Anda di halaman 1dari 14

FK USAKTI GANDARIA SELATAN

1

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, GAYA HIDUP DAN PENYAKIT
KRONIS DENGAN KUALITAS TIDUR LANSIA DI RW 1 DAN 5
KELURAHAN GANDARIA SELATAN


Erin Triana, Rizky Fauzi, Shane Sakinah

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRAK

Kualitas tidur merupakan salah satu parameter dari kesehatan lansia. Perubahan
daripada kualitas tidur dapat berpengaruh terhadap produktivitas lansia yang pada
akhirnya akan berdampak pada kesejahteraan hidup lansia.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kualitas tidur pada lansia sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan kualitas hidup lansia.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, menggunakan cross-sectional dengan
148 lansia sebagai responden. Analisa data menggunakan uji statistik chi-square dan
Kormogorov-smirnoff pada beberapa variabel yang bersangkutan. Pengumpulan
sampel menggunakan metode purposive sampling untuk penentuan RW dan random
sampling pada penentuan RT yang dijadikan sampel.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara kualitas tidur pada responden
yang memiliki penyakit kronis dengan hasil statistik uji chi-square diperoleh nilai
probabilitas Sig. (2 tailed)= 0,026 dan tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur
dengan status gizi yang diperoleh nilai probabilitas Sig. (2 tailed)= 0,14 dan gaya
hidup dengan probabilitas Sig. (2 tailed)= 0,19
Kesimpulan pada penelitian ini adalah adanya hubungan yang bermakna antara
penyakit kronis dengan kualitas tidur pada lansia dan dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas hidup pada lansia pada akhirmya.

Kata kunci: Kualitas tidur, lansia, penyakit kronis





FK USAKTI GANDARIA SELATAN
ABSTRACT
Quality sleep is one of the parameters of the health of the elderly. Changes from
the quality of sleep can affect the productivity of the elderly, which in turn will
impact on the welfare of the elderly.
The purpose of this study was to determine the factors that affect the quality of
sleep in older adults which in turn can improve the quality of life of the elderly.
This study is a descriptive study, using cross-sectional with 148 elderly as
respondents. Analysis of the data using the chi-square test statistic and Kormogorov-
smirnoff on several variables concerned. Sample collection using purposive sampling
method for the determination of RW and random sampling in determining RT
sampled.
The results showed a relationship between sleep quality on respondents who
have a chronic disease with the results of the chi-square test statistic obtained
probability value Sig. (2 tailed) = 0.026, and there was no correlation between sleep
quality and nutritional status obtained probability value Sig. (2 tailed) = 0.14 and the
probability Sig lifestyle. (2 tailed) = 0.19
The conclusion of this research is a significant relationship between sleep
quality of chronic disease in the elderly and can be used to improve the quality of life
of the elderly in akhirmya.

Keywords: Quality of sleep, the elderly, chronic disease













FK USAKTI GANDARIA SELATAN
3

PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses
alamiah yang tidak dapat dihindari,
berjalan secara terus menerus dan
berkesinambungan. Proses penuaan
yang dialami pada setiap manusia ini
berkontribusi dalam terjadinya
perubahan gaya hidup, psikis,
sosialekonomi dan sistem fisiologis
tubuh pada lansia. Perubahan-
perubahan tersebut dapat
menyebabkan masalah-masalah yang
terjadi pada lansia. Salah satu masalah
yang terjadi pada lansia adalah
perubahan pola tidur sehingga kualitas
tidur pada lansia menurun.
Lansia atau lanjut usia menurut
WHO diartikan sebagai manusia yang
mempunyai batasan usia, sebagai
berikut: usia pertengahan 45-59 tahun,
lanjut usia 60-74 tahun, lanjut usia tua
75-90 tahun, usia sangat tua > 90
tahun.
1
Sedangkan definisi menurut
UU No.13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
2

Proses menua merupakan proses yang
terus-menerus secara alamiah dimulai
sejak lahir dan setiap individu tidak
sama cepatnya. Menua bukan status
penyakit tetapi merupakan proses
berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam
maupun dari luar tubuh. Akan
didapatkan penurunan fungsi akibat
proses menua yang dapat
dipertimbangkan menjadi beberapa
aspek seperti aspek fisiologis,
fungsional, motorik, kognitif, dan salah
satu di antaranya dapat mempengaruhi
kualitas tidur.
3

Faktor risiko daripada penurunan
kualitas tidur pada lansia bermacam-
macam, yaitu sosiodemografi,
perubahan gaya hidup seperti aktivitas
fisik, merokok, kafein, dan faktor
biologis.
4
Faktor biologis yang
berkaitan adalah penyakit
muskuloskeletal di mana yang sering
diderita oleh lansia adalah
osteoarthritis dan penyakit kronis
seperti hipertensi serta diabetes
melitus.
4
Pada penelitian di Beijing dan
Shanghai tahun 2010 didapatkan
bahwa jenis kelamin, lokasi geografi,
tingkat kesehatan, depresi dan
kuantitas tidur merupakan faktor
mayor yang berhubungan dengan
kualitas tidur.
5
Semua faktor di atas
saling berkaitan satu sama lain dan
lebih cenderung lansia berumur 65-79
memiliki kualitas tidur yang lebih
baik.
5
Lansia dengan kondisi kesehatan
yang menurun biasanya relatif
menurun ( 6 jam) atau lebih lama (
10 jam) durasi tidur.
5
Didapatkan
FK USAKTI GANDARIA SELATAN
bahwa selain variasi daripada lokasi
geografi, semua faktor dan lama waktu
tidur berpengaruh terhadap kesehatan.
5
Kualitas tidur yang baik selama hidup
lansia dapat menyebabkan kondisi
kesehatan yang baik. Ditemukan
bahwa lansia yang berumur 80 tahun
atau lebih tua akan cenderung tidur
lebih cepat atau lebih lama
dibandingkan lansia yang lebih muda.
5

Hal ini dikarenakan ketika lansia
semakin tua, kondisi kesehatan akan
semakin buruk dan kualitas tidur pun
berpengaruh terhadap perubahan
kondisi kesehatan tersebut. Didapatkan
pula bahwa lansia yang hidup sendiri
memiliki tingkat kualitas tidur yang
lebih rendah dibandingkan lansia yang
masih memiliki pasangan hidup yang
menunjukkan bahwa pernikahan
berhubungan secara positif terhadap
kualitas tidur yang baik pada model
bivariat dengan kronologis usia lansia,
namun tidak signifikan berhubungan
dengan kualitas tidur ketika dilakukan
penelitian secara kovariat sehingga
mengindikasikan bahwa pernikahan
memiliki pengaruh terhadap kualitas
tidur namun faktor lain berperan lebih
dominan dibandingkan faktor
pernikahan itu sendiri.
5

Perubahan kualitas tidur
mempengaruhi tingkat produktivitas
pada lansia. Dari tahun ke tahun
diharapkan di Indonesia, lansia
mempunyai tingkat produktivitas yang
baik, salah satunya adalah dengan
memperbaiki kualitas tidur. Program-
program yang sering dilakukan adalah
mengenai penyuluhan tentang kualitas
tidur yang baik serta penanggulangan
faktor-faktor risiko yang menyebabkan
kualitas tidur menurun.
Alasan dilakukan penelitian ini
dikarenakan ketertarikan peneliti
terhadap adanya program lansia dan
permasalahannya yang terjadi pada
lansia khususnya adalah kualitas tidur
yang pada akhirnya akan berdampak
pada kesejahteraan hidup lansia.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
desain penelitian cross-sectional
(potong lintang) dengan pengumpulan
sampel menggunakan metode
purposive sampling untuk penentuan
RW dan random sampling pada
penentuan RT yang dijadikan sampel.
Analisa data penelitian ini
menggunakan komputerisasi dengan
program SPSS 22.0 diawali dengan uji
chi-square dan Kormogorov-smirnoff
pada beberapa variabel untuk
menentukan adanya hubungan yang
bermakna atau tidak antara beberapa
variabel yang diteliti.

FK USAKTI GANDARIA SELATAN
5

HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Analisis data hubungan antara status gizi, gaya hidup, penyakit kronis
dengan kualitas tidur pada lansia
Variabel Kualitas tidur
buruk
Kualitas tidur baik p
Status gizi
Kurang 16 (44,4%) 20 (55,6) 0,140
Normal 24 (27,9%) 62 (72,1%)
Lebih 11 (42,3%) 15 (57,7%)
Gaya hidup
Buruk 31 (39,2%) 48 (60,8%) 0,190
Baik 20 (29,0%) 49 (71,0%)
Penyakit kronik
Ya 36 (41,9%) 50 (58,1%) 0,026
Tidak 15 (24,2%) 47 (75,8%)
Berdasarkan tabel 1 didapatkan adanya
hubungan yang signifikan antara
penyakit kronik dan kualitas tidur
dengan nilai probabilitas Sig. (2
tailed)= 0,026


Tabel 2. Analisis data hubungan antara jenis kelamin, umur, pendidikan,
merokok, konsumsi kafein, olahraga, hipertensi, DM, dan OA
Variabel Kualitas tidur
buruk
Kualitas tidur baik p Kolmogorof-
Smirnov
Jenis kelamin
Laki - laki 11 (25,6%) 32 (74,4%) 0,146
Perempuan 40 (38,1%) 65 (61,9%) -
Umur
60 - 74 40 (35,4%) 73 (64,6%) 0,775 Z = 0,183
75 - 89 10 (30,3%) 23 (69,7%) p = 1,000
90 1 (50%) 1 (50%)
Pendidikan
Rendah 41 (36,0 %) 73 (64,0%) 0,315 Z = 0,363
Sedang 9 (36,0%) 16 (64,0%) p = 0,999
Tinggi 1 (11,1 %) 8 (88,9%)
Gaya hidup
Merokok
Ya 11 (36,7 %) 19 (63,3%) 0,776 -
Tidak 40 (33,9%) 78 (66,1%)
Kafein
Konsumsi kafein 19 (35,2%) 35 (64,8%) 0,888 -
Tidak konsumsi
kafein
32 (34,0%) 62 (66,0%)
Olahraga
FK USAKTI GANDARIA SELATAN
Ya 34 (30,3%) 78 (69,7%) 0,064 -
Tidak 17 (47,2%) 19 (52,8%)
Penyakit kronik
Hipertensi
Hipertensi 18 (32,1%) 38 (67,9%) 0,644 -
Tidak hipertensi 33 (35,9%) 59 (64,1%)
Diabetes Melitus
Riwayat DM 11 (64,7%) 6 (35,3%) 0,005 -
Tidak ada riwayat
DM
40 (30,5%) 91 (69,5%)
Osteoartritis
OA 28 (50,0%) 28 (50,0%) 0,002 -
Tidak OA 23 (25,0%) 69 (75,0%)
Berdasarkan tabel 2 didapatkan
hubungan yang signifikan antara
penyakit kronis yaitu diabetes mellitus
dengan nilai probabilitas Sig. (2
tailed)= 0,005 dan osteoarthritis
dengan nilai probabilitas Sig. (2
tailed)= 0,002.

PEMBAHASAN
Pada penelitian ini diketahui
bahwa dari 148 lansia didapatkan 53
lansia (35,81%) mengalami penurunan
kualitas tidur. Kualitas tidur
merupakan suatu fenomena kompleks
yang melibatkan beberapa dimensi.
Kualitas tidur meliputi aspek
kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti
lamanya tidur, waktu yang diperlukan
untuk bisa tertidur, frekuensi
terbangun dan aspek subjektif seperti
kedalaman dan kepulasan tidur.
Persepsi mengenai kualitas
tidur itu sangat bervariasi dan
individual yang dapat dipengaruhi oleh
waktu yang digunakan untuk tidur
pada malam hari atau efesiensi tidur.
Di sisi lain, kualitas tidur ditentukan
oleh bagaimana seseorang
mempersiapkan pola tidurnya pada
malam hari seperti kedalaman tidur,
kemampuan tinggal tidur, dan
kemudahan untuk tertidur tanpa
bantuan medis. Kualitas tidur yang
baik dapat memberikan perasaan
tenang di pagi hari, perasaan energik,
dan tidak mengeluh gangguan tidur.
Dengan kata lain, memiliki kualitas
tidur baik sangat penting dan vital
untuk hidup sehat semua orang.
Prevalensi ini lebih rendah
dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan di Shanghai,Cina pada tahun
2013 didapatkan prevalensi kualitas
tidur yang buruk yang terjadi pada
lansia adalah 41,5%.
5
Berdasarkan
pentingnya manfaat dari kualitas tidur
yang baik maka diharapkan akan
diketahui beberapa faktor yang dapat
dimodifikasi sehingga para lansia yang
FK USAKTI GANDARIA SELATAN
7

mengalami penurunan kualitas tidur
dapat berkurang.
Berdasarkan penelitian ini
sosiodemografi pada faktor jenis
kelamin, persentase wanita yang
mengalami kualitas tidur buruk sebesar
38,1% dan pada pria sebesar 25,6%
dengan nilai kemaknaan p = 0,146.
Prevalensi ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan di China pada
tahun 2013 yang menyatakan bahwa
prevalensi pada wanita sebesar 45,8%
dan 35,8% pada pria yang mengalami
kualitas tidur buruk.
5
Namun dari
kedua penelitian ini didapatkan
kesamaan kesimpulan yaitu wanita
lebih besar kemungkinan mengalami
kualitas tidur buruk dibanding laki-laki
walaupun pada uji hipotesis tidak
didapatkan hubungan bermakna
terhadap kualitas tidur lansia.
Selain faktor jenis kelamin,
faktor umur juga diduga menberikan
pengaruh terhadap kualitas tidur. Dari
76,35% lanjut usia antara 60-74 tahun
terdapat 35,4% lansia yang mengalami
kualitas tidur buruk dan pada 75-89
tahun menjadi 30,3%. Sedangkan pada
penelitian di Shanghai, Cina pada
tahun 2013 dinyatakan prevalensi
meningkat sesuai umur yaitu 32,1%
pada 60-69 tahun menjadi 52, 5% pada
usia 80 tahun.
5
Pada kasus ini
ditemukan perbedaan antara penelitian
yang dilakukan di Shanghai dengan
yang di Gandaria Selatan, jika
penelitian di Shanghai didapatkan
semakin bertambah usia maka semakin
besar lansia mengalami kualitas tidur
buruk namun pada penelitian di
Gandaria Selatan didapatkan
sebaliknya. Dan dari pengujian
hipotesis tidak didapatkan hubungan
bermakna antara umur terhadap jenis
kelamin.
Sebuah penelitian lain yang
dilakukan di Rotterdam, Netherlands
tahun 2009 menunjukkan prevalensi
hubungan antara status gizi
berdasarkan BMI dengan kualitas tidur
yang buruk sebesar 24,6 (3,3 SD) dan
kualitas tidur yang baik 24,8 (3,5 SD)
namun didapatkan tidak terdapat
hubungan yang bermakna (p=0,561)
antara kualitas tidur dengan status
gizi.
6
Sedangkan di Gandaria Selatan,
prevalensi BMI kurang sebesar 44,4%,
normal 27,9%, dan lebih sebesar
42,3% yang mengalami kualitas tidur
buruk dengan nilai p 0,14. Dari
penelitian diatas terdapat kesamaan
bahwa pada gizi lebih prevalensi lansia
yang mengalami kualitas buruk lebih
banyak dibanding yang tidak obesitas.
Dari pengujian hipotesis tidak
didapatkan hubungan yang bermakna
FK USAKTI GANDARIA SELATAN
antara status gizi dengan kualitas tidur
buruk.
Faktor yang berhubungan
dengan kualitas tidur lansia selain
sosiodemografi dan status gizi,
terdapat faktor lain yaitu gaya hidup.
Gaya hidup yang dimaksud pada
penelitian ini adalah gaya hidup baik
yang meliputi tidak merokok, tidak
mengkonsumsi kafein dan yang
melakukan olahraga. Komponen iniah
yang diteliti apakah terdapat hubungan
pada kualitas tidur.
Adapun pengaruh daripada
gaya hidup adalah sebagai eksogenik
faktor terhadap kualitas tidur yang
akan selalu berbeda dalam situasi atau
lingkungan sosial yang berbeda, dan
senantiasa berubah, tidak ada yang
menetap (fixed). Gaya hidup dibagi ke
dalam tujuh kebiasaan sehat yaitu tidak
merokok, tidak minum-minuman keras
atau obat-obatan, olahraga, berat badan
seimbang, makan 3 kali sehari, sarapan
setiap pagi, serta yang terakhir adalah
tidur cukup yaitu 7-8 jam perhari.
Merokok dapat mengganggu
kerja paru-paru yang normal dan
kandungan nikotin dalam rokok dapat
mempengaruhi denyut jantung sampai
20 kali lebih cepat dalam satu menit
daripada dalam keadaan normal, hal
inilah yang dapat menjadi faktor
penyebab adanya gangguan pada tidur
lansia yang akhirnya menurunkan
kualitas tidur lansia.
Pada penelitian di Shanghai,
China pada taun 2013. Terdapat 8,9%
lansia yang merokok dan 37,5%
mengalami kualitas tidur yang buruk
dengan nilai kemaknaan p 0,393.
5

Sedangkan pada penelitian di Gandaria
Selatan didapatkan 20,3% lansia yang
merokok dan 36,7% mengalami
kualitas tidur yang buruk, sedangkan
33,9% lansia yang tidak merokok
memiliki kualitas tidur yang buruk
dengan nilai p 0,776. Dari penelitian
yang disebutkan maka terdapat
kesamaan kesimpulan yaitu antara
lansia yang merokok dan yang tidak
lebih banyak lansia merokok yang
mengalami kualitas tidur buruk
dibanding yang tidak merokok, namun
pada uji hipotesis tidak didapatkan
hubungan yang bermakna antara
merokok dengan kualitas tidur lansia.
Kafein merupakan obat yang
paling banyak digunakn di dunia yang
paling sering ditemukan dalam kopi
dan teh. Kafein meningkatkan waktu
reaksi sederhana, memori kerja
numerik, dan akurasi verifikasi
kalimat.
7
Perbaikan ini terjadi pada
kebiasaan mengkonsumsi kafein
maupun tidak, memperkuat hipotesis
bahwa efek dari kafein terjadi secara
independen terjadi pada pengkonsumsi
FK USAKTI GANDARIA SELATAN
9

kafein. Kebanyakan lansia yang
mengkonsumsi kafein akan mengalami
kesulitan untuk memulai tidur. Namun
hal ini tidak berpengaruh secara
langsung terhadap penurunan kualitas
tidur lansia.
Konsumsi kafein yang
termasuk gaya hidup dapat menjadi
faktor yang mempengaruhi kualitas
tidur lansia, penelitian ini menyatakan
36,5% lansia yang mengkonsumsi
kafein dari seluruh sampel terdapat
35,2% lansia yang mengalami kualitas
tidur buruk dan 34,0% yang memiliki
kualitas tidur baik dengan nilai
kemaknaan p 0,808. Hal ini
mendukung penelitian yang dilakukan
sebelumnya di US tahun 2009 bahwa
56% lansia yang merokok terdapat
70% yang mengalami kualitas tidur
buruk.
8
Dari penelitian diatas terdapat
kesimpulan yang sama yaitu lansia
yang mengkonsumsi kafein lebih
banyak yang mengalami kualitas tidur
buruk dibanding yang tidak
mengkonsumsi kafein walaupun pada
uji hipotesis tidak didapatkan
hubungan bermakna antara konsumsi
kafein dengan kualitas tidur lansia.
Aktifitas fisik yang dilakukan
pada lansia sangat berpengaruh
terhadap tingkat kesehatan dan
menurunkan kerentanan fisik yang
biasanya terjadi pada lansia itu sendiri.
Namun tidak menjamin dengan
aktifitas fisik yang rutin dengan
berolahraga dapat berhubungn
langsung terhadap kualitas tidur pada
lansia.
Olahraga merupakan gaya
hidup yang baik, terdapat penelitian
yang menghubungkan olahraga dengan
kualitas tidur lansia. Penelitian di
Shanghai pada tahun 2013 menyatakan
bahwa dari 34% lansia yang
berolahraga terdapat 35,5% yang
mengalami kualitas tidur buruk dengan
nilai kemaknaan p 0,003.
5
Penelitian di
Gandaria selatan memiliki kesimpulan
yang sama namun nilai kemaknaan
yang berbeda, pada penelitian ini dari
75,7% lansia yang berolahraga
terdapat 30,3% lansia yang mengalami
kualitas tidur buruk dan 47,2% yang
memiliki kualitas tidur baik dengan
nilai kemaknaan p 0,064. Dari
penelitian yang disebutkan keduanya
memiliki kesimpulan lansia yang
berolahraga lebih sedikit yang
mengalami kualitas tidur buruk, namun
pada uji hipotesis terdapat perbedaan
pada penelitian ini dan penelitian yang
dilakukan di Shanghai, pada penelitian
di Shanghai pada uji hipotesis
dinyatakan terdapat hubungan
bermakna antara olahraga dengan
kualitas tidur lansia sedangkan pada
FK USAKTI GANDARIA SELATAN
penelitian ini tidak terdapat hubungan
bermakna.
Penyakit kronik merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi
kualitas tidur, penyakit kronik yang
diteliti pada penelitian ini adalah
hipertensi, diabetes melitus dan
osteoarthtritis. Penyakit kronik ini
banyak terdapat pada lansia, sehingga
mengganggu tidur orang tua secara
langsung maupun tidak langsung. Pada
kasus hipertensi, lansia yang
mendapatkan obat diuretik memiliki
kualitas tidur yang buruk dikarenakan
seringnya terbangun untuk buang air
kecil sebagai efek dari obat diuretik
tersebut.
Sedangkan pada kasus diabetes
melitus, lansia yang menderita DM
memiliki kualitas tidur yang buruk
dikarenakan sering terbangun utnuk
buang air kecil dikarenakan salah satu
gejala diabetes ialah nokturia yaitu
kencing di malam hari. Untuk kasus
osteoarthritis didapatkan lansia yang
memiliki kualitas tidur buruk
dikarenakan rasa nyeri yang dialami
saat tidur sehingga lansia terbangun
karena menahan rasa sakit.
Pada penelitian yang dilakukan
di District of Columbia pada tahun
2012 menyatakan penyatakan 37,4%
lansia yang menderita penyakit kronik
memiliki kualitas tidur yang buruk.
9

Sedangkan pada penelitian ini dari
58,1% lansia yang menderita penyakit
kronik sebanyak 41,9% lansia yang
memiliki kualitas tidur buruk dan
24,2% lansia yang tidak memiliki
penyakit kronik namun memiliki
kualitas tidur buruk dengan nilai
kemaknaan p 0,026. Dari penelitian
diatas didapatkan kesimpulan terdapat
hubungan bermakna antara penyakit
kronik dengan kualitas tidur lansia.
Penelitian yang dilakukan
Shanghai, China prevalensi lansia yang
mengalami hipertensi sebesar 57,9%
dan 44,6% mengalami kualitas tidur
yang buruk dengan nilai kemaknaan p
0,014.
5
Penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan di Gndaria
Selatan, di Gandaria Selatan dari
37,8% lansia yang menderita
hipertensi, 32,1% lansia memiliki
kualitas tidur yang buruk dan 35,9%
lasnia yang tidak menderita hipertensi
mengalami kualitas tidur yang buruk
dengan nilai kemaknaan p 0,644. Dari
penelitian diatas memiliki hasil
kesimpulan yang berbeda, penelitian
Shanghai menyatakan bahwa terdapat
hubungan bermakna antara hipertensi
dengan kualitas tidur lansia namun
pada penelitian Gandaria Selatan
didapatkan tidak adanya hubungan
bermakna antara hipertensi dengan
kualitas tidur lansia.
FK USAKTI GANDARIA SELATAN
1
1

Sedangkan pada kasus DM,
penelitian yang dilakukan di
Chuncheon City, Korea Selatan
dengan yang dilakukan di Gandaria
Selatan memiliki kesimpulan yang
sama. Pada penelitian di Chuncheon
pada tahun 2011 terdapat 48,2% lansia
yang menderita DM mengalami
kualitas tidur buruk dengan nilai
kemaknaan p 0,001.
10
Sedangkan di
Gandaria Selatan dari 11,5% lansia
yang menderita DM terdapat 64,7%
yang memiliki kualitas tidur buruk,
dan 30,5% lansia tidak menderita DM
namun memiliki kualitas tidur buruk
dengan nilai kemaknaan 0,005%. Dari
penelitian diatas didapatkan
kesimpulan lansia yang menderita DM
lebih banyak mengalami kualitas tidur
yang buruk dan memiliki hubungan
bermakna antara diabetes dengan
kualitas tidur lansia.
Pada penelitian yang telah
dilakukan di Gandaria Selatan dari
37,8% lansia yang menderita OA
terdapat 50% lansia yang mengalami
kualitas tidur buruk dan 25% yang
memiliki kualitas tidur tanpa menderita
penyakit OA dengan nilai kemaknaan
p 0,002. Sedangkan penelitian di
Toronto dari 37% yang menderita OA
terdapat 70% yang mengalami kualitas
tidur buruk.
26
Dari penelitian diatas
dapat disimpulkan bahwa lansia yang
menderita OA lebih banyak memiliki
kualitas tidur buruk dibandingkan
dengan yang tidak menderita OA.
Kekurangan penelitian ini yaitu
karena keterbatasan waktu yang
dilakukan untuk meneliti dan tempat
pengambilan sampel yang tidak
tersebar merata di Gandaria Selatan
dan kurangnya data sekunder yang
relevan pada kelurahan Gandaria
Selatan.

PENUTUP
Kesimpulan
Hasil penelitian yang diperoleh
setelah dilakukannya wawancara dan
pengisian kuesioner mengenai kualitas
tidur dengan status gizi, gaya hidup,
dan penyakit kronis yang dilakukan
pada 148 lansia di RW 1 dan 5
Kelurahan Gandaria Selatan
menunjukkan bahwa terdapat
penurunan kualitas tidur yang dialami
oleh 53 lansia (35,8%) dan 95 lansia
(64,2%) tidak mengalami penurunan
kualitas tidur. Didapatkan bahwa dari
53 lansia yang mengalami penurunan
kualitas tidur yang lebih dominan
mengalami penurunan adalah wanita
sebesar 106 (71,6%) lansia.
Dalam penelitian terdapat
beberapa faktor yang bermakna yaitu
FK USAKTI GANDARIA SELATAN
pada penyakit kronis khususnya
diabetes mellitus serta osteoarthritis
dengan kualitas tidur setelah dianalisa
dengan menggunakan uji Pearson Chi
Square dengan nilai p < 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan bermakna antara penyakit
kronis terhadap penurunan kualitas
tidur pada lansia sedangkan dilihat dari
faktor status gizi dan gaya hidup
diketahui diketahui tidak memiliki
hubungan yang bermakna karena dari
hasil analisis Ho diterima.

Saran
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberi manfaat pada
masyarakat, puskesmas, Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti, dan
peneliti lain. Adapun saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut:
1 Bagi Masyarakat
Hasil dari penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan
bagi masyarakat untuk memberikan
gambaran kepada masyarakat
khususnya lansia agar lebih
memperhatikan faktor yang
berhubungan secara signifikan dengan
kualitas tidur yaitu penyakit kronis
yang diderita oleh lansia itu sendiri
sehingga jika ada keluhan akibat
kualitas tidur yang buruk dapat
dilakukan pengobatan dari penyakit
yang dideritanya khususnya lansia
dengan diabetes mellitus dan
osteoarthritis.
2 Bagi Pihak Puskesmas
Hasil dari penelitian dapat
memberikan gambaran mengenai
faktor yang dapat mempengaruhi
kualitas tidur pada lansia yang
terkadang menjadi keluhan lansia di
mana faktor yang terkait dengan
kualitas tidur itu sendiri pun adalah
penyakit kronis yang diderita. Dari
penelitian maka diharapkan untuk
memperhatikan kesehatan para lansia
yang menderita penyakit kronik agar
kualitas tidur lansia mengalami
perbaikan yang pada akhirnya
meningkatkan kualitas hidup.
3 Bagi Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti
Hasil dari penelitian dapat
dijadikan oleh pendidikan sebagai
bahan informasi tentang faktor yang
mempengaruhi penurunan kualitas
tidur pada lansia di perpustakaan
Fakultas Kedokteran untuk menambah
pengetahuan peserta didik.
4 Bagi Peneliti Lain
Pada penelitian ini hanya
digunakan metode analitik
observasional dengan pendekatan
cross sectional sehingga peneliti
hanya melakukan pengamatan sekali
saja tanpa melakukan intervensi
FK USAKTI GANDARIA SELATAN
1
3

apapun pada subjek penelitian. Oleh
sebab itu, penelitian ini masih terdapat
banyak kekurangan, waktu yang
terbatas tidak memungkinkan peneliti
untuk meneliti lebih luas lagi.
Beberapa hal yang dapat dijadikan
sebagai bahan penelitian selanjutnya
mengenai faktor yang mempengaruhi
kualitas tidur lainnya diantaranya
faktor psikis dan lingkungan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization.
Definition of an older or elderly
person. Geneve: World Health
Organization; 2004
2. Departemen Kesehatan RI, 1998.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 1998
Tentang Kesejahteraan Lansia.
Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
3. Roepke SK, Ancoli-Israel S. Sleep
Disorders in Elderly. Indian J Med
Res. 2010; 131:303
4. Edwards BA, ODriscoll DM, Ali
A, Jordan AS, Trinder J, Malhotra
M. Aging and sleep: physiology and
pathology. Semin Respir Crit Care
Med. 2010 October ; 31(5): 618
633. doi:10.1055/s-0030-1265902
5. Gu D; Sautter J; Pipkin R; Zeng Y.
Sociodemographic and health
correlates of sleep quality and
duration among very old Chinese.
SLEEP 2010;33(5):601-610
6. Julia F, Henk ME, Miedema. 2009.
Sex Differences in Subjective and
Actigraphic Sleep Measures: A
Population-Based Study of Elderly
Persons. SLEEP 2009;32(10):1367-
1375
7. Huff RM, Kline MV. Promoting
Health in Multicultural Populations:
A Handbook for Practitioners.
Thousand Oaks, CA: Sage
Publications; 1999
8. Youngberg MR, Karpov IO, Begley
A, Pollock BG, Buysse DJ. Clinical
and physiological correlates of
caffeine and caffeine metabolites in
primary insomnia. J Clin Sleep Med
2011;7(2):196-203
9. Liu Y, Croft JB, Wheaton AG,
Perry GS, Chapman DP, Strine
TW,et al.. Associaton between
perceived insufficent sleep, frequent
mental distress, obesity and chronic
diseases among US elderly adults:
2009 behavioral risk factor
surveilance system. BMC Public
Health. 2013;13(84)
10. Cho EH, Lee HJ, Ryu OH, Choi
MG, Kim SW. 2011. Sleep
Disturbances and Glucoregulation
FK USAKTI GANDARIA SELATAN
in Patients with Type 2 Diabetes. J
Korean Med Sci. 2014;29(2):243-7.

Anda mungkin juga menyukai