Anda di halaman 1dari 27

SEORANG PEREMPUAN USIA 82 TAHUN DENGAN

BENJOLAN DI SELANGKANGAN SEBELAH KIRI



Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik
Stase Anestesi RSUD Ambarawa



Pembimbing :
dr. A. Setyo Heru, SpAn

Disusun Oleh :
Arya Bogi Kusumo H2A009004
Lina Fathonah H2A009029
Martinus Satya Gani H2A009031


KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD AMBARAWA
AMBARAWA
2013

2

KASUS

STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 82 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tambak Selo 6/2 Pasekan, Ambarawa
CM : 010421
Tanggal masuk : 25 Oktober 2013
Tanggal keluar : 30 Oktober 2013

B. ANAMNESIS :
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 30 Oktober
2013 di ICU RSUD Ambarawa.

Keluhan Utama :
Benjolan di selangkangan sebelah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :
> 1 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan adanya
benjolan di selangkangan sebelah kiri sebesar kira-kira sebiji salak. Benjolan
timbul apabila pasien berdiri dan berjalan. benjolan mengecil bila pasien
beristirahat. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar dan pasien
tidak memeriksakan keluhannya tersebut.
3

4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan benjolan
semakin besar dan tidak bisa dimasukkan. Benjolan dirasakan sebesar kepalan
tangan orang dewasa dan menimbulkan nyeri.
Pada saat masuk rumah sakit pasien merasakan nyeri pada perut bagian
bawah kiri yang semakin membesar. Benjolan sebesar buah mangga. Pasien
merasakan sulit BAB. Pasien juga mengeluh sulit untuk BAK. Pasien
merasakan penurunan nafsu makan.

Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami sakit serupa
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat seperti pasien.
Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit kencing manis : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat dengnan menggunakan JAMKESMAS. Kesan ekonomi
kurang.

II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : lemah dan tampak kesakitan sedang - berat
Kesadaran : apatis
Tanda vital : Tensi : 124/84 mmHg
4

Nadi : 129 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan
cukup
Frekuensi respirasi : 40 x/menit
Suhu : 36,50C (per axiller)
Status gizi : BB : 39 kg
TB : 140 cm
BMI : 19,89 kg/m2
KESAN : Normoweight
Kulit : Warna kuning sawo matang/ikterik (-), kering (-).
Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna putih, lurus, mudah
rontok (+), luka (-).
Wajah : Tampak pucat (+)
Mata : Mata cekung (+/+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), pupil bulat isokor dengan diameter (3mm/3mm), reflek
cahaya (+/+).
Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-), membran timpani intak (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi
penghidu dalam batas normal
Mulut : bibir sianosis (-), bibir kering (-), gusi berdarah (-), ,lidah
kotor (-), tonsil hiperemis (-), ukuran T1-T1, faring hiperemis
(-)
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tyroid (-)
Thorax : bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV 2 cm medial LMCS, tidak kuat
angkat.
Perkusi : Batas jantung atas : ICS II linea parasternal sinistra
5

Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan bawah : ICS V linea parasternal dextra
Batas jantung kiri bawah : ICS V 2 cm medial ke linea
medioclavicularis sinistra
Kesan : konfigurasi jantung : dalam batas normal
Auskultasi : Reguler
Bunyi jantung I-II reguler
Bising (-),Gallop (-)
Pulmo
Anterior :
Inspeksi
Statis : normochest, simetris, sela iga melebar (-)
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
melebar (-), retraksi intercostal (-)
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, pada pemeriksaan stem
fremitus kanan=kiri.
Perkusi
Kanan : sonor seluruh lapang paru
Kiri : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi
Kanan : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-
/-)
Kiri : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Posterior :
Inspeksi : tidak dilakukan
Palpasi : tidak dilakukan
6

Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : tidak dilakukan

Abdomen :
Inspeksi : cembung, tegang, spider nevi (-), sikatriks (-), striae (-), caput
medusa (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal, Bising usus (+) normal
Perkusi : pekak alih (+), pekak sisi (+), pekak di semua kuadran
abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrik (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, nyeri menjalar ke punggung (-), turgor kembali cepat

Ektremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Sensibilitas +/+ +/+
Motorik:
Gerak +/+ +/+
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus N/N N/ N
Reflek fisiologis +/+ +/ +
Reflek patologis -/- -/ -

Status Lokalis
Lokasi : regio inguinalis sinistra
7

Inspeksi :
- Terpasang DC, urine kuning pekat.
- Tampak perban di bagian bekas operasi
- Tampak usus descendent post colostomy
Auskultasi : Peristaltik (+) menurun
Palpasi : Nyeri tekan : (+)
Perkusi : tidak dilakukan

III. DIAGNOSA SEMENTARA
Hernia inguinalis sinistra

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Lab. Darah (tanggal 26 Oktober 2013)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 12.5 12 16
Leukosit 14.5(H) 4.0 10
Eritrosit 4.31 4.2 5.4
Hematokrit 37.4 37 43
Trombosit 327 200 400
MCV 86.8 80 90
MCH 29.0 27 34
MCHC 33.4 32 36
RDW 10.5 10 15
MPV 7.9 7 11
Limfosit 0.9(L) 1.7 35
Monosit 0.5 0.2 0.6
8

Granulosit 13.1(H) 2.5 7
Limfosit% 5.5(L) 25 35
Monosit% 3.3(L) 4 6
Granulosit% 90.2(H) 50 - 80

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
PCT 0.258 0.2 0.5
POW 14.2 10 18
CT BT
Clotting time 3 : 30 3 5
Bleeding time 2 : 00 1 3
Golongan darah O
KIMIA KLINIK
GDS 103 74 106
Ureum 89,8 10 50
Creatinin 1.47 0.45 0.75
SGOT 25 0 35
SGPT 10 0 35
hBsAg Non reaktif Non Reaktif

V. DIAGNOSA KERJA
Hernia Inguinalis Sinistra (post laparotomy) + Syok hipovolemi

VI. PENATALAKSANAAN
IP.Tx :
Terapi cairan :
o infus NaCl 20 tpm
o infus Kalbumin 20 tpm
9

Ciprofloxacin 2x1 amp IV
Ketorolac 3x1 amp IV
Ranitidin 3x1 amp IV
Konsul ke dokter spesialis Anestesi untuk penanganan syok selanjutnya.

IP.Mx :
Keadaan umum
Vital sign
Resusitasi cairan

IP.Ex :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit yang
diderita pasien
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang pemeriksaan yang
akan dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan mengevaluasi terapi.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa diperlukan konsul ke
dokter spesialis anestesi untuk penanganan lebih lanjut.











10

PEMBAHASAN

Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terbentuk atau dihasilkan dari kondisi
perfusi jaringan yang tidak adekuat. Penyebabnya terkadang tidak saling
berhubungan langsung, misalnya hipoperfusi menginduksi ketidakseimbangan antara
jumlah pengiriman dan kebutuhan oksigen atau substrat yang dibutuhkan yang akan
menyebabkan disfungsi selular. Kelemahan tingkat seluler ini akhirnya menginduksi
produksi dan pelepasan mediator inflamasi yang kemudian akan mempengaruhi
perfusi dengan cara lain seperti merubah fungsi dan struktur di tingkat mikrovaskular.
Hal ini akan menghasilkan suatu lingkaran setan pada proses perfusi yang akan
berdampak pada abnormalitas distribusi aliran darah, lebih lanjut dapat menyebabkan
kegagalan multi organ, dan apabila proses ini tidak diintervensi akan menyebabkan
kematian. Manifestasi klinis dari shock ini adalah suatu hasil, atau suatu bagian, dari
respon neuroendokrin autonom terhadap hipoperfusi seiring dengan kegagalan fungsi
organ yang diinduksi oleh disfungsi selular tadi.
Syok adalah suatu sindrom akut yang timbul karena disfungsi kardiovaskular
dan ketidakmampuan sistem sirkulasi memberi O
2
dan nutrien untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme organ vital. Syok menyebabkan perfusi jaringan tidak
adekuat / hipoksia selular, metabolisme selular abnormal, dan kerusakan homeostatis
mikrosirkulasi
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:
Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-
rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian
kapiler yang jelek.
11

Syok dapat diklasifikasikan sebagai syok hipovolemik, kardiogenik,
distributif dan syok obtruktif. Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi
pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti
sama sekali. Syok distributif terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah
tempat dalam vaskular seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah
perifer. Syok Obtruktif Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol
sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup dan rendahnya curah jantung
Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan
oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
2

- Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar
tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
- Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menyebabkan kehilangan
darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml
perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.
- Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein
plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
- Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
- Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
- Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya
aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke
dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa
melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman
jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton.
Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok
hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta
perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis
merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.

12

Patofisiologi
Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan
menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga
dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain.
Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume
intraventrikel kiri pada akhir sistol yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya
curah jantung (cardiac output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme
kompensasi dari pembuluh darah dimana terjadi vasokontriksi oleh katekolamin
sehingga perfusi makin memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan
cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau
diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada ileus
obstruksi dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau
penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang
berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis
akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika
miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons
tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan.
Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk
mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan
perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan
hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf
simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk
mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi
plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikain, tujuan
utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume
intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi
dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat
tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang.
13

Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan
kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.

Manifestasi Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung.
Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi.
Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah
sedang dengan vasokonstriksi dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar
dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir
juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
- Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit
penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan
lansung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan
mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien
hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.
- Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan,
sebaiknya dinilai pada semua pasien.
- Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain
akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat
tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat
kecelakaan kendaraan bermotor).
- Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri.
- Tanda vital, sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat.
- Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada
pembuluh darah.
- Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke
punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut,
nyeri punggung, atau nyeri panggul.
14

- Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan
tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-
inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya)
adalah sangat penting. Kronologi muntah dan hematemesis harus
ditentukan. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah
yang hebat kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss
tear, sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak awal kemungkinan
mengalami ulkus peptik atau varises esophagus.
- Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi
mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan
ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk
konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya
menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes
kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.
Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan,
sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok.
Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok;
hal ini menyebabkan diagnosis lambat.
Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara
signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi,
frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang
mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa
memperhatikan derajat syoknya.

Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah
yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik
sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada
respon terapi dibandingkan klasifikasi awal
15

a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
- Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
- .Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi
pernapasan.
- Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah
sekitar 10%
b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)
Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea,
penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan
anxietas ringan .
Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang
menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya
meningkatkan tekanan darah diastolik.
c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah
sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan
atau agitasi.
Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah
jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik.
Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan
untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan
nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine
yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan
pucat.
Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.
16

Stadium Syok Hipovolemik
a. Syok Reversibel dini dan kompensasi
Mean arterial pressure turun 10 15 mmHg
Berkurangnya volume darah sirkulasi (25 35%) 1000 ml
Sistem saraf pusat terangsang; keluarnya katekolamin
Untuk menjaga tekanan darah : terjadi peningkatan denyut jantung dan
kontraktilitasnya; meningkatnya vasokontriksi perifer
Sirkulasi terjaga, tetapi hanya bisa dipertahankan dalam waktu singkat tanpa
membahayakan jaringan
Penyebab yang mendasari syok harus diketahui dan dikoreksi atau akan
berlanjut ke stadium berikutnya
b. Syok intermediat atau progresif
MAP selanjutnya turun (20%)
Bertambahnya kehilangan cairan tubuh (1800 2500 ml)
Vasokontriksi berlanjut dan menimbulkan defisiensi oksigen
Tubuh akan menjalani metabolisme anaerob yang membentuk asam laktat
sebagai produk buangan.
Tubuh meningkatkan denyut jantung dan vasokontriksi
Jantung dan otak menjadi hipoksia
Efek yang lebih berat terhadap jaringan lainnya yang menjadi : iskemia dan
anoksia
Status asidosis dengan hiperkalemia terjadi
Memerlukan penanganan yang cepat
c. Syok refrakter atau ireversibel
Jaringan anoksia, kematian sel tersebar luas
Bahkan dengan pengembalian tekanan darah dan volume cairan, terdapat
sangat banyak kerusakan untuk mengembalikan hemostasis jaringan.
17

Kematian seluler menimbulkan kematian jaringan, kegagalan organ vital dan
kematian terjadi

Pemeriksaan Laboratorium-Hematologi
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar
hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda
menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin
rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok.
Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan,
nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan
tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula,
hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental,
maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.

Penatalaksanaan
a. Penanganan Sebelum di Rumah Sakit
Penanganan pasien dengan syok hipovolemik sering dimulai pada tempat
kejadian atau di rumah. Tim yang menangani pasien sebelum ke rumah sakit
sebaiknya bekerja mencegah cedera lebih lanjut, membawa pasien ke rumah sakit
sesegera mungkin, dan memulai penanganan yang sesuai. Penekanan sumber
perdarahan yang tampak dilakukan untuk mencegah kehilangan darah yang lebih
lanjut.
Pencegahan cedera lebih lanjut dilakukan pada kebanyakan pasien trauma.
Vertebra servikalis harus diimobilisasi, dan pasien harus dibebaskan jika mungkin,
dan dipindahkan ke tandu. Fiksasi fraktur dapat meminimalisir kerusakan
neurovaskuler dan kehilangan darah.
Meskipun pada kasus tertentu stabilisasi mungkin bermanfaat, transportasi
segera pasien ke rumah sakit tetap paling penting pada penanganan awal sebelum di
18

rumah sakit. Penanganan definitif pasien dengan hipovolemik biasanya perlu
dilakukan di rumah sakit, dan kadang membutuhkan intervensi bedah. Beberapa
keterlambatan pada penanganan seperti terlambat dipindahkan sangat berbahaya.
Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada pasien trauma),
menjamin jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, dan memaksimalkan
sirkulasi.
Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif dapat
mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac output, dan memperburuk
status/keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan ventilasi penting, kelebihan ventilasi
tekanan positif dapat merusak pada pasien dengan syok hipovolemik.
Penanganan yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpa keterlambatan
transportasi. Beberapa prosedur, seperti memulai pemberian infus atau fiksasi
ekstremitas, dapat dilakukan ketika pasien sudah dibebaskan. Namun, tindakan yang
memperlambat pemindahan pasien sebaiknya ditunda. Keuntungan pemberian cairan
intravena segera pada tempat kejadian tidak jelas. Namun, infus intravena dan
resusitasi cairan harus dimulai dan dilanjutkan dalam perjalanan ke tempat pelayanan
kesehatan.
b. Kegawatdaruratan
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik
antara lain: (1) memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi
yang adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah, (2)
mengontrol kehilangan darah lebih lanjut, dan (3) resusitasi cairan.
1. Memaksimalkan penghantaran oksigen
Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu.
Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus diperhatikan.
Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan flail
chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera ditangani. Tambahan oksigen
dalam jumlah besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada semua pasien.
19

Ventilasi tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang
mengalami syok hipovolemik dan sebaiknya dihindari.
Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Jalur intravena dapat
ditempatkan pada vena antecubiti, vena saphena, atau vena tangan, atau pada vena
sentralis dengan menggunakan teknik Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena
sentralis maka digunakan kateter infus berdiameter lebar. Pada anak kurang dari 6
tahun dapat digunakan jalur intraosseus.
Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan
hebat. Untuk pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah secara
berkala dan juga analisa gas darah.
Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah
kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter
pada orang dewasa (20 ml/kgBB pada pasien anak), dan respon pasien dinilai.
Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan
darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik
sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang cocok. Jika
perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid harus
dilanjutkan, dan darah diberikan.
Jika pasien sekarat dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan cairan
kristaloid dan darah. Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi
yang diberikan harus berdasarkan kondisi pasien.
Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu
contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh lain
dari posisi yang bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sedang hamil
dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan memposisikan janin menjauhi vena
cava inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan
untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi
Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dapat
mengganggu pertukaran udara.
20

Autotransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa alat
diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi darah
disediakan. Pada penanganan trauma, darah yang berasal dari hemothoraks
dialirkan melalui selang thorakostomi.
2. Kontrol perdarahan lanjut
Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering memerlukan
intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar harus diatasi
dengan menekan sumber perdarahan secara langsung, perdarahan dalam
membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang panjang ditangani dengan traksi
untuk mengurangi kehilangan darah.
Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau awal
tibanya, dapat diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem menyilang pada
aorta diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak. Tindakan ini hanya
bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di ruang operasi.
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena dan H2
bloker telah digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan reaksi
negatif, seperti hipertensi, aritmia, gangren, dan iskemia miokard atau splanikus.
Oleh karena itu, harus dipertimbangkan untuk penggunaanya secara tetap. H2
Bloker relatif aman, tetapi tidak terlalu menguntungkan.
Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi (contohnya
kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur kista, keguguran)
memerlukan intervensi bedah.
Konsultasi segera dan penanganan yang tepat adalah kuncinya. Tujuan
penanganan kegawatdaruratan adalah untuk menstabilkan keadaan pasien
hipovolemik, menentukan penyebab perdarahan, dan menyediakan penanganan
yang tepat sesegera mungkin. Jika perlu untuk membawa pasien ke rumah sakit
lain, hal ini harus dilakukan segera.

21

3. Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang dianjurkan masih
menjadi masalah dalam diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah diteliti untuk
digunakan pada resusitasi, yaitu: larutan natrium klorida isotonis, larutan ringer
laktat, saline hipertonis, albumin, fraksi protein murni, fresh frozen plasma,
hetastarch, pentastarch, dan dextran 70.
Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan onkotik
dengan menggunakan substansi ini akan menurunkan edema pulmonal. Namun,
pembuluh darah pulmonal memungkinkan aliran zat seperti protein antara ruang
interstitial dan ruang intravaskuler. Mempertahankan tekanan hidrostatik
pulmoner (< 15 mmHg tampaknya menjadi faktor yang lebih penting dalam
mencegah edama paru)
Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk
meningkatkan volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan
kebenaran hal ini. Namun, mereka belum menunjukkan perbedaan hasil antara
koloid dibandingkan dengan kristaloid.
Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70
mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti
fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan ini mempunyai
zat dengan volume yang sama, tetapi karena strukturnya dan berat molekul yang
tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada intravaskuler, mengurangi edema
intertisiel. Meskipum secara teoritis menguntungkan, penelitian gagal
menunjukkan perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama
penggunaan ventilator, lama perawatan, atau kelangsungan hidup.
Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya
karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontraktilitas
dan sirkulasi jantung. Penelitian di Amerika Serikat dan Jepang gagal
menunjukkan perbedaan kombinasi ini jika dibandingkan dengan larutan natrium
klorida isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya, meski ada banyak cairan resusitasi
yang dapat digunakan, tetap dianjurkan untuk menggunakan Saline Normal atau
22

Ringer Laktat. Di Amerika Serikat, satu alasan untuk menggunakan kristaloid
untuk resusitasi adalah harga cairan tersebut.
Rekomendasi terbaru adalah resusitasi cairan yang agresif dilakukan dengan
Ringer Laktat atau Saline Normal pada semua pasien dengan tanda-tanda dan
gejala-gejala syok tanpa memperhatikan penyebab yang mendasari.

c. Obat-obatan
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi.
Obat Anti Sekretorik
Obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat mengurangi aliran darah
ke sistem porta.
1. Somatostatin (Zecnil)
Secara alami menyebabkan tetrapeptida diisolasi dari hipotalamus dan
pankreas dan sel epitel usus. Berkurangnya aliran darah ke sistem portal akibat
vasokonstriksi. Memiliki efek yang sama dengan vasopressin, tetapi tidak
menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner. Cepat hilang dalam sirkulasi, dengan
waktu paruh 1-3 menit.
Dosis dewasa bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-500
mcg/jam, infus selanjutnya maintenance 2-5 hari jika berhasil. Pada anak-anak
tidak dianjurkan.
Interaksi dengan Epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat
mengurangi efek obat ini. Kontraindikasi pemberian obat ini adalah orang yang
Hipersensitif terhadap somatostatin
Pada Kehamilan Resiko yang fatal ditunjukkan pada binatang percobaan,
tetapi tidak diteliti pada manusia, dapat digunakan jika keuntungannya lebih besar
daripada resiko terhadap janin. Pemberian obat ini dapat menyebabkan
eksaserbasi atau penyakit kandung kemih mengubah keseimbangan pusat
23

pengaturan hormon dan dapat menyebabkan hipotiroidisme dan defek konduksi
jantung.
2. Ocreotide (Sandostatin)
Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan somatostatin memiliki efek
farmakologi yang sama dengan potensi kuat dan masa kerja yang lama.
Digunakan sebagai tambahan penanganan non operatif pada sekresi fistula
kutaneus dari abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan ileum), atau
pankreas.
Dosis dewasa 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu dapat dilanjutkan dengan
bolus intravena 50 mcg penanganan hingga 5 hari. Anak-anak 1-10 mcg/kgBB
intravena q 12 jam dilarutkan dalam 50-100 ml Saline Normal atau D5W.
Kontraindikasinya hipersensitivitas. Resiko terhadap janin tidak diteliti pada
manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa penelitian pada binatang.
Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas
gastrointestinal, termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan peningkatan batu
empedu dan batu kandung kemih; hal ini karena perubahan pada pusat pengaturan
hormon (insulin, glukagon, dan hormon pertumbuhan), dapat timbul
hipoglikemia, bradikardi, kelainan konduksi jantung, dan pernah dilaporkan
terjadi aritmia, karena penghambatan sekresi TSH dapat terjadi hipotiroidisme,
hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal, kolelithiasis dapat terjadi.
d. Terapi Cairan
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat
berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan
harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan
elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan,
tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan
pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan
akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan
24

mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit,
plasma, atau darah.
Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran
vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer
Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat
adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah
maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok
hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar
dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan
yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok.
Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma
atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama
atau emesis, dan pankreatitis akuta.
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien,
konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan
parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi
medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting
yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2
liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan
cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat
menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18--24 jam sesudah
cedera luka bakar.
4

Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan
kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok
hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah,
mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping.
25

Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh
tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
4

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok
hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik.
Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler.
RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan
kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma
syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan
sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat
metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan
asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai
tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan
asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien
sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk
mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan
harian.

Pertimbangan untuk transfusi darah pada kadar Hb 7-10 g/dl adalah bila
pasien akan menjalani operasi yang menyebabkan banyak kehilangan darah serta
adanya gejala dan tanda klinis dari gangguan transportasi oksigen yang dapat
diperberat oleh anemia.
Kehilangan darah akut sebanyak <25% volume darah total harus diatasi
dengan penggantian volume darah yang hilang. Hal ini lebih penting daripada
menaikkan kadar Hb. Pemberian cairan pengganti plasma (plasma subtitute) atau
cairan pengembang plasma (plasma expander) dapat mengembalikan volume
26

sirkulasi sehingga mengurangi kebutuhan transfusi, terutama bila perdarahan
dapat diatasi.
Pada perdarahan akut dan syok hipovolemik, kadar Hb bukan satu-satunya
pertimbangan dalam menentukan kebutuhan transfusi sel darah merah. Setelah
pasien mendapat koloid atau cairan pengganti lainnya, kadar Hb atau hematokrit
dapat digunakan sebagai indikator apakah transfusi sel darah merah dibutuhkan
atau tidak.
Sel darah merah diperlukan bila terjadi ketidakseimbangan transportasi
oksigen, terutama bila volume darah yang hilang >25% dan perdarahan belum
dapat diatasi. Kehilangan volume darah >40% dapat menyebabkan kematian.
Sebaiknya hindari transfusi darah menggunakan darah simpan lebih dari sepuluh
hari karena tingginya potensi efek samping akibat penyimpanan.
2
Darah yang
disimpan lebih dari 7 hari memiliki kadar kalium yang tinggi, pH rendah, debris
sel tinggi, usia eritrosit pendek dan kadar 2,3-diphosphoglycerate rendah.
Pertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transfusi sel darah merah:2
Menghitung berdasarkan rumus umum sampai target Hb yang disesuaikan
dengan penilaian kasus per kasus.
Menilai hasil/efek transfusi yang sudah diberikan kemudian menentukan
kebutuhan selanjutnya.
Pasien yang menjalani operasi dapat mengalami berbagai masalah yang
menyebabkan 1) peningkatan kebutuhan oksigen, seperti kenaikan katekolamin,
kondisi yang tidak stabil, nyeri; 2) penurunan penyediaan oksigen, seperti
hipovolemia dan hipoksia. Tanda dan gejala klasik anemia berat (dispnea, nyeri
dada, letargi, hipotensi, pucat, takikardia, penurunan kesadaran) sering timbul
ketika Hb sangat rendah. Tanda dan gejala anemia serta pengukuran transportasi
oksigen ke jaringan merupakan alasan transfusi yang lebih rasional.


27

DAFTAR PUSTAKA
1. http://asramamedicafkunhas.blogspot.com/2009/06/syok-hipovolemik.html
2. http://drokdimurhariadi.blogspot.com/2012/12/syok-hipovolemik.html
3. http://www.scribd.com/doc/74217481/Case-Report-Anestesi
4. Boulton B Thomas; Colin E, Anestesiologi (anaesthetics for medical students), 1994,
edisi 10, penerbit buku kedokteran EGC
5. Prof. Dr. Soenarjo, SpAn KIC, KAKV; Dr Heru Dwi Jatmiko, SpAn KAKV, KAP,
Anestesiologi, 2010, Bagian anestesiologi dan terapi intensilf Fakultas Kedokteran
Undip / RSUP Dr.Kariadi Semarang

Anda mungkin juga menyukai