Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

Otitis Media Supuratif Kronis Tenang tipe Aman +


suspek Tuli Sensorineural

Pembimbing :
dr Wiendyati, Sp.THT-KL

Disusun Oleh :
Feliani
11-2012-172

Kepaniteraan Klinik Ilmu THT


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSUD Tarakan
14 Juli 2014 23 Agustus 2014
Kata Pengantar
1

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang
diberikannya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih pula kepada dr
Wiendyati, Sp.THT-KL atas kesediaannya meluangkan waktu dan memberikan bimbingan
yang berguna dalam kepaniteraan ini. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman koas THT dan segala pihak yang atas semangat dan motivasi yang diberikan
membuat saya mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Adapun tujuan dari penulisan tugas ini ialah untuk memenuhi persyaratan kelulusan
dari kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher
RSUD Tarakan. Tugas ini disusun berdasarkan acuan dari berbagai sumber yang ada,
sehingga diharapkan dapat mempermudah kami, para mahasiswa kepaniteraan, para dokter
konsulen, maupun pihak lain untuk dapat mengerti lebih jauh apa yang dibahas di dalam
tugas ini. Tentunya dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan dan kesalahan yang
tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya memohon kritik
dan saran yang membangun demi lebih baiknya tugas ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat
secara maksimal bagi sesiapa pun yang membacanya.

Jakarta, Agustus 2014

Feliani

TINJAUAN PUSTAKA
2

Anatomi Telinga
Untuk memahami tentang gangguan pendengaran perlu diketahui dan dipelajari
anatomi telinga dan fisiologinya. Telinga terdiri dari tiga bagian; telinga luar, tengah, dan
dalam. Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga
dalam yang berisi cairan, untuk memperkuat energi suara dalam proses tersebut.1

Anatomi
Telinga
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius
eksternus (liang telinga), dan membrana timpani (gendang telinga). Pinna, suatu lempeng
tulang rawan elastin terbungkus kulit, yang berfungsi mengumpulkan gelombang suara dan
menyalurkannya ke liang telinga. Daun telinga secara parsial menahan gelombang suara yang
mendekati telinga dari arah belakang, dengan demikian membantu seseorang membedakan
apakah suara datang dari arah depan atau belakang. Liang telinga berbentuk huruf S dengan
rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar
serumen. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1
2. Telinga Tengah
Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam
sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut
3

berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral arah umbo dari
membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.1
Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada
bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan dibawahnya
adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya
menembus suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf
fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi medial maleus,
untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian
bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke
ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah.2
Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang disebelah superolateral
menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah
aliran vena utama rongga tengkorak. Dinding lateral telinga tengah adalah dinding tulang
epitimpanum di bagian atas, membran timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian
bawah.2
Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian
lateral tuba eustakius adalah yang bertulang, sementara dua pertiga bagian medial bersifat
kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara
kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi
dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya
tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator veli palatini dan tensor palatini yang
masing-masing dipersarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustakius
berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.2
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran
sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya
berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai
satu lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran
didalam telinga saling berhubungan. Prosessus longus maleus melekat pada membran
timpani, maleus melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
4

pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga tengah1
3. Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput ) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli disebelah
atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang
terdapat pada perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar
skala vestibuli disebut dengan membrane vestibuli (Reissners membrane), sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak Organ corti. Pada skala
media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada
membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan
kanalis Corti, yang membentuk Organ Corti1

Fisiologi Telinga
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena
kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah
bertekanan rendah karena penjarangan (rarefaction) molekul tersebut. Proses mendengar
diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang
dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran
timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus, inkus,
dan stapes). Rantai tulang ini bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan getaran
dari membran timpani ke jendela oval yang menghubungkan ke telinga dalam. Tulang-tulang
pendengaran itu yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi tulang yang
telah diamplifikasi akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibuli bergetar. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antar membran basilaris dan
5

membra tektorial. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang mnyebabkan terjadinya
defleksi stereosillia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion
bermuatan listrik. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius.3

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK


1. Definisi
Otitis Media Supuratif Kronik didefinisikan sebagai inflamasi kronis dari telinga
tengah dan rongga mastoid, yang dicirikan dengan berulangnya pengeluaran sekret dari
telinga atau otorea lewat perforasi membran timpani. Penyakit ini biasanya timbul pada masa
kanak-kanak dimana terjadi perforasi spontan membran timpani yang diakibatkan infeksi
akut dari telinga tengah yang dikenal sebagai otitis media akut, atau sebagai lanjutan dari
bentuk ringan dari otitis media. Infeksi dapat terjadi dalam 6 tahun pertama kehidupan anak,
dengan puncak sekitar usia 2 tahun. Kapan tepatnya otitis media akut dikatakan otitis media
supuratif kronik masih kontroversial. Secara umum, pasien dengan perforasi membran
timpani yang masih terus mengeluarkan materi mukoid dari 6 minggu hingga 3 bulan,
meskipun telah diberikan terapi adekuat, digolongkan sebagai kasus OMSK. Beberapa
sumber menuliskan bahwa kondisi kering dengan membran timpan yang tetap berlubang
masih dimasukkan dalam OMSK. Definisi dari WHO sendiri hanya membutuhkan riwayat
otorea selama 2 minggu, tetapi para ahli THT cenderung menetapkan durasi yang lebih lama
yakni penyakit yang aktif selama lebih dari 3 bulan.4,5
2. Perbedaan OMSK dan Bentuk Kronik Otitis Media Lainnya
Telah dikembangkannya beberapa sistem penamaan untuk membedakan berbagai tipe
otitis media menunjukkan masih kurangnya pengertian terhadap proses yang bertanggung
jawab terhadap peradangan dan penyembuhan dari telinga tengah. Buletin WHO sepakat
bahwa perforasi membran timpani persisten dan pengeluaran sekret dari telinga tengah
membedakan OMSK dari bentuk kronik lain dari otitis media. OMSK disebut juga otitis
media kronik mukosa aktif, oto-mastoiditis kronik, dan timpanomastoiditis kronik. Bentuk
berat dari OMSK dapat berupa kolesteatoma, atau komplikasi supuratif lainnya. Istilah grup
non OMSK termasuk diantaranya ialah otitis media non supuratif kronik, otitis kronik media
efusi (OME), otitis media kronik sekretorik, otitis media kronik seromukus, katarr telinga
6

tengah kronik, otitis media kronik serosa, otitis media kronik mukoid, otitis media dengan
efusi persisten, dan glue ear. Semua efusi persisten atau berulang pada telinga tengah ini
terjadi dibalik membran timpani yang intak yang mana gejala utamanya ialah ketulian dan
bukan pengeluaran sekret telinga.4,5
3. Bakteriologi Pada OMSK
OMSK dapat pula dibedakan dari Otitis Media Akut (OMA) pada temuan bakterinya.
Pada OMA, bakteri yang ditemukan di telinga tengah meliputi Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae dan Micrococcus catarrhalis. Bakteribakteri ini adalah bakteri patogen yang berpindah dari rongga nasofaring ke dalam telinga
tengah lewat tuba eustachius selama infeksi saluran napas atas. Pada OMSK, bakteri dapat
bersifat aerobik (mis. Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. Aureus, Streptococcus
pyogenes,

Proteus

mirabilis,

dan

Klebsiella)

atau

anaerobik

(mis.

Bacteroides,

Peptostreptococcus, Proprionibacterium). Bakteri yang cukup jarang ditemukan berasal dari


kulit liang telinga luar, namun dapat berproliferasi pada keadaan trauma, inflamasi, laserasi,
ataupun kelembaban tinggi. Bakteri-bakteri ini dapat masuk ke dalam telinga tengah lewat
perforasi kronik. Dari seluruh bakteri-bakteri di atas, P. aeruginosa adalah yang secara khas
paling bertanggung jawab terhadap destruksi mendalam dan progresif dari telinga tengah dan
struktur mastoid oleh toksin dan enzim-enzim yang dihasilkannya. 4
4. Letak Perforasi OMSK
Letak perforasi di membrane timpani penting untuk menentukan jenis/ tipe OMSK.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurangkurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau
subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan
mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahanperubahan patologis yang ireversibel. Perforasi marginal, terdapat pada pinggir membran
timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar
digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan
dengan kolesteatom. Perforasi atik terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary
acquired cholesteatoma.1,2
5. Jenis OMSK
7

OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau tipe
tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif
dan tipe tenang. Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK tenang. OMSK
aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan
OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.
Karena telinga tengah berhubungan dengan mastoid, maka otitis media kronik sering
kali disertai mastoiditis kronik. Kedua peradangan ini dapat dianggap aktif atau inaktif. Aktif
merujuk pada adanya infeksi dengan pengeluaran sekret telinga atau otorrhea akibat
perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi. Inaktif merujuk pada
sekuele dari infeksi aktif terdahulu yang telah terbakar habis, dengan demikian tidak
ada otorrhea.1
Pasien dengan otitis media kronik inaktif seringkali mengeluh gangguan pendengaran.
Mungkin terdapat gejala lain seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Biasanya tampak perforasi membran timpani yang kering. Perubahan lain dapat menunjukkan
timpanosklerosis (bercak-bercak putih pada membran timpani), hilangnya osikula yang
terkadang dapat terlihat lewat perforasi membrana timpani, serta fiksasi atau terputusnya
rangkaian osikula akibat infeksi terdahulu. Bila gangguan pendengaran dan cacat cukup
berat, dapat dipertimbangkan koreksi bedah atau timpanoplasti.1,2
Proses peradangan pada OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa saja, dan biasanya
tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat
koleasteatom. OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal,
subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal. Yang
dimaksud dengan OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma.
OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada
OMSK tipe maligna letaknya marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat juga
kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang
berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna.1,2
6. Patogenesis Kolesteatoma
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara
lain adalah : teori invaginasi, teori imigrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori
tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray
(1964) yang mengatakan : kolesteatoma adalah epitel kjulit yang berada pada tempat yang
8

salah, atau menurut pemahaman penulis, kolesteatoma dapat terjadi oleh karena adanya epitel
kulit yang terperangkap. Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing
strafilied squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka / terpapar ke
dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-sac sehingga apabila
terdapat serumen padat diliang telinga dalam waktu yang lama maka dari epitel kulit yang
berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk
kolesteatoma.1,2
Kolesteatom dapat dibagi atas dua jenis :
1. Kolesteatom kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga
dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatom biasanya di
kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatom
di cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.
2. Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi atas dua :
a. Kolesteatom akuisital primer
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.
Kolesteatom timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars flasida
karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori
Invaginasi).
b. Kolesteatom akuisital sekunder1,2
Kolesteatom

terbentuk

setelah

adanya

perforasi

membran

timpani.

Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga
atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (Teori Immigrasi) atau
terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama (Teori Metaplasi).1,2
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat adanya
implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi,
setelah blust injury, pemasangan ventilasi tube atau setelah miringotomi. Kolesteatom
merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya kuman, yang paling sering
adalah Pseudomonas aeruginosa. Pembesaran kolesteatom menjadi lebih cepat apabila
sudah disertai infeksi, kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ
disekitarnya serta menimbulkan nikrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis
terhadap tulang diperhebat oleh karena adanya pembentukan reaksi asam oleh

pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi


seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.1,2
7. Tata Laksana
Terapinya sering lama dan harus berulang-ulang karena :1,2
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal,
3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
4. Gizi dan kebersihan yang kurang
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila
sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan
H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan
memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kartikosteroid. Banyak ahli
berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika
yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga jangan
diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah
tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila
pasien alergi terhadap penisilin), sebelum tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai
karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam
klavulanat. Beberapa sumber tidak menganjurkan pemberian obat oral karena efek
sampingnya tidak sebanding dengan manfaatnya. Menurut pedoman WHO pemberian obat
topikal efektivitasnya sudah cukup tanpa harus diberikan pengobatan oral.1,2,4
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan,
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada,
atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,
mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.1,2
Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila
terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi
dengan atau tanpa timpanopplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah
merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
10

subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum


kemudian dilakukan mastoidektomi.1,2

Infeksi telinga tengah dan mastoid


Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus
adantrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama
biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan
mastoiditis. Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.1,2
Jenis pembedahan pada OMSK
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain (1)
mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy), (2) mastoidektomi radikal, (3)
mastoidektomi radikal dengan modifikasi, (4) miringoplsti, (5) timpanoplasti, (6) pendekatan
ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty).1,2
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
koleasteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi
atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis
operasi itu atau modifikasinya.1,2
1. Mastoidektomi sederhana
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan permbersihan ruang
mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak
berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.1,2
2. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang
sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari
semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah
tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut
menjadi suatu ruangan.1,2
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah
komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini
ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan
11

teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali,
sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien. Modifikasi operasi ini ialah
dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatal plasty yang
lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu
meatus luar liang telinga menjadi lebar.1,2
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua
jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih
ada.1,2

STATUS PASIEN
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
12

SMF ILMU PENYAKIT THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN, JAKARTA
Nama

: Feliani

Nim

: 11-2012-172

Tanda Tangan:

Dr Pembimbing / Penguji : dr Wiendyati, Sp.THT-KL

IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. S
Umur : 25 Tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Petojo

Jenis Kelamin : Perempuan


Kebangsaan : Indonesia
Agama : Muslim
Pendidikan : SMA
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 24/7/2014

ANAMNESIS
Diambil dari : Autoamnesis
Tanggal : 24/7/2014 Jam : 10.30 WIB
Keluhan utama :
Keluar cairan dari telinga kiri dan kanan 2 tahun SMRS

Riwayat perjalanan penyakit (RPS):


Sejak 7 tahun sebelum ke Poliklinik THT RS Tarakan, pasien mengatakan bahwa
pendengarannya berkurang untuk telinga kiri dan kanan yang dirasakan semakin lama makin
memberat. 2 tahun kemudian keluar cairan dari telinga kirinya. Cairan agak kental berwarna
kekuningan, tidak bercampur darah dan berbau keluar dari telinga tanpa disertai rasa nyeri
maupun gatal baik pada daun telinga maupun pada liang telinga. Keluhan didahului oleh
pilek beberapa hari sebelumnya. Pasien sendiri mengaku sering mengorek-ngorek telinganya
dengan menggunakan cotton bud. Keluhan pendengaran berkurang maupun rasa berdengung
disangkal. Riwayat kemasukkan air maupun berenang disangkal. Riwayat kelumpuhan wajah
disangkal. Riwayat nyeri kepala dan pusing berputar disangkal. Rasa lendir menetes

13

dibelakang tenggorok disangkal. Gangguan atau rasa tidak nyaman pada telinga kanan
disangkal.
Keluhan pada hidung berupa pilek dengan hidung tersumbat dengan ingus yang agak
encer dan cenderung bening, bersin-bersin disangkal. Keluhan pada tenggorokan dan nyeri
gigi tidak ada. Pasien menyangkal adanya trauma kepala, telinga ditampar, terpajan bising
dan pemakaian obat-obatan. Pasien memiliki kebiasaan minum minuman dingin. Pasien tidak
mempunyai riwayat alergi debu dan asma. Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami
keluhan serupa.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Riwayat alergi

: Tidak ada

Riwayat trauma

: Tidak ada

Riwayat lain

Pasien pernah mengalami keluhan serupa yakni keluar cairan dari telinga kiri
dan kanan waktu kecil namun pasien tidak ingat persisnya kapan. Pasien mengatakan dulu
sempat panas tinggi lalu keluar cairan dari telinga. Pasien sudah berobat ke dokter dan
semenjak itu pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sampai terakhir berobat.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Keluarga pasien tidak ada yang pernah menderita penyakit serupa. Riwayat alergi
pada anggota keluarga kandung lainnya disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
TELINGA
KANAN
Bentuk daun telinga

Normotia,

KIRI
hematoma

(-), Normotia

perikondritis (-), pseudokista


Kelainan kongenital

(-)
Bat ear (-), fistula (-), mikrotia Tidak ada

Radang, tumor

(-)
Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan tragus

Tidak Ada

Tidak ada

Penarikan daun telinga

Tidak Ada

Tidak ada
14

Kelainan

pre,

infra, Abses (-), hiperemis (-), nyeri Abses (-), hiperemis (-), nyeri

retroaurikuler
Region Mastoid

tekan (-), benjolan (-)


Abses (-), nyeri tekan (-)

tekan (-), benjolan (-)


Abses (-), nyeri tekan (-)

Liang telinga

Lapang, furunkel (-), jaringan Lapang, furunkel (-), jaringan


granulasi (-), serumen (-), granulasi (-), serumen (-),
sekret (-), darah (-), hiperemis sekret (-), darah (-), hiperemis

Membran timpani

(+), edema (-).


(+), edema (-).
Perforasi total, kolesteatoma Perforasi total, kolesteatoma
(-)

(-)

TES PENALA
KANAN
Rinne
(+)
Weber
Lateralisasi ke kanan
Schwabach
Sama dengan pemeriksa
Penala yang dipakai
256 Hz
Kesan : telinga kiri tuli sensorineural

KIRI
(+)
Laterasasi ke kanan
Memendek
256 Hz

HIDUNG
KANAN
Tampak bulu hidung

KIRI
Tampak bulu hidung

Sekret(-)

Sekret (-)

Furunkel (-)

Furunkel (-)

Cavum nasi

Krusta (-)
Lapang

Krusta(-)
Lapang

Konka inferior

Sekret (-)
Hiperemis (-)

Sekret (-)
Hiperemis (-)

Edema (-)

Edema (-)

Hipertrofi (-)

Hipertrofi (-)

Konka medius

Sekret (-)
Tidak tampak

Sekret (-)
Tidak tampak

Meatus nasi medius

Sulit dinilai
Tidak tampak

Sulit dinilai
Tidak tampak

Sinus frontalis

Sulit dinilai
Tidak ada

Sulit dinilai
Tidak ada

Vestibulum

15

(nyeri tekan + nyeri ketuk)


Sinus maksilaris

Tidak ada

Tidak ada

( nyeri tekan + nyeri ketuk)


Septum nasi

Simetris , tidak ada deviasi

Simetris , tidak ada deviasi

RHINOPHARYNX

Koana
: tidak ada kelainan
Septum nasi posterior
: belum dapat dilakukan
Muara tuba eustachius: belum dapat dilakukan
Tuba eustachius
: belum dapat dilakukan
Torus tubarius
: belum dapat dilakukan
Post nasal drip
: tidak ada

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI

Sinus frontalis kanan


Sinus frontalis kiri
Sinus maxillaris kanan
Sinus maxillaris kiri

: tidak ada kesuraman


: tidak ada kesuraman
: tidak ada kesuraman
: tidak ada kesuraman

TENGGOROK
FARING

Dinding faring : Hiperemis (-), mukosa rata, granul (-), post nasal drip (-), lendir

mukoid (-)
Arcus
Tonsil
Uvula
Gigi

: Hiperemis (-), simetris


: T0-T0 , Tenang
: Bentuk normal, di garis median, hiperemis (-)
: gigi berlubang (-), karies (-)

LARING

Epiglotis
: belum dapat dilakukan
Plica aryepiglotis
: belum dapat dilakukan
Arytenoids
: belum dapat dilakukan
Ventricular band
: belum dapat dilakukan
Pita suara
: belum dapat dilakukan
Rima glotis
: belum dapat dilakukan
Sinus piriformis
: belum dapat dilakukan
Kelenjar limfe submandibula dan cervical : tidak membesar, tidak ada nyeri tekan

RESUME
16

Seorang perempuan berusia 25 tahun datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga
kiri dan kanan sejak 2 tahun yang lalu, cairan agak kental berwarna kekuningan, tidak
bercampur darah dan berbau keluar dari telinga tanpa disertai rasa nyeri maupun gatal baik
pada daun telinga maupun pada liang telinga. Keluhan didahului oleh pilek beberapa hari
sebelumnya. Sejak 7 tahun sebelum ke Poliklinik THT RS Tarakan, pasien mengatakan
bahwa pendengarannya berkurang untuk telinga kiri dan kanan yang dirasakan semakin lama
makin memberat. Pasien sendiri mengaku sering mengorek-ngorek telinganya dengan
menggunakan cotton bud.
Pemeriksaan Fisik
TELINGA KIRI :
Liang telinga

Hiperemis

Membran timpani
Tes penala : telinga kiri tuli sensorineural

Perforasi total

Saran Penunjang :
Audiometri
Pemeriksaan Rontgen Mastoid
WORKING DIAGNOSIS
Otitis Media Supuratif Kronik Aurikuler Dextra et Sinistra Tenang Tipe Aman + susp.
Tuli Sensorineural Sinistra
Anamnesis :
Riwayat keluar cairan kental berbau dari telinga kiri dan kanan
Gejala sudah berlangsung lama dan waktu kecil pernah mengalami hal serupa
Gangguan pendengaran
Pemeriksaan Fisik :
Tampak liang telinga hiperemis
Tidak tampak ada sekret
Tampak perforasi total membran timpani
Tes penala pada telinga kiri menunjukkan adanya tuli sensorineural
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Otitis Media Supuratif Kronik Aurikuler Dextra et Sinistra Tenang Tipe Bahaya
PROGNOSIS
Ad vitam

: Ad Bonam

Ad fungsionam

: Ad Malam
17

Ad sanationam

: Ad Malam

PENATALAKSANAAN
MEDIKAMENTOSA

Ear toilet dengan larutan H2O2 3%


Obat tetes telinga seperti Tarivid Otic atau Akilen yang mengandung Ofloxacine.
Dosis pemberian sebanyak 2 kali sehari sebanyak 3-5 tetes setiap pemakaian. Obat ini

tersedia dalam kemasan botol 5 ml drops.


Setelah keadaan peradangan sudah menjadi inaktif/tenang, dapat dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur timpanoplasti.

NON-MEDIKAMENTOSA
Pembersihan liang telinga dari debris dan pembersihan jaringan dengan menggunakan
ear suction
EDUKASI

Kontrol ke poliklinik THT seminggu kemudian

Pasien

kekambuhan.
Pasien diberitahu untuk tidak mengulangi kebiasaannya yang sering mengorek

telinga.
Pasien diberitahu untuk mengurangi/menghentikan konsumsi makanan atau minuman

sebaiknya

menjaga

kebersihan

telinga

untuk

mencegah

terjadinya

dingin
Pasien diberitahu cara menggunakan obat tetes telinga, yaitu :
o Kepala dimiringkan ke samping dengan posisi telinga kiri menghadap ke atas.
o Tarik daun telinga sedemikian rupa sehingga lubang telinga terbuka lebar.
o Teteskan obat tetes telinga sebanyak 3-5 tetes, diamkan selama 5 menit
sebelum kepala pasien kembali tegak.
Pasien dihimbau untuk tidak berenang

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorokan kepala dan leher. Edisi Keenam. Jakarta:
Penerbitan FKUI; 2007.
2. Adams GL, Boeis, LR, Higler PA. Buku ajar penyakit THT. Edisi keenam.
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.
3. Sherwood L. (2011) Telinga : pendengaran dan keseimbangan.
Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi keenam. Jakarta: EGC; h.23043.
4. World Health Organization Chronic suppurative otitis media: Burden of
illness

and

management

options.

2004.

Diunduh

dari

www.who.int/pbd/deafness/activities/hearing_care/otitis_media.pdf,

:
3

Agustus 2014.
5. Reiss M, Reiss G. Supparative chronic otitis media: etiology, diagnosis
and therapy. Med Monatsschr Pharm. 2010;33(1):1116. quiz 1718.

19

Anda mungkin juga menyukai