalaksanaan pasien adalah untuk mencegah perkembangan
lesi primer juga resolusi, ameliorasi, atau regresi penyakit sekunder seperti
sikatriks atau pembentukan sinus. Lesi yang timbul paling awal sering kali
sembuh dengan cepat dengan pemberian terpai steroid intralesi, dan sebaiknya
dicoba untuk memulai kombinasi dengan cleocin topikal atau tetracycline atau
minocycline oral.
2,5

Pengobatan pada lesi nyeri yang akut seperti nodul dapat digunakan
triamcinolone (3-5 mg/mL) intralesi. Pada abses digunakan triamcinolone (3-
5 mg/mL) intralesi yang diikuti insisi dan drainase cairan abses. Antibiotik
oral yang dapat digunakan adalah erythromycin (250-500 mg qid), tetracycline
(250-500 mg qid), atau minocycline (100 mg 2 kali sehari) hingga lesi
sembuh, atau kombinasi klindamisin 2 x 300 mg bid dengan rifampin (300 mg
12

2 kali perhari) selama beberapa minggu. Prednison dapat diberikan bila nyeri
dan inflamasi sangat berat dosisnya 70 mg perhari selama 2-3 hari, diturunkan
(tappered) selama 14 hari. Pemberian isotretinoin oral tidak bermanfaat pada
penyakit yang kronis namun bermanfaat pada awal penyakit untuk mencegah
sumbatan folikuler dan saat dikombinasikan dengan eksisi lesi.
8
Pencucian teratur tiap hari dengan sabun antibakteri dan pemberian
clindamycin topikal penting untuk pencegahan. Mengurangi gesekan dengan
menggunakan pakaian longgar dan penurunan berat badan bila diperlukan, dan
mencegah timbulnya keringat berlebih dengan menggunakan aluminium
klorida topikal.
2,5

Pada kondisi adanya draining sinus, kultur dari pus mungkin akan
menunjukkan S. Aureus atau organisme gram negatif. Pemilihan antibiotik
harus didasarkan pada sensitivitas kultur organisme. Isotretinoin efektif pada
beberapa kasus. Pada suatu studi diberikan isoretinoin dengan dosis 0,56
mg/kg selama 4 sampai 6 bulan.
2,5

Pembedahan yang dilakukan pada semua jaringan yang terlibat adalah
modalitas pengobatan. Rekurensi postoperatif dapat terjadi. Pembedahan yang
dilakukan dapat berupa insisi dan drainase abses akut, eksisi nodul fibrotik
atau sinus. Pada penyakit yang luas dan kronis, dibutuhkan eksisi komplit
pada axilla atau area yang terlibat. Eksisi mungkin mendalam hingga lapisan
fascia sehingga dibutuhkan skin grafting untuk penutupannya. Beberapa
peneliti menyarankan penggunaan laser CO
2
untuk ablasi jaringan. Penutupan
primer, grafting, atau flaps telah digunakan secara luas, namun mungin
berhubungan dengan hasil yang tidak begitu baik.
5,8

Radioterapi. Beberapa peneliti melaporkan kesuksesan radioterapi
dalam pengobatan HS. Lebih sering diberikan pada populasi pasien muda.
Efek samping jangka panjang perlu diperhatikan.
5


I. PROGNOSIS
Keparahan penyakit ini sangat bervariasi. Banyak pasien hanya
mengalami gejala ringan yang rekuren, dapat sembuh sendiri, sehingga tidak
13

berobat. Penyakit ini biasanya mengalami remisi spontan pada usia > 35
tahun. Pada beberapa individu, gejalanya dapat menjadi progresif, dengan
morbiditas nyata terkait pada penyakit kronis, pembentukan sinus, dan
sikatriks yang menimbulkan keterbatasan gerak.
8


J. KOMPLIKASI
Komplikasi sistemik yang dapat terjadi antara lain disebabkan oleh
infeksi lokal yang dapat menimbulkan septikemia. Anemia atau leukositosis
dapat terjadi namun tidak signifikan. Komplikasi lokal dapat berupa sikatriks
yang membatasi mobilitas. Inflamasi genitofemoral dapat mengakibatkan
striktur anus, uretra, atau rektum. Fistula uretra juga dapat terjadi. Selain itu,
dapat juga terjadi kecacatan persisten pada penis dan skrotum, atau limfedema
vulva yang menyebabkan kerusakan fungsi yang signifikan. Limfedema ini
diduga terjadi karena fibrosis dan obstruksi saluran limfe. Squamous cell
carcinoma (SCC) dapat terjadi pada area yang mengalami inflamasi dan
sikatriks kronis. SCC dilaporkan terjadi pada 3,2% pasien dengan perianal HS
yang terjadi selama 20-30 tahun. SCC sering terjadi pada pria di regio
anogenital.
4,5,8

DAFTAR PUSTAKA

1. Burns T, Breathnach S, et al. [editor]. Rooks Textbook of Dermatology 7
th

edition. Blackwell Science. 2004.
2. James WD, Berger TG, and Elston DM. Andrews Disease of the Skin
Clinical Dermatology, 10
th
edition. Philadelphia: saunders Elsevier. 2006.
3. Revuz J. Hidradenitis suppurativa. Orphanet Encyclopedia. March 2004.
Available from URL: http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-hidradenitis-
suppurativa.pdf. Accesed on May 22
nd
, 2011.
4. Fite D. Hidradenitis Suppurativa in Emergency Medicine. May 2010.
Emedicine. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/762444-overview. Accesed on may
22
nd
, 2011.
14

5. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine, 7
th
edition. US: Mc Graw Hill Medical. 2008.
6. Fimmel S and Zouboulrs CC. Cormobities of Hidradenitis Suppurativa (Acne
Inversa). Dermatoendocrinol.2010 Jan-Mar; 2(1): 9-16. Available from URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3084959/?tool=pmcentrez.
Accesed on May 22
nd
, 2011.
7. Parks RW and Parks TG. Pathogenesis, Clinical Features and Management of
Hidradenitis Suppurativa (Review). Ann R Coll Surg Engl 1997; 79: 83-89.
8. Wolf K and Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology 6
th
edition. US: Mc Graw Hill Medical. 2009
9. Hidradenitis suppurativa. Wikipedia. Available from URL:
http://en.wikipedia.org/wiki/Hidradenitis_suppurativa. Accessed on May 22
nd
,
2011.

Anda mungkin juga menyukai

  • PRINT Gimul Bumil
    PRINT Gimul Bumil
    Dokumen19 halaman
    PRINT Gimul Bumil
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Cover Case DHF
    Cover Case DHF
    Dokumen2 halaman
    Cover Case DHF
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • CSS Diagnosis Banding Retardansi Mental
    CSS Diagnosis Banding Retardansi Mental
    Dokumen9 halaman
    CSS Diagnosis Banding Retardansi Mental
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Pian Presus
    Pian Presus
    Dokumen27 halaman
    Pian Presus
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Somatisasi
    Penyuluhan Somatisasi
    Dokumen3 halaman
    Penyuluhan Somatisasi
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • CSS Somatoform 5 Halaman
    CSS Somatoform 5 Halaman
    Dokumen6 halaman
    CSS Somatoform 5 Halaman
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Orto Lepasan PDF
    Orto Lepasan PDF
    Dokumen42 halaman
    Orto Lepasan PDF
    Dwi Astuti
    75% (4)
  • PRINT Gimul Bumil
    PRINT Gimul Bumil
    Dokumen19 halaman
    PRINT Gimul Bumil
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • CRS Gingivitis
    CRS Gingivitis
    Dokumen20 halaman
    CRS Gingivitis
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • CRS OMA No Cover
    CRS OMA No Cover
    Dokumen9 halaman
    CRS OMA No Cover
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Psikosomatis
    Psikosomatis
    Dokumen12 halaman
    Psikosomatis
    Dyana Pastria Utami
    Belum ada peringkat
  • SomatisasI Penyuluhan Word
    SomatisasI Penyuluhan Word
    Dokumen17 halaman
    SomatisasI Penyuluhan Word
    Dyana Pastria Utami
    Belum ada peringkat
  • Notes
    Notes
    Dokumen2 halaman
    Notes
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Notes
    Notes
    Dokumen2 halaman
    Notes
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Cover Case DHF
    Cover Case DHF
    Dokumen2 halaman
    Cover Case DHF
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Bronkopnemonia
    Bronkopnemonia
    Dokumen15 halaman
    Bronkopnemonia
    Tri Utami Ningrum
    Belum ada peringkat
  • Case Typhoid Anggun
    Case Typhoid Anggun
    Dokumen13 halaman
    Case Typhoid Anggun
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Kasus DHF Puput
    Kasus DHF Puput
    Dokumen19 halaman
    Kasus DHF Puput
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Pico Ca Mammae Arani
    Pico Ca Mammae Arani
    Dokumen14 halaman
    Pico Ca Mammae Arani
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Giant Baby
    Giant Baby
    Dokumen14 halaman
    Giant Baby
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Komplikasi OMSK
    Komplikasi OMSK
    Dokumen18 halaman
    Komplikasi OMSK
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Case Vignette Presentation
    Case Vignette Presentation
    Dokumen26 halaman
    Case Vignette Presentation
    Rahmi Rahma Andini
    Belum ada peringkat
  • Case Report Pian
    Case Report Pian
    Dokumen28 halaman
    Case Report Pian
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • CSS OME Gabungan2
    CSS OME Gabungan2
    Dokumen15 halaman
    CSS OME Gabungan2
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Gambaran Radiologik Mastoid
    Gambaran Radiologik Mastoid
    Dokumen1 halaman
    Gambaran Radiologik Mastoid
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • BST - OMA DK
    BST - OMA DK
    Dokumen16 halaman
    BST - OMA DK
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Crs Ome 2008
    Crs Ome 2008
    Dokumen10 halaman
    Crs Ome 2008
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat
  • Bacaan Omsk 5
    Bacaan Omsk 5
    Dokumen30 halaman
    Bacaan Omsk 5
    Muhammad Julpian
    Belum ada peringkat