Anda di halaman 1dari 8

ALAT MUSIK TRADISIONAL

Nama Alat Musik : Gambus


Asal Daerah : Sumatera (Tanah melayu)
Bentuk : Bentuknya yang unik seperti bentuk buah labu siam atau labu
air
Cara memainkan : dipetik
Sejarah :
Jenis : gambus tiga senar dan gambus yang mempunyai 12 senar.
Jumlah senar biasanya terpulang pada yang memainkannya.
Bahan : Gambus dibuat dari batang pohon dari jenis yang ringan
seperti angsana (pterocarpus indicus) atau nibung
(oncosperma tigillaria)
Cara Pembuatan : Pohon ditebang, kemudian dipotong menurut ukuran yang
telah tentukan. Selanjutnya pohon itu dilubangi di bagian
tengahnya sehingga terbentuk seperti lubang yang dalam.
Bagian ini dikenal sebagai bakal.
Bakal diperhalus dengan menggunakan kertas pasir (amplas),
sehingga terlihat bersih dan halus. Setelah itu, bakal diolesi
dengan minyak kelapa agar mengkilat. Setelah diolesi, bakal
kemudian dijemur. Proses ini dilakukan berulang-ulang
sehingga benar-benar kering dan mengkilat seperti yang
diinginkan oleh pembuat gambus. Bagian yang berlubang
ditutupi dengan kulit binatang. Kulit yang digunakan adalah
kulit biawak (varannus rudicollis), ular atau kulit ikan pari.
Sebelum kulit binatang dilekatkan, kulit tersebut terlebih
dahulu direndam untuk beberapa hari. Tujuannya untuk
melunakkan dan memudahkan ketika dipaku. Kulit yang sudah
direndam dipaku pada bakal menggunakan paku laduh (My).
Langkah seterusnya ialah memasang penyiput (My). Penyiput
adalah tanduk yang ditancapkan di bagian pangkal-atas
gambus. Pada sebuah gambus, terdapat empat buah penyiput
yang berfungsi untuk menyamakan dan menegangkan senar
gambus. Kemudian, senar dipasang dengan cara mengikat
hujungnya pada bagian pangkal-atas dan menariknya ke bagian
ujung-bawah gambus. Senar tersebut kemudian dipaku. Proses
ini terus diulangi hingga semua senar terpasang. Untuk
memudahkan pemain memetik senar gambus, sebuah tanduk
kerbau digunakan sebagai penyendal atau lebih dikenal
sebagai kuda-kuda gambus.
Setelah selesai meletakkan penyendal, pemain gambus dapat
memainkannya. Memainkan gambus juga memerlukan cara
dan tekniknya. Pemain dapat menggunakan jari atau
menggunakan pementing. Biasanya pemain lebih suka
memetik gambus dengan menggunakan pementing karena
mereka dapat memainkan alat musik tersebut dalam waktu
yang agak lama.













ALAT MUSIK TRADISIONAL

Nama Alat Musik : GONG/ KATAMBUNG
Asal Daerah : KALIMANTAN TENGAH (Suku Banga Dayak)
Tahun : Berkembang di kalangan orang Dayak sebelum abad X Masehi.
Bentuk : Bentuknya yang unik seperti bentuk buah labu siam atau labu
air
Fungsi : digunakan pada upacara yang berkaitan dengan upacara gawi
belom (memotong pantan )) dan gawi matey. Pada upacara
gawi belom, katambung digunakan untuk mengiringi
penyambutan tamu). Sedangkan pada gawi matey, katambung
ditabuh pada saat upacara tiwah (kematian), termasuk pada
upacara balian ngarahang tulang (mengangkat tulang
belulang), balian tantulak (penguburan), balian untung
(upacara syukuran setelah penguburan maupun mengangkat
tulang-belulang).
Cara memainkan : Teknik Menabuh Katambung
Agar katambung mengeluarkan bunyi yang indah, ada
tekniknya, yaitu kulit membran dipukul dengan jari-jari tangan
kanan, sementara tangan kiri memegang badan katambung
atau diletakkan di atas pelimping dengan dengan posisi jari-
jarinya menjulur ke depan (menjuntai ke bawah permukaan
kulit membran). Sedangkan, bagian tengah katambung cukup
hanya dengan disanggah.
Katambung biasanya dimainkan dalam bentuk kelompok yang
beranggotakan 5--7 orang. Pemimpinnya, oleh masyarakat
setempat, disebut upu.
Jenis : katambung dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: (1)
katambung untuk orang dewasa dan (2) katambung untuk
anak-anak. Katambung yang pertama (terbuat dari kayu)
umumnya berukuran panjang lebih kurang 70 sampai 75 cm
dengan garis tengah (tempat melekatkan kulit membran)
antara 15--18 cm. Sedangkan, katambung yang kedua (terbuat
dari bambu) umumnya berukuran panjang sekitar 40--60 cm.
Katambang ini garis tengahnya bergantung pada diameter luas
ruas bambu yang dipakai.
Bahan : rotan, kayu, bambu, kulit, dempul, baji, dan penyang. Rotan
yang diambil adalah rotan yang sudah tua. Rotan itu dipotong
sepanjang 4 meter dari pangkalnya. Kemudian, dijemur sampai
kering, lalu dianyam. Anyaman ini, dalam sebuah katambung,
ditujukan untuk bagian-bagian tertentu yang disebut: tambut,
saluang sarak, dan pelimping.
Cara Pembuatan : Pembuatan katambung diawali dengan pelingkaran rotan.
Dalam hal ini rotan yang sudah kering dibentuk menyerupai
silinder. Salah satu ujungnya dibuat lekukan yang cukup dalam
lalu dilicinkan dengan menggunakan beliung. Lalu, diteruskan
dengan pembuatan ornamen. Caranya, mata beliung
disilangkan pada lekukan, kemudian badan katambung diukir
dengan menggunakan pahat dan langgei. Selanjutnya, bagian
tengah badan katambung dibuat lubang lebar untuk ruang
resonansi. Setelah lubang resonansi terbentuk, diperluas
dengan menggunakan ampelas. Selanjutnya, badan katambung
diukir dengan pahat dan diberi warna: kuning (campuran
kunyit dengan kapur sirih), hitam (campuran jelaga dengan
minyak kelapa), dan putih (campuran air dengan kapur sirih).
Setelah selesai, dilanjutkan dengan pemasangan kulit selaput
getar yang dibentuk menyerupai lingkaran yang telah diberi
beberapa lubang pada beberapa bagian pinggirnya. Pada
lubang tersebut dipasang rotan tambit yang terbuat dari
belahan rotan yang agak besar. Anyaman tambit ini disebut
anyaman pelimping. Lebih kurang satu jengkal dari mulut
katambung, dianyam helai-helai rotan yang membentuk
anyaman saluang sarak yang dibentuk sedemikian rupa dengan
memasukkan baji yang berfungsi untuk mengencangkannya
dan sekaligus mengencangkan kulit selaput getar. Anyaman
saluang sarak ini biasanya menggunakan rotan irit yang halus.
Baji-baji pengencang ini biasanya terbuat dari kayu keras
seperti kayu ulin atau tanduk.
Untuk mengatur panjang-pendeknya getaran pada kulit
membran, dipasang biji-biji dempul (sebesar telur cecak) yang
berbentuk kelerang-kelereng kecil. Dempul tersebut dipasang
melingkari sebuah titik yang dianggap sebagai pusatnya. Cara
merekatkannya pada kulit membran cukup dengan
menekannya. Setelah kulit terpasang pada tempatnya dan
telah dikencangkan dengan tambit dan baji, maka pembuatan
katambung pun selesai. Selanjutnya, tinggal menambah sifat
magisnya yakni dengan menggantungkan penyang-penyang
pada saluang sarak.


















ALAT MUSIK TRADISIONAL

Nama Alat Musik : TIFA
Asal Daerah : PAPUA
Tahun : Berkembang di kalangan orang Dayak sebelum abad X Masehi.
Bentuk : Mirip kendang
Fungsi : Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional,
seperti Tarian perang, Tarian tradisional asmat,dan Tarian
gatsi. rian ini biasanya digunakan pada acara-acara tertentu
seperti upacara-upacara adat maupun acara-acara penting
lainnya.
Cara memainkan : dipukul
Jenis : Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir,
Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas.
Bahan : rotan, kayu, bambu, kulit, dempul, baji, dan penyang. Rotan
yang diambil adalah rotan yang sudah tua. Rotan itu dipotong
sepanjang 4 meter dari pangkalnya. Kemudian, dijemur sampai
kering, lalu dianyam. Anyaman ini, dalam sebuah katambung,
ditujukan untuk bagian-bagian tertentu yang disebut: tambut,
saluang sarak, dan pelimping.
Cara Pembuatan : ASAL USUL ALAT MUSIK TIFA
Asal usul alat musik tifa Tifa adalah alat musik pukul. Alat
musik tifa berasal dari daerah maluku dan papua, Tifa mirip
seperti gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul.
Terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya
dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya
penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk
menghasilkan suara yang bagus dan indah. bentuknyapun
biasanya dibuat dengan ukiran. tiap suku di maluku dan
papuamemiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.
Tifa biasanya dimainkan unt
.

Anda mungkin juga menyukai