Anda di halaman 1dari 11

DERMATITIS ATOPIK

HENDRI OKARISMAN
STASE ILMU KULIT DAN KELAMIN
DOKTER MUDA RSUD TEMANGGUNG JATENG
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam beberapa dekade ini kejadian Dermatitis Atopik (D.A) semakin meningkat dan hal
tersebut merupakan sebuah masalah besar yang tidak hanya menyangkut kehidupan penderita
saja tetapi juga melibatkan keluarganya, karena walaupun penyebab D.A bersifat multifaktorial,
faktor genetik menjadi penyebab tersering dari D.A. Gejala klinis utama yang muncul pada D.A.
adalah pruritus (gatal-gatal) yang dapat hilang timbul sepanjang hari dan sangat mengganggu
aktivitas penderita. Kehilangan kadar air lewat epidermis yang meningkat disertai ujud kelainan
kulit berupa papul, likenifikasi (akibat digaruk), erosi, ekskoriasi, bahkan krusta menyebabkan
penderita merasa cemas dan tertekan (Chairiah, 2011)
Dermatitis Atopik adalah peradangan pada kulit yang bersifat kronis dan sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum serta riwayat atopi pada keluarga dan
penderita (rhinitis alergi dan atau asma bronchial). Berbagai faktor dapat menjadi penyebab dari
D.A. anatara lain: genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologi dan imunologi. Konsep dasar
dari terjadinya D.A. adalah melalui reaksi imunologik yang diperantai oleh sel-sel imunitas dari
sum-sum tulang (Djuanda, 2010).
Predileksi D.A. pada bayi terdapat di kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut.
Pada anak-anak terdapat pada tengkuk, lipat siku dan lipat lutut, sedangakan pada dewasa
terdapat pada tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki (Siregar, 2003).
Perinsip pengobatan kuratif pada pasien D.A. adalah menghindari faktor yang
memperberat dan memicu siklus gatal-garuk dengan memberikan antihistamin sistemik.
Pemberian obat topical berupa krim hidrofilik urea 10% sebagai pelembab hidrasi kulit dan
kortikosteroid topical dapat memperbaiki kondisi D.A. (Djuanda, 2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Moro, et al (2006) menyebutkan bahwa penggunaan prebiotik oligosakarida
dapat mngurangi insidensi D.A. pada bayi usia enam bulan, diduga laktobasilus memiliki peran
yang potensial dalam peningkatan sistem imun postnatal dengan cara mengubah flora usus yang
berperan dalam mencegah alergi primer selama priode bayi.
Upaya prefentive D.A. dilakukan dengan cara menghindari faktor-faktor pencetus D.A.,
menjaga kelembaban kulit (menggunakan sabun pelembab dll), mandai dengan air yang suhunya
sama dengan tubuh (tidak menggunakan air panas, karena menyebabkan kulit kering),
menghindari kontak dengan debu rumah, dan bulu binatang (Djuanda, 2010).

Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui lebih banyak tentang penyakit D.A. dari defInisi, etiologi,
pathogenesis, cara penularan hingga penatalaksanaan.

BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. S
Umur : 43 Th
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan Swasta (Petugas Lab)
Agama : Islam
Alamat : Temanggung
B. Anamnesis Pasien
Autoanamnesis dengan pasien dilakukan pada tanggal 8 Maret 2013.
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan gata-gatal dan timbul bercak kemerahan di kedua pipi. Pasien juga
mengeluhakan gatal-gatal di kedua punggung tangan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU Temanggung dengan keluhan gatal-
gatal dan timbul bercak merah di kedua pipi pasien. Pasien juga mengeluhakan gatal-gatal
disertai bruntus-bruntus di kedua punggung tangan pasien. Keluhan ini sudah dirasakan sejak
lama 10 tahun dan berlangsung kambuh-kambuhan. Pasien mengaku keluhan yang dialami
sekarang adalah yang paling parah. Keluhan diawali jika pasien terlalu lama menghirup udara
berdebu, diawali dengan bruntus kemerahan di kedua pipi yang kemudian meluas dan terasa
sangat gatal. Gatal dan bercak merah yang timbul diwajah membuat pasien cemas dan tertekan
karena berhubungan dengan kosmetik yang dapat dilihat orang banyak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah lama, 10 tahun kambuh-kambuhan dengan keluahan yang sama.
Pasien memiliki riwayat alergi obat antibiotik Amoxcicillin dan Ampicillin
Riwayat ashma (-), rhinitis (-).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat keluhan serupa dengan pasien
5. Reviem Sistem
Cerebrospinal : Compos Mentis
Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
Respiratorius : Batuk (-), sesak nafas (-)
Gastrointestinal : Makan minum lancer, BAB lancer
Urogenital : BAK lancer
Muskuloskeletal : Gerakan baik dan bebas, kekuatan normal
C. Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Cukup
2. Vital Sign
Nadi : 96 x/ menit
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : Afebris
3. Kepala
Mata : Konjunctivitis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Dahi : Dapat mengerutkan dahi, simetris kanan dan kiri
Bibir : Sianosis (-), kering (-), mencong (-)
Mulut : Gigi goyah (-), gigi berlubang (-), mukosa mulut dalam batas normal, lidah
mobile, lidah masih dapat mengecap dengan baik
Ekstremitas : Simetris, deformitas (-), akral hangat (-), edema (-)
4. Status Dermatologis
Distribusi : Regional, bilateral
Ad Regio : Pipi kiri dan kanan, punggung tangan kanan-kiri
Efloresensi : Makula, papul, eritematosa, hiperpigmentosa multiple sd plakat, berbatas
tegas, skuama halus (+).
D. Diagnosis Banding
1. Dermatitis Atopik
2. Dermatitis kontak
3. Dermatitis numularis
4. Psoriasis
E. Diagnosis Kerja
1. Dermatitis Atopik
F. Terapi (Penatalaksanaan)
1. Umum
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit D.A. dan cara penularannya
Menjelaskan bahwa penyebab D.A. bersifat multifaktorial, dan faktor genetik memeilki
persentase terbanyak penyebab D.A.
Meminta pasien untuk menghindari faktor-faktor pencetus.
Meminta pasien menggunakan pelembab kulit, misalnya sabun pelembab, krim pelembab dll,
karena dermatitis atopic menyebabkan kulit menjadi kering. Hindari penggunaan air panas untuk
mandi karena dapat membuat kulit kering.
Menghindari keringat berlebihan.
Menjelaskan cara penggunaan krim/ salep (perbedaan salep di wajah dan tangan)
2. Khusus
Topikal
Hidrocortison 2,5% salep dioleskan ke wajah (pipi tempat keluhan) sehari dua kali oles.
Inerson 15 gr, di oleskan ke punggung tangan yang gatal sehari dua kali oles
Sistemik
Loratadin 10 mg (Antihistamin) tablet diminum sehari satu kali.
G. Pognosis
1. Quo Ad vitam : ad bonam
2. Quo Ad Sanationam : ad bonam
3. Quo Ad Functionam : Dubia ad bonam
4. Quo Ad Cosmeticam : Dubia ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang umumnya sering
terjadi selama masih bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE
dalam serum dan riwayat atopik pada keluarga atau penderita (Djuanda, 2010). Riwayat atopik
dalam keluarga atau pada penderita dapat berupa adanya riwayat ashma bronkial, rhinitis alergi,
dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman (Siregar, 2003).
A. Epidemiologi
Prevalensi dermatitis atopic semakin meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat 15-30% anak-
anak dan 2-10% orang dewasa di negara maju menderita D.A. Penyakit ini menjadi salah satu
masalah kesehatan yang cukup besar karena tidak hanya menyangkut penderita saja termasuk
keluarga, hal ini berkaitan dengan salah satu penyebab D.A. berupa faktor genetic (Pialang,
2012).
B. Etiologi dan Patogenesis
Dermatitis atopic dapat disebabkan oleh faktor endogen yang lebih berperan sebagai faktor
predisposisi dan faktor eksogen berperan sebagai faktor pencetus. Faktor endogen meliputi:
faktor genetic, hypersensitivitas tipe 1 (IgE mediated) dan disfungsi sawar kulit. Sedangkan
faktor eksogen meliputi: trauma fisika-kimia-panas, bahan iritan, alergi debu, tungau debu rumah
(Piliang, 2012).
1. Faktor Endogen
Faktor Genetik
Faktor genetic melibatkan kromosom 5q31-33, kromosom ini banyak mengdung kumpulan
family gen sitokin (IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF), sedangkan jika IL-4 dan IL-13 meningkat
dapat meningkatkan aktivasi limfosit T yang akhirnya limfosit T merangsang sel B untuk
menstimulasi peningkatan IgE yang akan cepat bereaksi ketika ada allergen masuk. Peningkatan
ekspresi GM-SCF akan mempertahankan hidup dan fungsi monosit, sel langerhans dan eosinofil.
Disfungsi sawar kulit
Penderita D.A. rata-rata memilki kulit kering, hal tersebut disebabkan
hilangnya ceramid di kulit sebagai molekul utama sebagai pengikat air di ruang ekstraseluler
stratum korneum, dianggap sebagai kelainan fungsi sawar kulit. Kelainan fungsi sawar kulit
menyebabkan peningkatan transepidermal water loss2-5 kali normal, sehingga kulit akan kering
dan menjadi pintu masuk (port dentry)untuk terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan
virus (Djuanda, 2010).
Hipersensitivitas
Gangguan imunologi yang menonjol pada dermatitis atopik adalah adanya peningkatan
IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat. Aktivitas limfosit T meningkat terjadi karena
adanya pengaruh dari IL-4. Sementara produksi IL-4 dipengaruhi oleh akttivitas sel T helper dan
Sel T helper akan merangsang sel B untuk memproduksi IgE. Sel langerhans pada penderita
D.A. bersifat abnormal, yakni dapat secara langsung menstimulasi sel T helper tanpa adanya
antigen, sehingga sel langerhans akan meningkatkan produksi IgE. Secara normal antigen yang
masuk ke dalam kulit akan berikatan dengan IgE yang menempel pada permukaan sel langerhens
menggunakan FcRI. FcRI merupakan receptor pengikat IgE dengan sel langerhans. Pada orang
yang menderita D.A. jumlah FcRI lebih banyak daripada orang normal. Sehingga terdapat
korelasi antara kadar FcRI dengan kadar IgE dalam serum, semakin tinggi FcRI maka kadar
IgE semakin tinggi pula (Djuanda,2010).
Pada kulit penderita D.A. akan lebih banyak ditemukan sel-sel yang mengekspresikan
mRNA IL-4 dan IL-13 daripada kulit orang normal. Begitupun jika terdapat lesi akut dan kronis
pada penderita D.A. akan ditemukan jumlah yang lebih besar sel-sel yang mengekspresikan
mRNA IL-4, IL-5 dan IL-13. Peningkatan IL-4, IL-13 memiliki efek meningkatkan produksi
IgE, sedangkan prningkatan IL-5 akan menstimulasi pengerahan dan aktivasi dari sel eosinofil
sehingga sangat mudah terjadi reaksi alergi (Baratawijawa, 2009).
2. Faktor Eksogen
Lingkungan
Faktor lingkungan bersih berpengaruh terhadap kekambuhan D.A. misalnya asap rokok,
polusi udara, walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas, kelembaban dan keringat
yang banyak dapat memicu rasa gatal dan kekambuhan.
Iritan
Kulit penderita D.A. lebih rentan terhadap bahwan iritan seperti sabun alkalis, bahwan
kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok bayi dan anak, sinar matahari dan pakaian wol.
Alergen
Dari percobaan yang membandingkan reaksi placebo dengan tungau debu rumah (TDR),
didapatkan hasil bahwa TDR yang dihirup penderita D.A memberikan reaksi ekserbasi lesi di
tempat lesi lama dan baru. Infeksi bakteri Staphylococcus aureus ditemukan pada lebih dari 90%
lesi D.A. dan hanya 5% populasi normal. S.Aureus mensekresi superantigen yang dapat
berpenetrasi di daerah inflamasi langerhans untuk memproduksi IL-1, TNF, dan IL-12 yang
meningkatkan induksi inflamasi pada penderita D.A.
Makanan
Pada anak kecil, makanan sering menjadi faktor pencetus D.A. seperti telur, susu, gandum,
kedele dan kacang tanah. Hasil pemeriksaan laboratorium dari bayi dan anak-anak dengan D.A.
menunjukan reaksi positif terhadap (skin tes) beberapa jenis makanan. Reaksi + diikuti dengan
adanya kenaikan eosinofil dalam plasma.

C. Manifestasi Klinis dan Predileksi
Gejala utama penderita D.A. adalah pruritus yang dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi
umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibat dari garukan pasien timbul ujud kelainan kulit
berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudari dan krusta.
1. Dermatitis Atopik pada Anak (2 bulan sd 2 tahun)
Lesi bisa muncul di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulovesikel yang halus, bila digosok dan
pecah terjadi eksudatif dan terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke tempat lainyaitu ke leher,
pergelangan tangan lengan dan tungkai.
2. Dermatitis Atopik pada Anak (Usia 2 sd 10 tahun)
Dapat meruapakan kelanjutan dari infantile atau muncul sendiri. Lesi lebih kering, banyak papul,
likenifikasi dan sedikit skuama. Predileksi di lipat silku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian
fleksor, kelopak mata dan leher.
3. Dermatitis Atopik pada remaja dan dewasa
Lesi kulit dapat berupa plak eritematosa, berskuama, plak likenifikasi, yang gatal. Pada D.A.
remaja predileksi di lipat siku, lipat lutut, dahi dan sekitar mata. Pada D.A. dewasa, predileksi
terdapat di pergelangan tangan, tungkai bawah, lengan dan leher.
D. Kriteria Diagnostik
Berdasarkan metode Hanifin dan Rajaka yang dimodifikasi oleh William (1994), kriteria
diagnostik D.A. sekurang-kurangnya harus memiliki 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor:
1. Kriteria Mayor
a. Pruritus
b. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
c. Dermatitis fleksura pada dewasa
d. Dermatitis kronis atau residif (Menahun dan kambuhan)
e. Riwayat atopic pada penderita atau keluarga
2. Kriteria Minor
a. Xerosis (kulit kering)
b. Infeksi kulit (S. aureus dan virus herpes simplek)
c. Dermatitis non sfesifik pada tangan dan kaki
d. Iktiosis
e. Ptiriasis alba
f. Keratosis pilaris (bintil keras di siku/ lutut)
g. Hiperliniar palmar (garis telapak tangan lebih jelas)
h. Dermatitis di papilla mamae
i. White dermografisme dan delayed blanch respon
j. Gatal bila berkeringat
k. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
l. Tes kulit alergi tipe dadakan positif
m. Kadar IgE di dalam serum meingkat
n. Hipersensitif terhadap makanan
o. Intoleran terhadap wol dan pelarut lemak
p. Konjuntivitis berulang
q. Muka pucat atau eritem
r. Orbita menjadi gelap
s. Aksentuasi perifolikular
t. Kelitis
u. Keratokonus

Untuk D.A pada bayi kriteria dimodifikasi yaitu:
1. Kriteria Mayor
a. Riwayat atopi pada keluarga
b. Dermatitits di muka atau ekstensor
c. Pruritus
2. Kriteria minor
a. Xerosis/ Iktiosis/ Hiperliniaris Palmaris
b. Fisura belakang telinga
c. Skuama di scalp, kronis

E. Diagnosis Banding
1. Dermatitis Numularis
2. Dermatitis Kontak
3. Dermatitis Seboroik
4. Psoriasis
5. Scabies

F. Pemeriksaan Laboratorium
1. Uji temple pada Kulit
Dilakukan dengan cara aplikasi epikutan aeroallergen yakni menggunakan tungau debu rumah
pada penderita atopik, terdapat 30-50% penderita mengalami eksaserbasi di lesi lama.
2. Tes Kulit dadakan
Pada penderita atopik akan menunjukan hasil positif yang diikuti oleh kenaikan mencolok
histamin dalam plasma serta aktivasi eosinofil
3. Immunoglobulin
Dilakukan pemeriksaan kadar IgE pada penderita D.A. dengan hasil terjadinya peningkatan IgE
pada 80 sd 90% penderita. Tinggi rendahnya IgE tidak berkaitan atau tidak mengalami fluktuasi
baik pada saat eksaserbasi, remisi maupun pengobatan.
4. Pemeriksaan Leukosit darah
Pemeriksaan jumlah limfosit pada penderita D.A. dalam batas normal. Kadar eosinofil pada
penderita D.A. sering meningkat seiring meningkatnya IgE, sedangkan leukosit PMN
berdasarkan uji nitro blue tetrazolium (NBT) berada dalam batas normal.
G. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
Prinsip dari terapi non farmakologis adalah mengingatkan pasien untuk menghindari faktor
pencetusseperti makanan yang membuat alergi, bahan-bahan iritan, suhu, stress emosi dll.
2. Farmakologis
Topikal
a. Hidrasi Kulit
Tipe kulit pada penderita D.A. yang kering dan rentan menjadi pintu masuk allergen dapat
dicegah dengan memberikan pelembab. Bisa menggunakan krim hidrofilik urea 10% yang
ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Setelah mandi, kulit di lap kemudian gunakan
emolien sebagai pelembab.
b. Kortikosteroid
Digunakan sebagai antiinflamasi lesi kulit. Pada bayi gunakan steroid berpotensi rendah seperti
hidrocortison 1%-2,5%. Pada anak dan dewasa gunakan steroid potensi menengah seperti
triamsinolon kecuali muka dan genitalia tetap pakai potensi rendah. Bila penyakit telah
terkontrol gunakan secara intermiten 2x seminggu dengan steroid potensi paling rendah. Pada
lesi akut yang basah, dikompres dulu dengan larutan burowi atau permanganas kalikus 1:5000.
c. Imunomodulator topical
i. Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat aktivasi sel dalam D.A seperti sel langerhans, sel T dan sela
Mas. Sediaan bentuk salep 0.03% untuk anak usia 2-15 tahun dan untuk dewasa 0.03% atau
0.1%. Pada pengobatan jangka panjang tidak ada efek samping kecuali rasa terbakar setempat.
ii. Pimekrolimus
Cara kerja hampir sama dengan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1% , aman
pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitive 2x sehari.
d. Preparat Ter
Memiliki efek sebagai anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Diapakai pada lesi kronis
dengan sediaan salep hidrolik misalnya yang mengandung likuor karbonis detergen 5%.
e. Antihistamin
Tidak dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisai pada kulit. Pemakaian krim
doksepin 5% dalam jangka pendek dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi.
Pengobatan sistemik
a. Kortikosteroid
Digunakan dalam jangka pendek, dosis rendah, atau di tapering kemudian diganti dengan steroid
topical. Obat ini hanya digunakan untuk pengendalian eksaserbasi akut.
b. Antihistamin
Digunakan untuk mengurangi rasa gatal hebat terutama malam hari. Gunakan antihistamin
dengan efek sedative seperti difenhidramin, hidroksisin agar pasien bisa istirahat dan tidak
menggaruk. Pada kasus sulit gunakan doksepin hidroklorid 10-75 mg/ oral/ 2x sehari untuk 10
hari.
c. Anti infeksi
Untuk bakteri S.aureus dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Untuk infeksi
virus dapat gunakan asiclovir 3x400 mg/hariselama 10 hari.
d. Interferon
IFN- bekerja menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH2. IFN-
rekombinan dapat menurunkan jumlah eosinofil total.
e. Siklosporin
Digunakan jika D.A. sulit diobati dengan cara konvensional. Siklosporin merupakan
imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat pada cyclophilin menjadi suatu
kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan.
B. Prognosis
Prognosis penderita D.A. dilihat berdasarkan kondisi klinis dan penyebab dari timbulnya D.A itu
sendiri.
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad Sanationam : ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo Ad Cosmeticam : Dubia ad bonam

BAB IV
KESIMPULAN

1. Dermatitis atopik pada kasus ini di tegakan dari hasil anamnesis dan gejala klinis berupa
terpenuhinya minimal 3 gejala mayor berupa pruritus, dermatitis yang menahun, dan terdapat
riawayat alergi pada penderita dan keluarga korban dalam hal ini ayah kerban. Sementara 3
gejala minor 3 yang dialami pasien pada kasus ini meliputi kulit kering, gatal bila berkeringat
dan hipersensitiv terhadap beberapa makanan.
2. Ujud kelainan kulit pada pasien berupa makula, papul, eritematosa, hiperpigmentosa multiple sd
plakat, berbatas tegas, skuama halus (+) di region wajah (pipi kanan dan kiri) pergelangan
tangan. Berdasarkan ujud kelainan kulit, predileksi pada kasus ini dapat di diagnosis dengan
dermatitis atopik
3. Terapi pada Dermatitis atopic dapat berupa terapi nornfarmakologis dengan cara menghidari
faktor pencetus dan juga terapi farmakologis berupa terapi topical dan sistemik.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawijaya, K.G. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: FK UI
Djuanda, A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: FK UI
Fitzpatricks. Sixth Edition. Color Atlas and Synopsis Of Clinical Dermatology. New York: Mc
Graw Hill.
Moro, et al. 2006. Probiotic Oligosaccarides Reduces The Incidences Of Atopic Dermatitis During
The First Sixt Mounth Of Ages. Arch Dis Child 2006;91:814-8
Piliang, M. 2012. Dermatitis Atopic. Disease Management Project. Diunduh pada tanggal 9 Maret
2013
darihttp://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/dermatology/atopic
-dermatitis/
Siregar, R.S, 2003. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai