Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik
secara fisik, psikis, maupun secara sosial. Remaja pada masa peralihan
tersebut kemungkinan besar dapat mengalami masa krisis, yang ditandai
dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Kondisi tersebut
apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian
yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan
perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma
yang ada di masyarakat.
Adanya kemudahan dalam menemukan berbagai macam informasi
termasuk informasi yang berkaitan dengan masalah seks, merupakan salah
satu faktor yang bisa menjadikan sebagian besar remaja terjebak dalam
perilaku seks yang tidak sehat. Berbagai informasi bisa diakses oleh para
remaja melalui internet atau majalah yang disajikan baik secara jelas dan
secara mentah yaitu hanya mengajarkan cara-cara seks tanpa ada penjelasan
mengenai perilaku seks yang sehat dan dampak seks yang berisiko, misalnya
penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seks yang tidak sehat.
Penelitian menunjukkan bahwa kegiatan seks bebas menempatkan
remaja pada tantangan risiko yang berat terhadap berbagai masalah kesehatan
reproduksi. Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun
melahirkan anak, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi
Penyakit Menular Seksual (PMS) yang masih dapat disembuhkan. Secara
global, 40% dari semua kasus HIV/AIDS terjadi pada kaum muda 15-24
tahun. Perkiraan terakhir adalah setiap hari ada 7000 remaja yang terinfeksi
HIV (UNAIDS, 1998). Jumlah kasus HIV di Indonesia yang dilaporkan
hingga Maret 2007 mencapai 14.628 orang. Sedangkan kasus AIDS sudah
2

mencapai 8.914 orang, separuh atau 57,4 % dari kasus ini adalah kaum muda
yang umurnya 15-29 tahun.
(Depkes, 2007)
Di Indonesia ada sekitar 16-20% dari remaja yang berkonsultasi telah
melakukan hubungan seks pranikah, jumlah kasus ini cenderung naik. Itu bisa
dilihat dengan meningkatnya jumlah kasus aborsi di Indonesia yang mencapai
2,3 juta per tahun. Di Jawa tengah ada sekitar 60 ibu yang melakukan aborsi
perbulan atau sekitar 720 per tahun. Tragisnya 15-30% dari perilaku aborsi
itu adalah remaja yang berstatus siswi SMP (Sekolah Menengah Pertama)
dan SMA (Sekolah Menengah Atas), hal ini menunjukkan rentannya remaja
terhadap masalah seks bebas.
(Usi, 2007)
Yang lebih memprihatinkan lagi, Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) mencatat hasil survei pada 2010
menunjukkan, 51 % remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pranikah.
Hasil survei untuk beberapa wilayah lain di Indonesia, seks pranikah juga
dilakukan beberapa remaja, misalnya saja di Surabaya tercatat 54 %, di
Bandung 47 %, dan 52 % di Medan. Hasil penelitian di Yogya dari 1.160
mahasiswa, sekitar 37 % mengalami kehamilan sebelum menikah.
Dalam melakukan hubungan seksual, sebagian remaja banyak yang
tidak memikirkan dampak dari dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu
kehamilan yang tidak dikehendaki dan penyakit hubungan seksual.
Kehamilan yang tidak dikehendaki dapat terjadi setiap saat sebab mereka
biasanya hanya memikirkan kesenangan dan kenikmatan sesaat saja tanpa
memikirkan akibatnya yang sangat merugikan remaja putri. Jika
dibandingkan dengan remaja putra, remaja putri paling rentan dalam
menghadapi masalah kesehatan sistem reproduksinya. Secara anatomis
remaja putri lebih mudah terkena infeksi dari luar karena bentuk dan letak
organ reproduksinya yang dekat dengan anus. Dari segi fisiologis, remaja
putri akan mengalami menstruasi, kehamilan di luar nikah, aborsi, dan
perilaku seks di luar nikah yang berisiko terhadap kesehatan reproduksinya.
3

Selain itu dari segi sosial, remaja putri sering mendapatkan perlakuan
kekerasan seksual dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Namun perilaku seks bebas remaja dan resiko kesehatan reproduksi
remaja ini dapat diminimalisir dengan adanya pendidikan agama dan akhlak,
bimbingan orang tua, dan pendidikan seks serta pengetahuan yang benar
tentang kesehatan reproduksi remaja. Pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi remaja ini dapat ditingkatkan dengan pendidikan kesehatan
reproduksi yang dimulai dari usia remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi di
usia remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi,
tetapi juga bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual
dan kehamilan yang tidak diharapkan atau kehamilan beresiko tinggi.
(Dwi, 2011)
1.2 Tujuan
1. Supaya masyarakat mengerti apa yang dimaksud dengan seks bebas dan
tau apa factor penyebabnya.
2. Supaya masyarakat mengerti apa yang dimaksud dengan sodomi.










4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Seks Bebas
A. Pengertian Perilaku Seks Bebas
Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya
maupun sesama jenis. Objek seksual biasa berupa orang lain, orang
dalam khayalan, atau diri sendiri.
Hyde (2007) perilaku seksual adalah tingkah laku yang dapat
menimbulkan kemungkinan untuk mencapai organisme. Padahal ada
kalanya ketika seseorang melakukan senggama ia tidak mengalami
organisme, hal ini biasanya dialami oleh wanita. Untuk itu ditampilkan
definisi lain, yaitu perilaku seksual adalah semua jenis aktifitas fisik yang
melibatkan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau afeksi.
(Nevid, Rathus & Rathus, 2005).
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual atau aktifitas fisik yang
melibatkan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau afeksi.
Seks bebas adalah bebas adalah hubungan seksual yang
dilakukan di luar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam
dunia prostitusi.
Seks bebas bukan hanya dilakukan oleh kaum remaja bahkan
yang telah berumah tangga pun sering melakukannya dengan orang yang
bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan alasan mencari variasi
seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
(Wiwing, 2014)

5

B. Faktor Penyebab Perilaku Seks Bebas
Menurut Maslow (dalam Hall & Lindzey, 1993) dalam tingkat
hierarkis, bahwa terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi
manusia, salah satunya adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis
mencakup kebutuhan dasar manusia dalam bertahan hidup, yaitu
kebutuhan yang bersifat instingtif ini biasanya akan sukar untuk
dikendalikan atau ditahan oleh individu, terutama dorongan seks.
Menurut Freud (dalam Danarto, 2003) memberikan pandangan bahwa
perilaku manusia didominasi oleh dorongan seks (sexual drive),
mengarah kepada prinsip kesenangan
(pleasure principle) yang dikendalikan oleh id-nya masing-
masing. Sehingga, apabila seseorang tidak mampu mengatur id yang
dimilikinya, maka orang tersebut akan kehilangan kontrol dalam
menahan suatu keinginan seperti dorongan seks.
Menurut Prabowo & Riyanti (2008), ketika seseorang
mempertimbangkan motivasi seksual dari sudut pandang biologis, seks
mempunyai ciri yang diterangkan sebagai bagian dari dorongan biologis
yang lain:
1. Seks bukan hanya diperlukan untuk mempertahankan hidup
individu, kecuali bahwa seks diperlukan untuk kelangsungan hidup.
2. Perilaku seksual tidak ditimbulkan oleh kurangnya substansi atau
zat-zat tertentu dalam tubuh.
3. Setidaknya pada binatang tingkat tinggi, motivasi seksual mungkin
lebih dipengaruhi oleh informasi panca indera dari lingkungannya,
yaitu insentif dari pada oleh motif biologis yang lain.
(Wiwing, 2014)



6

C. Pengertian Perilaku Seks Bebas
Menurut Ghifari (2003), perilaku seks bebas adalah hubungan
antara dua orang dengan jenis kelamin yang berbeda dimana terjadi
hubungan seksual tanpa adanya ikatan pernikahan. Kelompok seks bebas
menghalalkan segala cara dalam melakukan seks dan tidak terbatas pada
sekelompok orang. Mereka tidak berpegang pada morality atau nilai-nilai
manusiawi.
Sewaktu-waktu mereka dapat berhubunggan seksual dengan
orang lain dan di lain waktu mereka juga bisa menggauli keluarga
sendiri.
Menurut Desmita (2005) perilaku seks bebas pada remaja adalah
cara remaja mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual, yang
berasal dari kematangan organ seksual dan perubahan hormonal dalam
berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu,
sampai melakukan kontak seksual. Tetapi perilaku tersebut dinilai tidak
sesuai dengan norma karena remaja belum memiliki pengalaman tentang
seksual.
Menurut Sarwono (2002) perilaku seks bebas adalah segala
tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan
jenisnya maupun dengan sesama jenis.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan perilaku seks bebas adalah perilaku yang
didasari oleh dorongan seksual untuk mendapatkan kesenangan seksual
dengan lawan jenis yang dilakukan tanpa ikatan pernikahan yang sah.
(Wiwing, 2014)




7

D. Bentuk-Bentuk Perilaku Seks Bebas
Menurut Sarwono (2002) bentuk-bentuk dari perilaku seks
bebas dapat berupa berkencan intim, berciuman, bercumbu, dan
bersenggama. Sedangkan Desmita (2005) mengemukakan berbagai
bentuk tingkah laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai
melakukan kontak seksual.

Bentuk-bentuk perilaku seks bebas (dalam www.Bkkbn.go.id) yaitu:
1. Petting adalah upaya untuk membangkitka dorongan seksual antara
jenis kelamin dengan tanpa melakukan tindakan intercourse.
2. Oral genital seks adalah aktivitas menikmati organ seksual melalui
mulut. Tipe hubungan seksual model oral-genital ini merupakan
alternative aktifitas seksual yang dianggap aman oleh remaja masa
kini.
3. Sexual intercourse adalah aktivitas melakukan senggama.
4. Pengalaman Homoseksual adalah pengalaman intim dengan sesama
jenis.
Menurut Sarwono (2002) juga mengemukakan beberapa bentuk dari
perilaku seks bebas, yaitu:
a. Kissing : Saling bersentuhan antara dua bibir manusia atau pasangan
yang didorong oleh hasrat seksual.
b. Necking : Bercumbu tidak sampai pada menempelkan alat kelamin,
biasanya dilakukan dengan berpelukan, memegang payudara, atau
melakukan oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama.
c. Petting : Bercumbu sampai menempelkan alat kelamin, yaitu dengan
menggesek-gesekkan alat kelamin dengan pasangan namun belum
bersenggama.
d. Intercourse : Mengadakan hubungan kelamin atau bersetubuh diluar
pernikahan.
8

Menurut Santrock (2002) bentuk-bentuk perilaku seks bebas, yaitu:
a. Kissing yaitu sentuhan yang terjadi antara bibir diikuti dengan hasrat
seksual.
b. Necking yaitu aktivitas seksual disekitar tubuh tapi belum ada
kontak alat kelamin.
c. Petting yaitu menempelkan alat kelamin tapi belum ada kontak alat
kelamin.
d. intercourse yaitu bersenggama atau kontak alat kelamin.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
bentuk-bentuk perilaku seks bebas mencakup Kissing, necking, petting,
sexual intercourse.
(Wiwing, 2014)

E. Faktor Penyebab Seks Bebas
Menurut Ghifari (2003) perilaku negatif remaja terutama
hubungannya dengan penyimpangan seksualitas, pada dasarnya bukan
murni tindakan diri mereka sendiri, melainkan ada faktor pendukung atau
yang mempengaruhi dari luar. Faktor-faktor yang menjadi sumber
penyimpangan tersebut adalah:
1. Kualitas diri remaja itu sendiri seperti, perkembanggan emosional
yang tidak sehat, mengalami hambatan dalam pergaulan sehat,
kurang mendalami norma agama, ketidakmampuan menggunakan
waktu luang.
2. Kualitas keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku baik,
bahkan tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua dan
pergeseran norma keluarga dalam mengembangkan norma positif.
Disamping itu keluarga tidak memberikan arahan seks yang baik.
9

3. Kualitas lingkungan yang kurang sehat, seperti lingkungan
masyarakat yang mengalami kesenjangan komunikasi antar tetangga.
4. Minimnya kualitas informasi yang masuk pada remaja sebagai akibat
globalisasi, akibatnya anak remaja sangat kesulitan atau jarang
mendapatkan informasi sehat dalam seksualitas.

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga
Kaiser (Kaiser Family Foundation) (dalam Dariyo, 2004), hal-hal yang
mendorong remaja melakukan hubungan seks di luar pernikahan adalah:
a. Hubungan seks: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam
masa pacaran. Seringkali remaja mempunyai pandangan yang salah
bahwa masa pacaran merupakan masa di mana seseorang boleh
mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya. Dalam hal ini, bentuk
ungkapan rasa cinta (kasih sayang) dapat dinyatakan dengan
berbagai cara, misalnya, pemberian hadiah bunga, berpelukan,
berciuman, dan bahkan melakukan hubungan seksual. Dengan
anggapan yang salah ini, maka juga akan menyebabkan tindakan
yang salah. Karena itu, sebelum pacaran, sebaiknya orang tua wajib
memberi pengertian yang benar kepada anak remajanya agar mereka
tidak terjerumus pada tindakan yang salah.
b. Kehidupan iman yang rapuh. Kehidupan beragama yang baik dan
benar ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam
menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik tanpa dipengaruhi
oleh situasi kondisi apapun. Dalam keadaan apa saja, orang yang taat
beragama, selalu dapat menempatkan diri dan mengendalika diri
agar tidak berbuat hal-hal yang bertentanggan dengan ajaran agama.
Dalam hatinya, selalu ingat terhadap Tuhan, sebab mata Tuhan
selalu mengawasi setiap perbuatan manusia. Oleh karena itu, ia tak
akan melakukan hubungan seksual dengan pacarnya, sebelum
10

menikah secara resmi. Ia akan menjaga kehormatan pacarnya, agar
terhindar dari tindakan nafsu seksual sesaat. Bagi individu yang taat
beragama, akan melakukan hal itu sebaik-baiknya. Sebaliknya, bagi
individu yang rapuh imannya, cenderung mudah melakukan
pelanggaran terhadap ajaran-ajaran agamanya. Agama hanya
dijadikan sebagai kedok atau topeng untuk mengelabui orang lain
(pacar), sehingga tak heran, kemungkinan besar orang tersebut
dapatmelakukan hubungan seksual pranikah.
c. Faktor kematangan biologis. Dapat diketahui bahwa masa remaja
ditandai dengan adanya kematangan biologis. Dengan kematangan
biologis, seorang remaja sudah dapat melakukan fungsi reproduksi
sebagai mana layaknya orang dewasa lainnya, sebab fungsi organ
seksualnya telah bekerja secara normal. Hal ini membawa
konsekuensi bahwa seorang remaja akan mudah terpengaruh oleh
stimulasi yang merangsang gairah seksualnya, misalnya, dengan
melihat film porno, cerita cabul. Kematangan biologis yang tidak
disertai dengan kemampuan mengendalikan diri, cenderung
berakibat negatif, yaitu terjadi hubungan seksual pranikahdi masa
pacaran remaja. Sebaliknya, kematangan biologis, disertai dengan
kemampuan pengendalian diri akan membawa kebahagiaan remaja
dimasa depannya, sebab ia tidak akan melakukan hubungan seksual
pranikah.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya perilaku seks bebas yaitu kualitas diri yang rendah,
kualitas keluarga, kualitas lingkungan yang kurang sehat, minimnya
kualitas informasi yang masuk, bentuk penyaluran kasih sayang yang
salah dalam masa pacaran, dan kematangan biologis yang tidak
disertai dengan kemampuan mengendalikan diri, cenderung
11

berakibat negatif, yaitu terjadi hubungan seksual pranikah dimasa
pacaran.
(Wiwing, 2014)

F. Akibat Yang Ditimbulkan Seks Bebas
Menurut Wilson (dalam Ghifari, 2003), bahaya free sex
mencakup bahaya bagi perkembangan mental (psikis), fisik dan masa
depan remaja itu sendiri. Secara terperinci berikut ini lima bahaya utama
free seks:
1. Menciptakan kenangan buruk.
Masih dikatakan untung jika hubungan pranikah itu tidak
ada yang mengekspos. Si gadis atau si jejaka terlepas dari aib dan
cemoohan masyarakat. Tapi jika ternyata diketahui masyarakat, tentu
yang malu bukan saja dirinya sendiri melainkan keluarganya sendiri
dan peristiwa ini tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat
sekitar. Hal ini tentu saja menjadi beban mental yang berat.
2. Kehamilan yang tidak diharapkan (unwanted pregnancy).
Unwanted pregnancy membawa remaja pada dua pilihan,
melanjutkan kehamilan atau menggugurkannya. Hamil dan
melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu faktor risiko
kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu. Menurut
Wibowo (1994) terjadinya perdarahan pada trisemester pertama dan
ketiga, anemi dan persalinan kasip merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada kehamilan remaja. Selain itu kehamilan di usia
muda juga berdampak pada anak yang dikandung, kejadian berat
bayi lahir rendah (BBLR) dan kematian perinatal sering dialami oleh
bayi-bayi yang lahir dari ibu usia muda. Menurut Affandi (1995)
tingkat kematian anak pada ibu usia muda mencapai 2-3 kali dari
kematian anak yang ibunya berusia 20-30 tahun.
12

Kehamilan yang terjadi akibat seks pranikah bukan saja
mendatangkan malapetaka bagi bayi yang dikandungnya juga
menjadi beban mental yang sangat berat bagi ibunya mengigat
kandungan tidak bisa di sembunyikan, dan dalam keadaan kalut
seperti ini biasanya terjadi depresi, terlebih lagi jika sang pacar
kemudian pergi dan tak kembali.
3. Pengguguran kandungan dan pembunuhan bayi.
Banyak kasus bayi mungil yang baru lahir dibunuh ibunya.
Sebagian dari bayi itu dibungkus plastik hidup-hidup, dibuang di
kali, dilempar di tong sampah, dan lain-lain, ini suatu akibat dari
perilaku binatang yang pernah dilakukannya. Selain melanjutkan
kehamilan tidak sedikit pula mereka yang mengalami unwanted
pregnancy melakukan aborsi. Lebih kurang 60 % dari 1.000.000
kebutuhan aborsi dilakukan oleh wanita yang tidak menikah
termasuk para remaja. Sekira 70-80 % dari angka itu termasuk dalam
kategori aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) yang juga
merupakan salah satu factor yang menyebabkan kematian ibu.
4. Penyakit Menular Seksual (PMS) HIV/AIDS.
Dampak lain dari perilaku seks bebas remaja terhadap
kesehatan reproduksi adalah tertular PMS termasuk HIV/AIDS. Para
remaja seringkali melakukan hubungan seks yang tidak aman dengan
kebiasaan dengan berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks
menyebabkan remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV seperti
sifilis, gonore, herpes, klamidia, dan AIDS. Dari data yang ada
menunjukkan bahwa diantara penderita atau kasus HIV/AIDS 53%
berusia antara 15-29 tahun.
Si wanita atau si pria yang dulu pernah melakukan hubungan
pranikah waktu pacaran lalu putus, cenderung ingin melakukan
hubungan serupa dengan pria atau wanita lain mengigat seks sifatnya
13

adiktif (ketergantungan), suatu waktu ia akan merasa lapar untuk
melakukan hubungan intim dengan pasangan lain. Jika hal ini terus
dilakukan, maka buka hal mustahil akan terjangkit penyakit kelamin.
5. Keterlanjuran dan timbul rasa kurang hormat.
Perilaku seks bebas (free sex) menimbulkan suatu keterlibatan
emosi dalam diri seorang pria dan wanita. Semakin sering hal itu
dilakukan, semakin mendalam rasa ingin mengulangi sekalipun
sebelumnya ada rasa sesal. Terlebih lagi bagi wanita, setiap ajakan
sang pacar sangat sulit untuk ditolak karena takut ditinggalkan atau
diputuskan. Sementara itu bagi laki-laki, melihat pasangannya begitu
mudah diajak, akan terus berkurang rasa hormat dan rasa cintanya.
6. Psikologis.
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat
berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsekuensi
psikologis. Kodrat untuk hamil dan melahirkan menempatkan remaja
perempuan dalam posisi terpojok yang sangat dilematis. Dalam
pandangan masyarakat, remaja putri yang hamil merupakan aib
keluarga yang melanggar norma-norma sosial dan agama.
Penghakiman social ini tidak jarang meresap dan terus tersosialisasi
dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan bingung, cemas, malu, dan
bersalah yang dialami relaja setelah mengetahui kehamilannya
bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan
yang kadang disertai dengan rasa benci dan marah baik kepada diri
sendiri maupun kepada pasangan, dan kepada nasib yang membuat
kondisi sehat secara fisik, sosial, dan mental yang berhubungan
dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.
(Wiwing, 2014)


14

G. Penanggulangan Dampak Seks Bebas
Ada beberapa upaya prefentif yang bisa dilakukan untuk
penanggulangan dampak seks bebas, antara lain:
1. Pendidikan agama dan akhlak.
Pendidikan agama wajib ditanamkan sedini mungkin pada
anak. Dengan adanya dasar agama yang kuat dan telah tertanam pada
diri anak, maka setidaknya dapat menjadi penyaring (filter) dalam
kehidupannya. Anak dapat membedakan antara perbuatan yang harus
dijalankan dan perbuatan yang harus dihindari.
2. Pendidikan seks dan reproduksi.
Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks
hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai
macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya akan
membuat para orangtua merasa khawatir. Untuk itu perlu diluruskan
kembali pengertian tentang pendidikan seks. pendidikan seks berusaha
menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah
anggapan negatif tentang seks. Dengan pendidikan seks kita dapat
memberitahu remaja bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan
wajar terjadi pada semua orang, selain itu remaja juga dapat diberitahu
mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat
menghindarinya.
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki
informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai
faktor yang ada di sekitarnya.Dengan informasi yang benar,
diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung
jawab mengenai proses reproduksi.
Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan kesehatan
reproduksi sehingga lingkup pendidikan kesehatan reproduksi lebih
luasPendidikan kesehatan reproduksi mencakup seluruh proses yang
15

berkaitan dengan sistem reproduksi dan aspek-aspek yang
mempengaruhinya, mulai dari aspek tumbuh kembang hingga hak-hak
reproduksi. Sedangkan pendidikan seks lebih difokuskan kepada hal-
hal yang berkaitan dengan kehidupan seks.
3. Bimbingan orang tua.
Peranan orang tua merupakan salah satu hal terpenting dalam
menyelesaikan permasalahan ini. Seluruh orang tua harus
memperhatikan perkembangan anak dan memberikan informasi yang
benar tentang masalah seks dan kesehatan reproduksi kepada anak.
Orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kesehatan reproduksi
kepada anak sedini mungkin saat anak sudah mulai beranjak dewasa.
Hal ini merupakan salah satu tindakan preventif agar anak tidak
terlibat pergaulan bebas dan dampak-dampak negatifnya. Selain itu
orang tua juga harus selalu mengawasi pergaulan anaknya. Dengan
siapa mereka bergaul dan apa saja yang mereka lakukan di luar rumah.
Setidaknya harus ada komunikasi antara anak dengan orang tua setiap
saat. Apabila anak menemukan masalah, maka orang tua berkewajiban
untuk membantu mencarikan solusinya.
4. Meningkatkan aktivitas remaja ke dalam program yang produktif.
Melatih dan mendidik para remaja yang telah dipilih untuk
menjadi anggota suatu organisasi, misalnya Karang Taruna, Karya
Ilmiah Remaja, Pusat Informasi dan Konseling Pendidikan
Reproduksi Remaja (karena remaja biasanya dapat lebih mudah
melakukan komunikasi dan membicarakan masalah tersebut antara
sesamanya), dan kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat.
(Wiwing, 2014)



16

2.2 Sodomi
A. Pengertian Sodomi
Sodomi adalah istilah hukum yang digunakan dalam untuk
merujuk kepada tindakan seks "tidak alami", yang bergantung pada
yuridiksinya dapat terdiri atas seks oral atau seks anal atau semua bentuk
pertemuan organ non-kelamin dengan alat kelamin, baik dilakukan
secara heteroseksual, homoseksual, atau antara manusia dan hewan.
Sodomi adalah hubungan seks melalui anus, dan umumnya dilakukan
oleh kaum homoseksual. Homoseksual adalah kecenderungan seseorang
tertarik secara seksual kepada orang yang berjenis kelamin sama dengan
dirinya.
(Selvia, 2013)
B. Bahaya Sodomi Beresiko Berbagai Penyakit
Korban sodomi selain akan mengalami gunjangan psikis, kondisi fisik
juga akan berisiko terjadinya berbagai penyakit. Anus atau dubur
memang tidak diperuntukkan untuk masuknya benda asing dari luar.
Anus berperan sebagai tempat lewatnya feses atau kotoran, sehingga
jelas bahwa anus bias menjadi sumber infeksi .
Selain itu karena anus atau dubur tidak untuk masuknya benda maka jika
dimasukkan benda tersebut dilakukan dengan paksa dan tanpa diberikan
pelumas maka akan menyebabkan dinding anus rentan terluka. Kondisi
luka tersebut akan memudahkan tertularnya berbagai ifeksi dari patner
yang melakukan seks anal. Resiko terjadi luka akan bertambah banyak
jika proses anal seks dilakukan dengan cara paksa.
(Merry, 2014)

17

C. Adapun Penyakit Yang Disebabkan Sodomi
1. HIV
2. Herpes simpleks
3. Hepatitis B
4. Hepatitis C
5. HPV ( Human Papiloma Virus )
6. Gonore
7. Khlamidha
8. Sipilis
9. Shingelosis
10. Kanker Anus
Orang yang di sodomi akan mengalami masalah dengan organ
pencernaannya, terutama pada saat buang air besar. Lubang anus benar
benar bolong seperti tabung. Efeknya, mereka akan kesulitan menahan
rasa buang air besar karena otot otot penahan pembuangannya sudah
rusak.
(Obat sakit, 2014)
D. Cara Penanganan Korban Sodomi
1. Menjauhkan anak dari lingkungan atau keadaan yang menyebabkan
anak dapat mengingat kembali peristiwa kekerasan yang telah
menimpanya.
2. Dampingi anak dalam beberapa kegiatan yang dilakukannya.
3. Buatlah suasana yang aman dan nyaman bagi anak Anda.
18

4. Orangtua hendaknya lebih waspada terhadap orang-orang yang
berada di sekeliling anaknya.
5. Jelaskan kepada anak Anda tentang arti kekerasan, dengan cara
mengatakan kepadanya bahwa tidak boleh membiarkan siapapun
menggunakan kekerasan, terutama terhadap anak-anak.
6. Melibatkan anak dalam berbagai macam kegiatan positif, seperti
kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
7. Mengaktivasi otak kanannya dengan berbagai kegiatan seni seperti
menggambar, melukis, dan bermain musik agar menjadi suatu
bentuk trauma healing bagi anak-anak.
8. Menggunakan terapi psikologis tertentu jika dibutuhkan.
9. Kenali rasa takut yang mungkin dialami anak Anda dan bersikap
peka terhadap apapun yang dirasakannya.
10. Orangtua hendaknya jangan meninggalkan anaknya sendirian tanpa
ada orang terdekat dan terpercaya yang mengawasinya.
(Nuraini Dyah R., S.Psi: 2013 )

E. Cara Penanganan Pelaku Sodomi
1. Ancaman hukuman pun diminta berubah, yang awalnya di ancam
hukuman maksimal 15 tahun, harus menjadi minimal 20 tahun
serta paling lama seumur hidup.
2. Tidak hanya itu, menyarankan agar para pelaku kejahatan ini
dihukum dengan cara dikebiri dengan menggunakan cairan kimia.
Seperti yang ada di negara-negara eropa.
(Nuraini Dyah R., S.Psi: 2013 )





19

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya
maupun sesama jenis. Objek seksual biasa berupa orang lain, orang
dalam khayalan, atau diri sendiri.

Sodomi adalah istilah hukum yang digunakan dalam untuk
merujuk kepada tindakan seks "tidak alami", yang bergantung pada
yuridiksinya dapat terdiri atas seks oral atau seks anal atau semua bentuk
pertemuan organ non-kelamin dengan alat kelamin, baik dilakukan
secara heteroseksual, homoseksual, atau antara manusia dan hewan.
Sodomi adalah hubungan seks melalui anus, dan umumnya dilakukan
oleh kaum homoseksual. Homoseksual adalah kecenderungan seseorang
tertarik secara seksual kepada orang yang berjenis kelamin sama dengan
dirinya.













20

DAFTAR PUSTAKA
Setiono, Wiwing. 2014. Perilaku Seks Bebas. 20mei2014.
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/02/perilaku-seks-
bebas.html#.U3tw5oGSwnQ
Dwi, Novie. 2011. Pengaruh Seks Bebas Terhadap Kesehatan Reproduksi
Remaja.20mei2014.
http://dwinovitaernaningsih.wordpress.com/2011/07/02/pengaruh-seks-bebas-
terhadap-kesehatan-reproduksi-remaja/
Selvia, Febrian. 2013. Perilaku Seksual Menyimpang.20mei2014.
http://kesehatanreproduksiremaja.wordpress.com/2013/06/02/penyimpangan-
seksual/
Wikipedia. 2014. Sodomi. 20mei2014. http://id.wikipedia.org/wiki/Sodomi
Merry, Wahyuningsih. 2014. Berbagai Bahaya Seks Anal, dari Infeksi hingga
Kanker Anus. 20mei2014.
http://health.detik.com/read/2014/04/21/122737/2560618/1390/berbagai-bahaya-
seks-anal-dari-infeksi-hingga-kanker-anus
Obat, Sakit. 2014. Bahaya Sodomi Berisiko Terjadinya Berbagai Penyakit.
20mei2014. http://obatsakit2011.blogspot.com/2014/04/bahaya-sodomi-berisiko-
terjadinya.html#.U4csUnKSwnQ
(https://id.she.yahoo.com/menangani-anak-korban-kekerasan-080259863.html)

(http://www.jpnn.com/read/2014/05/07/232974/Komnas-PA-Sarankan-Pelaku-
Sodomi-Dikebiri-)

Anda mungkin juga menyukai