Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS

A. Anatomi Fisiologi
Sistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf yang disebut neuron dan jaringan penunjang
yang disebut neuroglia . Tersusun membentuk sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi
(SST). SSP terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi merupakan susunan
saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem persarafan
berfungsi dalam mempertahankan kelangsungan hidup melalui berbagai mekanisme sehingga
tubuh tetap mencapai keseimbangan. Stimulasi yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber
dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut
tubuh dapat mengadaptasi sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi
perubahan berlangsung melalui kegiatan saraf yang dikenal sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh
tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit.
Fungsi Saraf
1. Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori .
Saraf sensori disebut juga Afferent Sensory Pathway.
2. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.
3. Mengolah informasi yang diterima baik ditingkat medula spinalis maupun di otak untuk
selanjutnya menentukan jawaban atau respon.
4. Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organ-organ tubuh sebagai kontrol
atau modifikasi dari tindakan. Saraf motorik disebut juga Efferent Motorik Pathway.

Medula spinalis merupakan perpanjangan medula oblongata ke arah kaudal di dalam kanalis
vertebralis mulai setinggi cornu vertebralis cervicalis I memanjang hingga setinggi cornu
vertebralis lumbalis I - II. Terdiri dari 31 segmen yang setiap segmennya terdiri dari satu pasang
saraf spinal. Dari medula spinalis bagian cervical keluar 8 pasang , dari bagian thorakal 12
pasang, dari bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar 1
pasang saraf spinalis.
Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks. Fungsi
tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu
terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang terjadi baik
dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi melalui suatu
jalur tertentu yang disebut lengkung refleks

Fungsi medula spinalis
1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis.
2. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai
3. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum
4. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

B. Pengertian
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka.

C. Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 0,5
milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan
menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu
65C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat
hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
D. Patofisiologi


Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku,
pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat
melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan
mempngaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf
pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu
saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin
yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara
absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan
melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi
oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan
saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi
kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari .

E. Gejala klinis
Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketgangan otot terutama
pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme otot
massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut dan sepanjang
tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng tampak risus
sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik
ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus
adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan
mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus oleh
rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena
kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi
fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya
pada stadium akhir
Gambaran umum yang khas pada tetanus
a. Badan kaku dengan epistotonus
b. Tungkai dalam ekstensi
c. Lengan kaku dan tangan mengepal
d. Biasanya keasadaran tetap baik
e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
1. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
2. Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis
(pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4
derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L
Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

G. Komplikasi
Bronkopneumoni
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.(Smeltzer ; Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh
bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian
bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke
pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan.

Asfiksia dan sianosis
Suatu keadaan dimana sekatan atau halangan pernafasan berlaku hingga memyebabkan
berlakunya kekurangan oksigen pada sel-sel badan.

H. Pengobatan
Anti Toksin : ATS 500 U IM dilanjutkan dengan dosis harian 500-1000 U
Anti kejang : Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB / 4 wad IM Efek samping stupor, koma
Antibiotik : Pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari

I. Pencegahan
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4. Pemberian anti tetanus serum

J. Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.
Pemeriksaan diagnostik


K. Penatalaksanaan
a. Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera
diberikan :


1. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka tidak boleh
diberikan IV)
2. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital
(luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde panal) 0,15
mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan
dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4. Beta-adrenergik bolcker; propanolol inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk
dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas
sempatis jantung.
5. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang
membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi dapat diganti dengan tetraciklin atau
klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Diit TKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi
selama penyembuhan.
b. Pembedahan
1. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi
atau laringostomi untuk bantuan nafas.
2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TETANUS

Pengkajian
1. Pengkajian umum
Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang tidak
adekuat.
2. Pengkajian khusus
System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi oto pernafasan.
System cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh
awalnya 38 - 40Catau febris sampai ke terminal 43 - 44C.
System neurologis : irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan satu
atau beberapa saraf otak.
System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak
ada/oliguria)
System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
System integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada tempat luka,
berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka dengan
peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.
Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan kejang umum. (
Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakea dan spasme otot pernafasan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin ( bakterimia )
4. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah
5. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
6. Gangguan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang
7. Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
kurang dan oliguria
8. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan
penanggulangannya berhubungan dengan kurangnya informasi
10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan sering kejang
Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea
dan spasme otot pernafasan

Ditandai dengan :
Ronchi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif disertai dengan sputum atau lender, hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukan : AGD abnormal (asidosis respiratotik)
Tujuan:
Jalan nafas efektif
Kriteria:
Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada
Pernafasan 16 18 kali/menit
Tidak ada pernafasan cuping hidung
Tidak ada tambahan otot pernafasan
Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas normal ( pH=7,35 7,45 ;
PCO2= 35 45 mmHg, PO2 = 80 100 mmHg )
Intervensi dan rasional :
Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi. Rasional : secara anatomi
posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga
proses respirasi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengar suara nafas (adakah ronchi) tiap 2
4 jam sekali. Rasional : ronchi menunjukan adanya gangguan pernafasan akibat atas
cairan atau secret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu
dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.
Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir dengan melakukan section.
Rasional : section merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan secret, sehingga
mempermudah proses respirasi.
Oksigenisasi sesuai intruksi dokter. Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat
mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadi hipoksia
Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam. Rasional : dyspnea, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi
dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
Observasi timbulnay gagal nafas/apnea. Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mechanical ventilation)
Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret (mukolotik). Rasional : obat
mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga mudah mengeluarkan dan
mencegah kekentalan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan

Ditandai dengan :
Kejang rangsangan, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lender dan secret yang
menumpuk.
Tujuan :
Pola nafas teratur dan normal

Kriteria :
Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen
Tidak sesak, pernafasan normal 16 18 kali/menit
Tidak sianosis
Intervensi dan rasional :
Monitor irama pernafasan dan respirasi rate. Rasional : indikasi adanya penyimpangan
atau kelainan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan, kemampuan
dan irama nafas.
Atur posisi luruskan jalan nafas. Rasional : jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan
proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
Observasi tanda dan gejala sianosis. Rasional : sianosis merupakan salah satu tanda
manifestasi klinik ketidakadekuatan suplai O2 pada jaringan tubuh perifer.
Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter. Rasional : pemberian oksigen secara
adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mncegah
terjadinya hipoksia.
Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam. Rasional : dyspnea, sianosis merupan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi
dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
Observasi timbulnya gagal nafas. Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mechanical ventilato)
Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah. Rasional : kompensasi tubuh terhadap
gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat mengakibatkan terjadinya asidosis
respiratory.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia)

Ditandai dengan :
Suhu tubuh meningkat menjadi 38 40 C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari
10.000/mm3
Tujuan :
Suhu tubuh normal
kriteria :
Suhu kembali normal 36 37 C
Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 10.000/mm3
Intervensi dan rasional :
Atur suhu lingkungan yang nyaman. Rasional : iklim lingkungan dapat mempengaruhi
kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi
dan konveksi
Pantau suhu tubuh tiap 2 jam. Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah
syok exhaustion
Berikan hidrasi atau minum yang adekuat. Rasional : cairan-cairan membantu
menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari demam.
Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka. Rasional: perawatan
luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang. Rasional :
kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara
proses konduksi.
Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik. Rasional : obat-obatan
antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram positif, atau
bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk
mengantisipasi panas.
Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit. Rasional : hasil pemeriksaan
leukosit yang meningkat lebih dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya infeksi dan
atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah
Ditandai dengan :
Intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui
hidung dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang
dari 3,5 mg%
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
Berat badan optimal
Intake adekuat
Hasil pemeriksaan albumin 3,5 5 mg%
Intervensi dan rasional :
Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan dalam makan dan pentingnya makanan
bagi tubuh. Rasional : dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah
sehingga klien mengalami kesuliatan menelan dan kadang timbul reflex balik atau
kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adekuat diharapkan klien dapat berpartisipasi
dan kooperatif dalam program diet.
Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet TKTP cair, lunak, dan bubur kasar.
Rasional : diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut
dan proses mengunyah
Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line. Rasioanal : pemberian cairan perinfus
diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau tidak bisa makan lewat
mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu. Rasional : NGT dapat berfungsi
sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat

Anda mungkin juga menyukai