Pembimbing :
dr Wiendyati, Sp.THT-KL
Disusun Oleh :
Feliani
11-2012-172
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang
diberikannya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih pula kepada dr
Wiendyati, Sp.THT-KL atas kesediaannya meluangkan waktu dan memberikan bimbingan
yang berguna dalam kepaniteraan ini. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman koas THT dan segala pihak yang atas semangat dan motivasi yang diberikan
membuat saya mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Adapun tujuan dari penulisan tugas ini ialah untuk memenuhi persyaratan kelulusan
dari kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher
RSUD Tarakan. Tugas ini disusun berdasarkan acuan dari berbagai sumber yang ada,
sehingga diharapkan dapat mempermudah kami, para mahasiswa kepaniteraan, para dokter
konsulen, maupun pihak lain untuk dapat mengerti lebih jauh apa yang dibahas di dalam
tugas ini. Tentunya dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan dan kesalahan yang
tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya memohon kritik
dan saran yang membangun demi lebih baiknya tugas ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat
secara maksimal bagi sesiapa pun yang membacanya.
Feliani
TINJAUAN PUSTAKA
2
Anatomi Telinga
Untuk memahami tentang gangguan pendengaran perlu diketahui dan dipelajari
anatomi telinga dan fisiologinya. Telinga terdiri dari tiga bagian; telinga luar, tengah, dan
dalam. Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga
dalam yang berisi cairan, untuk memperkuat energi suara dalam proses tersebut.1
Anatomi
Telinga
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius
eksternus (liang telinga), dan membrana timpani (gendang telinga). Pinna, suatu lempeng
tulang rawan elastin terbungkus kulit, yang berfungsi mengumpulkan gelombang suara dan
menyalurkannya ke liang telinga. Daun telinga secara parsial menahan gelombang suara yang
mendekati telinga dari arah belakang, dengan demikian membantu seseorang membedakan
apakah suara datang dari arah depan atau belakang. Liang telinga berbentuk huruf S dengan
rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar
serumen. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1
2. Telinga Tengah
Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam
sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut
3
berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral arah umbo dari
membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.1
Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada
bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan dibawahnya
adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya
menembus suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf
fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi medial maleus,
untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian
bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke
ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah.2
Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang disebelah superolateral
menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah
aliran vena utama rongga tengkorak. Dinding lateral telinga tengah adalah dinding tulang
epitimpanum di bagian atas, membran timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian
bawah.2
Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian
lateral tuba eustakius adalah yang bertulang, sementara dua pertiga bagian medial bersifat
kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara
kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi
dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya
tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator veli palatini dan tensor palatini yang
masing-masing dipersarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustakius
berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.2
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran
sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya
berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai
satu lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran
didalam telinga saling berhubungan. Prosessus longus maleus melekat pada membran
timpani, maleus melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
4
pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga tengah1
3. Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput ) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli disebelah
atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang
terdapat pada perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar
skala vestibuli disebut dengan membrane vestibuli (Reissners membrane), sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak Organ corti. Pada skala
media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada
membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan
kanalis Corti, yang membentuk Organ Corti1
Fisiologi Telinga
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena
kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah
bertekanan rendah karena penjarangan (rarefaction) molekul tersebut. Proses mendengar
diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang
dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran
timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus, inkus,
dan stapes). Rantai tulang ini bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan getaran
dari membran timpani ke jendela oval yang menghubungkan ke telinga dalam. Tulang-tulang
pendengaran itu yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi tulang yang
telah diamplifikasi akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibuli bergetar. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antar membran basilaris dan
5
membra tektorial. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang mnyebabkan terjadinya
defleksi stereosillia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion
bermuatan listrik. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius.3
tengah kronik, otitis media kronik serosa, otitis media kronik mukoid, otitis media dengan
efusi persisten, dan glue ear. Semua efusi persisten atau berulang pada telinga tengah ini
terjadi dibalik membran timpani yang intak yang mana gejala utamanya ialah ketulian dan
bukan pengeluaran sekret telinga.4,5
3. Bakteriologi Pada OMSK
OMSK dapat pula dibedakan dari Otitis Media Akut (OMA) pada temuan bakterinya.
Pada OMA, bakteri yang ditemukan di telinga tengah meliputi Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae dan Micrococcus catarrhalis. Bakteribakteri ini adalah bakteri patogen yang berpindah dari rongga nasofaring ke dalam telinga
tengah lewat tuba eustachius selama infeksi saluran napas atas. Pada OMSK, bakteri dapat
bersifat aerobik (mis. Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. Aureus, Streptococcus
pyogenes,
Proteus
mirabilis,
dan
Klebsiella)
atau
anaerobik
(mis.
Bacteroides,
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau tipe
tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif
dan tipe tenang. Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK tenang. OMSK
aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan
OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.
Karena telinga tengah berhubungan dengan mastoid, maka otitis media kronik sering
kali disertai mastoiditis kronik. Kedua peradangan ini dapat dianggap aktif atau inaktif. Aktif
merujuk pada adanya infeksi dengan pengeluaran sekret telinga atau otorrhea akibat
perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi. Inaktif merujuk pada
sekuele dari infeksi aktif terdahulu yang telah terbakar habis, dengan demikian tidak
ada otorrhea.1
Pasien dengan otitis media kronik inaktif seringkali mengeluh gangguan pendengaran.
Mungkin terdapat gejala lain seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Biasanya tampak perforasi membran timpani yang kering. Perubahan lain dapat menunjukkan
timpanosklerosis (bercak-bercak putih pada membran timpani), hilangnya osikula yang
terkadang dapat terlihat lewat perforasi membrana timpani, serta fiksasi atau terputusnya
rangkaian osikula akibat infeksi terdahulu. Bila gangguan pendengaran dan cacat cukup
berat, dapat dipertimbangkan koreksi bedah atau timpanoplasti.1,2
Proses peradangan pada OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa saja, dan biasanya
tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat
koleasteatom. OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal,
subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal. Yang
dimaksud dengan OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma.
OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada
OMSK tipe maligna letaknya marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat juga
kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang
berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna.1,2
6. Patogenesis Kolesteatoma
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara
lain adalah : teori invaginasi, teori imigrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori
tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray
(1964) yang mengatakan : kolesteatoma adalah epitel kjulit yang berada pada tempat yang
8
salah, atau menurut pemahaman penulis, kolesteatoma dapat terjadi oleh karena adanya epitel
kulit yang terperangkap. Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing
strafilied squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka / terpapar ke
dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-sac sehingga apabila
terdapat serumen padat diliang telinga dalam waktu yang lama maka dari epitel kulit yang
berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk
kolesteatoma.1,2
Kolesteatom dapat dibagi atas dua jenis :
1. Kolesteatom kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga
dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatom biasanya di
kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatom
di cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.
2. Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi atas dua :
a. Kolesteatom akuisital primer
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.
Kolesteatom timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars flasida
karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori
Invaginasi).
b. Kolesteatom akuisital sekunder1,2
Kolesteatom
terbentuk
setelah
adanya
perforasi
membran
timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga
atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (Teori Immigrasi) atau
terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama (Teori Metaplasi).1,2
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat adanya
implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi,
setelah blust injury, pemasangan ventilasi tube atau setelah miringotomi. Kolesteatom
merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya kuman, yang paling sering
adalah Pseudomonas aeruginosa. Pembesaran kolesteatom menjadi lebih cepat apabila
sudah disertai infeksi, kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ
disekitarnya serta menimbulkan nikrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis
terhadap tulang diperhebat oleh karena adanya pembentukan reaksi asam oleh
teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali,
sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien. Modifikasi operasi ini ialah
dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatal plasty yang
lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu
meatus luar liang telinga menjadi lebar.1,2
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua
jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih
ada.1,2
STATUS PASIEN
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
12
: Feliani
Nim
: 11-2012-172
Tanda Tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. S
Umur : 25 Tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Petojo
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoamnesis
Tanggal : 24/7/2014 Jam : 10.30 WIB
Keluhan utama :
Keluar cairan dari telinga kiri dan kanan 2 tahun SMRS
13
dibelakang tenggorok disangkal. Gangguan atau rasa tidak nyaman pada telinga kanan
disangkal.
Keluhan pada hidung berupa pilek dengan hidung tersumbat dengan ingus yang agak
encer dan cenderung bening, bersin-bersin disangkal. Keluhan pada tenggorokan dan nyeri
gigi tidak ada. Pasien menyangkal adanya trauma kepala, telinga ditampar, terpajan bising
dan pemakaian obat-obatan. Pasien memiliki kebiasaan minum minuman dingin. Pasien tidak
mempunyai riwayat alergi debu dan asma. Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami
keluhan serupa.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Riwayat alergi
: Tidak ada
Riwayat trauma
: Tidak ada
Riwayat lain
Pasien pernah mengalami keluhan serupa yakni keluar cairan dari telinga kiri
dan kanan waktu kecil namun pasien tidak ingat persisnya kapan. Pasien mengatakan dulu
sempat panas tinggi lalu keluar cairan dari telinga. Pasien sudah berobat ke dokter dan
semenjak itu pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sampai terakhir berobat.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Keluarga pasien tidak ada yang pernah menderita penyakit serupa. Riwayat alergi
pada anggota keluarga kandung lainnya disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
TELINGA
KANAN
Bentuk daun telinga
Normotia,
KIRI
hematoma
(-), Normotia
(-)
Bat ear (-), fistula (-), mikrotia Tidak ada
Radang, tumor
(-)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak Ada
Tidak ada
Tidak Ada
Tidak ada
14
Kelainan
pre,
infra, Abses (-), hiperemis (-), nyeri Abses (-), hiperemis (-), nyeri
retroaurikuler
Region Mastoid
Liang telinga
Membran timpani
(-)
TES PENALA
KANAN
Rinne
(+)
Weber
Lateralisasi ke kanan
Schwabach
Sama dengan pemeriksa
Penala yang dipakai
256 Hz
Kesan : telinga kiri tuli sensorineural
KIRI
(+)
Laterasasi ke kanan
Memendek
256 Hz
HIDUNG
KANAN
Tampak bulu hidung
KIRI
Tampak bulu hidung
Sekret(-)
Sekret (-)
Furunkel (-)
Furunkel (-)
Cavum nasi
Krusta (-)
Lapang
Krusta(-)
Lapang
Konka inferior
Sekret (-)
Hiperemis (-)
Sekret (-)
Hiperemis (-)
Edema (-)
Edema (-)
Hipertrofi (-)
Hipertrofi (-)
Konka medius
Sekret (-)
Tidak tampak
Sekret (-)
Tidak tampak
Sulit dinilai
Tidak tampak
Sulit dinilai
Tidak tampak
Sinus frontalis
Sulit dinilai
Tidak ada
Sulit dinilai
Tidak ada
Vestibulum
15
Tidak ada
Tidak ada
RHINOPHARYNX
Koana
: tidak ada kelainan
Septum nasi posterior
: belum dapat dilakukan
Muara tuba eustachius: belum dapat dilakukan
Tuba eustachius
: belum dapat dilakukan
Torus tubarius
: belum dapat dilakukan
Post nasal drip
: tidak ada
PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI
TENGGOROK
FARING
Dinding faring : Hiperemis (-), mukosa rata, granul (-), post nasal drip (-), lendir
mukoid (-)
Arcus
Tonsil
Uvula
Gigi
LARING
Epiglotis
: belum dapat dilakukan
Plica aryepiglotis
: belum dapat dilakukan
Arytenoids
: belum dapat dilakukan
Ventricular band
: belum dapat dilakukan
Pita suara
: belum dapat dilakukan
Rima glotis
: belum dapat dilakukan
Sinus piriformis
: belum dapat dilakukan
Kelenjar limfe submandibula dan cervical : tidak membesar, tidak ada nyeri tekan
RESUME
16
Seorang perempuan berusia 25 tahun datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga
kiri dan kanan sejak 2 tahun yang lalu, cairan agak kental berwarna kekuningan, tidak
bercampur darah dan berbau keluar dari telinga tanpa disertai rasa nyeri maupun gatal baik
pada daun telinga maupun pada liang telinga. Keluhan didahului oleh pilek beberapa hari
sebelumnya. Sejak 7 tahun sebelum ke Poliklinik THT RS Tarakan, pasien mengatakan
bahwa pendengarannya berkurang untuk telinga kiri dan kanan yang dirasakan semakin lama
makin memberat. Pasien sendiri mengaku sering mengorek-ngorek telinganya dengan
menggunakan cotton bud.
Pemeriksaan Fisik
TELINGA KIRI :
Liang telinga
Hiperemis
Membran timpani
Tes penala : telinga kiri tuli sensorineural
Perforasi total
Saran Penunjang :
Audiometri
Pemeriksaan Rontgen Mastoid
WORKING DIAGNOSIS
Otitis Media Supuratif Kronik Aurikuler Dextra et Sinistra Tenang Tipe Aman + susp.
Tuli Sensorineural Sinistra
Anamnesis :
Riwayat keluar cairan kental berbau dari telinga kiri dan kanan
Gejala sudah berlangsung lama dan waktu kecil pernah mengalami hal serupa
Gangguan pendengaran
Pemeriksaan Fisik :
Tampak liang telinga hiperemis
Tidak tampak ada sekret
Tampak perforasi total membran timpani
Tes penala pada telinga kiri menunjukkan adanya tuli sensorineural
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Otitis Media Supuratif Kronik Aurikuler Dextra et Sinistra Tenang Tipe Bahaya
PROGNOSIS
Ad vitam
: Ad Bonam
Ad fungsionam
: Ad Malam
17
Ad sanationam
: Ad Malam
PENATALAKSANAAN
MEDIKAMENTOSA
NON-MEDIKAMENTOSA
Pembersihan liang telinga dari debris dan pembersihan jaringan dengan menggunakan
ear suction
EDUKASI
Pasien
kekambuhan.
Pasien diberitahu untuk tidak mengulangi kebiasaannya yang sering mengorek
telinga.
Pasien diberitahu untuk mengurangi/menghentikan konsumsi makanan atau minuman
sebaiknya
menjaga
kebersihan
telinga
untuk
mencegah
terjadinya
dingin
Pasien diberitahu cara menggunakan obat tetes telinga, yaitu :
o Kepala dimiringkan ke samping dengan posisi telinga kiri menghadap ke atas.
o Tarik daun telinga sedemikian rupa sehingga lubang telinga terbuka lebar.
o Teteskan obat tetes telinga sebanyak 3-5 tetes, diamkan selama 5 menit
sebelum kepala pasien kembali tegak.
Pasien dihimbau untuk tidak berenang
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorokan kepala dan leher. Edisi Keenam. Jakarta:
Penerbitan FKUI; 2007.
2. Adams GL, Boeis, LR, Higler PA. Buku ajar penyakit THT. Edisi keenam.
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.
3. Sherwood L. (2011) Telinga : pendengaran dan keseimbangan.
Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi keenam. Jakarta: EGC; h.23043.
4. World Health Organization Chronic suppurative otitis media: Burden of
illness
and
management
options.
2004.
Diunduh
dari
www.who.int/pbd/deafness/activities/hearing_care/otitis_media.pdf,
:
3
Agustus 2014.
5. Reiss M, Reiss G. Supparative chronic otitis media: etiology, diagnosis
and therapy. Med Monatsschr Pharm. 2010;33(1):1116. quiz 1718.
19