HEMOROIDEKTOMI e.c HEMOROID DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) RSUD DR. ADHIYATMA, MPH SEMARANG
Disusun Oleh: Catur Singgih Mahardika 3213036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2014
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN PADA TN. M DENGAN HEMOROIDEKTOMI e.c HEMOROID DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) RSUD DR. ADHIYATMA, MPH SEMARANG
Disusun Oleh:
CATUR SINGGIH MAHARDIKA (3213036)
Tanggal:...................
Mahasiswa
(Melina Widiastuti)
Menyetujui,
Pembimbing Klinik
( Hendrik, S. Kep ) Pembimbing Akademik
(Ns.Dwi Kartika Rukmi, Sp. KMB) 1
HEMOROID
A. Defenisi Hemoroid Hemoroid merupakan vena varikosa pada kanalis ani dan dibagi menjadi 2 jenis yaitu, hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid nterna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media, sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan, hemoroid eksterna timbul di sebelah luar otot sfingter ani, dan gemoroid interna timbul di sebelah atas (atau di sebeah proksimal) sfingter. Kedua jenis hemoroid ini sangat penting dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk berusia lebih dari 25 tahun. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu kostipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pmbesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, arena vena hemoroidalis superior mengalirkan darag ke dalam sistem portal. Selain itu, sistem portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik (Price, 2006). Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa pembengkakakn bilat kebiruan pada pinggirr anus dan sebenernya merupakan suatu hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis eksternal akut. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujungsaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Kadang-kadang eru membuang trombus dengan anesersi lokal, atau dapat diobati dengan kompres duduk panas dan analgetik. Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah. Hemoroid interna dikelompokkan dalam derajat I, II, dan III. Hemoroid interna derajat I (din) tidak menonjol melalu kanalis ani hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan poktoskopi. Lesi ini biasanya terletak pada posterior 2
kanan dan kiri serta anterior kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang vena hemoroidalis superior, dan tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan. Hemoroid derajat II mengalai prolaps melalui kanalis ani setelah defekasi; hemoroid ini dapat mengecil spontan atau dapat direduksi (dikembalikan ke dalam) secara manual. Hemoroid derajat III mengalami proplaps secara permanen. Gejala hemoroid interna yang paling sering adalah perdarahan tanpa nyeri, karena tidak terdapat serabut nyeri pada daerah ini. Sebagian besar kasus hemoroid adalah hemoroid campuran interna dan eksterna (Price, 2006). Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yakni: 1. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal. 2. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan. 3. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk kembali secara manual oleh pasien. 4. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski dimasukkan secara manual. Prolapsus tidak dapat direduksi / inkarserasi. Benjolan / prolapsus dapat terjepit diluar, dapat mengalami iritasi, inflamasi, oedema, dan ulserasi, sehingga saat hal ini terjadi baru timbul rasa sakit.
B. Etiologi Berbagai penyebab yang dipercaya menimbulkan terjadinya hemoroid, antara lain sebagai berikut: 1. BAB dengan posisi jongkok yang terlalu lama. Hal ini akan meningkatkan tekanan vena yang akhirnya mengakibatkan pelebaran vena. Sedangkan BAB dengan posisi duduk yang terlalu lama merupakan factor resiko hernia, karena saat duduk pintu hernia dapat menekan. 2. Obtipasi atau konstipasi kronis, konstipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan saat Buang Air Besar (BAB) sehingga 3
terkadang harus mengejan dikarenakan feses yang mengeras, berbau lebih busuk dan berwarna lebih gelap dari biasanya dan frekwensi BAB lebih darhari sekali. Pada obstipasi atau konstipasi kronis diperlukan waktu mengejan yang lama. Hal ini mengakibatkan peregangan muskulus sphincter ani terjadi berulang kali, dan semakin lama penderita mengejan maka akan membuat peregangannya bertambah buruk. Pigot et al. mengatakan bahwa konstipasi kronis berhubungan dengan kejadian hemoroid (p< 0,0001 dengan nilai OR 3,93; CI 3,09-5,00). 3. Riwayat keluarga adalah ada tidaknya anggota keluarga yang mempunyai penyakit hemoroid atau yang menderita hemoroid. Pigot et al. Menyatakan bahwa seseorang yang memiliki riwayat keluarga pernah menderita hemoroid memiliki resiko 5,17 kali menderita Hemoroid (OR 5,17;CI 4,05-6,61; p<0,0001). 4. Kehamilan dapat menimbulkan statis vena didaerah pelvis, meskipun etiologinya belum diketahui secara pasti. Kebanyakan pasien tidak timbul gejala-gejala hemoroid seperti sebelumnya setelah melahirkan. Adapula yang beranggapan bahwa hemoroid pada wanita hamil disebabkan karena adanya perubahan-perubahan hormonal selama kehamilan berlangsung. Pada wanita hamil terjadi dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena ada sekresi hormon relaksin. Pigot et al. mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kehamilan dengan kejadian hemoroid. 5. Obesitas atau timbunan lemak diperut. Pigot et al. Mengatakan bahwa seseorang yang memiliki BMI>30 maka memiliki resiko 1,09 kali terkena hemoroid walaupun hubungannya tidak signifikan (p<0,716). 6. Tekanan darah (Aliran balik venosa), seperti pada hipertensi portal akibat sirosis hepatis. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior,media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke vena-vena ini dan mengakibatkan hemoroid. 7. Diet rendah serat sehingga menimbulkan konstipasi. 4
8. Faktor umur. Pada umur tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot sfingter juga menjadi tipis dan atonis. Karena sfingternya lemah, maka bisa timbul prolaps. Pigot et al. Mengatakan ada hubungan yang signifikan antara umur < 50 th dengan kejadian hemoroid dan memiliki resiko 1,95 kali terkena hemoroid. 9. Faktor pekerjaan. Orang yang harus berdiri,duduk lama, atau harus menggangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk terkena hemoroid. Menurut penelitian pekerjaan yang aktif memiliki resiko 1,43 kali terkena hemoroid walaupun hubungannya tidak cukup signifikan (p<0,1). 10. Olah raga berat adalah olahraga yang mengandalkan kekuatan fisik. Yang termasuk olahraga berat antara lain mengangkat beban berat/angkat besi, bersepeda, berkuda, latihan pernapasan, memanah, dan berenang. Seseorang dengan kegiatan berolahraga yang terlalu berat seperti mengangkat beban berat/angkat besi, bersepeda, berkuda, latihan pernapasan lebih dari 3 kali seminggu dengan waktu lebih dari 30 menit akan menyebabkan peregangan m. sphincter ani terjadi berulang kali, dan semakin lama penderita mengejan maka akan membuat peregangannya bertambah buruk. Pigot et al, mengatakan bahwa seseorang yang suka berolahraga berat dapat beresiko terkena hemoroid sebanyak 2,79 kali (OR 2,79 CI 1,60-4,87; p <0,01).
C. Patofisiologi Hemoroid adalah bagian normal dari anorektal manusia dan berasal dari bantalan jaringan ikat subepitelial di dalam kanalis analis. Sejak berada didalam kandungan, bantalan tersebut mengelilingi mengelilingi dan mendukung anastomosis distal antara a. rectalis superior dengan v. rectalis superior, media, dan inferior. Bantalan tersebut sebagian besar disusun oleh lapisan otot halus subepitelial. Jaringan hemoroid normal menimbulkan tekanan didalam anus sebesar 15-20 % dari keseluruhan tekanan anus pada saat istirahat (tidak ada aktivitas apapun) dan memberikan informasi sensoris 5
penting yang memungkinkan anus untuk dapat memberikan presepsi berbeda antara zat padat, cair, dan gas. Pada umumnya, setiap orang memiliki 3 bantalan jaringan ikat subepitelial pada anus. Bantalan bantalan tersebut merupakan posisi-posisi dimana hemoroid bias terjadi. Ada 3 posisi utama, yaitu: jam 3 (lateral kiri), jam 7 (posterior kanan), dan jam 11 (anterior kanan). Sebenarnya hemoroid dapat juga menunjuk pada posisi lain, atau bahkan dapat sirkuler, namun hal ini jarang terjadi. Mengenai jam tersebut, pemberian angka angka berdasarkan kesepakatan: angka 6 (jam 6) menunjukan arah posterior / belakang, angka 12 (jam 12) menunjukan arah anterior / depan, angka 3 (jam 3) menunjukan arah kiri, angka 9 (jam 9) menunjukan arah kanan. Dengan pedoman tersebut kita bisa tentukan arah jam lainnya. Secara umum gejala hemoroid timbul ketika hemoroid tersebut menjadi besar, inflamasi, trombosis, atau bahkan prolaps. Adanya pembengkakan abnormal pada bantalan anus menyebabkan dilatasi dan pembengkakan pleksus arterivenous. Hal ini mengakibatkan peregangan otot suspensorium dan terjadi prolaps jaringan rectum melalui kanalis analis. Mukosa anus yang berwarnanmerah terang karena kaya akan oksigen yang terkandung di dalam anastomosis arterivenous (Brunner & Suddarth, 2009).
6
D. Pathway 7
E. Tanda dan Gejala Keadaan klinis yang menjadi tanda dan gejala hemoroid adalah sebagai berikut: 1. Perdarahan Perdarahan bisa terjadi pada grade 1-4, perdarahan merupakan penentu utama kecurigaan adanya hemoroid pada grade I. Perdarahan pada hemoroid berhubungan dengan proses mengejan. Ini menjadi pembeda dengan perdarahan yang diakibatkan oleh hal lain, misalnya tumor. Pada hemoroid, darah keluar saat pasien mengejan dan berhenti bila pasien berhenti mengejan, sedangkan perdarahan karena sebab lain tidak mengikuti pola ini. Darah yang keluar adalah darah segar yang tidak bercampur dengan feses (hematoshezia). Perdarahan kadang menetes tapi dapat juga mengalir deras. Sebab utama perdarahan adalah trauma feses yang keras. Perdarahan yang berulang- ulang dapat menimbulkan anemia. 2. Nyeri Nyeri hebat hanya terjadi pada hemoroid eksterna dengan trombosis nyeri tidak berhubungan dengan hemoroid interna, tetapi bila pada hemoroid interna terjadi nyeri, ini merupakan tanda adanya radang. 3. Benjolan / prolaps Benjolan/prolap terjadi pada grade 2-4. Benjolan akan nampak tapi bila diraba akan menghilang. Hal ini dikarenakan pada saat perabaan, jari akan menekan vasa sehingga darah dalam vasa akan mengalir. Akibatnya, benjolan menjadi kempis. Benjolan hanya akan teraba apabila telah terjadi trombus. Disini, benjolan teraba keras.
F. Akibat yang Ditimbulkan Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, trombosis, dan strangulasi. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah dihalangi oleh sfingter ani (Price, 2006). Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal 8
sistemik pada hipertensi portal dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Perdarahan akut semacam ini dapat menyebabkan syok hipovolemik. Sedangkan perdarahan kronis menyebabkan terjadinya anemia, karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Sering pasien datang dengan Hb 3-4. Pada pasien ini penanganannya tidak langsung operasi tetapi ditunggu sampai Hb pasien menjadi 10. prolaps hemoroid interna dapat menjadi ireponibel, terjadi inkarserasi ( prolaps & terjepit diluar ) kemudian diikuti infeksi sampai terjadi sepsis. Sebelum terjadi iskemik dapat terjadi gangren dulu dengan bau yang menyengat.
G. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis hemoroid dapat ditegakkan melalui inspeksi, pemeriksaan digital, dan pemeriksaan proktoskopi atau anaskopi. Dokter perlu menyingkirkan kemungkinan karsinoma apabila hemoroid dan perdarahan terjadi pada penderita usia pertengahan dan usia lanjut (Price, 2006). Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar- Person, Person, dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah anorektal. Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di 9
atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid.
H. Penatalaksanaan Medis 1. Terapi konservatif a. Pengelolaan dan modifikasi diet Diet berserat, buah-buahan dan sayuran, dan intake air ditingkatkan. Diet serat yang dimaksud adalah diet dengan kandungan selulosa yang tinggi. Selulosa tidak mampu dicerna oleh tubuh tetapi selulosa bersifat menyerap air sehingga feses menjadi lunak. Makanan- makanan tersebut menyebabkan gumpalan isi usus menjadi besar namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan secara berlebihan. b. Medikamentosa Terapi medikamentosa ditujukan bagi pasien dengan hemoroid derajat awal. Obat-obatan yang sering digunakan adalah: 1) Stool Softener, untuk mencegah konstipasi sehingga mengurangi kebiasaan mengejan, misalnya Docusate Sodium. 2) Anestetik topikal, untuk mengurangi rasa nyeri, misalnya Liidocaine ointmenti 5% (Lidoderm, Dermaflex). Yang penting untuk diperhatikan adalah penggunaan obat-obatan topikal per rectal dapat menimbulkan efek samping sistematik. 3) Mild astringent, untuk mengurangi rasa gatal pada daerah perianal yang timbul akibat iritasi karena kelembaban yang terus-menerus dan rangsangan usus, misalnya Hamamelis water (Witch Hazel) 4) Analgesik, untuk mengatasi rasa nyeri, misalnya Acetaminophen (Tylenol, Aspirin Free Anacin dan Feverall) yang merupakan obat anti nyeri pilihan bagi pasien yang memiliki hiperensitifitas terhadap aspirin atau NSAID, atau pasien dengan penyakit saluran pencernaan bagian atas atau pasien yang sedang mengkonsumsi antikoagulan oral. 10
5) Laxantina ringan atau berak darah (hematoscezia). Obat supositorial anti hemoroid masih diragukan khasiatnya karena hasil yang mampu dicapai hanya sedikit. Obat terbaru di pasaran adalah Ardium. Obat ini mampu mengecilkan hemoroid setelah dikonsumsi beberapa bulan. Namun bila konsumsi berhenti maka hemoroid tersebut akan kambuh lagi. 2. Terapi Operatif a. Hemoroidektomi Banyak pasien yang sebenarnya belum memerlukan operasi minta untuk dilakukan hemoroidektomi. Biasanya jika ingin masuk militer, pasien meminta dokter untuk menjalankan operasi ini. Indikasi operasi untuk hemoroid adalah sebagai berikut: 1) Gejala kronik derajat 3 atau 4. 2) Perdarahan kronik yang tidak berhasil dengan terapi sederhana. 3) Hemoroid derajat 4 dengan nyeri akut dan trombosis serta gangren. Prinsip hemoroidektomi : 1) Eksisi hanya pada jaringan yang benar-benar berlebih. 2) Eksisi sehemat mungkin dilakukan sehingga anoedema dan kulit normal tidak terganggu Spinchter ani. Ada beberapa macam metode yang digunakan adalah : 1) Metode Langenbeck Untuk tonjolan yang soliter (hanya satu). Caranya dengan menjepit radiair hemoroid internus, mengadakan jahitan jelujur di bawah klem dengan catgut chromic No. 2/0 dan melakukan eksisi Diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jahitan di bawah klem diikat diikuti kontinuitas mukosa. 2) Metode Miligan Morgan Untuk tonjolan pada tiga tempat utama (jam 3, 7, 11). Caranya dengan mengangkat vena yang varises kemudian dijahit walaupun sebenarnya metode miligan morgan originalnya tanpa jahitan. 11
Sesuai prosedur aslinya, benjolan hemoroid dijepit kemudian dilakukan diseksi. Pedikel vaskuler diligasi dan luka dibiarkan terbuka agar terjadi granulasi. Metode ini sangat sering digunakan di Inggris. 3) Metode Whitehead Untuk hermoroid sirkuler / berat. Caranya dengan melakukan incisi secara sirkular, mengupas seluruh v. hemoriodalis dengan membebaskan mukosa dari submukosa, bagian yang prolaps dipotong, kemudian dijahit kembali. Ini merupakan operasi hemoroid yang radikal. 4) Metode Ferguson Yaitu benjolan hemoroid ditampakkan melalui anoskopi kemudian dilakukan eksisi dan ligasi pada posisi anatomic hemoroid tersebut. Metode ini digunakan di Amerika Serikat Metode hemoroidektomi yang sering dilakukan adalah metode langenbeck karena mudah untuk dilakukan dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut sirkuler yang dapat menimbulkan stenosis. b. Stapled Hermorrhoid Surgery (Procedure for prolapse and hemorrhoids/ PPH) Prosedur penanganan hemoroid ini terhitung baru karena baru dikembangkan sekitar tahun 1990-an. Prinsip dari PPH adalah mempertahankan fungsi jaringan hemoroid serta mengembalikan jaringan ke posisi semula. Jaringan hemoroid ini sebenarnya masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB sehingga tidak perlu dibuang semua. Prosedur tidak bisa diterapi secara konservatif maupun terapi non operatif. Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator lalu dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian dengan menggunakan alat yang disebut circular stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat, maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara 12
otomatis. Dengan terpotongnya jaringan tersebut maka suplay darah ke jaringan tersebut akan terhenti sehingga jaringan hemoroid akan mengempis dengan sendirinya. Kerjasama jaringan dan m. sphincter ani untuk melebar dan mengerut menjamin control keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Keuntungan penanganan dengan PPH antara lain nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitive, tindakan berlangsung cepat sekitar 20- 45 menit, dan pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit lebih singkat. Penyulit pada PPH dan operasi konvensional lainnya tidak jauh berbeda. Tetapi ada kemungkinan terjadi perdarahan, trombosis, serta penyempitan kanalis analis. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang akan mengakibatkan kerusakan dinding rectum jika m. Sphincter ani internus tertarik dapat menyebabkan disfungsi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar kerena sulit untuk memperoleh jalan masuk ke kanalis analis dan kalaupun bisa, jaringan mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.
I. Pengkajian Fokus Keperawatan 1. Pengkajian a. Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien, kemudian diit rendah serat, selain itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan klien tentang minum kurang dari 2.000 cc/hari. Hal lain yang perlu dikaji adalah mengenai riwayat kesehatan klien tentang penyakit sirorcis hepatis. b. Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah mengenai berat badan klien apakah mengalami obesitas atau tidak. Selain itu juga perlu dikaji apakah klien mengalami anemia atau tidak. Pengkajian mengenai diit rendah serat (kurang makan sayur dan buah) 13
juga penting untuk dikaji. Kebiasaan minum air putih kurang dari 2.000 cc/hari. c. Pengkajian pola eliminasi pada klien adalah mengenai kondisi klien apakah sering mengalami konstipasi atau tidak. Keluhan mengenai nyeri waktu defekasi, duduk, dan saat berjalan. Keluhan lain mengenai keluar darah segar dari anus. Tanyakan pula mengenai jumlah dan warna darah yang keluar. Kebiasaan mengejan hebat waktu defekasi, konsistensi feces, ada darah/nanah. Prolap varices pada anus gatal atau tidak. d. Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai kurangnya aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien. Pekerjaan dengan kondisi banyak duduk atau berdiri, selain itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan mengangkat barang-barang berat. e. Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan nyeri atau gatal pada anus. 1) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami gangguan pola tidur karena nyeri atau tidak. 2) Pengkajian pola reproduksi seksual yang perlu dikaji adalah riwayat persalinan dan kehamilan. 3) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat. Koping yang digunakan dan alternatif pemecahan masalah f. Pengkajian obektif mencakup: menginfeksi feses akan adanya darah atau mucus, area perianal akan adanya hemorroid, fistula atau pus. Pemeriksaan fisik: 1) Inspeksi: Hemorroid externa: terlihat benjolan diantara kulit perineum. Hemorroid interna: terlihat benjolan mukosa keluar dari anus 2) Palpasi: Pada RT tidak teraba apa-apa kecuali jika ada trombus atau penebalan mukosa
14
J. Diagnosa yang Muncul 1. Pre Operasi a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik b. Cemas berhubungan dengan krisis situasional c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi d. Resiko Perdarahan 2. Intra Operasi a. resiko perdarahan 3. Post Operasi a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kelemahan c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan d. Resiko kekurangan volume cairan e. Resiko Infeksi 15
K. Rencana Intervensi Keperawatan Pre-Operasi NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil : Pain Control 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Skala nyeri turun jadi 2 Pain Management-1400 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) 5. Berikan analgetik mengurangi nyeri kalau perlu 6. Tingkatkan istirahat total klien (bedrest) 7. Kolaborasikan dengan dokter terhadap pemberian analgetik 2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional NOC : a. Anxiety control Kriteria Hasil : 1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas 3. Vital sign dalam batas normal NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur 4. Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres 5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan 16
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
mengurangi takut 6. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis 7. Dorong keluarga untuk menemani anak 8. Lakukan back / neck rub 9. Dengarkan dengan penuh perhatian 10. Identifikasi tingkat kecemasan 11. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan 12. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi 13. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi 14. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi NOC : Kowlwdge : disease process Kriteria Hasil : 1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan 2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar 3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan NIC : Teaching : disease Process 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat 17
lainnya 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat 7. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat 8. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit 9. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 4. Resiko Perdarahan NOC Perdarahan berhenti, setelah dilakukan perawatan selama 4x24 jam perawat mampu menghentikan perdarahan dg Indikator: 1. Luka sembuh kering, bebas pus, tidak meluas. 2. HB tidak kurang dari 10 gr %
Optimalisasi Sirkulasi 1. Lakukan penilaian menyeluruh tentang sirkulasi; cek nadi, edema, pengisian kapiler, dan perdarahan di saat merawat mamae 2. Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dengan menekan daerah luka dengan kassa steril dan tutuplah dengan tehnik aseptic basah-basah 3. Kelola th/sesuai order
18
Intra Operasi NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI 1. Resiko Perdarahan NOC Perdarahan berhenti, setelah dilakukan perawatan selama 4x24 jam perawat mampu menghentikan perdarahan dg Indikator: 3. Luka sembuh kering, bebas pus, tidak meluas. 4. HB tidak kurang dari 10 gr % Optimalisasi Sirkulasi 1. Lakukan penilaian menyeluruh tentang sirkulasi; cek nadi, edema, pengisian kapiler, dan perdarahan di saat merawat mamae 2. Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dengan menekan daerah luka dengan kassa steril dan tutuplah dengan tehnik aseptic basah-basah 3. Kelola th/sesuai order
Post-Operasi NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil : Pain Control 4. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 5. Melaporkan bahwa nyeri berkurang Pain Management-1400 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) 5. Berikan analgetik mengurangi nyeri kalau perlu 19
dengan menggunakan manajemen nyeri 6. Skala nyeri turun jadi 2 6. Tingkatkan istirahat total klien (bedrest) 7. Kolaborasikan dengan dokter terhadap pemberian analgetik 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kelemahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, mobilisasi klien terpenuhi bertahap dengan kriteria hasil: Mobility Level Kriteria Hasil : 1. Klien tampak terpasang spalk 2. Memverbalisasikan kenyamanan setelah dilakukan pemasangan spalk 3. Klien mampu menggerakkan sendi terdekat yang tidak bermasalah perlahan NIC : Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer) 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul 2. Monitor adanya paretese 3. Kaji kekuatan otot dan Rentang gerak klien 4. Monitor adanya tromboplebitis 5. Kaji perubahan warna kulit dan fungsi dari ekstremitas yang mengalami gangguan 6. Immobilisasi ekstremitas yang mengalami gangguan 7. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi 8. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi dan tanda gejala perubahan sensasi 9. Kolaborasi pemberian analgetik 3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan NOC : Self care : Activity of Daily Living (ADLs) Kriteria Hasil : 1. Klien terbebas dari bau badan 2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan NIC : Self Care assistane : ADLs 1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. 20
ADLs 3. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
3. Bantu pemenuhan ADLs klien. 4. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. 5. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memb erikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. 4. Resiko kekurangan volume cairan NOC: Fluid balance Kriteria Hasil : 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal 2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal Fluid Management 1. Ukur vital sign 2. Monitor status masukan makanan dan minuman 3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urin) 4. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat (balance cairan) 5. Anjurkan klien meningkatkan asupan cairan 5. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil: Risk control Kriteria Hasil : 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (Kalor, dolor, rubor, tumor, functio lesea) 2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta NIC : Infection Control (Kontrol infeksi) 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain 2. Pertahankan teknik isolasi 3. Batasi pengunjung bila perlu 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat 21
penatalaksanaannya, 3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 4. Jumlah leukosit dalam batas normal Leukosit: 5.000 11.000/mm 3 5. Menunjukkan perilaku hidup sehat pelindung 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 11. Tingkatkan intake nutrisi 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta. Price, et al. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit edisi 4. Jakarta: EGC Dochterman, Joanne Mc.Closkey. 2004. Nursing I nterventions Classification (NI C) fourth edition. USA: Mosby,Inc. Dochterman, Joanne Mc.Closkey. 2004. Nursing Outcomes Classification(NOC) fourth edition. USA: Mosby,Inc. Nanda International. 2012. NURSI NG DI AGNOSES : Defenitions & Classifications. United States of America: NANDA International Philadelphia.