Anda di halaman 1dari 47

1

PRESENTASI KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 44 TAHUN DENGAN
RECURRENT STROKE INFARK





Oleh :

Elita Rahmi G99131004
Catur Nugroho G99131026
Intan Savira G99131042
Sofi Ariani G99131081
Ahmad Afiyyuddin N G99131011
Arianto Adi Wibowo G99131021
Siti Fatimah Risa G99131080
Charismatika Syntia Dewi G99131027
Faiz Yunanto G99131039

Pembimbing :
Fx. Sutedjo, dr.Sp.S


KEPANITERAAN KLINIK KARDIOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN VASKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
2

BAB I
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. T
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama
Status
Pekerjaan
: Islam
: Menikah
: Pedagang
Alamat : Ngrondon 14/06 Klaten, Jawa Tengah
Tanggal Masuk
Tanggal Pemeriksaan
: 28 Agustus 2014
: 28 Agustus 2014
No. RM : 01267866

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Lemah anggota gerak sebelah kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan lemah anggota gerak sebelah kiri
sejak 20 jam SMRS. Keluhan dirasakan tiba-tiba dan dirasakan terus-
menerus. Pasien mengeluhkan sulit berjalan dan menggerakan tangan.
Sebelumnya pasien mengeluhkan pusing berputar disertai mual.
Pasien juga merasakan sulit untuk berbicara. Kejang (-), Muntah (-), Pelo
(+), Tersedak (+).
1,5 Tahun yang lalu pernah mengalami serangan stroke, lalu di rawat
oleh dokter, namun setelah mengalami perbaikan, pasien berhenti berobat.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit serupa : 1,5 tahun yang lalu
Riwayat hipertensi : tidak terkontrol
3

Riwayat stroke : 1,5 tahun yang lalu mengalami serangan stroke
Riwayat DM : disangkal
Riwayat ashma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi
Riwayat jantung
Riwayat DM
Riwayat asma
Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal


III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status generalis
1. Keadaan umum : Komposmentis
2. Vital Sign : Tekanan Darah
HR

Nadi

RR
Suhu

: 200/150 mmHg
: 88x /menit, reguler, isi
dan tekanan cukup
: 88x /menit, teraba lemah,
reguler
: 20x/menit
: 37
o
C peraksila
3. Mata : Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
4. Leher : JVP tidak meningkat
5. Thorax : retraksi (-)
6. Cor : I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:bunyi jantung I-II intensitas normal,
4

reguler, bising (-)
6. Pulmo


: I : pengembangan dada kiri=kanan
P : fremitus raba kiri = kanan
P : paru kanan redup, paru kiri redup
A : SDV, RBH (-/-), wheezing (-/-)
7. Abdomen







8. Ekstremitas
: I : dinding perut sama dengan dinding dada
A : BU (+) normal
P : Pekak alih (-),
P : Supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba

: Akral dingin
- -
- -
Oedem
- -
- -


B. Status Neurologis
Fungsi kesadaran : GCS E4 M5 V6
Fungsi luhur : Dalam batas normal
Fungsi sensorik :


Meningeal sign : (-)
Fungsi vegetatif : IV line, DC, NGT
Fungsi koordinasi : SDE
Nervi cranialis :
N I : Dalam batas normal
N II, III : Pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
N III, IV, VI : Gerak bola mata kesan dalam batas normal
N V : Reflek kornea +/+
N
N
5

N VII : Parese Sinistra
N VIII : Dalam batas normal
N IX : SDE
N X : SDE
N XI : Dalam batas normal
N XII : Parese Sinistra
Fungsi Motorik :
Kekuatan Tonus Reflek fisiologis Reflek
patologis



Meningeal Sign :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski III : (-)
Brudzinski IV : (-)
Kernig : (-)

Provoke test :
Laseque : (-/-)
Patrick : (-/-)
Contra Patrick : (-/-)

Siriraj Score :
(2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 0) + (0,1 x 150) (3 x 0) -12 = 5




5+ 4+
5+ 4+
N N
N N
+3 +3
+3 +4
+ +
- -
6





IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin ( 28 Agustus 2014)

Pemeriksaan 28/08/2014 Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 15.5 g/dl 12,0-15,6
Hematokrit 43 % 33-45
Leukosit 5.9 ribu/ul 4,5-11,0
Trombosit 281 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4.86 juta/ul 4,10-5,10
KIMIA KLINIK
GDS 152 mg/dl 60-140
SGOT 14 u/l 0-35
SGPT 9 u/l 0-45
Creatinine 1.1 mg/dl 0,6-1,1
Ureum 16 mg/dl <50
ELEKTROLIT
Natrium darah 138 mmol/L 136-145
Kalium darah 3.6 mmol/L 3,3-5,1
Chloride darah 108 mmol/L 98-106






7

CTSCAN Kepala 29 Agustus 2014



CT scan kepala tanpa kontras
Tampak lesi hipodens di thalamus kanan
Midline shifting (-)
Sulci dan gyri tam tampak kelainan
System ventrikel dan Sisterna tak tampak kelainan
Pons, cerebellum dan cerebellopontine angle tak tampak kelainan
Craniocerebral space tak tampak melebar
Calvaria intak
Kesan: Infark thalamus kanan


V. ASSESMENT
Klinis : Cefalgia, disartria, disfagia, hemiparese sinistra, Parese N VII
sinistra UMN
Topis : Thalamus dekstra
Etiologi : Recurrent Stroke Infark

8

VI. TERAPI
1. Head up 30
2. O
2
3 lpm
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Injeksi difenhidramin /12jam
5. Injeksi ranitidine 50mg/12jam
6. Injeksi furosemide 20mg/24jam
7. Injeksi Vit B12 500mg/12jam
8. Paracetamol 2 x 1000mg p.o
9. Aspilet 1 x 80mg
10. Vitamin B1 2 x 1


VII. PLAN
1. Mondok bangsal
2. KUVS

VIII. FOLLOW UP
FOLLOW UP DPH 1 TGL 29/8/2014

1. S : Lemah anggota gerak sebelah kiri
2. O : Tekanan Darah
HR

Nadi

RR
Suhu

: 180/110 mmHg
: 88x /menit, reguler, isi
dan tekanan cukup
: 88x /menit, teraba lemah,
reguler

: 20x/menit
: 37
o
C peraksila
3. Mata : Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
9

4. Leher : JVP tidak meningkat
5. Thorax : retraksi (-)
6. Cor : I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:bunyi jantung I-II intensitas normal,
reguler, bising (-)
6. Pulmo


: I : pengembangan dada kiri=kanan
P : fremitus raba kiri = kanan
P : paru kanan redup, paru kiri redup
A : SDV, RBH (-/-), wheezing (-/-)
7. Abdomen







8. Ekstremitas
: I : dinding perut sama dengan dinding dada
A : BU (+) normal
P : Pekak alih (-),
P : Supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba

: Akral dingin
- -
- -
Oedem
- -
- -


A. Status Neurologis
Fungsi kesadaran : GCS E4 M5 V6
Fungsi luhur : Dalam batas normal
Fungsi sensorik :


Meningeal sign : (-)
Fungsi vegetatif : IV line, DC, NGT
N
N
10

Fungsi koordinasi : SDE
Nervi cranialis :
N I : Dalam batas normal
N II, III : Pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
N III, IV, VI : Gerak bola mata kesan dalam batas normal
N V : Reflek kornea +/+
N VII : Parese Sinistra
N VIII : Dalam batas normal
N IX : Disfagia
N X : Disfagia
N XI : Dalam batas normal
N XII : Parese Sinistra, disartria lingual
Fungsi Motorik :
Kekuatan Tonus Reflek fisiologis Reflek
patologis



Meningeal Sign :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski III : (-)
Brudzinski IV : (-)
Kernig : (-)

Provoke test :
Laseque : (-/-)
Patrick : (-/-)
Contra Patrick : (-/-)

5+ 4+
5+ 4+
N N
N N
+3 +3
+3 +4
+ +
- -
11


ASSESMENT
Klinis : Cefalgia, disartria, disfagia, hemiparese sinistra, Parese N VII
sinistra UMN, Disartria lingual, hemihipoestesi sinistra
Topis : Thalamus dekstra
Etiologi : Recurrent Stroke Infark

TERAPI
1. Head up 30
2. O
2
3 lpm
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Injeksi difenhidramin /12jam
5. Injeksi ranitidine 50mg/12jam
6. Injeksi furosemide 20mg/24jam
7. Injeksi Vit B12 500mg/12jam
8. Paracetamol 2 x 1000mg p.o
9. Aspilet 1 x 80mg
10. Vitamin B1 2 x 1


PLAN
1. KUVS


FOLLOW UP DPH 2 TGL 30/8/2014
1. S : Sulit menelan, pusing berklurang
2. O : Tekanan Darah
HR

Nadi
: 170/100 mmHg
: 78x /menit, reguler, isi
dan tekanan cukup
: 78x /menit, teraba lemah,
12


RR
Suhu

reguler

: 22x/menit
: 37
o
C peraksila
3. Mata : Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
4. Leher : JVP tidak meningkat
5. Thorax : retraksi (-)
6. Cor : I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:bunyi jantung I-II intensitas normal,
reguler, bising (-)
6. Pulmo


: I : pengembangan dada kiri=kanan
P : fremitus raba kiri = kanan
P : paru kanan redup, paru kiri redup
A : SDV, RBH (-/-), wheezing (-/-)
7. Abdomen







8. Ekstremitas
: I : dinding perut sama dengan dinding dada
A : BU (+) normal
P : Pekak alih (-),
P : Supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba

: Akral dingin
- -
- -
Oedem
- -
- -





13



A. Status Neurologis
Fungsi kesadaran : GCS E4 M5 V6
Fungsi luhur : Dalam batas normal
Fungsi sensorik :


Meningeal sign : (-)
Fungsi vegetatif : IV line, DC, NGT
Fungsi koordinasi : SDE
Nervi cranialis :
N I : Dalam batas normal
N II, III : Pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
N III, IV, VI : Gerak bola mata kesan dalam batas normal
N V : Reflek kornea +/+
N VII : Parese Sinistra
N VIII : Dalam batas normal
N IX : Disfagia
N X : Disfagia
N XI : Dalam batas normal
N XII : Parese Sinistra, disartria lingual
Fungsi Motorik :
Kekuatan Tonus Reflek fisiologis Reflek
patologis



Meningeal Sign :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
N
N
5+ 4+
5+ 4+
N N
N N
+3 +3
+3 +4
+ +
- -
14

Brudzinski II : (-)
Brudzinski III : (-)
Brudzinski IV : (-)
Kernig : (-)

Provoke test :
Laseque : (-/-)
Patrick : (-/-)
Contra Patrick : (-/-)

ASSESMENT
Klinis : Cefalgia, disartria, disfagia, hemiparese sinistra, Parese N VII
sinistra UMN, Disartria lingual, hemihipoestesi sinistra
Topis : Thalamus dekstra
Etiologi : Recurrent Stroke Infark trombotik

TERAPI
1. Head up 30
2. O
2
3 lpm
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Injeksi difenhidramin /12jam
5. Injeksi ranitidine 50mg/12jam
6. Injeksi furosemide 20mg/24jam
7. Injeksi Vit B12 500mg/12jam
8. Paracetamol 2 x 1000mg p.o
9. Aspilet 1 x 80mg
10. Vitamin B1 2 x 1


PLAN
1. Konsul RM
15

2. KUVS


FOLLOW UP DPH 3 TGL 31/8/2014

1. S : Sulit menelan, nyeri menelan
2. O : Tekanan Darah
HR

Nadi

RR
Suhu

: 170/100 mmHg
: 78x /menit, reguler, isi
dan tekanan cukup
: 78x /menit, teraba lemah,
reguler

: 22x/menit
: 37
o
C peraksila
3. Mata : Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
4. Leher : JVP tidak meningkat
5. Thorax : retraksi (-)
6. Cor : I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:bunyi jantung I-II intensitas normal,
reguler, bising (-)
6. Pulmo


: I : pengembangan dada kiri=kanan
P : fremitus raba kiri = kanan
P : paru kanan redup, paru kiri redup
A : SDV, RBH (-/-), wheezing (-/-)
16

7. Abdomen







8. Ekstremitas
: I : dinding perut sama dengan dinding dada
A : BU (+) normal
P : Pekak alih (-),
P : Supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba

: Akral dingin
- -
- -
Oedem
- -
- -


A. Status Neurologis
Fungsi kesadaran : GCS E4 M5 V6
Fungsi luhur : Dalam batas normal
Fungsi sensorik :


Meningeal sign : (-)
Fungsi vegetatif : IV line, DC, NGT
Fungsi koordinasi : SDE
Nervi cranialis :
N I : Dalam batas normal
N II, III : Pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
N III, IV, VI : Gerak bola mata kesan dalam batas normal
N V : Reflek kornea +/+
N VII : Parese Sinistra
N VIII : Dalam batas normal
N IX : Disfagia
N X : Disfagia
N XI : Dalam batas normal
N
N
17

N XII : Parese Sinistra, disartria lingual
Fungsi Motorik :
Kekuatan Tonus Reflek fisiologis Reflek
patologis



Meningeal Sign :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski III : (-)
Brudzinski IV : (-)
Kernig : (-)

Provoke test :
Laseque : (-/-)
Patrick : (-/-)
Contra Patrick : (-/-)

ASSESMENT
Klinis : Cefalgia, disartria, disfagia, hemiparese sinistra, Parese N VII
sinistra UMN, Disartria lingual, hemihipoestesi sinistra
Topis : Thalamus dekstra
Etiologi : Recurrent Stroke Infark trombotik

TERAPI
1. Head up 30
2. O
2
3 lpm
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Injeksi difenhidramin /12jam
5+ 4+
5+ 4+
N N
N N
+3 +3
+3 +4
+ +
- -
18

5. Injeksi ranitidine 50mg/12jam
6. Injeksi furosemide 20mg/24jam
7. Injeksi Vit B12 500mg/12jam
8. Paracetamol 2 x 1000mg p.o
9. Aspilet 1 x 80mg
10. Vitamin B1 2 x 1

PLAN
1. KUVS

FOLLOW UP DPH 4 TGL 31/8/2014

1. S : Sulit menelan
2. O : Tekanan Darah
HR

Nadi

RR
Suhu

: 150/70 mmHg
: 86x /menit, reguler, isi
dan tekanan cukup
: 86x /menit, teraba lemah,
reguler

: 22x/menit
: 36.5
o
C peraksila
3. Mata : Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
4. Leher : JVP tidak meningkat
5. Thorax : retraksi (-)
6. Cor : I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
P: batas jantung kesan tidak melebar
A:bunyi jantung I-II intensitas normal,
reguler, bising (-)
6. Pulmo

: I : pengembangan dada kiri=kanan
P : fremitus raba kiri = kanan
19

P : paru kanan redup, paru kiri redup
A : SDV, RBH (-/-), wheezing (-/-)
7. Abdomen







8. Ekstremitas
: I : dinding perut sama dengan dinding dada
A : BU (+) normal
P : Pekak alih (-),
P : Supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba

: Akral dingin
- -
- -
Oedem
- -
- -


A. Status Neurologis
Fungsi kesadaran : GCS E4 M5 V6
Fungsi luhur : Dalam batas normal
Fungsi sensorik :


Meningeal sign : (-)
Fungsi vegetatif : IV line, DC, NGT
Fungsi koordinasi : SDE
Nervi cranialis :
N I : Dalam batas normal
N II, III : Pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
N III, IV, VI : Gerak bola mata kesan dalam batas normal
N V : Reflek kornea +/+
N VII : Parese Sinistra
N VIII : Dalam batas normal
N IX : Disfagia
N
N
20

N X : Disfagia
N XI : Dalam batas normal
N XII : Parese Sinistra, disartria lingual
Fungsi Motorik :
Kekuatan Tonus Reflek fisiologis Reflek
patologis



Meningeal Sign :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Brudzinski III : (-)
Brudzinski IV : (-)
Kernig : (-)

Provoke test :
Laseque : (-/-)
Patrick : (-/-)
Contra Patrick : (-/-)

II. ASSESMENT
Klinis : Cefalgia, disartria, disfagia, hemiparese sinistra, Parese N VII
sinistra UMN, Disartria lingual, hemihipoestesi sinistra
Topis : Thalamus dekstra
Etiologi : Recurrent Stroke Infark trombotik

III. TERAPI
1. Head up 30
2. O
2
3 lpm
5+ 4+
5+ 4+
N N
N N
+3 +3
+3 +4
+ +
- -
21

3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Injeksi difenhidramin /12jam
5. Injeksi ranitidine 50mg/12jam
6. Injeksi furosemide 20mg/24jam
7. Injeksi Vit B12 500mg/12jam
8. Paracetamol 2 x 1000mg p.o
9. Aspilet 1 x 80mg
10. Vitamin B1 2 x 1


PLAN
1. KUVS




























22




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-
mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
9

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.
10

Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan
oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.
11


B. Etiologi
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme
patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.
12

Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau
cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering
timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit
neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam
beberapa jam atau hari.
12

Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal,
seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis
biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai
23

trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri.
Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri
kepala berdenyut.
12


C. Klasifikasi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat di bagi dalam :
Stroke non hemoragik yang mencakup
13

a. TIA (Transient Ischemic Attack)
b. Stroke in-evolution
c. Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti
tumor, abses, granuloma.
Berdasarkan subtipe penyebab
11

a. Stroke lakunar
b. Stroke trombotik pembuluh besar
c. Stroke embolik
d. Stroke kriptogenik

D. Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan
yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-faktor risiko
penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%,
diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan
24

hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002),
dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke
non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun.

2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria
lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan
perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan
oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai
gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke
menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4%
dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah,
dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di
Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan
risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
4. Ras atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih.
Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada
suku Jawa (khususnya Yogyakarta).

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu
lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35%
sampai 42%.
2. Hipertensi
25

Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai
enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama
terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan
Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai
apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan
darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya
penyumbatan atau perdarahan otak.
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,
paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering
menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya
pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah otak.16

4. Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain
case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39
kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan
singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari
seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali
TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para
pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama,
dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan
pertama.
6. Hiperkolesterol
26

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai
makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut
dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme
transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein
yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein
densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat
lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi
kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida
serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung
meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl,
LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida
>150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung
maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien,
di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang
rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.
7. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur
adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat
badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal
BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2
selebihnya adalah obesitas.
8. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah
27

sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah. Berdasarkan
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan
merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.

E. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal
darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840
ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang
terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian
depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah
vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
Willisi.
5,13

Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut
dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.
Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa :
11

1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis
dan thrombosis.
28

2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.

Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan
terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak
mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik,
sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang
terkena.

F. Gejala klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami
penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non
hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran,
kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow
yaitu :
5,9,24

Penilaian skor skala koma Glasgow :
a. Koma (GCS = 3-8)
b. Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14)
c. Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15)
Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese),
sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung
serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi,
defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan
sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom serebelar) :5,13
1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat
seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
29

2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan
seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam
mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau
gangguan lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi
otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi.
Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang arahnya berlawanan
contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan
menghentikan gerakan.
3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur
dan kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh
badan dalam hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat
memelihara sikap yang mantap sehingga bergoyang-goyang.



30


Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita
stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula
sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non
hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya
kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai
mengakibatkan kelumpuhan.
26

31

Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008) terhadap 281 pasien stroke
di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan hemiparese sinistra yaitu 46,3%, diikuti
oleh hemiparese dekstra 31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan hemiparesese
dupleks 7,8%. Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke
otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang
tercantum dan disebut sindrom neurovaskular :
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral)
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat
insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi
arteria serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau
arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan
mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi
afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.
2. Arteri serebri media (tersering)
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi
yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
32

f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.

G. Pemeriksaan fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami, pemeriksaan neurologik
terdiri dari penilaian hal-hal berikut ini :
25

1. Status mental
a. Tingkat kesadaran
b. Bicara
c. Orientasi
d. Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhir
e. Pertimbangan
f. Abstraksi
g. Kosakata
h. Respons emosional
i. Daya ingat
j. Berhitung
k. Pengenalan benda
l. Praksis (integrasi aktivitas motorik).


33

2. Nervus kranial
a. Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang
hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang
hidung kemudian di suruh membedakan bau.
b. Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan
pemeriksaan oftalmoskopi.
c. Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan akomodasi.
d. Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas, bawah,
kiri, kanan, lateral, diagonal.
e. Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea
dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan
menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan
cabang motorik pada pipi.
f. Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke
samping kiri dan kanan.
g. Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua
pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.
h. Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran,
keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.
i. Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga posterior
lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.
j. Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
k. Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus
sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan
yang di berikan si pemeriksa.
l. Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke
luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.
3. Fungsi motorik
a. Masa otot bisa dengan inspeksi.
b. Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan
tahanan, bandingkan dengan sisi yang lain. Sekala yang lazim digunakan
34

yaitu 0: tidak ada kontraksi, 1: hanya ada sedikit kontraksi, 2: gerakan yang
dibatasi oleh gravitasi, 3: gerakan melawan gravitasi, 4: gerakan melawan
gravitasi dengan sedikit tahanan, 5: gerakan melawan gravitasi dengan
tahanan penuh (normal).
c. Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu bandingkan
dengan sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi peningkatan tonus
tetapi sebaliknya lesi pada neuron motorik bawah menyebabkan penurunan
tonus otot.
4. Reflek
Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo
profunda, dan reflek superfisial. Reflek renggang diantaranya yaitu reflek biseps,
brakioradialis, triseps, patela dan achiles bisa dinilai berdasarkan sekala 0-4+
yaitu 0: tak ada respon, 1+: berkurang, 2+: normal, 3+: meningkat, 4+: hiperaktif.
Jika reflek hiperaktif merupakan ciri penyakit traktus ekstrapiramidalis, kelainan
elektrolit, hipertiroidisme dan kelainan metabolik, sedangkan jika reflek
berkurangnya reflek merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan miopati.
Reflek superfisial yang abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock, reflek
openheim. Reflek babinski untuk menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai
sacrum dua, dengan menggores bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit ke
arah pangkal jari-jari kaki melengkung ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi
ibu jari kakai dengan penyebaran jari-jari lainya. Reflek chaddock akan terjadi
dorsofleksi ketika sisi lateral kaki di gores. Reflek openheim dengan penekanan
tulang kering yang akan menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki.
5. Fungsi sensorik
a. Sentuhan ringan
b. Sensasi nyeri
c. Sensasi getar
d. Propriosepsis (sensasi posisi)
e. Lokalisasi taktil.


35

6. Fungsi serebelar
a. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan
melewati sasaran secara terus menerus dan kadang di sertai tremor.
b. Tes tumit kelutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas
bawah menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai
dari lutut, dalam keadaan penyakit serebelum tumitnya bergoyang-goyang
dari sisi ke sisi.
c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.
d. Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa,
dengan kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling
bersentuhan tes ini positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus
memindahkan kakinya untuk keseimbangan.
e. Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson
cenderung berjalan dengan langkah pendek, diseret, kepala membungkuk
dengan punggung membungkuk dan tergesa-gesa. Ataksia serebelum
berjalan dengan langkah kaki berdasar lebar, kedua kakinya sangat jauh
terpisah ketika berjalan. Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar
yang khas. Ataksia sensoris yaitu berjalan dengan langkah-langkah yang
tinggi.

H. Pemeriksaan laboratorium dan teknik pencitraan
Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan
etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi.
Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan
kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :
1. Gula darah
Kadar glukosa darah.
9

36



Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai
30% dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh
darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit
diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak
di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap
terjadinya stroke.
5,26
















37

2. Profil lipid
Kadar Lipid Serum Normal.
22



LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL
merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan
risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang
sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh
karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara
inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan
faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.22
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan
teknik pencitraan diantaranya yaitu :
27,11

1. CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT
scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh
dari semua kasus stroke non hemoragik.
20

38

2. MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non
hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus.
Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan
intrakranium ringan.20
3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan
gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya
bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi
pembuluh darah otak.20
4. Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke
dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat
memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.20

I. Penatalaksanaan
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non
hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari
stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang
peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan
.9

1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen
activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil
CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di
rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan
manitol dan hindari cairan hipotonik.
39

2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat
mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan
tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor
utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut,
ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada
hipertensi beri obat antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke
terapi dengan heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg)
10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1
jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan
infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau
iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat
diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg
intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat
memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan
hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi
neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik,
hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120
mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana
tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin
sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat
40

drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus
diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200
mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan
darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20
mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di
naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda
klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun,
gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke
vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT
scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam,
20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam,
sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3) Stroke dalam evolusi
4) Diseksi arteri
5) Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien
stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup
jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin)
sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang
adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga
pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan
saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di
berikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti
bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat
41

dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat
trombosit dan trombolitika :
27
1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di
gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku.
Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.
28

2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit
sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama
sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah
aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.28
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus
diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan
perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase,
alteplase, urokinase, dan reteplase.28
Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang
muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan
pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping
melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota
keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap
281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan 60% berobat jalan,
23,8% meninggal dan sisanya pulang atas permintaan sendiri.
28,5


J. Komplikasi
Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi
non neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-
komplikasi tersebut yaitu
:9

1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati
secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam
biasanya adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri
antibiotik intravena sesuai hasil kultur.
2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi
maka dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak
42

sadar atau memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa
nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis
(dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema
serebri dan harus di hindari.
4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama
3-5 hari sejak onset stoke :
a. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena
b. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6
jam
c. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat
d. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravena
e. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena
f. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena
g. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena
h. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena
5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam
6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur
dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari,
pemendekan tendo achiles di lakukan splin tumit untuk mempertahankan
pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.
7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di
lakukan neurorestorasi dini.
8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau
fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.
9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di
karenakan pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di
lakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar.

K. Pencegahan
43

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental,
alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin,
kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan.
Menggendaliakan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit
vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga
teratur.
9

Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko
seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet
dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan
oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti
merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.
9

L. Prognosis
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit
neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang
terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari
80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan
tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari
periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi
independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan
stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami
cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia,
sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang
dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
29,30,31,32










44





DAFTAR PUSTAKA

1. Irdawati. Perbedaan Pengaruh Latihan Gerak Terhadap Kekuatan Otot Pada
Pasien Stroke Non-Hemoragik Hemiparese Kanan Dibandingkan Dengan
Hemiparese Kiri. Media Medika Indonesia. Surakarta, 2008.

2. Rambe AS. Sekilas Tentang Definisi, Penyebab, Efek, Dan Faktor Risiko.
Departemen Neurologi FK-USU. Medan .2009.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18925. (4 januari 2012)

3. Situmorang MH. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Yang Meninggal di
RSU Dr. Pirngadi Medan.FKM USU. Medan. 2009.

4. Utami DN. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stroke Pada
Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Seputih Banyak
Lampung Tengah Tahun 2009. PSIK-UNIMAL. Bandar Lampung, 2009.

5. Sinaga SA. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji
Medan Tahun 2002-2006. FKM USU. Medan. 2008.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16617. (3 januari 2012).

6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.Riset kesehatan dasar 2007.Jakarta.2008.

7. Hudak, Gallo. Modified National Institute of Health Stroke Scale for Use in
Stroke Clinical Trials. USU Digital Library. 2006.


8. RSUD Abdul Moloek. Rekam Medik RSUD Abdul Moeloek 2010. Lampung,
2010.

9. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 17-8.

10. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada
Diagnosis Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010.
http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf (1
januari 2012)

11. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
jilid 2. EGC. Jakarta. 2006: 1110-19.

45

12. Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC. Jakarta. 1994.hal:579-80.

13. Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat.
Jakarta. 2010: 290-91.

14. Noeryanto M. Masalah-masalah Dalam Stroke Akut, Temu Regional
Neurologi, Universitas Diponegoro. Semarang, 2002.dalam Standard
Pelayanan Minimal Tatalaksana Stroke Non Hemoragik Fase Akut Dan
Pfevensi Skunder.2011. http://standar-pelayanan-minimal-tatalaksana.html
(31 Agustus 2014).


15. Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi
Rawat Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun
2006.FKM
UNDIP.Semarang.2006.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=
4&idx=3745. (30 Agustus 2014).

16. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada
Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.

17. Ritarwan K.Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke Yang
Dirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan.FK USU.medan.2003.

18. Utami IM.Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita
Stroke Di Rsud Kabupaten Kudus.FK UNDIP.Semarang.2002.
http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf (3 februari 2012)

19. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.

20. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT
Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.

21. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
jilid 1. EGC. Jakarta. 2006: 580-81.

22. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 (30 Agustus 2014)

23. Andaka D. Normalkah Body Mass Index (BMI) Anda?.2008.
http://www.andaka.com/normalkah-body-mass-index-bmi-anda.php.(30
Agustus 2014)

46

24. Lamsudin R. Algoritma Stroke Gajah Mada Penyusunan Dan Validasi Untuk
Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Stroke Iskemik Akut
Atau Stroke Infark. FKUGM. Yogyakarta. 1996.

25. Swartz MH, Buku Ajar Diagnostic Fisik, EGC, Jakarta,2002: 359-98.

26. Januar R. Karakteristik Penderita Stroke Non Hemorage Yang Di Rawat Inap
Di RSU Herna Medan Tahun 200.FKM USU.Medan.2002.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14569. (29 Agustus 2014 )

27. Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6,Penerbit
Erlangga. Jakarta. 2005: 98-99.

28. Rambe AS. Obat Obat Penyakit Serebrovaskular. FK USU. Medan. 2002.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3458. (1 September 2014).

29. Giraldo, elias. Stoke ischemic.2010. http://www.merck.com/mmpe/sec16/
ch211/ch211b.html. (30 Agustus 2014)

30. Goldstein LB. Stroke Ischemic.2010. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/
ency/article/000726.htm. (29 Agustus 2014)

31. Yayasan Stroke Indonesia. Stroke Non Hemoragik. Jakarta. 2011.
http://www.yastroki.or.id/read.php?id=250 (1 September 2014)


32. Artikel Kedokteran. Stroke Non Hemoragik.2011.http://stroke-non
hemoragik.html. (25 Agustus 2014)

33. Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan Rineka Cipta,
Jakarta, 2005.

34. Arikunto, S, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta, 2006.

35. Pujarini LA. Dislipidemia pada Penderita Stroke dengan Demensia di RS Dr.
Sardjito Jogjakarta. Yogyakarta. 2007

36. Soebroto L. Hubungan Antara Kadar LDL Kolesterol Pada Penderita Stroke di
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. USM. Surakarta. 2010

37. Darmawan A. Hiperglikemia dan Aterosklerosis Arteri Karotis Interna pada
Penderita Pasca Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4511117_0126-1762.pdf (31 Agustus
2014)

47

Anda mungkin juga menyukai