Anda di halaman 1dari 13

Nama : Sharah Balqia

NIM : 0907101050047


DISTOSIA
1. Definisi
Yang dimaksud dengan distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandai
adanya hambatan kemajuan dalam persalinan. Persalinan yang normal (Eutocia)
ialah persalinan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung spontan
dalam 18 jam. Penyebabdistosia dapat dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu :
1. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak tidak memadai,
yaitu : Kelainan his merupakan penyebab terpenting dan tersering dari distosia,
Kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya kelainan dinding perut, seperti luka
parut baru pada dinding perut, di astasemuskulus rektus abdominis ; atau kelainan
keadaan umum ibu seperti sesak napas atau adanya kelelahan ibu.
2. Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin,
misalnya presentasi bahu, presentasi dahi, presentasi muka, presentasi bokong,
anak besar, hidrosefal, dan monstrum.
3. Distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir baik bagian keras
(tulang), seperti adanya panggul sempit, kelainan bawaan pada panggul maupun bagian yang
lunak seperti adanya tumor-tumor baik pada genitalia interna maupun pada visera lain
di daerah panggul yang menghalangi jalan lahir.
2. Etiologi
2.1 Distosia karena kelainan His
a. Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his
lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan
umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat
hidroamnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau
primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi
pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala
pengeluaran. Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
1. Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak
adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga
sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartus
atau belum.
2. Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian
pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
b. Inersia uteri hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi
normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah
uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.
Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya tetania uteri
karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang
kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia
janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan
kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian
oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan
sebagainya.
2.2 distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
a. persentase puncak kepala
Penyebab tidak terjadinya fleksi pada kepala adalah :
- panggul antropoid
- panggul android
- otot dasar panggul yang sudah lembek pada multipara.
- kepala janin yang kecil dan bulat

b. persentase muka
Dapat terjadi pada ibu dengan :
- Panggul sempit
- Anak besar
- Multiparitas dan perut gantung
- Janin dengan anencefalus dan tomor leher bagian depan
- Pada kematian janin intrauterin.
2.3 Distosia Bahu
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu
untuk melipat ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh
persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang
terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau
kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II
sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
Distosia bahu juga dapat disebabkan kelainan tenaga, kelainan letak dan
bentuk janin, serta kelainan jalan lahir. Distosia bahu dapat mengakibatkan
terjadinya perlukaan pada pleksus brakialis bayi (kemungkinan karena penarikan
kepala yang berlebihan).
3. patofisiologi
Pada presentase puncak kepala, kepala janin akan lahir dalam keadaan muka
dibawa simfisis dengan mekanisme sebagai berikut:
Setelah kepala mencapai dasar panggul dan ubun-ubun besar berada
dibawah simfisis,dengan ubun-ubun besar tersebut sebagai hipomoklion,oksiput
akan lahir melalui perineum,diikuti bagian kepala yang lain.Kelahiran janin
dengan ubun-ubun kecil dibelakang menyebabkan regangan yang besar pada
vagina dan perineum, hal ini disebabkan karena kepalayang sudah dalam keadaan
fleksi maksimal tidak menambah fleksinya lagi.Fleksi kepala yang tidak maksimal
dapat mengakibatkan kepala lahir melalui pintu bawah panggul dengan
sirkumferensia frontooksipitalis yang lebih besar dibandingkan dengan
sirkumferensia suboksipsto brekmatika.Kedua keadan tersebut dapat
menimbulkan kerusakan pada vagina dan perineum yang luas.
Pada presentase muka, kepala turun melalui pintu atas panggul dengan
sirkumferensia trakelo-parietalis dan dengan dagu melintang atau miring.Setelah
muka mencapai dasar panggul terjadi putaran paksi dalam,sehingga dagu memutar
kedepan dan berada dibawah arkus pubis.Dengan daerah submentum sebagai
hipomoklion,kepala lahir dengan gerakan fleksi sehingga dahi,ubun-ubun
besar,dan belakang kepala lahir melewati perineum.Setelah kepala lahir terjadi
putaran luar dan badan janin lahir seperti pada presentase belakang
kepala,padawaktu putaran dalam dagu harus melewati jarak yang lebih jauh
supaya dapat berada didepan.Kadang dagu tidak dapat berputar ke depan,dan tetap
berada di belakang. Keadan ini disebut posisi mento posterior persistens,dan janin
tidak dapat lahir spontan, kecuali bila janin kecil atau mati. Kesulitan lahirnya
kepala. Karena kepala sudah berada dalam defleksi maksimal dan tidak mungkin
menambah defleksi lagi, hingga kepala dan bahu terjepit dalam panggul dan
persalinan tidak maju. Oleh karena itu bila dijumpai presentase muka dengan dagu
dibelakang perlu segera dilakukan tindakan untuk menolong persalinan.
Sedangkan pada presentase dahi kepala masuk melalui pintu atas panggul
dengan sirkumferensia maksilloparietalis serta sutura frontalis melintang atau
miring.Setelah terjadi moulage,dan ukuran terbesar kepala telah melalui pintu atas
panggul,dagu memutar kedepan.Sesudah dagu berada didepan,dengan fossa
kanina sebagai hipomoklion,terjadi fleksi sehingga ubun-ubun besar dan belakang
kepala lahir melewati perineum. Kemudian terjadi defleksi,sehingga mulut dan
dagu lahir dibawah simfisis, yang menghalangi presentase dahi untuk berubah
menjadi presentase muka, biasanya karena terjadi moulagedan kaput
suksedaneum yang besar pada dahi waktu kepala memasuki panggul,sehingga
sulit terjadi penambahan defleksi.
Pada distosia bahu terjadi karna kesulitan melahirkan bahu bayi, karena
bayi lahir dengan berat 4500 gram, panjang 54 cm atau bayi Makrosomia. Bahu
melewati PAP dalam posisi diameter anteroposterior dari pada posisi normal
(oblique) menghasilkan :
Secara umum sering bahu depan menjadi tertahan di PAP ketika bahu
belakang melewati promotorium
Konsekuensinya bisa terjadi kedua bahu menjadi tertahan di PAP
c. Perbedaan Distosia Bahu
1. Distosia Bahu Anterior - Posterior Tinggi : Tampak kepala yang lahir
terjepit vulva atau tertariknya kembali kepala kedalam vulva, hal ini
mencerminkan bahu terfiksasi pada pintu masuk pelvis. tidak akan terjadi rotasi
eksterna pada kepala.
2. Distosia Bahu Melintang Dalam : Bahu berakomodasi buruk terhadap
oval panjang pelvis, sehingga bahu tidak mengalami rotasi interna yang
diharapkan dan tidak akan terjadi pula rotasi eksterna pada kepala.
Pada akhir kehamilan, agar dapat melewati jalan lahir kepala harus dapat
mengatasi tebalnya segmen bawah rahim dan servik yang masih belum
mengalami dilatasi. Perkembangan otot uterus di daerah fundus uteri dan daya
dorong terhadap bagian terendah janin adalah faktor yang mempengaruhi
kemajuan persalinan kala I.
Setelah dilatasi servik lengkap, hubungan mekanis antara ukuran dan posisi
kepala janin serta kapasitas panggul (fetopelvic proportion) dikatakan baik bila
desensus janin sudah terjadi.
FPD-fetopelvic disproportion menjadi jelas bila persalinan sudah masuk
kala II. Gangguan fungsi otot uterus dapat terjadi akibat regangan uterus
berlebihan dan atau partus macet [obstructed labor]. Dengan demikian maka
persalinan yang tidak berlangsung secara efektif adalah merupakan tanda akan
adanya fetopelvic disproportion.
Membedakan gangguan persalinan menjadi disfungsi uterus dan fetopelvic
disproportion secara tegas adalah tindakan yang tidak tepat oleh karena kedua hal
tersebut sebenarnya memiliki hubungan yang erat.
Kondisi tulang panggul bukan satu-satunya penentu keberhasilan
berlangsungnya proses persalinan pervaginam. Bila tidak ada data objektif untuk
mendukung adanya disfungsi uterus dan FPD, harus dilakukan TRIAL of LABOR
untuk menentukan apakah persalinan pervaginam dapat berhasil pada sebuah
persalinan yang berdasarkan pengamatan nampaknya berlangsung secara tidak
efektif.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa tindakan TRIAL of LABOR adalah
merupakan prioritas utama dalam menurunkan kejadian sectio caesar.
4. Gejala.
1.Pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam in partu
(perpanjangan fase laten).
2.Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per menit dan
kurang dari 40 detik (inersi uteri).
3.Terjadi inersia uteri sekunder (berhentinya kontraksi otot-otot uterus
secara sekunder diagnose CPD ). Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II.
4.Adanya edema serviks, fetal dan maternal distress. Terdapat tanda ruptur
uteri imminens (karena ada obstruksi)
5.Pembukaan serviks lengkap tetapi kepala tetap pada posisinya ( dalam
vagina) walau ibu mengedan sekuat mungkin, tidak ada kemajuan
penurunan (kala II lama).
6.Tidak terjadi putaran paksi luar apabila telah lahir (distosia bahu)
7.Turtle Sign kepala terdorong keluar tetapi kembali ke dalam vagina
setelah kontraksi atau ibu berhenti mengedan

5. Diagnosis
Presentasi kepala terjadi kelambatan kemajuan persalinan pada persalinan
fase aktif, bagian terendah janin tidak dapat masuk panggul terutama setelah
terjadi pecah ketuban. Diagnosis presentasi kepala teraba juga tangan/lengan dan
/atau kaki. Kesulitan mengakkan diagnosis tersebut oleh karena seringkali terjadi
koreksi spontan terutama pada derajat ringan prolaps ekstermitas.
Diagnosis presentasi dahi dapat ditegakkan apabila pada pemeriksaan
vaginal dapat diraba pangkal hidung, tepi atas orbita, sutura frontalis, dan ubun-
ubun besar, tetapi tidak dapat meraba dagu atau mulut janin. Apabila mulut dan
dagu janin dapat teraba, maka diagnosisnya adalah presentasi muka. Sebanyak
24% dahi tidak terdiagnosis sebelum kala II. Pada palpasi abdomen dapat teraba
oksiput dan dagu janin di atas simfisi dengan mudah.
Diagnosis presentasi muka ditegakkan apabila pada pemeriksaan vaginal
dapat diraba mulut, hidung, tepi orbita, dan dagu. Petunjuk presentasi muka
adalah dagu. Pada palpasi abdomen kadang-kadang dapat diraba tonjolan kepala
janin didekat punggung janin. Pada waktu persalinan, seringkali muka menjadi
edema, sehingga diagnosis dapat keliru sebagai presentasi bokong. Pada keadaan
tersebut perabaan pada mulut mirip dengan perabaan pada anus. Sebanyak 49%
kasus presentasi muka tidak terdiagnosis sebelum kala II.
Diagnosis pada distosi bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya:
Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat
lahirkan.
Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
Dagu tertarik dan menekan perineum.
Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap
tertahan dikranial simfisis pubis.
6. Penanganan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan ibu yang
bersangkutan harus diawali dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap empat
jam, bahkan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala
preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat setiap nsetengah jam dalam kala I dan
lenih sering dalam kala II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat
perhatian sepenuhnya. Karena ada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk
melakukan tindakan pembedahan dengan narkosis, hendaknya ibu jangan diberi
makan biasa melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberi infus larutan
glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti. Untuk
mengurangi rasa nyeri dapat diberikan 10mg morfin. Apabila persalinan
berlangsung selama 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian
saksama tentang keadaan. Selaian penilaian keadaan umum, perlu ditetapkan
apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat false labour,
apakah ada inersia uteri atau incoordinate uterine action dan apakah tidak ada
disproporsi sefalopelvik biarpun ringan. Untuk menetapkan hal yang terakhir ini,
jika perlu dilakukan pelivimetri roentgenologik atau magnetic resonance imaging
(MRI). Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit-sedikitnya 3 cm, dapat
diambil kesimpulan bahwa persalinan sudah dimulai.
Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban
sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk
menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama berhubung dengan
bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat
diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat
atau persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus.
Penanganan presentasi kepala dimulai dengan menetapkan adanya prolaps
tali pusat atau tidak. Adanya prolaps tali pusat menimbulkan keadaan emergensi
bagi janin, dan penanganannya dengan mealkukan bedah sesar ditujukan untuk
mengatasi akibat prolaps tali pusat tersebut daripada presentasi majemuknya. Hal-
hal yang perlu dipertimbangkan adalah presentasi janin, ada tidaknya prolaps tali
pusat tersebut daripada presentasi majemuknya. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan adalah presentasi janin, ada tidaknya prolaps tali pusat,
pembukaan serviks, keadaan selaput ketuban, kondisi dan ukuran janin, serta ada
tidaknya kehamilan kembar. Bergantung pad keadaan-keadaan tersebut persalinan
dapat berlangsung pervaginal ataupun abdominal.
Apabila tidak ada prolaps tali pusat, maka dilakukan pengamatan
kemajuan persalinan secara seksama. Pada kasus-kasus presentasi majemuk
dengan kemajuan persalinan yang terbaik ( pada fase aktif pembukaan serviks
menimal 1cm/jam, atau pada kala II terjadi penurunan kepala), umumnya akan
terjadi reposisi spontan. Setelah pembukaan lengkap, dengan semakin turun
kepala, maka ekstermitas yang prolaps akan tertinggal dan tidak memasuki
panggul. Selanjutnya pertolongan persalinan dilakukan sebagaimana biasanya.
Pada keadaan terjadinya kemajuan persalinan lambat atau macet (biasanya
pada pembukaan serviks praktis lengkap), dilakkuan uoaya reposisi ekstermitas
yang prolap. Tekanan ekstermitas yang prolaps oleh bagian terendah janin (kepala
atau bokong) dilonggarkan dulu dengan cara membuat ibu dalam posisi dada-lutut
(knee-chest position). Apabila ketuban masih dilakukan amniotomi terlebih
dahulu. Dorong ekstermitas yang prolaps kearah kranial, tahan hingga timbul his
yang akan menekan kepala atau bokong memasuki panggul. Seiring dengan
turunnya bagian terendah janin, jaring penolong dikeluarkan perlahan-lahan.
Keberhasilan upaya ini ditunjukkan dengan tidak teraba lagi ekstermitas yang
prolaps. Apabila tindakan reposisi tersebut gagal, maka dilakukan besah sesar
umtuk melahirkan.
Posisi dagu di anterior adalah syarat yang harus dipenuhi apabila janin
presentasi muka hendak dilahirkan vaginal. Apabila tidak ada gawat janin dan
persalinan berlangsung dengan kecepatan normal, maka cukup dilakukan
observasi terlebih dahulu hingga terjadi pembukaan lengkap. Apabila setelah
pembukaan lengkap dagu berada di anterior, maka persalinan pervaginal vaginal
dilanjutkan seperti persalinan dengan presentasi belakang kepala. Bedah sesar
dilakukan apabila setelah pembukaan lengkap posisi dagu masih posterior,
didaptakan tanda-tanda disproporsi, atau atas indikasi obstetri lainnya.
Stimulasi oksitosin hanya diperkenankan pada posisi dagu anterior dan
tidak ada tanda-tanda disproporsi. Melakukan perubhan posisi dagu secar manual
kearah anterior atau mengubah presentasi muka menjadi presentasi belakang
kepala sebaiknya tidak dilakukan karena lebih banyak menimbulkan bahaya.
Melahirkan bayi presentasi muka menggunakan ekstraksi vakum tidak
diperkenankan. Pada janin yang meninggal, kegagalan melahirkan vaginal secara
spontan dapat diatasi dengan kraniotomi atau bedah sesar.
Sebagian besar presentsasi dahi memerlukan pertolongan pesalinan secara
bedah sesar untuk menghindari manipulasi vaginal yang sangat meningkatkan
mortalitas perinatal. Jika dibandingkan dengan presentasi belakang kepala,
persalinan vaginal pada presentasi dahi akan meningkatkan prolaps tali pusat
(5kali), ruptura uteri (17kali), trasnfusi darah (3 kali ), infeksi pascapersalinan
(5kali) dan kematian perinatal (2kali).
Apabila presentsi dahi didiagnosis pada persalinan awal dengan selaput
ketuban yag utuh, observasi ketat dapat dilakukan. Observasi ini dimaksudkan
untuk menunggu kemungkinan perubahan presentasi secara spontan. Pemberian
stimulasi oksitoksin pada kontraksi uterus yang lemah harus dilakukan dengan
sangat hati-hati dan tidak boleh dilakukan bila tidak terjadi penurunan kepala atau
dicurigai adanya disproporsi kepala-panggul. Presentasi dahi yang menetap atau
dengan selaput ketuban yang sudah pecah sebaiknya dilakukan bedah sesar untuk
melahirkannya. Jangan melahirkan menggunakan bantuan ektraksi vakum,
forseps, atau sempisotomi karena hanya akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
Penanganan distosia bahu :
1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi
jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan
lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring
terlentang. Meminta bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut
ibu ke arah dada.
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :
- Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada
kepala janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis.
Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat
mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
- Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke
arah bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu.
Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu
lebih lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.
4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi,
masukkan tangan ke dalam vagina.
- Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah
sternum bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
- Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai
dengan arah sternum.
5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Masukkan tangan ke dalam vagina.
- Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap
fleksi pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan
ruangan untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis
pubis.
6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan
lain :
- Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu
depan.
- Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan
belakang.

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Palpasi dan Balotemen: Leopold I : teraba kepala (balotemen) di fundus
uteri
2. Vaginal Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular
3. X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan pemeriksaan
ini penting untuk menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah
kehamilan serta adanya kelainan kongenital lain
4. Ultrasonografi: Pemeriksaan USG yang dilakukan oleh
operatorberpengalaman dapat menentukan :
1. Presentasi janin
2. Ukuran
3. Jumlah kehamilan
4. Lokasi plasenta
5. Jumlah cairan amnion
6. Malformasi jaringan lunak atau tulang janin

8. Komplikasi

Infeksi intrapartum
Ruptura uteri
Cincin retraksi patologis
Pembentukan fistula
Cedera otot-otot dasar panggul
Kaput sukdedaneum
Molase kepala janin
Fraktur tulang Klavikula dan humerus
Cedera plexus brakhialis
Hipoksia

9. Prognosis
Partus prematurus terjadi 2- 3 kali lebih sering, disertai angka kematian
perinatal antara 15- 30 %. Frekuensi abortus sangat tinggi.















DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, R.1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fiologi/Obstetri Patologi jilid
1. EGC. Jakarta.

Manuaba, IBG. 2005. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstertri
Ginekologi dan Keluarga Berencana. EGC. Jakarta.

Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan Edisi keempat cetakan kedua. PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai