Anda di halaman 1dari 5

Aktif: manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah

stabil.
Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa
Penderita preeclampsia berat harus segerea masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeclampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeclampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat
menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah hypovolemia, vasospasme, kerusakan sel
endotel, penuruna gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui
urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan penguruan secara tepat berapa cumlah
cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru,
segera dilakukan tindakan kreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5% ringer-dekstrose
atau cairan garam faali jumlah tetesan: < 125 cc/jam atau (b) infus Dekstrose 5% yang tiap 1
liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60 125 ccc/jam) 500cc.
Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin <
30cc/jam dalan 2-3 jam atau < 500cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam
lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi lambung yang sangat
asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
Pemberian obat antikejang
Obat antikejang adalah MgSO4 dan obat obat lain seperti diazepam dan fenitoin.
Fenitoin
Difenihidantoin obat antikejang untuk epilepsy telah banyak dicoba pada penderita eklampsia.
Beberapa peneliti telah memamakai bermacam-macam regimen. Fenitoin sodium mempunyai
khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3
menit setelah injeksi iv. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15mgkg bb dengan pemberian iv
50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat, pegalaman pemakaian Fenitoin di
beberapa senter di dunia masih sedikit.

Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin, berdasar Cochrane
Review terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 897 penderita eklampsia.
Obat antikejang yang banyak dipakai Indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO
4
7H
2
O).
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan
menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps.
Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsang tidak
terjadi (terjadi kompetitif inhibition Antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi
dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap
menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeclampsia atau eklmapsia. Banyak cara pemberian
Magnesium sulfat.
Cara pemberian:
Magnesium sulfat regimen:
Loading Dose: initialdose 4 gram MgSO4; iv, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.
Maintenance dose: diberikan infus 6 gram dalam larutan riger/6 jam; atau diberikan 4 atau 5
gram im. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam.
Syarat-syarat pemberian MgSO4: harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1g (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit ; reflex patella (+) kuat ;
frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress nafas.
Magnesium sulfat dihentikan bila: ada tanda-tanda intoksikasi; setelah 24 jam pascapersalinan
atau 24 jam setelah kejang terakhir
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4:
dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8 8,4 mg/dl
Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl
Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
Terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mg/dl
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari
pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas).

Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan salah satu obat berikut: thiopental
sodium, sodium amobarbital, diazepam, atau fenitoin.

Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung
kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemide. Pemberian diuretikum dapat
merugikan, yaitu memperberat hypovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.

Pemberian antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa Negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah, untuk
pemberian antihipertensi.
Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah 160/110 mmHg dan MAP 126 mmHg.
Di RSU Dr. soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan
sistolik 180 mmHg dan atau/ tekanan darah diastolic 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara
bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai <
160/105 atau MAP < 125.
Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi. Namun pemberian yang harus dihindari secara
mutlak sebagai antihipertensi ialah pemberian diazokside, ketanserin, nimodipin, dan magnesium sulfat.
Antihipertensi lini pertama
Nifedipin : dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Antihipertensi lini kedua
Soidum nitroprusside: 0.25 g i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0.25 g i.v./kg/5 menit.
Diazokside: 30 60 mg iv/5 menit; atau iv infus 10 mg/menit/dititrasi.
Antihipertensi sedang dalam penelitian
Calcium channel blockers: isradipin, nimodipin
Serotonin reseptor antagonis: ketan serin

Jenis obat antiihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah:
Nifedipin: dosis awal 10 20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam
Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya
diberikan per oral.
Obat-obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah klonidine ( Catapres).
Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. klonidine 1 ampul dilaturkan dalam 10 cc larutan garam faali latau
larutan air untuk suntikan.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah: hidralazin (apresoline) injeksi ( di Indonesia
tidak ada), suatu vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan
cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi utero-plasenta. Obat antihipertensi lain adalah labetalol
injeksi, suatu 1 bloker, non selektif blocker.
Edema paru
Pada preeclampsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah janung ventrikel kiri
akibat penginkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah
kapiler paru). Prognosis preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oliguria.
Glukokortikoid
Pemberian glukokortiokoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Di berikan pada
kehamilan 32 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.


Sikap terhadap kehamilannya
Penelitian Duley, berdasar Cochrane Review, terhadap dua uji klinik, terdiri atas 133 ibu dengan
preeclampsia berat hamil preterm, menyimpulkan bahwa belum ada cukup data untuk memberi
rekomendasi tentang sikap terhadap kehamilannya pada kehamilan preterm.
Berdasar wiliam obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gekala-gejala
preeclampsia berat selama perawatan; maka sika[ terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif (aggressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan
dengan pemberian obat medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersama dengan pemberian
pengobatan medikamentosa.
Perawatan aktif (agresif): sambil memberi pengobata, kehamilan diakhiri.
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini:
Ibu:
umur kehamilan 37 minggu. Lockwood dan paidas mengambil batasan umur
kehamilan > 37 minggu untuk preeclampsia ringan dan batasan umur kehamilan 37
minggu untuk preeclampsia berat.
Adanya tanda-tanda/ gejala-gejala Impending eclampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan laboratorik
memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
Janin:
adanya tanda-tanda fetal distress
adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit dengan
cepat.
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar keadaan obstetric pada waktu itu,
apakah sudah inpartu atau belum.
Perawatan Konservatif
Indikasi perawatan konservati ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eclampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Di
bagian kebidanan RSU Dr. soetomo Surabaya, pada perawatan konservatif preeclampsia, loading dose
MgSO4 tidak diberikan secara iv, cukup im saja. Selama perawatan konservatif; sikap terhadap
kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila
penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeclampsia ringan.
Penyulit Ibu
sistem saraf pusat: perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati,
edema serebri, edema retina, macular atau retina detachment dan kebutaan korteks.
Gastrointestinal-hepatik : subka[sular hematoma hepar, rupture kapsul hepar.
Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.
Hematologik: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi.
Kardiopulmonal: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi atau arrest pernafasan,
kardiak arrest, iskemia miokardium.
Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.
Penyulit Janin
Penyulit yang dapat terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction, solusip plasenta,
prematuritas, sindroma distress napas, kematian janin intrauterine, kematian neonatal perdarahab
intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral palsy.

Anda mungkin juga menyukai