A. Pengertian, Wujud, dan Pengaruh Iman 1. Pengertian iman Ditinjau dari segi bahasa, kata iman berarti pembenaran (at-Tashdiq). Inilah yang dimaksud dengan kata shadiqiin seperti tentara dalam firman Allah,Surat Yusuf/12;17: Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar. Makna iman dari segi istilah yaitu, keyakinan bulat yang dibenarkan oleh hati, diikrarkan oleh lidah dan dimanifestasikan dalam amalan atau pembenaran dengan penuh keyakinan tanpa sedikitpun keraguan mengenai segala ajaran yang dating dari Allah dan Rasullullah SAW. Sebagaimana firman Allah menyatakan: Hai orang-orang yang beriman, tetaplajh beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul- Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya (Q.S. An-Nisa/4;136). Aqidah islam atau keimanan adlah bagian yang paling mendasar dalam ajaran islam. Aqidah islam tersebut merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala tindakan. Aqidah islam atau iman mengikat seseorang muslim sehingga ia terikat dengan segala syariah atau hokum yang dating dari Islam. 2. Wujud iman
Menurut Hasan al Banna ruang lingkup aqidah keimanan meliputi: Pertama, Illahi, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilah (Tuhan), seperti Wujud Allah, nama-nama dan sifat Allah, perbuatan (afal) Allah, dan sebagainya. Kedua, Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan nabi dan rasul, termasuk soal kitab-kitab suci dan mukjizat mereka. Ketiga, ruhaniyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan alam metafisika, seperti malaikat, jin, iblis, setan, dan ruh. Keempat, samiyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui sami, yakni dalil naqli berupa Al Quran dan azab kubur (Departemen Agama RI,2001:105-106). Al Quran telah mengungkapkan bahwa hubungan antara aqidah (iman/kepercayaan) dengan syariah (amal saleh) merupakan hubungan yang tak terpisahkan. Hal ini disebutkan pada beberapa ayat Al Quran, diantaranya :
2
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik, jadilah mereka itu penghuni surga Firdaus. Mereka kekal didalamnya dan tidak ingin pindah ketempat yang lain ) (Q.S. Al Kahfi/18: 107-108). Barang siapa ynag mengerjakan kebaikan baik laki- laki maupun perempuan sedangkan ia beriman, niscahaya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan tentu akan Kami balas amal perbuatannya dengan sesuatu ganjaran yang lebih baik yang pernah mereka kerjakan (Q.S. An Nahl/16:97).
Syaikh Mahmud Syaltut dalam kitabnya al Islam Aqidahwa Syariah membagi unsur- unsur pokok keimanan ke dalam empat bagian : Pertama, adanya Allah berikut keesaan-Nya serta berdiri-Nya dalam Penciptaan, pengaturan keleluasaan bertindak-Nya terhdap alam, serta suci-Nya dari persekutuan didalam keagungan dan kekuatan. Kedua, bahwasanya Allah memilih dari hamba-hambaNya orang yang dikehendaki dan diberi kepada orang tersebut tugas kerasulan. Dari sinilah maka iman kepada para rasul Allah menjadi wajib. Ketiga, percaya kepada Malaikat, duta wahyu antara Allah dengan para Rasul-Nya dan kepada kitab-kitab yang diturunkan-Nya sebagai risaulah Allah kepada makhluk-makhluk- Nya Keempat, percaya kepada yang dikandung oleh risalah-risalah tersebut yang berupa persoalan hari bangkit dan hari pembalasan (hari akhirat), pokok kewajiban agama, dan peraturan-peraturan yang diridoi Allah untuk hamba-hamba-Nya. Kalau dikembalikan pada sumber pokok ajaran islam (termasuk aqidah ), yaitu Al Quran dan Sunah Nabi, maka pokok-pokok keimanan dalam islam dirumuskan menjadi enam. Inilah yang kemudian dikenal dengan Rukun Iman yang Enam. Keenam rukun iman dimaksud adalah iman kepada Allah, Iman kepada malaikat Allah (termasuk makhluk-makhluk ghaib lainnya), iman kepada kitab kitab Allah, iman kepada rasul-rasul Allah, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadla dan qadar Allah. a. Iman kepada Allah Diantara pengertian iman kepada Allah adalah iman atau yakin bahwa Allah adalah Ilah (Sembahan) yang benar. Allah berhak disembah tanpa menyembah kepada yang lain, karna dialah pencipta hamba-hamba-Nya. Dialah yang member rezeki kepada manusia. Keyakinan kepada Allah Yang Maha Esa (tauhid) merupakan titik sentral keimanan. Karena itu, setiap aktivitas/ pekerjaan seseorang Muslim harus senantiasa vertical kepada Allah SWT. Pekerjaan seorang Muslim yang dilandasi keimanan dan dimulai dengan niat karna Allah akan mempunyai nilai ibadah disisi Allah. Untuk tujuan ibadah Allah menciptakan jin dan
3 manusia, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurniakan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Q.S. Al Bayyinah/98:5). Iman kepada Allah disamping mengakui bahwa Allah itu ada dan Maha Esa, juga perlu mempercayai sifat-sifat kesempurnaan-Nya, Allah mengetahui segalanya, tiada yang tersembunyi bagi-Nya barang siapapun. Dia Maha Kuasa dan sanggup melaksanakan segala Kehendak-Nya, dengan tidak dapat dihalangi oleh siapapun dan kekuatan apapun. Allah berfirman: Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang ghaib: tak ada yang mengetahui kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)(Q.S. Al Anam/6:59). Katakanalah: Wahai Tuhan yang mempunyai Kerajaan, Engkau memberikan kerajaan kepada yang Engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Ditangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S. Al-Imran/3:26). Dengan demikian semakin jelaslah bahwa tauhid benar-benar merupakan inti dari aqidah Islam, yakni mengitikadkan bahwa Allah itu Maha Esa, tidak ada sekutu baginya. Itikad ini harus dihayati, baik dalam niat, amal, maupun dalam maksud tujuan. Untuk lebih detailnya tauhid itu meliputi tujuh macam sikap : 1) Tauhid Dzat Tauhid Dzat adalah mengitikadkan bahwa Dzat Allah itu Esa, tidak terbilang. Dzat Allah hanya dimiliki oleh Allah, yang selain-Nya tidak ada yang memilikinya. Manusia dengan keterbatasannya tidak dapat mengetahui wujud Dzat Allah. 2) Tauhid Sifat Tauhid Sifat adalah mengitikadkan bahwa tidak ada sesuatu yang menyamai sifat Allah, dan hanya Allah tang memiliki sifat kesempurnaan. Allah berfirman : Tidak ada sesuatu yang seperti Dia. (Q.S. Asy-Syura/42:11) 3) Tauhid Wujud Tauhid Wujud adalah mengitikadkan bahwa hanya Allah yang wajib ada. Adanya Allah tidak memerlukan kepada yang mengadakan. Allah bersifat abadi, artinya Dialah yang pertama dan yang terakhir. Allah berfirman : Dialah yang awal dan Dialah yang akhir. (Q.S. Al Hadid/57:3).
4 4) Tauhid Afal Tauhid Afal adalah mengitikadkan bahwa Allah sendiri yang mencipta dan memelihara alam semesta (Q.S. Al Furqan/25: 2). Atas kehendaknya pula sesuatu itu hidup atau mati, kemuliaan dan kehinaan, serta kelapangan dan kesempitan (Q.S. Al Imran/3:26-27). Allah sendiri yang menetapkan apa yang akan terjadi dan apa yang tidak akan terjadi (Q.S. At Taubah/9: 51). 5) Tauhid Ibadah Tauhid Ibadah adalah mengitikadkan bahwa hanya Allah saja yang berhak dipuja dan dipuji (Q.S. Al Fatihah/1:2). Hanya Allah yang berhak untuk mendapatkan ibadah dari hamba-Nya(Q.S. Al Fatihah/1:2) dan (Q.S. Al Muminun/23: 32). 6) Tauhid Qashdi Tauhid Qasdhi adalah mengitikadkan bahwa hanya kepada Allah segala amal perbuatan ditujukan. Setiap amal harus dilakukan secara langsung tanpa perantara dan tujuan hanya untuk memperoleh keridloan-Nya (Q.S. Al Fatihah/1:5 dan Al Anam/6:162). 7) Tauhid Tasyri Tauhid Tasyri adalah mengitikadkan bahwa hanya Allah pembuat peraturan (hokum) yang paling sempurna bagi makhluk-Nya. Allah sumber dari segala sumber hokum (Q.S. An Nisa/4: 59, Al Maidah/5: 44 dn 47). Jika seorang mukmin telah mengakui dengan lisan dan kalbunya bahwa tiada ilah selain Allah, maka dengan sendirinya juga wajib mengakui, tidak ada pencipta selain Allah, tiada pengatur selain Allah, tiada yang berhak disembah selain Allah, dan tidak ada yang berhak membuat Syariat selain Allah. Iman kepada Allah merupakan kunci dari iman kepada yang lain, atau merupakan pintu masuk kepada iman kepada yang lain.
b. Iman kepada Malaikat Iman kepada Malaikat adalah keyakinan bahwa Allah menciptakan sekelompok makhluk (malaikat) yang selalu taat kepada-Nya dan tidak diberi kemampuan untuk mengingkari-Nya. Mereka adalah makhluk yang bertugas melaksanakan perintah Allah. Firman Allah : Allah mengetahui apa yang ada dihadapan mereka (malaikat) dan yang dibelakang mereka, dan mereka tidak member syafaat melainkan kepada orang yang diridloi Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada Allah (Q.S. Anbiyaa/12 : 28).
5 Pengetahuan manusia tentang malaikat terbatas kepada keterangan yang diberikan Al Quran dan Sunnah. Al Quran menggambarkan beberapa tugas malaikat, baik tugas secara umum maupun khusus, misalnya Jibril bertugas menurunkan wahyu. Firman Allah : Katakanlah : Ruh al-Quds menurunkan Al Quran itu dari Rabb mu dengan benar untuk meneguhkan hati orang-orang yang beriman dan menjadi petunjuk serta kabar yang gembira bagi orang-orang yang berserah diri (Q.S. An Nahl/16:2). Malaikat lain ada juga yang bertugas menurunkan wahyu kepada para nabi atau orang-orang yang dikehendaki Nya. Firman Allah : Dia menurunkan para malikat dengan membawa wahyu atasperintah Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara makhlukNya (Q.S. An Nahl/16:2). Ada juga malaikat yang bertugas meneguhkan hati otang-orang yang beriman atau Rasulallah SAW. Diantaranya seperti firman Allah : Dan Allah tidak mengirim bala batuan itu melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenang karenanya. Dan kemenangan itu hanya dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al Anfal/8:10). Ada malaikat yang kerjanya mendoakan kaum muslimin. Firman Allah : Malaikat-malaikat yang memikul Arasy dan malaikat yang berada disekelilingnya bertasbih memuji Allah dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan) : Ya Rabb kami, rahmat dan pengetahuan Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang- orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksa api neraka yang menyala-nyala (Q.S. Al Mukmin/40:7). Ada malaikat yang menjadi kawan dan penjaga orang-orang beriman. Firman Allah : (Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankanNyabagimu : Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut (Q.S. Al Anfal/8:9). Ada juga malaikat yang bertugas melaksanakan hukuman Allah bagi manusia. Firman Allah : Kalau saja kamumelihat ketika malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir seraya memukul muka dan punggung mereka dan berkata: Rasakan olehmu siksa neraka yang membakar, tentulah kamu akan merasa sakit (Q.S. Al Anfal/8: 50). Ada malaikat yang memohon ampunan bagi manusia. Firman Allah : Hampir saja langit pecah dari sebelah atasnya (karena kebearan Allah) dan malaikat-malaikat bertasbih memuji Rabbnya dan memohon ampun bagi orang-orangyang berada dibumi. Ingatlah
6 bahwa sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(Q.S. Asy Syura/42:5). Ada malaikat yang membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW (Q.S. Al Ahzab/33:56). Di samping itu ada beberapa tugas khusus malaikat yang lain menurut kehendak Allah, misalnya malaikat yang mencatat status perbuatan manusia (Q.S. Al Infithar/82:10-12), malaikat yang berprofesi pencabut nyawa manusia (Q.S. Al Anam/6;61), malaikat yang bertugas memberi kedamaian dan keselamatan kepada penghuni surga (Q.S. Al Radu/13:23-24).
c. Iman kepada kitab suci Iman kepada kitab suci merupakan konsekuensi logis dari iman kepada Allah karena hanya Allah yang menurunkan kitab suci kepada orang-orang yang dipilih-Nya. Firman Allah : Rasul telah berfirmankepada Al Quran yang telah diturunkan kepadanya dari Allah. Demikian pula orang-orang yang beriman mereka percaya kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka) mengatakan (bahwa) kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun dengan yang lain dari rasul- rasul-Nya. Dan mereka juga mengatakan (bahwa) kami dengar dan kami taat. Mereka berdoa : Ampunilah kami, ya Rabb kami,dan kepada Engkaulah tempat kembali(Q.S. Al Baqarah(2):285). Secara umum seorang Muslim harus menyakini bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab kepada Nabi dan Rasul dengan tujuan untuk menjelaskan kebenaran. Firman Allah : Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti- bukti yang nyata, dan telah Kami turunkan bersama mereka al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan itu (Q.S. Al Hadid/57:25). Dahulu manusia itu umat yang satu, setelah timbul perselisihan maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, dan Allah menurunkan bersama kitab-kitab yang benar untuk memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan (Q.S. Al Baqarah/2:213). Secara khusus seorang Muslim harus meyakini kitab-kitab yang nama-namanya telah diberitakan Allah kepada manusia, seperti Taurat, Injil, Zabur, dan Al Quran. Al Quran adalah kitab suci yang terakhir dan masih asli jika dibandingkan kitab-kitab sebelumnya. Al Quran merupakan batu ujian bagi kitab-kitab yang lain; apakah menyimpang dari maksud Tuhan atau segaris dengan kehendak-Nya. Allah menurunkan Al Quran kepada Nabi terakhir sebagai pedoman hidup bagi eluruh umat manusia,
7 penyejuk/penawar gangguan mental, solusi bagi mereka yang bingung, dan kebaikan untuk seluruh alam.firman Allah : Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang Kami turunkan, yang diberkahi, maka ikutilah dia, bertaqwalah agar kamu sekalian mendapat rahmat dari Allah (Q.S. Al Anam/16:89). Dalam Q.S An Nahl/16:89, Allah berfirman : .....dan Kami turunkan al kitab untuk menjelaskan segala sesuatu, petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. Misi yang diamanatkan kepada Rasulullah SAW, saja yang bersifat universal (Rahmatan Lil alamin), uswatun hasanan (teladan) bagi umat manusia sepanjang masa. Firman Allah : Katakanlah Muhammad : Wahai manusia sesungguhnya aku memiliki kerajaan langit dan di bumi, tidak ada Tuhan yang disembah selain Dia yang menghidupkan dan mematikan.oleh karena itu beriman kepada Allah dan firmsn- firmanNya, maka ikutilah dia agar kamu mendapat petunjuk (Q.S. Al Araf/7:158).
d. Iman kepada rasul Secara umum setiap Muslim wajib beriman bahwa Allah telah mengutus kepada manusia beberapa orang rasul (nabi)dari kalangan manusia sendiri yang bertugas membimbing manusia ke arah jalan yang benar. Rasul atau nabiada yang disebut dalam Al Quran tetapi ada juga yang tidak disebutkan. Al Quran hanya menyebutkan lebih kurang 25 nabi atau rasul. Firman Allah : Dan Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang utusan untuk menyerukan beribadahlah hanya kepada Allah dan jauhilah Thoghut (tuhan palsu) (Q.S. An Nahl/16:36). Secara khusus seorang Muslim diajarkan untuk memiliki sikap toleran terhadap pemeluk agama lain yaitu agar mereka meyakini kerasulan para nabi yang telah disebutkan Al Quran seperti Nuh, Ibrahin,Musa, Isa, dan Muhammad. Firman Allah : Bukanlah Muhammad itu bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah rasul dan penutup para nabi (Q.S. Al Ahzab/33:40). Apabila Allah menyediakan bahan material untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia, maka Dialah juga yang menyediakan kebutuhan rohani manusia, yaitu dengan mengutus para rasul kepada umat manusia agar kehidupan mereka tidak sama dengan hewan.
e. Iman kepada hari akhir Iman kepada hari akhir adalah menyakini bahwa kehidupan alam emesta ini akan hancur kemudian akan digantikan oleh alam keabadian. Al Quran maupun Hadits menyebutkan aspek-aspek yang harus dipercayai sehubungan dengan hari akhir ini,
8 misalnya nikmat atau derita dialam kubur, ash-shirat al mustaqim, hisab, mizan, pembalasan surga atau neraka, dan pemberian catatan atu rekaman aktivitas manusia selama hidup di dunia, baik mereka yang menerima catatan ama;nya dengan tangan kanan, tangan kiri, atau dari balik punggung. Islam mengajarkan kepada para pemeluknya bahwa kehidupan abadi hanya terjadi setelah kehidupan di dunia ini. Firman Allah : Takutlah suatu hari yang pada hari itu kami dikembalikan kepada Allah, kemudian setiap orang akan dibalas dengan setimpal segala amal perbuatannya, sedangkan mereka sedikitpun tidak akan dianiaya (Q.S. Al Baqarah//2:281). Dalam (Q.S. Al Rum/30:14-16) : Pada saat terjadinya kiamat, manusia akan bercerai berai. Adapun orang yang beriman dan beramal shaleh, maka tinggal disuatu tempat dalam keadaan bersyukur. Akan tetapi orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami dan tidak percaya pada hari akhir, maka mereka mendapatkan siksaan. Mahkamah agung Allah berlangsung dengan seadil-adilnya, sehingga tidak ada satupun perbuatan manusia yang terlewat dari pengamatan Allah. Semua manusia diperlakukan secara adil. Allah berfirman : Dan peliharalah dirimu dari (azab) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya(dirugikan) (Q.S. Al Baqarah/2:281). f. Iman kepada qadla/qadar Qadla menurut bahasa berarti hukum, perintah, memberikan , menghendaki, dan menjadikan. Sedangkan qadar berarti batasan, menetapkan ukuran ketetapan Allah yang telah ditetapkan (tetapi tidak kita ketahui), sedang qadar adalah ketetapan Allah yang telah terbukti (diketahui sudah terjadi). Iman kepada qadla/qadar bisa dijelaskan dalam empat hal berikut : 1) Keyakinan bahwa Allah Maha Mengetahui dengan pasti peristiwa yang telah dan akan terjadi. Allah mengetahui segala keadaan hamba-Nya. Allah mengetahui rezeki, ajal dan amal perbuatan mereka. Firman Allah : Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (Q.S. Al Ankabut/29:62). 2) Keyakinan akan adanya aturan Allah yang diberikan pada setiap makhluk. Firman Allah : Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dan tubuh-tubuh mereka dan pada sisi Kami pun ada kitab yang memelihara (mencatat) (Q.S. Qaf/50:4).
9 3) Keyakinan bahwa kehendak Allah bersifat pasti dan tidak bisa diganggu gugat. Jika Allah berkehendak maka terjadilah, dan jika Allah tidak berkehendak maka tidak akan terjadi. Firman Allah : Sesungguhnya Allah berbuat atas segala yang Dia kehendaki. (Q.S. Al Haj/22:18). Sesungguhnya perintah Allah apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata : Jadilah, maka terwujudlah kehendakNya (Q.S. Yasin/36:82). Dan tidaklah kamu berkehendak kecuali apabila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q.S. Al Insan/76:30). 4) Keyakinan bahwa Allah pencipta seluruh makhluk. Tidak ada pencipta selain Dia dan tidak ada Rabb selain Dia. Firman Allah : Allah adalah pemelihara atas segala sesuatu dan Dia adalah pemelihara atas mereka (Q.S. Az Zumar/39:3). Wahai manusia, ingatlah terhadap nikmat Allah yang telah diberikan kepada kamu sekalian; lalu adakah pencipta selain Allah yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Allah, lalu mengapa kamu berpaling? (Q.S. Fathir/35:3).
3. Pengaruh keimanan dalam kehidupan Sejauh manakah pengaruh keimanan dalam kehidupan manusia atas berkat rahmat Allah dan nikmat-Nya pada diri manusia? Indikator keimanan ini dapat dibuktikan dan dirasakan, antara lain : 1. Iman menimbulkan rasa aman, tidak khawatir terhadap ajal atau kedatangan kematian, karena kematian itu pasti datang dan tak dapat dihindarkan. Firman Allah SWT : Katakanlah : Kematian yang kamu melarikan diri dari padanya, sesungguhnya akan menemui kamu juga. (Q.S. Al Jumah/62:8). 2. Iman menimbulkan pengharapan. Pengharapan merupakan suatu kekuatan yang mendorong dan membukakan ahati manusia untuk bekerja, membangkitkan semangat perjuangan menunaikan aktivutas dan menjauhkan sifat malas. Firman Allah : Dan yang berputus asa dari rahmat Rabbnya hanyalah orang-orang yang sesat (Q.S. Al Hijr:56). 3. Memperoleh ketenangan jiwa. Ketenangan yang memenuhi jiwa Rasulullah SAW. Di hari hijrah bersama dengan Abu Bakar Shidiq: tiada tekanan ketakutan dan kegentaran oleh ragu-ragudan keluh kesah (Yusuf Qardhawi, 1983:81). 4. Orang beriman memperkenankan panggilan fitrah. Seseorang tiada dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan apabila tidak mengenal khaliknya dan dirinya sendiri,
10 atau lupa akan dirinya, sebagaimanadisebutkan dalam firman Allah : Orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah akan melupakan mereka terhadap dirinya sendiri (Q.S. Al Hasyr/59:19). 5. Orang beriman mengetahui kejadian alam semesta. Fitrah dan akal manusia mengatakan sesungguhnya kejadian manusia bukan terjadi secara otomatis. Manusia tidak menciptakan dirinya dan tidak pula menciptakan alam sekelilingnya. Firman Allah SWT : Dan Kami menciptakan langit dan bumi dan apa diantara keduanya bukanlah untuk permainan belaka. Keduanya Kami ciptakan hanyalah dengan tujuan yang benar, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui (Q.S. Ad-Dukhan/44:125). 6. Orang-orang yang beriman bebas dari siksaan keragu-raguan. Orang beriman menampakkan tujuan dan jalan yang akan ditempuh. (Q.S. Al Fath/48:4). 7. Acahaya keimanan dan keyakinan menyebabkan perasaan orang beriman menjadi terbuka dan lapang (Q.S. Al Anam/6:125). Orang beriman merasa dirinya dekat dengan Allah (Q.S. Al Baqarah/2:115 dan Q.S. Al Hadid/57:4). 8. Orang beriman merasa hidup dan bersahabat dengan nabi dan orang baik-baik dari segenap umat dan segala zaman (Q.S. An Nisa/4:69).
B. Terbentuknya Iman dan Tanda Orang Beriman 1. Terbentuknya iman a. Mengenal eksistensi Allah: melalui dalil kauniah Manusia tidak akan tercipta untuk melihat dan mengetahui hakekat keberadaan Allah hanya dengan panca inderanya, namun ia pun tidak dapat mengingkari keberadan Allah SWT melainkan harus mempercayainya, karena cukup banyak data dari benda-benda di alam semesta ini untuk membuktikan hal tersebut. Bukankah arus listrik itu ada mesti tidak dapat dibuktikan. Bukti-bukti lain yang menunjukkan adanya arsitek atau pencipta alam semesta ini sangatlah banyak dan terbentang disegenap ufuk, baik didunia astronomi, dunia hewan dunia tumbun- tumbuhan dan seluruh makhluk hidup adan benda-benda mati. 1) Di dunia astronomi Di alam semesta ini terdapat bintang-bintang atau planet yang logika manusia tidak mampu menganalisa dan menghitung secara totalitas berapa jumlahnya dan keadaan geografinya. Bukan hanya jumlah yang banyak, namun juga tiap-tiap planet diangkasa luar mempunyai proses dan beredar menurut arah rotasinya. Jika bintang- bintang itu semua keluar dari orbitnya menyimpang dari garis edar yang telah
11 ditentukan Allah, akan terjadi benturan satu sama lain. Dari mekanisme perputaran bintang-bintang, manusia dapat mengambil petunjuk dan penentuan arah dan perhitungan waktu. Manusia tidak memiliki argumentasi kecuali dia memuji keteraturan benda-benda diangkasa yang begitu indah, rapi, dan kompleks, yang menggambarkan keserasian dan keseragaman. Sungguh ilmu modern, terutama astronomi, telah menjelaskan kepada kita tentang sebagian ayat. Ayat Al Quran Al Karim, diantara firman Allah SWT : Maka aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. (Q.S. Al Waqiah/56:75-76).
2) Di dunia hewan atau fauna Para ilmuwan Biologi mengungkapkan, anak singa yang baru lahir, yang masih terbungkus oleh cairanakan segera di bawa ke tempat yang aman oleh induknya hingga kering. Factor yang mendorong hal tersebut dilakukan agar terhindar dari kerumunan semut yang dapat menyebabkan kematian. Siapakah yang mengajarinyauntuk bertindak demikian itu? Dimanakah dia belajar? Sungguh yang mengarahkan dan memberikan petunjuk kepada singa tersebut adalah yang menciptakannya. Maka Maha Benar Allah dengan firman-Nya : Musa berkata, Rabb kami ialah (Rabb) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk (Q.S. Thaha/20:50).
3) Di dunia flora atau tumbuh-tumbuhan Tumbuh-tumbuhan hidup di tanah dengan beraneka ragam pepohonan, namun mempunyai akar, daun, buah, aneka rasa dan jenis beraneka ragam. Tanaman tersebut tumbuh diatas tanah yang sama dan disiram dengan air yang sama pula. Namun pada akhirnya kadar garam , gula dan unsur-unsur lain antara buah yang satu dengan lainnya berbeda-beda. Semua itu karunia Allah untuk kepentingan manusia. Bagi orang berilmu, fakta yang berbicara seperti ini merupakan dalil atau bukti akan kompleksnya ciptaan Allah dan ketentuan-ketentuan-Nya. Firman Allah Yang Maha Kuasa : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (Q.S. Al Qomar:49). Dan di bumi terdapat bagian-bagian yang berdampingan dan kebun- kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan tidak bercabang, disirami dengan air. Kami melebihkan cita rasa sebagai tanam-tanaman
12 itu atas bagian yang lain. Sesungguhnya pada bagian yang itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah, bagi orang-orang yang berfikir (Q.S. Ar-Radu:4).
4) Di alam nyata dan alam ghaib Di dalam Al Quran kata Al_alamin diulang sebanyak 73 kali. Menurut tafsiran para ulama kata itu mengandung makna bahwa alam ini dibagi menjadi dua, yakni alam angkasa dan alam bumi persada. Benarkah pembagian itu hanya terbatas seperti itu? Pembagian alam yang lebih hakiki adalah : Alam nyata, yang kita tempati sekarang, dan alam ghaib. Para ilmuwan Fisika juga menetapkan dibalik sinar yang kita lihat setiap saat masih ada pandangan kita. Bahkan sinar yang tidak terlihat itu lebih besar. Diantara unsure-unsur yang tidak kita lihat ialah siniyah (mata ketiga manusia) atau sinar Rontgen, disesuaikan dengan penemuannya. Sinar itu sanggup membakar segala benda yang tidak terbakar oleh cahaya. Sinar tersebut sangat kuat dan mempunyai gelombang pendek 10.000 kali lebih pendek dari cahaya yang kita lihat. Ada sinar yang disebut infra merah yang kita dapat merasakannya, tetapi kita tidak bisa melihatnya. Sinar infra merah mampu menembus kedalam tubuh,dan tidak dapat ditangkap oleh kamera perekam. Jenis-jenis sinar yang tidak tampak di atas dapat dimanfaatkan dalam pelbagai disiplin ilmu, khususnya kedokteran untuk membantu pengobatan. Al Quran jauh lebih dulu menyebutkan adanya alam nyata dan ghaib. Al Quran juga lebih dulu memperhatikan apa-apa yang belakangan ini ditemukan sains modern. Hal ini ddalam Firman-Nya : Maka aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat,dan dengan apa yang tidak kamu lihat. (Q.S. Al Haqqah:38-39).
5) Dalam diri manusia Apabila kita mau meneliti dan merenungkan atau berfikir secara filsafat tentang ayat-ayat Allah SWT di cakrawala dan di dalam diri manusia, maka di sana terdapat bukti yang tak terhitung jumlahnya, menunjukkan adanya sang pencipta (Allah Rabbul Alamin) dengan kerapian dan kekuasaan-Nya. Firman Allah : Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan Kami) di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Dan apakah Rabbmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi Segala Sesuatu (Q.S. Hud/11:53).
13 b. Mengenal eksistensi Allah : melalui dalil fitrah Selain dalil-dalil aqliah yang dapat menunjukkan keberadaan Allah SWT, ada dalil yang lebih kuat untuk menunjukkan keberadaan-Nya yakni dalil Fitrah. Rasulullah SAW bersabda : Tidaklah semua anak dilahirkan dengan fitrahnya (Islam) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi (H.R. Bukhori dan Muslim). Sebagaimana disebutkan dalam Kitabullah Al- Quranul Karim : Maka hadapkanlah wajahmu (dirimu) dengan lurus kepada agama (Allah), maka tetapkanlah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S. Ar-Rum:30). Oleh karena itu ada beberapa hal yang penting yang harus diperhatikan dalam memahami Aqidah atau Iman secara lebih tepat dan konkrit. Pertama, setiap manusia memiliki fitrah untuk mengetahui kebenaran dengan potensi yang dimilikinya. Indra dan akal difungsikan untuk mencari dan menguji atau mengevaluasi kebenaran, sedangkan Kalamullah Al Quran sebagai pedoman untuk menyaring mana yang baik (khair) dan buruk (mungkar). Dalam beriman hendaknya manusia memposisikan fungsi masing-masing alat tersebut pada keadaan yang sebenar-benarnya. Sejalan dengan firman-Nya: Dan Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadan tidak mengetahui sesuatupun dan dia memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur (Q.S. An-Nahl/16:78). Kedua,keyakinan itu harus bulat dan sepenuh hati, tidak berbaur dengan hipokrit, bimbang dan ragu. Factor yang paling dominan/utama untuk mencapai tingkat keyakinan yang mutlak, manusia harus memiliki ilmu sehingga ia dapat menerima kebenaran dengan nilai keimanan sejati setelah menemukan dalil-dalilnya. Firman Allah : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya. (Q.S. Isra/17:36). Ketiga, keimanan harus mampu mendatangkan rasa damai dan ketenangan batin bagi yang meyakininya. Untuk menghindari konflik diperlukan adanya keselarasan antara keyakinan lahiriah dan batiniah. Sebagaimana apa yang dipaparkan oleh Allah mengenai tipologi kejiwaan orang yang munafik (hipokrit, split personality). Firman-Nya : .Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka dan apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan sholat)
14 dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman dan kafir), tidak masukdalam golongannya itu (orang-orang kafir(, tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman). Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali akan mendapat jalan (petunjuk)-Nya. (Q.S. An Nisa/4:142-143). Keempat, konsekuensi keimanan yang meresap ke dalam hati akan membuang segala keyakinan atau ritual yang kontradiktif dengan ajaran yang datang dari Allah dan Rasulullah SAW.
2. Tanda-tanda orang yang beriman Pendekatan paling akurat sebagai tolak ukur tanda-tanda orang yang beriman adalah berdasarkan Kitabullah Al Quranul dan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan karakter orang-orang yang beriman itu adalah : Pertama, kepekaan dan ketajaman jiwa. Dengan cahaya Islam dan keimanan, orang memperoleh cahaya terang. Adanya bashirah (kepekaan dan ketajaman jiwa), menghidupkan cahaya hati, dan mampu menyembuhkan penyakit-penyakit yang diderita dan mampu menyingkap kegelapan pemikiran dan kesalahan persepsi tentang Allah dan agama Islam. Allah berfirman : Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Al Quran)dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah kitab itu (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tujuki dengannya siapa yang kami kehendaki diantara hamba-hamba Kami .. (Q.S. Asy- Syuraa: 52). Kedua, kebanggan terhadap Islam/ petunjuk Allah menjadi ciri utama kebenaran jalan serta parameter seorang Muslim, kebanggaan yang berdiri tegak diatas pondasi yang kuat dan kokoh. Itulah kebanggan yang dianugerahkan Allah dan bersumber dari agama yang benar. Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang mengajak kepada Allah dan beramal saleh dan berkata : sesungguhnya kami termasuk orang-orang yang menyerahkan diri (Muslim).(Q.S. Fushilat:33). Ketiga,konsisten kepada kebenaran. Disamping harus berpegang teguh kepada kebenaran dan bermujahadah dalam merealisasikan kebenaran, maka seorang muslim dituntut konsisten kepada kebenaran. Hal ini merupakan puncak dari kepribadian Muslim. Keempat, ketenangan jiwa dan ketentraman hati hasil dari mengetahui kebenaran serta konsisten kepadanya akan membawa dampak positif bagi seorang Muslim yang beriman yaitu ketenangan jiwa dan ketulusan hati. Dia tidak akan mudah tertekan konflik batin,
15 goncangan psikologis, serta tidak pernah dilanda frustasi dan kehampaan seperti yang dialami masyarakat Barat, karena mereka berpaling dari manhaj Allah berfirman : Dan barang siapa yang berpaling dari peringatanku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan di hari kiamat kelak dalam keadaan buta (Q.S. Thaha:124). Kelima, cinta kepada Allah dan penuh pengharapan merealisasikan keimanan, tidak cukup hanya merealisasikan dalam ilmu pengetahuan saja, tetapi ilmu pengetahuan kalbu harus disertai dengan karya kalbu. Kehidupan kalbu dalam detaknya, melambangkan kecintaan dan ketundukan hanya kepada Allah semata. Melukiskan keagungan sifat-sifat-Nya dan kebaikan asma-asma-Nya dan mensyukuri nikmat-nikmat-Nya kepada kita dan keramahan-Nya menyambut kita, meskipun kita selalu bergelimangan dengan dosa. Disamping cinta kepada Allah, kita harus meningkatkan pengharapan-Nya. Suatu pengharapan yang mampu menyalakan kalbu yang padam dan menyebarkannya dengan cita- cita dari dzat yang tak terkalahkan oleh apapun di bumi maupun dilangit, dari dzat yang rahmat-Nya dan Ilmu-Nya meliputi segala-galanya seperti yang tertuang dalam firman-Nya : Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dari orang-orang yang berbuat kebaikan(Q.S. Al Araf:56). Keenam, tidak pernah ragu memperjuangkan Islam lewat harta benda dan dirinya. Firman Allah menyatakan : Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjuang dengan harta dan dirinya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.(Q.S. Al Hujarat:15). Ketujuh, kedekatan dirinya dengan Allah, peka dan halus perasaan dan kebeningan hatinya dalam merespon ayat-ayat Allah. Firman Allah : Sesungguhnya orang-orang yang berimaan itu adalah yang apbila disebut nama Allah gemetar hati mereka, dan apabila dibaca kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dank arena Rabb-lah mereka bertawakal. (Q.S. Al-Anfal:2). Kedelapan,mencintai Allah dan Rasul serta manusia, sabda Rasulullah SAW : Tiga sifat yang melakukannya pasti merasakan manisnya iman: pertama, cinta kepada Allah dan Rasulullah dan kepada lain-lainnya. Kedua, cinta kepada sesama manusia semata-mata karena Allah. Ketiga, enggan (tidak suka) kembali kepada kekafiran sebagaimana tidak suka memasukkan ke dalam api neraka.(H.R. Bukhari dan Muslim). Kesembilan, penampilannya menarik, budi pekertinya sangat baik. Rasulullah SAW bersabda : Barang yang percaya (beriman) kepada Allah dan hari kemudian, maka jangan
16 mengganggu tetangganya. Dan siapa yang beriman kepada Allah dn hari kemudian, maka harus menghormati (menjamu) tamunya. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian maka hendaknya berkata yang baik atau pilih diam.(H.R. Bukhari dan Muslim). Kesepuluh, gemar taat beribadah, menyantuni orang tua dan patuh padanya, dan hidupnya berlomba untuk beramal saleh. Abdullah bin Masud ra. Berkata : Saya telah bertanya pada Nabi SAW: Apakah amal yang lebih disukai oleh Allah? Jawab Nabi SAW : Sholat tepat pada waktunya. Kemudian apa lagi? Jawab Nabi SAW : patuh taat kepada kedua orang tua. Kemudian apa lagi? Jawab Nabi SAW : Jihd Fisabilillah.(H.R. Bukhari dan Muslim).
C. Pengertian dan Fungsi Taqwa 1. Pengertian taqwa Pengertian taqwa secara harfiah berasal dari kata kerjawaqa-yaqi-wiqayatan( - - ) , yang berarti terjaga/terpelihara. Dalam arti sempit taqwa berarti takut kepada Allah SWT, terpelihara/terjaga dari siksa api neraka. Allah SWT berfirman : Takutlah kamu/peliharalah dirimu dari api neraka yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. (Q.S. Al-Imran/3:131). Jadi terpeliharanya seseorang dari neraka itu dikarenakan tunduk dan patuh pada Allah SWT. Yang berangkat dari rasa takut kepada-Nya. Adapun makna/arti Islam sebagai agama adalah taat dan patuh kepada Allah SWT. Dan tunduk pada perintah dan larangan-Nyatanpa membantah. Dan bila membantah atau ingkar itu dikarenakan kebodohannya dan kedangkalan fikirannya. Inilah kaitan makna taqwa dengan arti Islam. Perilaku taqwa dilatarbelakangi oleh aqidah/kepercayaan pada hari pembalasan. Aqidah, yang disebut juga iman, merupakan lawan dari kufur yang berarti menutupi atau menyelubungi. Artinya menutupi fitrah, dan menyelubungi dengan kebodohan dan kepicikan. Aqidah disini sebagai konsep moral denga menempatkan semua kegiatan untuk menuju ridlo Allah SWT yang berorientasi pada kebersamaan diatas segala- galanya, serta menjaga diri dari segala sesuatu yang membahayakan dirinya sendiridan orang lain. Allah SWT, berfirman : Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah. Dan hendaklah tiap-tiap orang merenung/meneliti amal-amal yang pernah diperbuat untuk kepentingan hari-hari esok. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al Hasr/59:18). 2. Fungsi taqwa
17 Taqwa adalah upaya pengembangan fitrah/kesucian manusia, baik komponen jasmani dan atau rohani, sesuai dengan ketentuan Tuhan, yang berarti sikap rela diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan mengikuti hukum-hukum-Nya. Dengan perkataan lain, taqwa adalah kemampuan seseorang menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya secara simultan. Sebagai contoh dalam pelaksanaan puasa yang bertujuan menuju taqwa, Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan juga atas orang-orang sebelummu, semoga kamu menjadi orang yang bertaqwa (Q.S. Al Baqarah/2:183). Taqwa berfungsi sebagai pembersih penyakit batin, dan bekal seseorang untuk menghadapi kematian. Wujud taqwa berangkat dari kepercayaan, yaitu suatu proses psikologi yang kemudian berkembang menjadi potensi aktif yang berbentuk , perilaku, berbicara sesuai dengan kenyataan. Disini taqwa berbagai bentuk perjuangan atau jihad dalam rangka menjalankan perintah dan sekaligus menjauhi larangan, yaitu suatu kemampuan maksimal untuk mencapai tujuan ridlo Allah SWT. Allah berirman : Sesungguhnya bahagia/beruntung orang-orang dapat mensucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams/19:9-10). Apakah ajaran taqwa ini diimplementasikan untuk memanfaatkan anugrah Tuhan sebagai ketaatan, maka taqwa menjadi sikap bersyukur karena beruntung. Bila mengimplementasikan untuk kestabilan batin antara syukur dan kufur dalam menghadapi musibah, maka taqwa menjadi sikap sabar tatkala ditimpa musibah. Kestabilan batin ini memberi dampak pada sikap-sikap seperti toleransi (tasamuh), sekaligus sikap kepekaan sosial sebagaimana taqwa yang dibina melalui ibadah puasa. Apabila taqwa dikaitkan dengan doa sebagai harapan seseorang maka ia akan berujud sikap rendah hati, tulus, tunduk, patuh, dan seterusnya. Firman Allah SWT : Dan apabila hamba-hamba Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, katakan sesungguhnya Aku memperkenankan permohonan seseorang bila ia memohon kepada Ku. Karena itu hendaklah mereka mentaati segala perintahKu (memenuhi seruanKu) semoga mereka dapat selalu menemukan jalan yang benar (Q.S. Al Baqarah/2:186). Jadi taqwa adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri, sekaligus menumbuhkan kepekaan sosial dan sebagai petunjuk/hidayah Allah SWT, yaitu ibarat rambu-rambu jalan harus dilalui, lawan dari jalan yang sesat dan menyesatkan atau melampui batas, sebagai bentuk kekufuran. Jadi taqwa adalah wujud implementasi dari iman dan iman adalah latar belakang dari perilaku taqwa sebagai amal (Hanafi).
18 Dari firman-firman-Nya, Allah SWT selalu merangkai kata beriman dengan kata beramal saleh (aamanuu wa amiluu ash-shaalihaat). Ini memberi pengertian bahwa iman adalah sebagai latar belakang amalan-amalan ketaqwaan. Surat Al Baqarah ayat 177 menjelaskan karakteristik orang-orang yang bertaqwa, yang secara umum dapat dikelompokkan dalam lima ketaqwaan, yaitu: Pertama, iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para nabi. Indikator ketaqwaan yang pertama adalah memelihara fitrah iman. Kedua, mengeluarkan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, orang- orang miskin, orang-orang yang berputus di perjalanan, orang-orang yang meminta- minta dana, orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang kedua adalah mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta. Ketiga, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Indikator taqwa ketiga adalah memelihara ibadah formal. Keempat, menepati janji yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri. Kelima, sabar disaat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, atau dengan kata lain memiliki semangat perjuangan. Taqwa yang ditunjukkan oleh kesimpulan surat Al Baqarah 177 diatas dengan lima indikator, dapat disimpulkan dengan dua kecenderungan sikap : Pertama, sikap konsisten memelihara hubungan secara vertical dengan Allah SWT yang mewujudkan melalui itikad dan keyakinan yang lurus, ketulusan dalam menjalankan ibadah dan kepatuhan terhadap ketentuan dan aturan yang dibuat-Nya. Dan kedua, memelihara hubungan secara horizontal, yakni cinta dan kasih sayang kepada sesama umat manusia yang diwujudkan dalam segala tindakan kebajikan (Departemen Agama RI, 2001:180- 118). D. Hubungan dengan Allah SWT dan manusia Islam menyeru kepada manusia agar menghambakan dirinya kepada Allah atau dengan melaksanakan ibadah, dalam arti yang luas mencakup semua ajaran Islam. Agama mengandung konsekuensi ketundukan, kepasrahan, serta merendahkan diri kepada Allah. Sedangkan pengertian ibadah yang secara luas adalah melakukan segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridloi-Nya, dalam bentuk perkatan, perbuatan, baik lahir maupun batin, takut akan siksa Allah, bertaubat, ikhlas beragama, sabar, syukur, ridla, tawakal, berharap dan bersyukur kepada Allah, dzikir, membaca Al Quran, berdoa, memohon maghfirah,
19 bertasbih dan bertahlil. Dengan demikian instrument ketaqwaan yang paling utama adalah kecenderungan untuk menghambakan diri kepada Allah dan menyelaraskan kiprah hidup secara konsisten kepada Islam, dengan berpegang secara kokoh dan berpedoman kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. Orang yang bertaqwa akan dapat dilihat dari peran sertanya didalam social kemasyarakatan, keberpihaknya kepada keadilan dan nilai-nilai kebenaran dan keseiaan berkorban menolong fugara dan masakin. Kepribadian orang taqwa sebagai ukuran dan panutan umat atau masyarakat disekitarnya, dengan segala bentuk amal shaleh atau kebijaksanaan Allah telah melukiskan secara menyeluruh tentang perilaku ideal orang yang benar-benar taqwa, yang berimbang antara ibadah formal kepada Allah dan komunikasi yang terjadi baik dengan sesama manusia. Allah berfirman : Bukanlah kebajikan itu (di dalam urusan) memalingkan muka kamu kepihak timur dan barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan malaikat-malaikat dan nabi-nabi, dan mendermakan harta yang sedang ia cintai itu kepada keluarga dekat dan anak-anak yatim dan orang-orang miskin dan orang-orang yang terputus di perjalanan dan orang-orang yang meminta, dan di dalam (urusan) hamba-hamba, dan mendirikan sholat, dan mengeluarkan zakat, dan menyempurnakan janji apabila berjanji, dan sabar di waktu kepayahan dan kesusahan dan di waktu perang. Mereka itulah orang-orang yang bertakwa (Al Baqarah/2:177). Kesimpuolan dari ayat diatas yang menggambarkan pengamalan Islam secara kaffah oleh Muttaqin adalah pertama, pengalaman aqidah yaitu : beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan kitab-kitab Allah. Kedua, Pengalaman syariah dan ibadah. Menginfakkan harta melalui zakat derma sadaqah yang diprioritaskan, keluarga dekat anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil dan mendirikan shalat. Dan ketiga, bidang muamalah/akhlak; menyempurnakan janji, bersifat sabar dalam masa krisis maupun dalam peperangan. Islam mendorong manusia agar menggunakan potensi apa saja yang ia miliki secara seimbang. Akal yang berlebihan mendorong manusia pada kemajuan, material yang hebat, tetapi hampa dari nilai-nilai rohaniah, bahkan, manusia dapat terjebak kepada kesombongan intelektual yang merusak kepribadiannya demikian pula eksplorasi rasa yang dominan menyebabkan manusia terjerumus ke dalam dunia mistik yang berlebih-lebihan yang merusakkan system keseimbangan yang diatur oleh Allah SWT atau Al Quran dan Sunnah Rasulullah.
20 Perwujudan kualitas keinsanan manusia in tidak terlepas dari konteks sosial budaya. Dengan ungkapan lain, kekhilafan manusia yang beriman pada dasarnya diimplementasikan pada konteks individu dan sosial yang berporos kepada Allah seperti firman Allah : Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali Allah dan tali manusia(Q.S. Ali Imran/3:112). (Hanafi)