2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung
PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir. 1
STUDI POTENSI BAHAYA TSUNAMI DI SELATAN JAWA
Sofyan Hadi Rahmawan 12 , Gunawan Ibrahim 1 , Musa Ali Mustofa 1 , dan Muhammad Ahmad 1 1) Institut Teknologi Bandung 2) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofiska
Abstrak
Studi ini mengkaji tentang potensi bahaya tsunami yang bisa terjadi di pesisir pantai selatan Jawa. Zona subduksi di selatan Jawa merupakan wilayah yang menarik untuk dipelajari, karena zona ini berpotensi terjadi gempa - gempa besar yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami. Gempa gempa tersebut merupakan dampak dari pergerakan lempeng Indo-Australia yang relatif bergerak ke utara dengan kecepatan sekitar 70 mm / tahun menunjam ke bawah lempeng Eurasia yang relatif diam. Dalam kurun waktu 17 tahun telah terjadi 2 kali tsunami yang cukup besar di Selatan Jawa, yaitu tsunami Banyuwangi 1994 dan Pangandaran 2006. Studi mengenai potensi bahaya tsunami perlu dilakukan sebagai upaya awal untuk melakukan mitigasi.
Studi ini menggunakan empat skenario gempa di selatan Jawa dengan kekuatan 7,8 M W. Parameter sesar dan verifikasi hasil model menggunakan data gempabumi tsunami Pangandaran 2006. Waktu tiba dan tinggi tsunami maksimum di pantai dihitung dengan menggunakan program TUNAMI-N2. Peta potensi bahaya tsunami dibuat berdasarkan tinggi tsunami maksimum di pantai.
Verifikasi tinggi tsunami maksimum hasil model dengan data survei lapangan memiliki rata rata tingkat kesalahan 20,74 % . Tinggi tsunami maksimum di pantai untuk keempat skenario gempa berkisar antara 8,45 sampai 9,6 meter. Sementara waktu tiba tsunami di pantai dengan potensi sangat bahaya berkisar antara 25 sampai 50 menit. Daerah yang paling sering terjadi tsunami dengan potensi sangat bahaya untuk keempat skenario gempa ada 6 kecamatan, yaitu Tirtoyudo, Sumber Manjing, Gedangan, Bantur, Donomulyo (Kabupaten Malang) dan Bakung (Kabupaten Blitar), dimana terjadi pada skenario gempa C dan D dengan waktu tiba berkisar antara 31 sampai 38 menit.
Kata kunci : subduksi, gempa, tsunami, TUNAMI-N2, waktu tiba tsunami, tinggi tsunami maksimum, potensi bahaya tsunami.
1. Pendahuluan
Indonesia berada pada wilayah jalur gempa aktif yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami. Bencana yang terjadi karena aktifitas seismik di Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terjadi tsunami adalah pesisir selatan pantai Jawa. Secara geologis pesisir selatan pantai Jawa berada di jalur subduksi atau pertemuan dua lempeng besar yang saling bertumbukan, yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Pergerakan lempeng tektonik di kawasan ini, sering kali menyebabkan terjadinya gempa besar yang dapat memicu terjadinya tsunami. Dalam kurun waktu 17 tahun telah terjadi 2 kali tsunami yang cukup besar di Selatan Jawa, yaitu tsunami Banyuwangi Jawa Timur tahun 1994 dan Pangandaran Jawa Barat tahun 2006.
Gambar 1.1. Aktivitas lempeng tektonik selatan Jawa (Sumber: Natawidjaja dkk, 2009)
2
Morfologi pantai selatan Jawa bervariasi, ada tebing curam (cliff), pantai bergisik (beach), kompleks, teluk, dan ada juga yang berupa rawa. Secara umum, pantai bergisik dengan material pasir mendominasi kawasan ini. Kawasan pantai selatan Jawa, memiliki daya tarik tersendiri ditinjau dari kacamata pariwisata. Banyak lokasi wisata pantai yang menarik di kawasan ini, antara lain pantai Palabuhanratu dan Pangandaran di Jawa Barat, Pantai Teluk Penyu, Ayah, Karangbolong, dan Petanahan di Jawa Tengah, Pantai Glagah, Parangtritis, dan Baron di DIY, serta Pantai Teleng Ria, Popoh, dan Puger di Jawa Timur.
Dengan kondisi geologis di pantai selatan Jawa yang rawan terjadi tsunami, maka perlu dilakukan studi mengenai potensi bahaya tsunami sebagai upaya awal untuk melakukan mitigasi. Sehingga diharapkan dapat meminimalisir korban jiwa maupun harta benda ketika terjadi bencana tsunami.
2. Kajian Pustaka
2.1 Seismotektonik Selatan Jawa
Tektonik selatan Jawa didominasi oleh tunjaman ke utara lempeng Indo-Australia dibawah lempeng Eurasia dengan arah mendekati normal terhadap palung. Lempeng Australia menunjam dengan kedalaman 100 200 km dibawah pulau Jawa dan 600 km di Utara Pulau Jawa. Konsekuensi tunjaman lempeng tersebut, mengakibatkan kegempaan yang tinggi dan lebih dari 20 gunung api aktif di zona ini (Rohadi, 2009).
Gambar 2.1. Penampang Zona Subduksi (sumber : Rohadi, 2009)
Aktivitas kegempaan di selatan Jawa dekade ini lebih aktif dibandingkan dekade sebelumnya berdasarkan katalog kegempaan. Subduksi di selatan Jawa masih aktif, hal itu bisa dilihat dari aktifitas gempa yang terjadi di Jawa. Misalnya gempa yang terjadi di sesar Opak Yogyakarta 2006, gempa tersebut menunjukkan bahwa subduksi di selatan Jawa masih aktif. Hal itu dikarenakan energi gempanya berasal dari subduksi di selatan Jawa.
Gambar 2.2. Seismisitas Selatan Jawa Tahun 1976-2012 (Mw 6 dan H " 60 km) (sumber : global CMT 2012 dan Ammon 2006)
Berdasarkan peta seismisitas pada gambar 2.2, terlihat bahwa di selatan Jawa dari kurun waktu 1976 sampai 2012 pernah terjadi gempa- gempa besar mulai dari 6,4 Mw sampai yang terbesar 7,8 Mw. Dari beberapa gempa besar yang pernah terjadi di Selatan Jawa, hanya dua gempa yang menyebabkan terjadinya tsunami, yaitu gempa Banyuwangi 1994 dan Pangandaran 2006. Kedua gempa ini memiliki mekanisme fokus vertikal, yang merupakan ciri khas dari gempa yang bersumber di sekitar zona subduksi. Berikut adalah peta mekanisme fokus selatan Jawa untuk gempa gempa besar dengan kedalaman dangkal :
Gambar 2.3. Mekanisme fokus Selatan Jawa Tahun 1976-2012 (Mw 6 dan H " 60 km) (sumber : katalog gempa global CMT 2012)
3
Subduksi di selatan Jawa tidak seperti di Sumatera. Di Jawa , subduksinya lebih tua sekitar lebih dari 100 tahun, sementara subduksi Sumatera sekitar 60 80 juta tahun. Palung Jawa memanjang dari Banyuwangi hingga Mentawai dan memiliki banyak sedimen. Sifat ini akan mempengaruhi gempa dan tsunami yang dihasilkan. Banyaknya sedimen di palung bisa menyebabkan gempa lebih lambat, tetapi memiliki dislokasi yang besar. Sehingga tsunami yang dihasilkan oleh gempa tersebut juga besar.
2.2 Tsunami
Gelombang tsunami merupakan gelombang perairan dangkal (shallow water wave), dimana panjang gelombannya bisa mencapai beberapa ratus kilometer dengan amplitude gelombang yang kecil 1 meter diperairan dalam. Gelombang perairan dangkal memiliki kecepatan rambat yang berbanding lurus dengan akar kedalaman laut dan dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. Hubungan antara kecepatan rambat gelombang dan kedalaman laut ditunjukkan sebagai berikut :
. 2.1)
dimana : c = kecepatan rambat tsunami (m/s) g = percepatan gravitasi (m/s 2 ) h = kedalaman laut (m)
Berdasarkan rumus 2.1, Semakin besar kedalaman lautnya maka semakin besar pula kecepatan gelombangnya. Kecepatan rambat gelombang tsunami adalah 800 km/jam untuk perairan dalam, 200 km/jam untuk perairan menengah, dan 25 km/jam ketika di darat (Latief, 2000).
Gambar 2.4. Kecepatan penjalaran gelombang tsunami terhadap kedalaman (sumber : www.ecmwf.org)
2.3 Sumber Pembangkit Tsunami
Area sumber tsunami dianggap mengikuti bidang deformasi sesar gempa bumi di dasar laut berdasarkan teori elastisitas Okada. Prinsip ini diberikan pada model numerik tsunami sebagai nilai rekaan dari perambatan gelombang tsunami.
Gambar 2.5. (a). Pergerakan deformasi kerak samudera di dasar laut diikuti pergerakan permukaan air laut berdasarkan teori elastisitas Okada (sumber : JMA, 2007). (b). Bentuk pergerakan sumber tsunami di dasar laut mengikuti deformasi bidang sesar (sumber : Satake, 2006).
Deformasi dasar laut yang dapat membangkitkan tsunami adalah deformasi arah vertikal (sesar naik atau sesar turun). Pergerakan vertikal lantai samudera naik (uplift) atau turun dengan cepat sebagai respon dari gempa bumi, maka akan menaikkan dan menurunkan air laut dalam skala besar. Karakteristik gempa tektonik yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami, dapat dipenuhi oleh jenis gempa tektonik di zona subduksi. Berikut adalah parameter sesar yang berhubungan dengan deformasi bawah permukaan :
Gambar 2.6. Parameter fault break (sumber : Imamura, 2006) 4
2.4 Karakteristik Tsunami Earthquake
Gempabumi yang menyebabkan terjadinya tsunami disebut tsunamigenic earthquake. Sedangkan tsunami earthquake atau gempabumi tsunami merupakan gempa yang menyebabkan tinggi tsunami yang lebih besar dibandingkan dengan perkiraan perhitungan momen magnitude gempanya. Karakteristik dari tsunami earthquake adalah : 1. Proses patahan (rupture) gempabumi yang pelan dan panjang (Kanamori,1972) 2. Durasi patah (rupture) yang lama, sekitar 100 detik (Kanamori dan Kikuchi, 1993) dalam satake (2007) 3. Terjadi pada batas lempeng yang memiliki plate coupling yang lemah (Ruff dan Kanamori, 1980) dalam Satake (2007) 4. Sumber gempa terletak di lapisan sedimen yang dangkal dan di batas lempeng dekat palung (trench) (Satake dan Tanioka, 1999)
2.5 Teori Model Matematik Penjalaran Tsunami
Persamaan dasar yang digunakan untuk memodelkan tsunami adalah dengan menggunakan persamaan berikut (Goto dan Ogawa, 2007) :
Persamaan Kontinuitas ( Continuity equation)
.2.3)
dimana :
adalah persamaan
perubahan air (water dischange/flux) dalam arah x. adalah persamaan
perubahan air (water discharge / flux) dalam arah y
adalah kecepatan horizontal dari
pergerakan partikel air dalam arah x
adalah kecepatan horizontal dari
pergerakan partikel air dalam arah y Persamaan Momentum arah x :
.2.4)
arah y :
.2.5)
dimana :
adalah debit dalam
arah x dan arah y (m 2 /s)
D = (h+ !) = total kedalaman air dari dasar sampai ke permukaan air sesaat (m) h = kedalaman air dari dasar laut ke MSL (m) ! = ketinggian air dari permukaan atau elevasi sesaat (m) g = percepatan gravitasi (m/s 2 ) n = koefisien kekasaran (manning roughness) t = waktu (s)
3. Persamaan gesekan dasar
.2.6)
.2.7)
Nilai koefisien gesekan dasar n dipilih berdasarkan kondisi dasar perairan seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.1. Nilai koefisien gesekan dasar n (sumber : Linsley dan Franzini, 1979, dalam Imamura 2006)
3. Data dan Metodologi
3.1 Data
Dalam studi ini data yang digunakan adalah : 1. Data parameter sesar tsunami Pangandara 2006 dari Global CMT Harvard. 5
3. Data bathimetry selatan Jawa dari GEBCO dengan interval 1 menit atau berukuran grid 1.85 km x 1.85 km.
Gambar 3.2. Bathimetri Selatan Jawa (sumber : www.bodc.ac.uk) 4. Data tinggi tsunami Pangandaran 2006 hasil observasi BMKG
Tabel 3.3. Tinggi tsunami Pangandaran 2006 (Sumber : Laporan Survei Tsunami Selatan Jawa 2006 BMKG)
3.2 Metodologi
Tahapan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Sumber tsunami dipilih dari even gempabumi tsunami Pangandaran tanggal 17 Juli 2006 sebagai acuan kasus nyata atau verifikasi hasil model. Kemudian penulis membuat empat skenario gempa sebagai sumber tsunami yang berada di zona subduksi di selatan Jawa (Java trench) yang berpotensi menciptakan gempa yang dapat menyebabkan tsunami. Untuk skenario gempa A berada pada koordinat 9.5 0 LS dan 106 0 BT, skenario gempa B berada pada koordinat 10.3 0 LS dan 108.3 0
BT, skenario gempa C berada pada koordinat 10.75 0 LS dan 110.72 0 BT, dan skenario gempa D berada pada koordinat 10.9 0 LS dan 112.6 0 BT Pemilihan lokasi skenario gempa A dan C karena lokasi tersebut berada di antara kejadian gempa besar, yaitu gempa di selatan Lampung dengan gempabumi tsunami Pangandaran 2006 dan gempabumi tsunami Pangandaran 2006 dengan gempabumi tsunami Banyuwangi 1994. Tingkat seismisitas di sekitar lokasi skenario gempa A dan C relatif cukup tenang bila dibandingkan sebelah Barat maupun Timurya, yang bisa disebut sebagai daerah seismic gap. Sehingga ada kemungkinan suatu saat terjadi gempa pembangkit tsunami. Sedangkan pemilihan lokasi skenario gempa B dan D karena lokasi tersebut berada disekitar kejadian gempabumi tsunami, yaitu tsunami Pangandaran 2006 dan tsunami Banyuwangi 1994. Sehingga ada kemungkinan suatu saat terjadi perulangan gempa pembangkit tsunami di sekitar lokasi tersebut.
6
Gambar 3.3. Seismisitas Selatan Jawa dan Skenario Gempa (Sumber : katalog gempa Global CMT 1976 2011)
2. Simulasi ini menggunakan skenario gempa berkekuatan 7,8 Mw dan parameter sesar seperti kejadian gempabumi tsunami Pangandaran 2006.
3. Lokasi pantai observasi yang dipilih berada di sepanjang selatan pantai Jawa dan dibuat sebanyak 98 titik pengamatan pantai (tiap kecamatan).
Gambar 3.4. Lokasi pengamatan pantai
4. Daerah simulasi tsunami di selatan Jawa di desain sebagai model besar seperti pada tabel berikut :
Tabel 3.4. Desain model
5. Waktu tiba dan ketinggian tsunami dihitung dengan menggunakan software TUNAMI- N2 yang dibuat oleh Prof.Dr. Fumihiko Imamura dari Universitas Tohoku Jepang pada tahun 1995. TUNAMI N2 merupakan model simulasi numerik tsunami yang menggunakan skema leap-frog. TUNAMI N2 sendiri merupakan singkatan dari Tohoku Universitys Numerical Analysis Model for Investigation of Near-field tsunami, No-2. Untuk mensimulasikan tsunami dan run-up, TUNAMI N2 menggunakan teori gelombang linear di laut dalam dan menggunakan teori gelombang perairan dangkal di laut dangkal. Koefisien Manning Roughness (n) yang digunakan dalam program TUNAMI N2 merupakan estimasi dari berbagai macam literatur, yaitu n = 0.025 (Chow, 1960 dalam Imamura, 2006). Berikut adalah algoritma software TUNAMI N2 :
Gambar 3.5. Algoritma software TUNAMI N2 (sumber : Imamura, 2006)
6. Hasil perhitungan tinggi tsunami diverifikasi dengan data hasil laporan survei tsunami selatan Jawa 2006 BMKG.
7. Pengklasifikasian potensi bahaya tsunami berdasarkan tinggi tsunami maksimum di pantai. Kelas ketinggian ditentukan berdasarkan tingkat bahaya bagi manusia dan bangunan. Makin tinggi elevasi tsunami, makin berbahaya bagi manusia dan kehancuran bangunan (Latief dkk, 2007).
Tabel 3.5. Klasifikasi tinggi tsunami 7
Berikut adalah diagram alir kerja :
Gambar 3.6. Diagram Alir Kerja
4. Hasil dan Pembahasan
Dari hasil running software TUNAMI N2 didapatkan waktu tiba dan tinggi gelombang tsunami di setiap titik observasi (98 titik tiap kecamatan). Dalam studi ini, telah dirunning model tsunami dengan parameter sesar sepeti kejadian gempabumi tsunami Pangandaran 17 Juli 2006 di lima tempat yang berbeda.
4.1. Kejadian gempabumi tsunami Pangandaran 2006
Hasil model tinggi tsunami maksimum di lokasi tsunami Pangandaran 2006 digunakan sebagai verifikasi hasil model. Berikut adalah hasil model tinggi tsunami maksimumnya:
Gambar 4.1. Model tinggi tsunami maksimum Pangandaran 2006
Tinggi tsunami hasil simulasi kemudian dibandingkan dengan tinggi tsunami hasil pengukuran lapangan di sepanjang pantai selatan jawa, yang dilakukan oleh tim survei BMKG 2006. Berikut adalah hasil perbandingan tinggi tsunaminya :
Gambar 4.2. Grafik perbandingan tinggi tsunami hasil survei dan model
Berdasarkan gambar 4.2, tinggi tsunami hasil survei mendekati tinggi tsunami hasil simulasi model. Dari grafik dapat dilihat bahwa, tinggi tsunami hasil model rata rata lebih tinggi sedikit dibandingkan tinggi tsunami hasil survei. Hal itu dikarenakan lokasi pengamatan model berada di garis pantai, sementara lokasi survei berada agak ke darat, tetapi masih berada dalam area dan lintang yang sama. Semakin menjauhi pantai, tinggi tsunami tentunya semakin berkurang.
Tabel 4.1. Tinggi tsunami hasil survei dan model
8
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa verifikasi tinggi tsunami hasil model dengan hasil survei lapangan menunjukan tingkat kesalahan terkecil 3,18 % yang ada di daerah pantai Trisik, sedangkan tingkat kesalahan terbesar 36,12 % yang ada di daerah pantai Puring. Rata rata nilai tingkat kesalahan dalam verifikasi hasil model cukup kecil yaitu 20,74 %. Ini berarti model hasil program TUNAMI- N2 bisa diterapkan untuk kasus tsunami yang ada di pantai selatan Jawa.
4.2 Skenario gempa A
Lokasi skenario gempa A berada di sebelah barat dari lokasi gempa bumi tsunami Pangandaran 2006 atau berada di sebelah selatan Jawa Barat, yaitu pada koordinat 9,5 0
LS dan 106 0 BT. Hasil model tinggi tsunami maksimum skenario gempa A adalah sebagai berikut :
Gambar 4.3. Model tinggi tsunami maksimum skenario gempa A
Tinggi tsunami maksimum skenario gempa A adalah 8,45 meter dengan waktu tiba 27 menit, berada di kecamatan Cikelet kabupaten Garut (Jawa Barat). Waktu tiba tsunami tercepat adalah 27 menit, yang berada di kecamatan Cibalong, Pamengpeuk, Cikelet (kabupaten Garut), dan kecamatan Sindang Barang, Agrabinta (kabupaten Cianjur).
Gambar 4.4. Peta potensi bahaya tsunami skenario gempa A
Gambar 4.6 merupakan peta potensi bahaya tsunami, dimana tingkat potensi bahaya tsunami ditunjukkan oleh garis pantai berwarna merah untuk potensi sangat bahaya, kuning untuk potensi bahaya, biru untuk potensi cukup bahaya, dan hijau untuk potensi tidak bahaya. Berdasarkan peta potensi bahaya tsunami skenario gempa A, daerah yang memiliki potensi yang sangat bahaya ada 16 kecamatan yang tersebar di 5 kabupaten di Jawa Barat, yaitu kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, dan Sukabumi dengan waktu tiba berkisar antara 27 menit sampai 39 menit. Daerah tersebut ditunjukkan oleh garis pantai berwarna merah.
4.3 Skenario gempa B
Lokasi skenario gempa B berada di dekat lokasi gempa bumi tsunami Pangandaran 2006 atau berada di sebelah selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah, yaitu pada koordinat 10,3 0 LS dan 108,3 0 BT. Hasil model tinggi tsunami maksimum skenario gempa B adalah sebagai berikut :
Gambar 4.5. Model tinggi tsunami maksimum skenario gempa B
Tinggi tsunami maksimum skenario gempa B adalah 8,5 meter dengan waktu tiba 41 menit, berada di kecamatan Tepus kabupaten Gunung Kidul (Yogyakarta). Waktu tiba tsunami tercepat adalah 33 menit, yang berada di kecamatan Cibalong (Garut).
9
Gambar 4.6. Peta potensi bahaya tsunami skenario gempa B
Berdasarkan peta potensi bahaya tsunami skenario gempa B, daerah yang memiliki potensi yang sangat bahaya ada 29 kecamatan yang tersebar di 8 kabupaten, yaitu kabupaten Pacitan (Jawa Timur), Gunung Kidul, Bantul, Kulon Progo (Yogyakarta), Wonogiri, Purworejo, Kebumen, dan Cilacap (Jawa Tengah) dengan waktu tiba berkisar antara 33 menit sampai 50 menit. Daerah tersebut ditunjukkan oleh garis pantai berwarna merah.
4.4 Skenario gempa C
Lokasi skenario gempa C berada di sebelah timur dari lokasi gempa bumi tsunami Pangandaran 2006 atau berada di sebelah selatan Yogyakarta dan Jawa Timur, yaitu pada koordinat 10,75 0 LS dan 110,72 0 BT. Hasil model tinggi tsunami maksimum skenario gempa B adalah sebagai berikut :
Gambar 4.7. Model tinggi tsunami maksimum skenario gempa C
Tinggi tsunami maksimum skenario gempa C adalah 9,5 meter dengan waktu tiba 38 menit, berada di kecamatan Besuki kabupaten Tulungagung (Jawa timur). Waktu tiba tsunami tercepat adalah 32 menit, yang berada di kecamatan Sumber Manjing (Malang).
Gambar 4.8. Peta potensi bahaya tsunami skenario gempa C
Berdasarkan peta potensi bahaya tsunami skenario gempa C, daerah yang memiliki potensi yang sangat bahaya ada 19 kecamatan yang tersebar di 5 kabupaten, yaitu kabupaten Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, dan Malang (Jawa Timur) dengan waktu tiba berkisar antara 32 menit sampai 38 menit. Daerah tersebut ditunjukkan oleh garis pantai berwarna merah.
4.5 Skenario gempa D
Lokasi skenario gempa D berada di dekat lokasi gempa bumi tsunami Banyuwangi 1994 atau berada di sebelah selatan Jawa Timur, yaitu pada koordinat 10,9 0 LS dan 112,6 0 BT. Hasil model tinggi tsunami maksimum skenario gempa D adalah sebagai berikut :
Gambar 4.9. Model tinggi tsunami maksimum skenario gempa D
Tinggi tsunami maksimum skenario gempa D adalah 9,6 meter dengan waktu tiba 32 menit, berada di kecamatan Tempurejo kabupaten Jember (Jawa timur). Waktu tiba tsunami tercepat adalah 26 menit, yang berada di kecamatan Tegal Delimo (Banyuwagi). 10
Gambar 4.10. Peta potensi bahaya tsunami skenario gempa D
Berdasarkan peta potensi bahaya tsunami skenario gempa D, daerah yang memiliki potensi yang sangat bahaya ada 22 kecamatan yang tersebar di 5 kabupaten, yaitu kabupaten Blitar, Malang, Lumajang, Jember, dan Banyuwangi (Jawa Timur) dengan waktu tiba berkisar antara 26 menit sampai 42 menit. Daerah tersebut ditunjukkan oleh garis pantai berwarna merah.
5. Kesimpulan
1. Rata rata tingkat kesalahan dalam verifikasi hasil model adalah 20,74 %. 2. Tinggi tsunami maksimum di pantai untuk keempat skenario gempa berkisar antara 8,45 sampai 9,6 meter. 3. Waktu tiba tsunami di pantai dengan potensi sangat bahaya untuk keempat skenario gempa berkisar antara 25 sampai 50 menit. 4. Daerah yang paling sering terjadi tsunami dengan potensi sangat bahaya untuk keempat skenario gempa ada 6 kecamatan, yaitu Tirtoyudo, Sumber Manjing, Gedangan, Bantur, Donomulyo (Kabupaten Malang) dan Bakung (Kabupaten Blitar), dimana terjadi pada skenario gempa C dan D dengan waktu tiba berkisar antara 31 sampai 38 menit. 5. Daerah yang memiliki tingkat potensi bahaya tsunami yang tinggi, perlu ditingkatkan upaya mitigasi dan kesiap- siagaan masyarakat akan bencana tsunami. Sehingga diharapkan dapat meminimalisir korban jiwa maupun harta benda ketika terjadi bencana tsunami.
6. Daftar Pustaka
Ammon et all, 2006, The 17 July 2006 Java Tsunami Earthquake, Geophysical Research Letters, Vol. 33, USA.
Imamura, F., Yalciner, Ahmet Cevdet,Ozyurt, Gulizar, April 2006 Revision, Tsunami Modelling Manual, DCRC (Disaster Control Research Center), Tohuku University, Japan.
JMA (Japan Meteorological Agency), March 2007 Edition, Draft of Manual on Operation Systems for Tsunami Warning Service.
Kanamori, H., 1972, Mechanism of tsunami earthquake. Physics of the Earth and Planetary Interiors 6: 246-259.
Latief, H., 2000, Tsunami Modelling, Risk Assesment, and Mitigation, Pusat Penelitian Kelautan, Institut Teknologi Bandung.
Latief, H., H. Sunendar, Yuhsananta. P, dan E. Riawan (2006), Pemodelan dan Pemetaan Rendaman Tsunami Serta Kajian Resiko Bencana Tsunami Kota Padang, PPKPL, ITB.
Natawidjaja, D.H., Laatief, H., Sunandar, 2009, Studi Gempa dan Tsunami di Indonesia Terkait Aset Pertamina, PPKPL, ITB.
Pribadi, S., Fachrizal, Gunawan, I., Hermawan, I., Tsuji, Y., Sub, S., Han, 2006, Laporan Gempabumi dan Tsunami Selatan Jawa Barat.
Rohadi, S., 2009, Distribusi Spasial dan Temporal Seismotektonik Wilayah Subduksi Jawa, Megasains 1(4) : 180 188.
Satake, K., Tanioka, Y., 1999, Source of Tsunami and Tsunamigenic Earthquake in Subduction Zones, Pure and Applied Geophysics 154: 467-483.
Satake, Kenji, 2006, Tsunami and Earthquake, Geological Survey of Japan, National Institute of Advance Industrial Science and Technology, IISEE (International Institute of Seismology and Earthquake Engineering), Tsukuba.