Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Stase Anestesi RSUD Ambarawa
Pembimbing : dr. A. Setyo Heru, SpAn
Disusun Oleh : Arya Bogi Kusumo H2A009004 Lina Fathonah H2A009029 Martinus Satya Gani H2A009031
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG RSUD AMBARAWA AMBARAWA 2013
2
KASUS
STATUS PENDERITA I. ANAMNESIS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. M Umur : 82 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Jl. Tambak Selo 6/2 Pasekan, Ambarawa CM : 010421 Tanggal masuk : 25 Oktober 2013 Tanggal keluar : 30 Oktober 2013
B. ANAMNESIS : Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 30 Oktober 2013 di ICU RSUD Ambarawa.
Keluhan Utama : Benjolan di selangkangan sebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang : > 1 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan adanya benjolan di selangkangan sebelah kiri sebesar kira-kira sebiji salak. Benjolan timbul apabila pasien berdiri dan berjalan. benjolan mengecil bila pasien beristirahat. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar dan pasien tidak memeriksakan keluhannya tersebut. 3
4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan benjolan semakin besar dan tidak bisa dimasukkan. Benjolan dirasakan sebesar kepalan tangan orang dewasa dan menimbulkan nyeri. Pada saat masuk rumah sakit pasien merasakan nyeri pada perut bagian bawah kiri yang semakin membesar. Benjolan sebesar buah mangga. Pasien merasakan sulit BAB. Pasien juga mengeluh sulit untuk BAK. Pasien merasakan penurunan nafsu makan.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sebelumnya belum pernah mengalami sakit serupa Riwayat darah tinggi : disangkal Riwayat kencing manis : disangkal Riwayat operasi sebelumnya : disangkal Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat seperti pasien. Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal Riwayat penyakit kencing manis : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi Pasien berobat dengnan menggunakan JAMKESMAS. Kesan ekonomi kurang.
II. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : lemah dan tampak kesakitan sedang - berat Kesadaran : apatis Tanda vital : Tensi : 124/84 mmHg 4
Nadi : 129 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup Frekuensi respirasi : 40 x/menit Suhu : 36,50C (per axiller) Status gizi : BB : 39 kg TB : 140 cm BMI : 19,89 kg/m2 KESAN : Normoweight Kulit : Warna kuning sawo matang/ikterik (-), kering (-). Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna putih, lurus, mudah rontok (+), luka (-). Wajah : Tampak pucat (+) Mata : Mata cekung (+/+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+). Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), membran timpani intak (+/+) Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi penghidu dalam batas normal Mulut : bibir sianosis (-), bibir kering (-), gusi berdarah (-), ,lidah kotor (-), tonsil hiperemis (-), ukuran T1-T1, faring hiperemis (-) Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tyroid (-) Thorax : bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-) Cor Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV 2 cm medial LMCS, tidak kuat angkat. Perkusi : Batas jantung atas : ICS II linea parasternal sinistra 5
Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra Batas jantung kanan bawah : ICS V linea parasternal dextra Batas jantung kiri bawah : ICS V 2 cm medial ke linea medioclavicularis sinistra Kesan : konfigurasi jantung : dalam batas normal Auskultasi : Reguler Bunyi jantung I-II reguler Bising (-),Gallop (-) Pulmo Anterior : Inspeksi Statis : normochest, simetris, sela iga melebar (-) Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga melebar (-), retraksi intercostal (-) Palpasi Statis : simetris Dinamis : pergerakan kanan = kiri, pada pemeriksaan stem fremitus kanan=kiri. Perkusi Kanan : sonor seluruh lapang paru Kiri : sonor seluruh lapang paru Auskultasi Kanan : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (- /-) Kiri : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Posterior : Inspeksi : tidak dilakukan Palpasi : tidak dilakukan 6
Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi : tidak dilakukan
Abdomen : Inspeksi : cembung, tegang, spider nevi (-), sikatriks (-), striae (-), caput medusa (-) Auskultasi : peristaltik (+) normal, Bising usus (+) normal Perkusi : pekak alih (+), pekak sisi (+), pekak di semua kuadran abdomen Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrik (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri menjalar ke punggung (-), turgor kembali cepat
Ektremitas : Superior Inferior Akral dingin -/- -/- Sianosis -/- -/- Edema -/- -/- Sensibilitas +/+ +/+ Motorik: Gerak +/+ +/+ Kekuatan 5/5 5/5 Tonus N/N N/ N Reflek fisiologis +/+ +/ + Reflek patologis -/- -/ -
Status Lokalis Lokasi : regio inguinalis sinistra 7
Inspeksi : - Terpasang DC, urine kuning pekat. - Tampak perban di bagian bekas operasi - Tampak usus descendent post colostomy Auskultasi : Peristaltik (+) menurun Palpasi : Nyeri tekan : (+) Perkusi : tidak dilakukan
III. DIAGNOSA SEMENTARA Hernia inguinalis sinistra
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN PCT 0.258 0.2 0.5 POW 14.2 10 18 CT BT Clotting time 3 : 30 3 5 Bleeding time 2 : 00 1 3 Golongan darah O KIMIA KLINIK GDS 103 74 106 Ureum 89,8 10 50 Creatinin 1.47 0.45 0.75 SGOT 25 0 35 SGPT 10 0 35 hBsAg Non reaktif Non Reaktif
V. DIAGNOSA KERJA Hernia Inguinalis Sinistra (post laparotomy) + Syok hipovolemi
VI. PENATALAKSANAAN IP.Tx : Terapi cairan : o infus NaCl 20 tpm o infus Kalbumin 20 tpm 9
Ciprofloxacin 2x1 amp IV Ketorolac 3x1 amp IV Ranitidin 3x1 amp IV Konsul ke dokter spesialis Anestesi untuk penanganan syok selanjutnya.
IP.Mx : Keadaan umum Vital sign Resusitasi cairan
IP.Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit yang diderita pasien Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang pemeriksaan yang akan dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan mengevaluasi terapi. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa diperlukan konsul ke dokter spesialis anestesi untuk penanganan lebih lanjut.
10
PEMBAHASAN
Definisi Syok adalah suatu sindrom klinis yang terbentuk atau dihasilkan dari kondisi perfusi jaringan yang tidak adekuat. Penyebabnya terkadang tidak saling berhubungan langsung, misalnya hipoperfusi menginduksi ketidakseimbangan antara jumlah pengiriman dan kebutuhan oksigen atau substrat yang dibutuhkan yang akan menyebabkan disfungsi selular. Kelemahan tingkat seluler ini akhirnya menginduksi produksi dan pelepasan mediator inflamasi yang kemudian akan mempengaruhi perfusi dengan cara lain seperti merubah fungsi dan struktur di tingkat mikrovaskular. Hal ini akan menghasilkan suatu lingkaran setan pada proses perfusi yang akan berdampak pada abnormalitas distribusi aliran darah, lebih lanjut dapat menyebabkan kegagalan multi organ, dan apabila proses ini tidak diintervensi akan menyebabkan kematian. Manifestasi klinis dari shock ini adalah suatu hasil, atau suatu bagian, dari respon neuroendokrin autonom terhadap hipoperfusi seiring dengan kegagalan fungsi organ yang diinduksi oleh disfungsi selular tadi. Syok adalah suatu sindrom akut yang timbul karena disfungsi kardiovaskular dan ketidakmampuan sistem sirkulasi memberi O 2 dan nutrien untuk memenuhi kebutuhan metabolisme organ vital. Syok menyebabkan perfusi jaringan tidak adekuat / hipoksia selular, metabolisme selular abnormal, dan kerusakan homeostatis mikrosirkulasi Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut: Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata- rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih. Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek. 11
Syok dapat diklasifikasikan sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, distributif dan syok obtruktif. Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok distributif terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam vaskular seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer. Syok Obtruktif Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup dan rendahnya curah jantung Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada: 2
- Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu. - Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menyebabkan kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan. - Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada: - Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis. - Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison. - Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton. Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.
12
Patofisiologi Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir sistol yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh darah dimana terjadi vasokontriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada ileus obstruksi dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. 13
Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.
Manifestasi Klinis Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. - Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental. - Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya dinilai pada semua pasien. - Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor). - Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri. - Tanda vital, sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat. - Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah. - Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul. 14
- Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti- inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting. Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear, sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak awal kemungkinan mengalami ulkus peptik atau varises esophagus. - Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik. Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal 15
a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%) - Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal. - .Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan. - Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10% b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%) Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan . Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik. c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%) Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi. Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik. Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan. d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%) Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat. Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat. 16
Stadium Syok Hipovolemik a. Syok Reversibel dini dan kompensasi Mean arterial pressure turun 10 15 mmHg Berkurangnya volume darah sirkulasi (25 35%) 1000 ml Sistem saraf pusat terangsang; keluarnya katekolamin Untuk menjaga tekanan darah : terjadi peningkatan denyut jantung dan kontraktilitasnya; meningkatnya vasokontriksi perifer Sirkulasi terjaga, tetapi hanya bisa dipertahankan dalam waktu singkat tanpa membahayakan jaringan Penyebab yang mendasari syok harus diketahui dan dikoreksi atau akan berlanjut ke stadium berikutnya b. Syok intermediat atau progresif MAP selanjutnya turun (20%) Bertambahnya kehilangan cairan tubuh (1800 2500 ml) Vasokontriksi berlanjut dan menimbulkan defisiensi oksigen Tubuh akan menjalani metabolisme anaerob yang membentuk asam laktat sebagai produk buangan. Tubuh meningkatkan denyut jantung dan vasokontriksi Jantung dan otak menjadi hipoksia Efek yang lebih berat terhadap jaringan lainnya yang menjadi : iskemia dan anoksia Status asidosis dengan hiperkalemia terjadi Memerlukan penanganan yang cepat c. Syok refrakter atau ireversibel Jaringan anoksia, kematian sel tersebar luas Bahkan dengan pengembalian tekanan darah dan volume cairan, terdapat sangat banyak kerusakan untuk mengembalikan hemostasis jaringan. 17
Kematian seluler menimbulkan kematian jaringan, kegagalan organ vital dan kematian terjadi
Pemeriksaan Laboratorium-Hematologi Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok. Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.
Penatalaksanaan a. Penanganan Sebelum di Rumah Sakit Penanganan pasien dengan syok hipovolemik sering dimulai pada tempat kejadian atau di rumah. Tim yang menangani pasien sebelum ke rumah sakit sebaiknya bekerja mencegah cedera lebih lanjut, membawa pasien ke rumah sakit sesegera mungkin, dan memulai penanganan yang sesuai. Penekanan sumber perdarahan yang tampak dilakukan untuk mencegah kehilangan darah yang lebih lanjut. Pencegahan cedera lebih lanjut dilakukan pada kebanyakan pasien trauma. Vertebra servikalis harus diimobilisasi, dan pasien harus dibebaskan jika mungkin, dan dipindahkan ke tandu. Fiksasi fraktur dapat meminimalisir kerusakan neurovaskuler dan kehilangan darah. Meskipun pada kasus tertentu stabilisasi mungkin bermanfaat, transportasi segera pasien ke rumah sakit tetap paling penting pada penanganan awal sebelum di 18
rumah sakit. Penanganan definitif pasien dengan hipovolemik biasanya perlu dilakukan di rumah sakit, dan kadang membutuhkan intervensi bedah. Beberapa keterlambatan pada penanganan seperti terlambat dipindahkan sangat berbahaya. Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada pasien trauma), menjamin jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, dan memaksimalkan sirkulasi. Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif dapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac output, dan memperburuk status/keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan positif dapat merusak pada pasien dengan syok hipovolemik. Penanganan yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpa keterlambatan transportasi. Beberapa prosedur, seperti memulai pemberian infus atau fiksasi ekstremitas, dapat dilakukan ketika pasien sudah dibebaskan. Namun, tindakan yang memperlambat pemindahan pasien sebaiknya ditunda. Keuntungan pemberian cairan intravena segera pada tempat kejadian tidak jelas. Namun, infus intravena dan resusitasi cairan harus dimulai dan dilanjutkan dalam perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan. b. Kegawatdaruratan Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain: (1) memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah, (2) mengontrol kehilangan darah lebih lanjut, dan (3) resusitasi cairan. 1. Memaksimalkan penghantaran oksigen Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu. Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada semua pasien. 19
Ventilasi tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang mengalami syok hipovolemik dan sebaiknya dihindari. Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Jalur intravena dapat ditempatkan pada vena antecubiti, vena saphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis dengan menggunakan teknik Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena sentralis maka digunakan kateter infus berdiameter lebar. Pada anak kurang dari 6 tahun dapat digunakan jalur intraosseus. Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan hebat. Untuk pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah secara berkala dan juga analisa gas darah. Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa (20 ml/kgBB pada pasien anak), dan respon pasien dinilai. Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid harus dilanjutkan, dan darah diberikan. Jika pasien sekarat dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan cairan kristaloid dan darah. Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan kondisi pasien. Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh lain dari posisi yang bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sedang hamil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan memposisikan janin menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dapat mengganggu pertukaran udara. 20
Autotransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa alat diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi darah disediakan. Pada penanganan trauma, darah yang berasal dari hemothoraks dialirkan melalui selang thorakostomi. 2. Kontrol perdarahan lanjut Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering memerlukan intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar harus diatasi dengan menekan sumber perdarahan secara langsung, perdarahan dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang panjang ditangani dengan traksi untuk mengurangi kehilangan darah. Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau awal tibanya, dapat diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem menyilang pada aorta diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak. Tindakan ini hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di ruang operasi. Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena dan H2 bloker telah digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan reaksi negatif, seperti hipertensi, aritmia, gangren, dan iskemia miokard atau splanikus. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan untuk penggunaanya secara tetap. H2 Bloker relatif aman, tetapi tidak terlalu menguntungkan. Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi (contohnya kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur kista, keguguran) memerlukan intervensi bedah. Konsultasi segera dan penanganan yang tepat adalah kuncinya. Tujuan penanganan kegawatdaruratan adalah untuk menstabilkan keadaan pasien hipovolemik, menentukan penyebab perdarahan, dan menyediakan penanganan yang tepat sesegera mungkin. Jika perlu untuk membawa pasien ke rumah sakit lain, hal ini harus dilakukan segera.
21
3. Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang dianjurkan masih menjadi masalah dalam diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah diteliti untuk digunakan pada resusitasi, yaitu: larutan natrium klorida isotonis, larutan ringer laktat, saline hipertonis, albumin, fraksi protein murni, fresh frozen plasma, hetastarch, pentastarch, dan dextran 70. Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan onkotik dengan menggunakan substansi ini akan menurunkan edema pulmonal. Namun, pembuluh darah pulmonal memungkinkan aliran zat seperti protein antara ruang interstitial dan ruang intravaskuler. Mempertahankan tekanan hidrostatik pulmoner (< 15 mmHg tampaknya menjadi faktor yang lebih penting dalam mencegah edama paru) Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk meningkatkan volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan kebenaran hal ini. Namun, mereka belum menunjukkan perbedaan hasil antara koloid dibandingkan dengan kristaloid. Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70 mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan volume yang sama, tetapi karena strukturnya dan berat molekul yang tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada intravaskuler, mengurangi edema intertisiel. Meskipum secara teoritis menguntungkan, penelitian gagal menunjukkan perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama penggunaan ventilator, lama perawatan, atau kelangsungan hidup. Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontraktilitas dan sirkulasi jantung. Penelitian di Amerika Serikat dan Jepang gagal menunjukkan perbedaan kombinasi ini jika dibandingkan dengan larutan natrium klorida isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya, meski ada banyak cairan resusitasi yang dapat digunakan, tetap dianjurkan untuk menggunakan Saline Normal atau 22
Ringer Laktat. Di Amerika Serikat, satu alasan untuk menggunakan kristaloid untuk resusitasi adalah harga cairan tersebut. Rekomendasi terbaru adalah resusitasi cairan yang agresif dilakukan dengan Ringer Laktat atau Saline Normal pada semua pasien dengan tanda-tanda dan gejala-gejala syok tanpa memperhatikan penyebab yang mendasari.
c. Obat-obatan Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi. Obat Anti Sekretorik Obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat mengurangi aliran darah ke sistem porta. 1. Somatostatin (Zecnil) Secara alami menyebabkan tetrapeptida diisolasi dari hipotalamus dan pankreas dan sel epitel usus. Berkurangnya aliran darah ke sistem portal akibat vasokonstriksi. Memiliki efek yang sama dengan vasopressin, tetapi tidak menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner. Cepat hilang dalam sirkulasi, dengan waktu paruh 1-3 menit. Dosis dewasa bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-500 mcg/jam, infus selanjutnya maintenance 2-5 hari jika berhasil. Pada anak-anak tidak dianjurkan. Interaksi dengan Epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat mengurangi efek obat ini. Kontraindikasi pemberian obat ini adalah orang yang Hipersensitif terhadap somatostatin Pada Kehamilan Resiko yang fatal ditunjukkan pada binatang percobaan, tetapi tidak diteliti pada manusia, dapat digunakan jika keuntungannya lebih besar daripada resiko terhadap janin. Pemberian obat ini dapat menyebabkan eksaserbasi atau penyakit kandung kemih mengubah keseimbangan pusat 23
pengaturan hormon dan dapat menyebabkan hipotiroidisme dan defek konduksi jantung. 2. Ocreotide (Sandostatin) Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan somatostatin memiliki efek farmakologi yang sama dengan potensi kuat dan masa kerja yang lama. Digunakan sebagai tambahan penanganan non operatif pada sekresi fistula kutaneus dari abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan ileum), atau pankreas. Dosis dewasa 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu dapat dilanjutkan dengan bolus intravena 50 mcg penanganan hingga 5 hari. Anak-anak 1-10 mcg/kgBB intravena q 12 jam dilarutkan dalam 50-100 ml Saline Normal atau D5W. Kontraindikasinya hipersensitivitas. Resiko terhadap janin tidak diteliti pada manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa penelitian pada binatang. Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas gastrointestinal, termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan peningkatan batu empedu dan batu kandung kemih; hal ini karena perubahan pada pusat pengaturan hormon (insulin, glukagon, dan hormon pertumbuhan), dapat timbul hipoglikemia, bradikardi, kelainan konduksi jantung, dan pernah dilaporkan terjadi aritmia, karena penghambatan sekresi TSH dapat terjadi hipotiroidisme, hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal, kolelithiasis dapat terjadi. d. Terapi Cairan Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas. Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan 24
mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah. Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah. Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta. Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18--24 jam sesudah cedera luka bakar. 4
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. 25
Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. 4
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel. Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian.
Pertimbangan untuk transfusi darah pada kadar Hb 7-10 g/dl adalah bila pasien akan menjalani operasi yang menyebabkan banyak kehilangan darah serta adanya gejala dan tanda klinis dari gangguan transportasi oksigen yang dapat diperberat oleh anemia. Kehilangan darah akut sebanyak <25% volume darah total harus diatasi dengan penggantian volume darah yang hilang. Hal ini lebih penting daripada menaikkan kadar Hb. Pemberian cairan pengganti plasma (plasma subtitute) atau cairan pengembang plasma (plasma expander) dapat mengembalikan volume 26
sirkulasi sehingga mengurangi kebutuhan transfusi, terutama bila perdarahan dapat diatasi. Pada perdarahan akut dan syok hipovolemik, kadar Hb bukan satu-satunya pertimbangan dalam menentukan kebutuhan transfusi sel darah merah. Setelah pasien mendapat koloid atau cairan pengganti lainnya, kadar Hb atau hematokrit dapat digunakan sebagai indikator apakah transfusi sel darah merah dibutuhkan atau tidak. Sel darah merah diperlukan bila terjadi ketidakseimbangan transportasi oksigen, terutama bila volume darah yang hilang >25% dan perdarahan belum dapat diatasi. Kehilangan volume darah >40% dapat menyebabkan kematian. Sebaiknya hindari transfusi darah menggunakan darah simpan lebih dari sepuluh hari karena tingginya potensi efek samping akibat penyimpanan. 2 Darah yang disimpan lebih dari 7 hari memiliki kadar kalium yang tinggi, pH rendah, debris sel tinggi, usia eritrosit pendek dan kadar 2,3-diphosphoglycerate rendah. Pertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transfusi sel darah merah:2 Menghitung berdasarkan rumus umum sampai target Hb yang disesuaikan dengan penilaian kasus per kasus. Menilai hasil/efek transfusi yang sudah diberikan kemudian menentukan kebutuhan selanjutnya. Pasien yang menjalani operasi dapat mengalami berbagai masalah yang menyebabkan 1) peningkatan kebutuhan oksigen, seperti kenaikan katekolamin, kondisi yang tidak stabil, nyeri; 2) penurunan penyediaan oksigen, seperti hipovolemia dan hipoksia. Tanda dan gejala klasik anemia berat (dispnea, nyeri dada, letargi, hipotensi, pucat, takikardia, penurunan kesadaran) sering timbul ketika Hb sangat rendah. Tanda dan gejala anemia serta pengukuran transportasi oksigen ke jaringan merupakan alasan transfusi yang lebih rasional.
27
DAFTAR PUSTAKA 1. http://asramamedicafkunhas.blogspot.com/2009/06/syok-hipovolemik.html 2. http://drokdimurhariadi.blogspot.com/2012/12/syok-hipovolemik.html 3. http://www.scribd.com/doc/74217481/Case-Report-Anestesi 4. Boulton B Thomas; Colin E, Anestesiologi (anaesthetics for medical students), 1994, edisi 10, penerbit buku kedokteran EGC 5. Prof. Dr. Soenarjo, SpAn KIC, KAKV; Dr Heru Dwi Jatmiko, SpAn KAKV, KAP, Anestesiologi, 2010, Bagian anestesiologi dan terapi intensilf Fakultas Kedokteran Undip / RSUP Dr.Kariadi Semarang