a. Definisi Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos, yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan intra okuler ( TIO ) yang disertai oleh pencekungan diskus optikus, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya lapangan pandang. Pada sebagian kasus tidak terdapat penyakit mata lain ( glaukoma primer ). Penyakit ini disebabkan: Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliar Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil ( glaukoma hambatan pupil ) Menurut Von Graefe ( abad 19 ) : Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama tekanan intra okuler yang tinggi dengan segala akibatnya, yaitu penggaungan dan atrofi saraf optik serta defek lapangan pandangan yang khas. Bagian mata yang penting pada glaukoma adalah sudut filtrasi. b. Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi : 1. Glaukoma Primer Sudut Terbuka Sudut Tertutup 2. Glaukoma Kongenital Primer Berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain Berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokuler 3. Glaukoma Sekunder 4. Glaukoma Absolut c. Patofisiologi Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular, baik disebabkan oleh mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup akan dibahas sesuai pembahasan masing-masing penyakit tersebut. Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokuler. Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difuse, yang menyebabkan penipisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada beberapa penelitian menunjukkan tekanan intraokular yang meningkat di atas 21 mmHg, menunjukkan peningkatan persentase defek lapangan pandang, dan kebanyakan ditemukan pada pasien dengan tekanan intraokuler berkisar 26-30 mmHg. Penderita dengan tekanan intraokuler diatas 28 mmHg 15 kali beresiko menderita defek lapangan pandang daripada penderita dengan tekanan intraokular berkisar 22 mmHg Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskhemik pada iris yang disertai edema kornea. Glaukoma sudut tertutup, terdiri atas : - Akut Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan sumbatan sudut bilik mata depan (BMD) oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran cairan aquos dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami penyempitan anatomik BMD.
- Sub akut Pada glaukoma sudut tertutup sub akut episode peningkatan TIO berlangsung singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik secara spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada sudut BMD berupa pembentukan sinekia anterior perifer. - Kroni Sejumlah kecil pasien dengan predisposisi penutupan BMD tidak pernah mengalami episode peningkatan akut TIO tetapi mengalami sinekia anterior perifer yang semakin meluas disertai peningkatan bertahap dari TIO. d. Klasifikasi 1. Fase Prodorma ( Fase nonkongestif ) Sebelum penderita mendapat serangan akut, ia mengalami serangan prodorma, meskipun tidak selalu demikian. Pada stadium ini terdapat pengelihatan kabur, melihat halo sekitar lampu atau lilin, disertai sakit kepala, sakit pada mata dan kelemahan akomodasi. Keadaan ini dapat berlangsung - 1 jam. Pada pemeriksaan stadium ini didapatkan : Injeksi perikornea yang ringan Kornea agak suram ( karena edema ) Bilik mata depan dangkal Pupil sedikit melebar ( reaksi cahaya lambat ) Tekanan intra okuler meninggi Bila serangan mereda, mata menjadi normal kembali, kecuali penurunan daya akomodasi tetap ada. Karena itu bila terdapat penderita dengan kenaikan yang cepat dari presbiopinya, waspadalah terhadap kemungkinan glaukoma sudut tertutup.
Stadium ini diperberat oleh : Insomnia Kongesti vena Gangguan emosi Kebanyakan minum Pemakaian midriatik Jarak antara serangan dapat terjadi setelah beberapa minggu atau bulan. Tetapi makin lama makin sering dan serangannya berlangsung lebih lama. Stadium ini dapat berlangsung beberapa minggu, bulan, bahkan beberapa tahun sebelum menjadi glaukoma akut. Penatalaksanaan : 2. Akut ( Stadium Kongestif ) Pada stadium ini, penderita tampak sangat payah, memegangi kepalanya karena sakit hebat. Glaukoma akut menyebabkan visus cepat menurun disertai sakit hebat didalam mata yang menjalar sepanjang N.V, sakit di kepala, muntah-muntah, nausea dan dapat tampak halo disekitar lampu.
Manifestasi Klinis : Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut adalah glaukoma yang ditandai oleh penutupan anyaman trabekulum oleh pangkal iris atau sinekia anterior perifer sehingga menyebabkan obstruksi total aliran keluar humor akuos secara tiba-tiba. Pada jenis ini TIO meningkat secara cepat sebagai akibat dari penutupan trabekulum yang mendadak oleh iris perifer. Gejala objektif : Palpebra : Bengkak Konjungtiva bulbi : Hiperemia kongestif, kemosis dengan injeksi silier, injeksi konjungtiva, injeksi episklera Kornea : keruh, insensitif karena tekanan pada saraf kornea Bilik mata depan : Dangkal Iris : gambaran coklat bergaris tak nyata karena edema, berwarna kelabu. Pupil : Melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang-kadang didapatkan midriasis yang total, warnanya kehijauan, refleks cahaya lamban atau tidak ada samasekali. Gejala Subjektif : Nyeri hebat Kemerahan ( injeksi siliaris ) Pengelihatan kabur Melihat halo Mual - muntah 3. Subakut Glaukoma subakut adalah suatu keadaan dimana terjadinya episode peningkatan TIO yang berlangsung singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik secara spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada sudut di kamera okuli anterior berupa pembentukan sinekia anterior perifer. Kadang-kadang penutupan sudut subakut berkembang menjadi penutupan akut. Kunci untuk diagnosis terletak pada riwayat. Akan dijumpai riwayat serangan nyeri unilateral berulang, kemerahan dan kekaburan penglihatan yang disertai oleh halo disekitar cahaya. Serangan lebih sering pada malam hari dan sembuh dalam semalam. Gejala Subjektif Sakit kepala sebelah pada mata yang sakit (timbul pada waktu sore hari karena pupil middilatasi sehingga iris menebal dan menempel pada trabekulum out flow terhambat) Penglihatan sedikit menurun Melihat pelangi di sekitar lampu (hallo) Mata merah Gejala Objektif Injeksi silier ringan Edema kornea ringan TIO meningkat
4. Kronis Glaukoma jenis ini adalah glaukoma primer yang ditandai dengan tertutupnya trabekulum oleh iris perifer secara perlahan. Bentuk primer berkembang pada mereka yang memiliki faktor predisposisi anatomi berupa sudut bilik mata depan yang tergolong sempit.Selain sudut bilik mata depan yang tertutup, gambaran klinisnya asimptomatis mirip glaukoma sudut terbuka primer. Glaukoma tersebut dapat pula berkembang dari bentuk intermitten, subakut atau merambat ( creeping ) atau dari glaukoma sudut tertutup primer yang tidak mendapat pengobatan , mendapat pengobatan yang tidak sempurna atau setelah terapi iridektomi perifer / trabekulektomi ( Glaukoma residual). Pemeriksaan fisik : Peningkatan TIO Sudut coa yang sempit Sinekia anterior ( dengan tingkatan yang bervariasi ) Kelainan diskus optikus dan lapangan pandang. e. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan tekanan bola mata Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan tonometer. Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman. Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat dilakukan tanpa alat disebut dengan tonometer digital, dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan lenturan bola mata (ballotement) dilakukan penekanan bergantian dengan kedua jari tangan. 2. Gonioskopi Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat. 3. Penilaian diskus optikus Dengan menggunakan opthalmoskop kita bisa mengukur rasio cekungan-diskus (cup per disc ratio-CDR). CDR yang perlu diperhatikan jika ternyata melebihi 0,5 karena hal itu menunjukkan peningkatan tekanan intraokular yang signifikan. 4. Pemeriksaan lapang pandang Berbagai cara untuk memeriksa lapang pandang pada glaukoma adalah layar singgung, kampimeter dan perimeter otomatis. Penurunan lapang pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena gangguan ini dapat terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus, tetapi pola kelainan lapangan pandang, sifat progresivitasnya dan hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini. 5. Uji lain pada glaukoma Uji Kamar Gelap Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90 menit tekanan bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka akan menunjukkan hasil yang positif, naik 8 mmHg. Uji provokasi pilokarpin Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin 1% selama 1 minggu 4 kali sehari kemudian diukur tekanannya. Tes membaca Tes midriasis
f. Penatalaksanaan a. Agonis Adrenergi Obat topical (simpatomimetik) menurunkan produksi humor aquos dan menurunkan resistensi pembuangan humor aquos. Kadang digunakan dengan agonis kolinergik seperti pilokarpin. Efek sampingnya berupa mulut kering. b. Apraclonidine (Iopidine) 0.5%, 1% Menurunkan TIO baik tidak disertai dengan glaucoma. Selektif terhadap alfa-adrenergik tanpa aktifitas local anestesi yang signifikan. Mempunyai efek terhadap kardiovaskular yang sangan sedikit. c. Beta-bloker Topical antagonis reseptor beta-adrenergik menurunkan produksi humor aquos oleh badan siliar. Efek sampingnya karena absorpsi sistemik yaitu menurunkan kardiak output dan bronkokonstriksi. Pada pasie yang rentan, dapat menyebabkan bronkospasme, bradikardi, heart blok atau hipotensi. Monitor pasien jumlah nadi dan tekanan darah. Anxietas dan depresi dapat terjadi pada beberapa pasien serta dapat terjadi kekambuhan disfungsi seksual. d. Timolol (Betimol, Timoptic) 0.25%, 0.5% Dapat menurunkan kenaikan atau normal TIO, dengan atau tanpa glaucoma dengan mereduksi produksi humor aquos. e. Epinephrine (Epifrin) 0.5%, 1%, 2% Menurunkan TIO dengan menaikkan pengeluaran dan mereduksi humor aquos. Digunakan sebagai tambahan terapi beta-bloker atau miotik. Kombinasi simpatomimetik dengan miotik dapat menimbulka efek tambahan dalam menurunkan TIO. f. Inhibitor Karbonic anhidrase Menurunkan sekresi humor aquos dengan menginhibisi karbonic anhidrase pada badan siliar. Pada glaucoma akut sudut tertutup, pemberian secara sistemik, apabila pada glaucoma sudut terbuka gunakan secara topical. Efek samping relatif jarang tetapi dapat terjadi keratitis pungtata, asidosis, parestesia, mual, depresi dan kelesuan. g. Dorzolamide HCl (Trusopt) 2% Gunakan bersamaan dengan obat topical lainnya untuk menurunkan TIO. Apabila penggunaan lebih dari 1 macam obat berikan obat selang 10 menit. Dorzolamide merupakan inhibitor karbonic anhydrase yang bersifat reversible yang dapat menurunkan sekresi humor aquos. Obat ini juga memperlambat formasi ion bikarbonat sehingga mereduksi garam dan cairan. Absorpsi sistemik dapat memberika efek karbonic anhidrase pada ginjal, menurunkan sekresi ion hydrogen pada tubulus renal dan menaikkan sekresi garam, kalium bikarbobat dan air pada ginjal. h. Pilocarpine (Pilocar, Pilagan, Pilogel) 1%, 2%, 4% Secara langsung menstimulasi reseptor kolinergik pada mata, menurunkan resistensi pengeluaran humor aquos. Individu dengan pigmentasi iris yang berlebih memerlukan kekuatan obat yang lebih tinggi. Apabila pengobatan glaucoma juga diberikan sebelum tidur, maka gunakan tetes minimal 5 menit sebelum gel. i. Latanoprost (Xalatan) 0.005% Menurunkan TIO dengan menaikkan pengeluaran humor aquos. Dosis dewasa: 1 tetes (1,5mcg) pada mata yang terkena setiap menjelang waktu tidur. Frekuensi yang lebih sering dapat menurunkan efektifitasnya. Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan baru dilakukan bila :
a. TIO tidak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg. b. Lapang pandang terus menyempit. c. Orang sakit tidak dapat dipercaya tentang pemakaian obat. d. Tidak tersedia obat-obatan yang diperlukan. Pembedahan dapat berupa : a. Trabekulektomi Merupakan teknik yang paling sering digunakan. Pada teknik ini, bagian kecil trabekula yang terganggu diangkat kemudian dibentuk bleb dari konjungtiva sehingga terbentuk jalur drainase yang baru. Lubang ini akan meningkatkan aliran keluar cairan aquos sehingga dapat menurunkan tekanan intraokuler. Tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi pada tahun pertama, sekitar 70-90% Sayangnya di kemudian hari lubang drainase tersebut dapat menutup kembali sebagai akibat sistem penyembuhan terhadap luka sehingga tekanan intraokuler akan meningkat. Oleh karena itu, terkadang diperlukan obat seperti mitomycin-C and 5-fluorourasil untuk memperlambat proses penyembuhan. Teknik ini bisa saja dilakukan beberapa kali pada mata yang sama. b. Iridektomi perifer Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian perifer dengan insisi di daerah limbus. Pada tempat insisi ini, iris dipegang dengan pinset dan ditarik keluar. Iris yang keluar digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya cairan aquos secara langsung tanpa harus melalui pupil dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Teknik ini biasanya dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat efektif dan aman, namun waktu pulihnya lama. c. Sklerotomi dari Scheie Pada Operasi Scheie diharapkan terjadi pengaliran cairan aquos di bilik mata depan langsung ke bawah konjungtiva. Pada operasi ini dilakukan pembuatan flep konjungtiva di limbus atas (arah jam 12) dan dibuat insisi korneoskleral ke dalam bilik mata depan. Untuk mempertahankan insisi ini tetap terbuka, dilakukan kauterisasi di tepi luka insisi. Kemudian flep konjungtiva ini ditutup. Dengan operasi ini diharapkan terjadinya filtrasi cairan aquos melalui luka korneoskleral ke subkonjungtiva.
d. Cryotherapy surgery Pada glaukoma absolut badan siliar berfungsi normal memproduksi cairan akuos, tapi arus keluar terhambat untuk satu alasan atau yang lain. Sehingga tekanan intraokular yang tinggi menyebabkan rasa sakit kepada pasien dan menyebabkan mata buta yang menyakitkan. Karena itu, dilakukan dengan cara menghancurkan badan siliar dengan cyclocryotherapy mengarah pada mengurangi pembentukan cairan akuos, menurunkan tekanan intraokular dan memperbaiki rasa sakit. Caranya terlebih dahulu menginjeksikan obat anestesi dibawah permukaan retrobulbar dan injeksi 2% Xylocain, melingkar dan mencembung dari retina (cryoprobe) dengan diameter 4 mm, dilakukan langsung pada permukaan konjungtiva utuh, pusat ujung menjadi 4 mm dari limbus, selama 1 menit pada suhu sekitar-60 sampai -65 , secara langsung di atas tubuh ciliary. Dalam semua kasus, probe diaplikasikan sedemikian rupa sehingga margin es-kawah menyentuh satu sama lain pada setiap aplikasi, dan aplikasi yang diberikan di sekeliling limbus, kecuali dalam dua belas pertama matanya di mana ia diterapkan di bagian atas saja. Setelah cryosurgery mata yang empuk selama 24 jam, dengan menggunakan salep mata chloromphenical yang kemudian dilanjutkan 4 kali sehari. Tidak ada obat anti-inflamasi digunakan baik secara lokal atau sistemik. Hanya analgesik diberikan. Pasca-operasi tekanan intraokular diperiksa setelah 24 jam, pada hari ke 7, hari ke 14, 6 minggu dan 3 bulan setelah operasi. Keunggulan melakukan cyclocryotherapy karena memiliki keunggulan cyclodiathermy suhu subfreezing kurang merusak struktur lain mata, dapat dengan aman diulang beberapa kali, dapat dilakukan sebagai prosedur rawat jalan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Glaukoma dalam ilmu penyakit mata. Edisi ke- 3. Cetakan ke 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
2. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika.Jakarta. 2000.
3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.