Anda di halaman 1dari 13

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
DENGUE HEMORRAGIC FEVER

3.1 Definisi
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala
perdarahan dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan
trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau
lebih dari harga normal
1
.

3.2 Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue secara
global. Sebanyak 2,5 3,0 triliyun penduduk di seluruh dunia memiliki risiko menderita
penyakit ini. Di seluruh dunia 50 100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya
sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak
anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan
sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan setiap harinya
6
.

3.3 Etiologi dan Transmisi
Demam Berdarah Dengue diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue
merupakan RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan
kapsul lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae,
genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60
nm, mempunyai RNA positif sense yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif
terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70
o
C
4,7
. Virus
dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4
3
.
Penularan infeksi virus dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu sendiri,
terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara. Virus dengue
dikatakan menyerang manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian di Afrika
menyebutkan bahwa monyet dapat terinfeksi virus ini. Transmisi vertikal dari ibu ke anak
telah dilaporkan kejadiannya di Bangladesh dan Thailand
6
. Vektor utama dengue di
Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus betina
7
. Ciri-ciri
nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti)
8
:
Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
Hidup di dalam dan di sekitar rumah
Menggigit/menghisap darah pada siang hari
Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan di
got/comberan

Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, perangkap
semut dan lain-lain.

Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka virus
dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue
akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk. Dalam satu minggu
jumlahnya dapat mencapai puluhan bahkan sampai ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan
kepada orang lain. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk
(proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap maka terlebih dahulu
dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya tidak membeku
2
.
Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada orang lain. Tidak
semua orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti tersebut akan terkena demam berdarah
dengue. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue tidak akan
terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus dengue. Sebaliknya pada orang
yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit demam
ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok, tergantung
dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya
3
.

3.4 Patofisiologi dan Patogenesis
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada
DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses
imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.

Manifestasi klinis demam dengue
timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam
peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari
sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan
segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak
virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang
sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3
jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen.
6
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya
gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi
manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia,
tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.
6

Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu
teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus
binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen.
2,4

Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika
terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat
mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan
antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang
berat.
6
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga
juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemia dan syok.
6
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody response
Kompleks Virus-Antibody
Aktivasi Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a)
Komplemen
Histamin dalam urin meningkat
Permeabilitas kapiler meningkat
Perembesan Plasma
Hipovolemia
SYOK
Anoksia Asidosis
MENINGGAL
Ht Meningkat
Natrium Menurun
Cairan dalam
rongga serosa
>30% pd kasus
syok 24-48 jam
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dapat dilihat pada gambar 2.3 Sebagai akibat infeksi sekunder
oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik
yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3
dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien
dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan
berlangsung selama 24 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan
kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga
serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.










Gambar 3.3 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.
4
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut
akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody respose
Kompleks Virus-Antibody
Aktivasi Komplemen Agregasi Trombosit Aktivasi Koagulasi
Penghancuran
Trombosit oleh RES
Pengeluaran
Platelet faktor III
Aktivasi Faktor Hageman
Trombositopenia
Koagulopati
konsumtif
Sistem Kinin
Anafilaktosin
Gangguan fungsi
trombosit
Penurunan faktor
Pembekuan
Kinin
Peningkatan
Permeabilitas
kapiler
PERDARAHAN MASIF
FDP Meningkat
SYOK
pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES
(reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini
akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati
konsumtif ( KID; koagulasi intravaskular deseminata ), ditandai dengan peningkatan FDP
( fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi
lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi
aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang
dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,
dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok
yang terjadi.
4















Gambar 3.4 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.
4


3.5 Spektrum Klinis dan Derajat Penyakit
Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi antara
kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi virus dengue dapat tidak
menunjukan gejala (Asimtomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa
penyebab yang jelas, demam dengue (DD) dan bermanifestasi berat demam berdarah dengue
(DBD) tanpa syok atau sindrom syok dengue ( SSD ).
1

3.5.1 Demam Dengue ( DD )
Demam dengue adalah penyakit demam akut selama 2 7 hari dengan dua atau
lebih manifestasi sebagai berikut : nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, manifestasi
perdarahan dan leukopenia
1
.

3.5.2 Demam Berdarah Dengue ( DBD )
Pada awal perjalanan penyakit, DBD dapat menyerupai kasus DD dengan
kecenderungan perdarahan dengan satu manifestasi klinis atau lebih yaitu :
a. Uji torniquet positif
b. Petekie, ekimosis atau purpura
c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi )
d. Hematemesis dan Melena
e. Trombositopenia (< 100000/mm3)
f. Hemokonsentrasi sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler dengan
manifestasi satu atau lebih yaitu : (a). Peningkatan hematokrit lebih dari 20%
dibandingkan standar umur dan jenis kelamin, (b). Penurunan hematokrit lebih atau
sama dengan 20% setelah mendapat pengobatan cairan, (c). Tanda perembesan
plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia
1


3.5.3 Sindrom Syok Dengue
Kriteria yang telah disebutkan diatas, ditambah dengan manifestasi kegagalan
sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (< 20mmHg), hipotensi
(sesuai umur), kulit dingin dan lembab dan pasien tampak gelisah
1
.


Gambar 3.5 Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue
6
.

3.5.4 Derajat Penyakit DD / DBD
Ada 4 derajat penyakit DD/DBD sesuai kriteria WHO (1997) :
Derajat I : Deman tinggi disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji tourniquet (uji rumple leed positif).
Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan nyata
lain (petekie, perdarahan gusi, perdarahan hidung, hematemesis, melena).
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut,
kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur
1
.

3.6 Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakanh berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1986 terdiri
dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi
diagnosis yang berlebihan ( Overdiagnosis )
1
.
Kriteria Klinis :
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas berlangsung terus menerus selama 2 7
hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis / melena.
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki
dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratoris :
a. Trombositopenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau lebih,
menurut standar umur dan jenis kelamin.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau
hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan atau terjadi
perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan trombositopenia mendukung
diagnosis DBD
1
.


3.7 Pemeriksaan Penunjang
3.7.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis DBD
adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, sumsum tulang, serologi dan isolasi virus.
Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk
mendiagnosis DBD secara definitif dengan isolasi virus,identifikasi virus dan serologis.

Darah Lengkap :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DBD
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma, Selain hemokonsentrasi juga
didapatkan trombositopenia, dan leukopenia
3
.

IgM Elisa
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai.
Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal
hal yang perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :
a. Pada perjalanan penyakit hari 4 5 virus dengue, akan timbul IgM yang diikuti oleh
IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan diagnosis
yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 3 bulan setselah adanya infeksi. Untuk
memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji
IgM tidak boleh dipakai sebagai satu satunya uji diagnostik untuk pengelolaan
kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan kelebihan uji
mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama
dengan uji HI.

IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji HI , hanya
sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi dengue IgM / IgG
dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar di pasaran.

3.7.2 Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain
3
:
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea

3.8 Diagnosis Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau
penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis chikungunya, malaria.
Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara
DBD dengan penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh
anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila
dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa
demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi kojungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet
positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak semula kelihatan
sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada
hitung jenis). Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk
membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas
terdapat rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II,
oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari
pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit DBD, tetapi pada ITP
demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder
3
.

3.9 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD
dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dapat dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
1

Pada kasus DBD derajat I dan II
1. Tirah baring
3
.

2. Asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi
Asupan makanan berupa diet makanan lunak. Pasien dianjurkan untuk banyak minum,
2-2,5 liter dalam 24 jam. Pemberian cairan oral bertujuan untuk mencegah dehidrasi.
Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup, susu, serta larutan
oralit. Apabila cairan oralit tidak dapat diberikan karena penderita muntah , tidak mau
minum, atau nyeri perut yang berlebihan sebaiknya diberikan secara intravena
3
.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis
Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin dan dipiron. Paracetamol
direkomendasikan untuk mempertahankan suhu dibawah 39
o
C dengan dosis 10-15
mg / kgbb / kali. Hindari pemberian salisilat (aspirin, asetosal) karena dapat
menimbulkan pendarahan saluran cerna dan asidosis. Selain pemberian obat-obatan
juga dilakukan pemberian kompres dingin.
3
4. Monitor tanda- tanda vital (suhu, nadi. Tekanan darah, pernafasan). Jika kondisi
pasien memburuk observasi ketat tiap jam. Periksa hemoglobin, hematokrit dan
trombosit setiap hari, terutama saat dimana periode febris berubah menjadi afebris.
Monitor tanda-tanda renjatan dini meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda
vital, hasil-hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. Bila penderita terus
muntah atau keadaan semakin memburuk perlu diberkan cairan per intravena dengan
Ringer laktat atau Dekstrosa 40 % dalam NaCL 0,9 %.
3


Pada kasus DHF derajat III dan IV
9,10
1. Prinsipnya mengatasi syok yang terjadi dengan memberikan cairan pengganti yang
adekuat dalam waktu yang cepat. Pada syok yang berat, sering tetesan yang terjadi
dengan klem dibuka masih kurang cepat karena kolapnya pembuluh darah perifer.
Untuk itu perlu diberikan cairan secara intravena dengan tekanan yaitu menyuntikkan
sejumlah 200 cc cairan dari semprit dan setelah agak lancar baru dilanjutkan dengan
tetesan infus. Tetesan dapat diberikan dengan dosis 20 ml/kgbb/jam, sampai 30-40
ml/kgbb/jam. Secara praktis diberikan 1-2 liter secepat mungkin dalam waktu 1-2
jam.
2. Bila dengan cairan ringer laktat tak memberikan respon yang baik ,maka cairan
diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgbb/jam. Dosis dapat dinaikkan
sampai 30-40 ml/kgbb/jam. Pada beberapa kasus mungkin perlu dilakukan
pemeriksaan tekanan vena sentral.
3. Monitor tekanan darah , nadi, dan respirasi tiap 1-2 jam, Hb dan HCT tiap 4 jam.
Observasi hepatomegali, pendarahan , efusi pleura, gejala edema paru, produksi urin
dan suhu badan.
4. Koreksi keseimbangan asam dan basa
5. Transfusi darah, sebaiknya darah segar. Indikasinya pendarahan nyata seperti
hematemesis, melena, epistaksis terus menerus
6. Pemberian antibiotik bila diperkirakan adanya infeksi sekunder.
7. Oksigen pada setiap pasien syok
8. Trombosit konsentrat. Pemberian ini masih kontroversial

Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila :
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000/l
- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
1
.

3.10 Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan diberikan,
umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat
III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian
pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan
yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan
Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang
dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang disertai
komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk
3
.


DAFTAR PUSTAKA

1. Dengue Hemorrhagic Fever. In:Diagnosis Treatment, Prevention and Control. 2
nd
ed.
Geneva , WHO;1997.
2. Sutaryo, Pudjo H, Mulatsih S. Tatalaksana Syok dan Perdarahan Pada DBD. medika
fakultas kedokteran UGM. Yogyakarta;2004.
3. Hadinegoro SRH, Safari HI, editor. Demam Berdarah dengue : Naskah lengkap pelatih
dokter spesialis anak dan dokter penyakit dalam, dalam tatalaksana DBD.Jakarta :Balai
Penerbit FK UI;1999.
4. Simon S, Saputra EJ, Nirmalasari O. Dengue Hemorragic Fever : An Indonesia
Perspective. Majalah Kedokteran Atma jaya 2004 Jan : 3 (1) : 37-49.
5. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Suryadi S. Tatalaksana Demam Dengue/Demam
Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman; 2004.
6. Dublish V, Shah I. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever/Dengue Shock Syndrome.
Last updated on 01-08-2005, Available on http://www.pediatriconcall.com. Accessed:
April 5,2008.
7. Hendrawanto. Dengue. Dalam : Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA,
Widodo D, Isbagio H, dkk, Ilmu Penyakit Dalam. Ed ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;1996.
8. Demam Berdarah Dinas Kesehatan DKI Jakarta.Last update 10-06-2003.Available on
www.dinkes-dki.go.id/db.html .Accessed:April 5,2008.
9. Waspadailah Demam Derdarah Depsos RI web sites. Available at http://www. depsos.
Go. Id/modules. Accesed:April 5,2008.
10. Silalahi L. Demam Berdarah 2004. Available at URL: http://www. tempointeraktif.
Com/hg/narasi/2004. html. Accesed :April 5,2008.

Anda mungkin juga menyukai