Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guinensis Jack ) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.
Meskipun demikian ada yang mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika
Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan
Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyatannya tanaman kelapa sawit hidup
subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand dan Papua Nugini.
Bahkan mampu menghasilkan produksi per hektar yang lebih tinggi.
Di Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi perkembangan
perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah
pada kesejahteraan rakyat. Indonesia merupakan salah satu produsen utama produk
berbahan dasar kelapa sawit ( Fauzi, 2003 ).
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Elaeis
Kelapa sawit termasuk golongan tumbuhan palma. Di Indonesia penyebarannya di
daerah Aceh, pantai timur Sumatra, J awa dan Sulawesi. Kelapa sawit menjadi populer
Universitas Sumatera Utara
setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan
minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun menjadi tinggi.
Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter.
Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak
berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya
mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun,
dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut
bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam.
Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.

Gambar 2.1. Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit berkembang biak dengan biji, tumbuh di daerah tropis, pada
ketinggian 0 500 meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang
subur, di tempat terbuka dengan kelembaban tinggi. Kelembaban tinggi itu antara lain
ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, sekitar 2000-2500 mm setahun
(anekaplanta.wordpress.com/2008/01/.../kelapa-sawit-elaeis-guineensis ).

2.2 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian vegetatif dan
bagian generatif.
Universitas Sumatera Utara



2.2.1. Bagian Vegetatif Tanaman Kelapa Sawit
Bagian vegetatif tanaman kelapa sawit terdiri dari akar, batang dan daun. Berikut
penjelasan mengenai bagian vegetatif tanaman kelapa sawit :
a. Akar
Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah
dan respirasi tanaman. Bentuk akarnya serabut, tidak berbuku, ujungnya runcing dan
berwarna putih atau kekuningan.

b. Batang
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak
mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang, berbentuk silinder dengan
diameter 20 75 cm.

c. Daun
Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk,
bersirip genap dan bertulang sejajar. Daun - daun membentuk satu pelepah yang
panjangnya mencapai lebih dari 7,5 9 m dimana jumlah anak daun disetiap
pelepahnya berkisar antara 250 400 helai.

2.2.2. Bagian Generatif Tanaman Kelapa Sawit
Untuk bagian generatif tanaman kelapa sawit yang merupakan alat perkembangbiakan
terdiri dari bunga dan buah. Berikut ini penjelasannya :
a. Bunga
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu artinya bunga jantan dan
bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing masing terangkai dalam satu
tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Bunga jantan
bentuknya lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis
tengah bunga agak kecil, sedangkan bunga betina bentuknya agak bulat dnegan ujung
kelopak agak rata dan garis tengah lebih besar.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2. Bunga Jantan Dan Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit

b. Buah
Buah tanaman kelapa sawit terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan
pembuahan. Buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama
merupakan kulit buah yang keras dan licin serta daging buah yang berserabut dan
mengandung minyak dengan rendemen tertinggi. Bagian kedua merupakan tempurung
berwarna hitam dan keras ( Fauzi,Y. 2003 ).


2.3. Tandan Kosong Kelapa Sawit

Salah satu limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa sawit
(TKKS). Dimana komposisi kimiawi TKKS dalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Komposisi kimia TKKS






( Sumber : Fauzi ,Y . 2003)

Selama ini pemanfaatan TKKS oleh pabrik kelapa sawit masih sangat terbatas
yaitu dibakar dalam incinerator, ditimbun (open dumping ) atau diolah menjadi
Komposisi Kadar (%)
Abu 15
Selulosa 40
Lignin 21
Hemiselulosa 24
Universitas Sumatera Utara



kompos. Namun karena adanya beberapa kendala seperti waktu pengomposan yang
cukup lama sampai 6 12 bulan, fasilitas yang harus disediakan dan biaya
pengolahan TKKS tersebut, maka cara cara tersebut kurang diminati.

Selain jumlah yang melimpah juga karena kandungan selulosa tandan
kososng kelapa sawit yang cukup tinggi maka cocok dikembangkan sebagai bahan
baku pembuatan bioetanol. Sehingga ketika diolah menjadi bioetanol dapat
menghasilkan rendemen yang cukup besar sehingga harga jual bioetanol yang
dihasilkan dapat lebih murah (Hidayat, R. 2005).

2.4. Lignin
Lignin adalah polimer dari subunit aromatik yang biasanya berasal dari fenilalanin.
Lignin berfungsi sebagai matriks disekitar komponen polisakarida dari beberapa
dinding sel tanaman, menyediakan tambahan kekakuan dan daya tahan tekan
(Whetten, R. 1995).
Lignin terdiri atas polimer karbohidrat yang relatif pendek yaitu antara 50-
2000 unit. Lignin memberi kekuatan pada struktur tumbuhan, Oleh karena itu
merupakan bagian keras dari tumbuh tumbuhan sehingga jarang dimakan. Lignin
terdapat didalam tangkai sayuran , bagian inti di dalam wortel dan biji jambu biji.
Lignin sesungguhnya bukan karbohidrat dan seharusnya tidak dimasukkan dalam serat
makanan (Almatsier, S. 2009).



Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Struktur Lignin
( Sumber : http://catatanarif.blogspot.com/2012/04/lignin-dan-kadarnya.html.
Diunggah tanggal 13 Februaru 2012)

2.5. Selulosa

Selulosa merupakan serat serat panjang yang bersama sama hemiselulosa, pektin
dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Pada
proses pematangan, penyimpanan atau pengolahan, komponen selulosa dan
hemiselulosa mengalami perubahan sehingga terjadi perubahan struktur ( Winarno,
F.G. 1992 ).

Meskipun selulosa tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh tubuh,
namun selulosa yang terdapat sebagai serat serat tumbuhan, sayuran atau buah
buahan, berguna untuk memperlancar pencernaan makanan. Adanya serat-serat dalam
saluran pencernaan, gerak peristaltik ditingkatkan dan dengan demikian memperlancar
proses pencernaan dan dapat mencegah konstipasi. Tentu saja jumlah serat yang
terdapat dalam bahan makanan tidak boleh terlalu banyak (Poedjiadi.A.2006).

Gambar 2.4. Struktur Molekul Selulosa

(sumber : http!//www.google.co.id./imglanding?g=strukturselulosa.com. Diunggah
tanggal 14 Februari 2012)
Universitas Sumatera Utara



Selulosa membentuk komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Ketegaran
selulosa disebabkan oleh struktur keseluruhannya. Molekul selulosa merupakan rantai-
rantai dari D-glukosa sampai sebanyak 14.000 satuan yang terdapat sebagai berkas-
berkas terpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain oleh ikatan hidrogen. Suatu
molekul tunggal selulosa merupakan polimer lurus dari 1,4

--D-glukosa. Hidrolisis
lengkap dalam HCl 40 % dalam-air, hanya menghasilkan D-glukosa. Disakarida yang
terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian adalah selobiosa, yang dapat
dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan suatu katalis asam atau dengan
emulsin enzim ( Fessenden.R.J .dan J .S.Fessenden.1986 ).

Selulosa merupakan unsur utama dari rangka tumbuh tumbuhan. Ia tidak
memberi warna dengan yodium dan tidak larut dalam pelarut biasa. Karena ia tidak
dipecahkan oleh enzim enzim pencernaan manusia maka ia penting sebagai sumber
bulk (jumlah) dalam makanan ( Martin, D.W. 1990 ).


2.6. Hidrolisis

Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan H
2
O agar suatu senyawa pecah
dan terurai. Beberapa cara hidrolisis selulosa yaitu hidrolisis enzimatis, hidrolisis
asam encer dan hidrolisis asam pekat. Hidrolisis enzimatis adalah hidrolisis yang
menggunakan enzim. Hidrolisis asam encer menggunakan konsentrasi asam yang
rendah dan suhu yang tinggi. Sedangkan hidrolisis asam pekat menggunakan
konsentrasi asam yang tinggi seperti HCl 40 wt %, H
2
SO
4
60 wt % atau HF 90 wt%
(Artati, E.K. 2010).

Beberapa asam ( seperti HCl ) menghidrolisa disakarida. Asam asam seperti
itu juga menghidrolisis trisakarida dan polisakarida. Apabila konsentrasi asam
semakin tinggi dan berada pada titik didih tertentu maka asam tersebut juga terkadang
membuat furfural (Harrow, B. 1984).



Universitas Sumatera Utara












Gambar 2.5. Mekanisme Hidrolisis Selulosa Dengan Asam
( Sumber : Subekti, H. 2006 )

2.7. Glukosa

Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai
sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi kearah kanan. Di alam, glukosa terdapat
dalam buah-buahan dan madu lebah. Dalam alam glukosa dihasilkan dari reaksi antara
karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun.
Proses ini disebut fotosintesis dan glukosa yang terbentuk terus digunakan untuk
pembentukan amilum atau selulosa.

Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai heksosa, karena terdiri
atas 6-rantai atau cincin Karbon. Atom-atom Hidrogen dan Oksigen terikat pada
rantai atau cincin ini secara terpisah atau sebagai gugus hidroksil (OH). Ada tiga jenis
heksosa yang penting dalam ilmu gizi yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa. Ketiga
macam monosakarida ini mengandung jenis dan jumlah atom yang sama, yaitu 6 atom
Karbon, 12 atom Hidrogen dan 6 atom Oksigen. Perbedaannya hanya terletak pada
cara penyusunan atom-atom Hidrogen dan Oksigen di sekitar atom-atom Karbon.
Perbedaan dalam susunan atom inilah yang menyebabkan perbedaan dalam tingkat
kemanisan, daya larut dan sifat lain ketiga monosakarida tersebut. Monosakarida yang
Universitas Sumatera Utara



terdapat di alam pada umumnya terdapat dalam bentuk isomer dekstro (D). Gugus
hidroksil pada atom karbon nomor 2 terletak di sebelah kanan. Struktur kimianya
dapat berupa struktur terbuka atau struktur cincin (Poedjiadi, A. 2006).

2.8. Analisa Kualitatif Dan Kuantitatif Karbohidrat
2.8.1. Analisa Kualitatif Karbohidrat

a. Uji Fehling
Pereaksi ini dapat direduksi selain oleh karbohidrat yang mempunyai sifat
mereduksi, juga dapat direduksi oleh reduktor lain. Pereaksi Fehling terdiri atas dua
larutan yaitu larutan Fehling A dan larutan Fehling B. Larutan Fehling A adalah
larutan CuSO
4
dalam air, sedangkan larutan Fehling B adalah larutan garam K-Na-
tartrat dan NaOH dalam air. Kedua macam larutan ini disimpan terpisah dan baru
dicampur menjelang digunakan untuk memeriksa suatu karbohidrat. Dalam pereaksi
ini ion CU
2+
direduksi menjadi ion Cu
+
yang dalam suasana basa akan diendapkan
sebagai Cu
2
O.

2 Cu
+
+2 OH
-
Cu
2
O + H
2
O
Dipanaskan endapan merah bata
Dengan larutan glukosa 1% , pereaksi Fehling menghasilkan endapan merah
bata, sedangkan apabila digunakan larutan yang lebih encer misalnya larutan glukosa
0,1%, endapan yang terjadi berwarna hijau kekuningan (Poedjiadi.A, 2006).

b. Uji Barfoed
Pereaksi ini terdiri dari Kupri asetat dan asam encer. Dimasukkan 5 mL
pereaksi dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 mL larutan contoh, kemudian tabung
reaksi ditempatkan dalam air mendidih selama 1 menit. Endapan berwarna merah
orange menunjukkan adanya monosakarida dalam contoh.

c. Uji Benedict
Pereaksi Benedict terdiri dari Kupri sulfat, Natrium sitrat dan Natrium karbonat.
Dimasukkan 5 mL pereaksi dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 8 tetes larutan
contoh, kemudian tabung reaksi ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit.
Universitas Sumatera Utara
Timbulnya endapan warna hijau, kuning atau merah orange menunjukkan adanya gula
pereduksi dalam contoh.

CH
2
OH CH
2
OH
H OH O H OH O
2 Cu
2+
+5 H
2
O + H CH H C-OH
OH H dipanaskan OH H
HO HO
H OH H OH
glukosa asam glukonat
+3 H
2
O + Cu
2
O
(Endapan merah bata)

Gambar 2.7. Reaksi Glukosa Dengan Reagen Benedict

d. Uji Iodin
Larutan contoh diasamkan dengan HCl. Sementara itu dibuat larutan Iodin
dalam larutan KI. Larutan contoh sebanyak satu tetes ditambahkan ke dalam larutan
iodin. Timbulnya warna biru menunjukkan adanya pati dalam contoh, sedangkan
warna merah menunnjukkan adanya glikogen atau eritrodekstrin.



b. Uji Molisch
Dimasukan 2 mL larutan contoh dalam tabung reaksi, ditambahkan dua tetes
pereaksi naftol 10 % ( baru dibuat ) dan dikocok. Secara hati hati ditambahkan 2
mL H
2
SO
4
pekat sehingga timbul 2 lapisan cairan dalam tabung reaksi dimana larutan
contoh akan berada dilapisan atas. Cincin berwarna merah ungu pada batas atas kedua
cairan menunjukkan adanya karbohidrat dalam larutan contoh (Winarno, F.G. 1992).




Universitas Sumatera Utara



2.8.2. Analisa Kuantitatif Karbohidrat

a. Metode Nelson Somogyi
Penentuan kadar gula reduksi dengan metode Nelson Somogyi dibuat larutan
standar dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10 mg/100ml, larutan standar tersebut masing-
masing ditambah reagen Nelson Somogyi yang berwarna biru. Penambahan reagen
Nelson somogyi ini bertujuan untuk mereduksi kupri oksida menjadi kupro oksida
yang mana K-Na-tartrat yang terkandung dalam reagen Nelson Somogyi berfungsi
untuk mencegah terjadinya pengendapan kupri oksida. Selain 5 larutan standar
tersebut, dibuat juga larutan blanko dari akuades yang nantinya akan digunakan
sebagai pembanding.

Setelah ditambahkan reagen Nelson somogyi, larutan yang berwarna biru sampai
biru kehijauan tersebut dipanaskan 20 menit, tujuan dari pemanasan ini adalah untuk
mempercepat proses reduksi kupri oksida menjadi kupro oksida. Lalu larutan
didinginkan sampai 25 C supaya reaksi berjalan stabil, karena apabila terlalu panas
kemungkinan akan ada komponen senyawa yang rusak atau habis menguap.
Kemudian ditambahkan reagen arsenomolibdat, penambahan reagen arsenomolibdat
ini bertujuan agar bisa bereaksi dengan endapan kupro oksida. Pada peristiwa ini
kupro oksida akan mereduksi kembali arsenomolibdat menjadi molibdenum yang
berwarna biru, warna biru inilah yang nantinya akan diukur absorbansinya dengan
spektrometer. Hasil yang diperoleh, pada larutan standar semakin pekat
konsentrasinya, warna yang dihasilkan setelah penambahan reagen arsenomolibdat
adalah semakin hijau kebiruan pekat. Ditambahkan akuades pada masing-masing
larutan standar agar larutan standar tidak terlalu pekat dan dapat terbaca absorbansinya
(Mel-rizky.blogspot.com, 2011).

b. Metode Luff Schoorl
Pada penentuan gula cara Luff-Schrool yang ditentukan bukannya kupro oksida
yang mengendap tetapi dengan menentukan kupri oksida dalam larutan sebelum
direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan
sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan
Natrium tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kupro
Universitas Sumatera Utara
oksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam
bahan atau larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula-
mula kupri oksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam kalium
iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kupri oksida.
Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Natrium tiosulfat. Untuk
mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila
larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar
perubahan warna biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan amilum diberikan
pada saat titrasi hampir selesai. Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan
titrasi sampel kemudian dikonsultasikan dengan tabel yang sudah tersedia yang
menggambarkan hubungan antara banyaknya Natrium tiosulfat dengan banyaknya
gula reduksi (Sudarmadji,S.1989).

c. Metode Munson Walker
Penentuan gula reduksi menurut cara Munson Walker dipakai penentuan
glukosa, fruktosa, gula invert, laktosa monohidrat dalam bahan yang tidak
mengandung sakarosa, juga dipakai untuk penentuan gula invert dan laktosa
monohidrat untuk bahan yang mengandung sakarosa. Penentuan gula reduksi
berdasarkan banyaknya endapan Cu
2
O yang terbentuk kemudian dengan melihat tabel
Hamond dapat diketahui jumlah kadar gula reduksi. J umlah Cu
2
O ditentukan secara
gravimetris, yaitu dengan menimbang langsung endapan Cu
2
O yang terbentuk atau
secara volumetri yaitu dengan titrasi menggunakan larutan Na-thiosulfat atau K-
permanganat.

d. Metode Lane Eynon
Penentuan gula reduksi menurut metode ini dipakai untuk penentuan gula invert
(baik tanpa maupun dengan sakarosa) ; glukosa, fruktosa, maltosa anhidrat dan
monohidrat ; laktosa anhidrat dan monohidrat. Cara ini merupakan cara penentuan
secara volumetric, dalam hal ini 10 mL atau 25 mL reagensia Soxhlet direduksi
(dititrasi) dengan larutan contoh. J umlah gula reduksi dapat diketahui dari tabel Lane
Eynon berdasarkan volume larutan contoh yang dibutuhkan untuk titrasi tersebut
(Sudarmadji, S. 1984).

Universitas Sumatera Utara




2.9. Fermentasi

Proses fermentasi adalah proses perubahan gula yang dilakukan oleh ragi. Dalam hal
ini, ragi dari jenis Saccaromyses cerevisiae ( jasad renik dari keluarga vegeta ) ini
melakukan proses pelepasan ikatan kimia rantai karbon dari glukosa dan fruktosa.
Pelepasan itu dilakukan satu demi satu, kemudian kembali dirangkai secara kimiawi
menjadi molekul etanol, gas karbondioksida, serta menghasilkan panas. Saat
melakukan pekerjaannya, ragi mengeluarkan enzim yang sangat kompleks dan mampu
merombak monosakarisa menjadi etanol dan karbon dioksida.

Selama proses fermentasi, ragi yang jumlahnya miliaran ini bekerja siang dan
malam tanpa diperintah. Dengan pekerjaan yang begitu rapi dan teratur, gugusan
karbon yang berasal dari gula dilepaskan satu demi satu dari ikatan kimianya. Uniknya
para ragi ini bertanggung jawab, karena tidak hanya melepaskannya, tapi disusul lagi
dengan merakit kembali menjadi gugusan baru etanol. Pekerjaan yang tanpa henti itu
akhirnya mengeluarkan panas ( kenaikan suhu ) dan panas yang timbul justru bisa
mematikan ragi. Tidak hanya itu, ragi juga bisa mati karena sudah cukup banyak
etanol yang dihasilkan (Abidin, R. 2009).

Fermentasi etanol terjadi pada kondisi anaerob dengan menggunakan khamir
tertentu yang dapat mengubah glukosa menjadi etanol melalui Emden Meyerhof-
Parnas Pathway (J udoamidjojo, M. 1992).










Universitas Sumatera Utara



























Gambar 2.8. Skema Fermentasi Glukosa Menjadi Alkohol (Embden Meyerhof
Parnas Pathway )
( Sumber : Subekti, H. 2006 )



Universitas Sumatera Utara



2.10. Khamir

Khamir sejak dulu berperan dalam fermentasi yang bersifat alkohol dimana produk
utama dari metabolismenya adalah etanol. Saccharomyces cerevisiae adalah jenis
yang utama yang berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir dan anggur
dan juga digunakan untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti
(Buckle,K.A.2009).

Saccharomyces cerevisiae menghasilkan enzim zimase dan invertase. Enzim
zimase berfungsi sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida ( glukosa dan
fruktosa ). Sedangkan enzim invertase selanjutnya mengubah glukosa menjadi etanol
(J udoamidjojo, M.1992 ).



Gambar 2.9. Kurva Pertumbuhan Mikroba
( Sumber : http://lordbroken.wordpress.com/2010/10/02/laju-pertumbuhan-spesifik-
mikroba/. Diunggah tanggal 10 Agustus 2012 )

Pertumbuhan mikrobia seperti khamir dalam lingkungan tertutup yaitu sebagai
berikut :
1. Fase Permulaan / Adaptasi
Pada fase ini bakteri baru menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, bermacam
macam enzim dan zat perantara dibentuk sehingga keadaannya menungkinkan
terjadinya pertumbuhan lebih lanjut. Sel selnya mulai membesar tetapi belum
membelah diri.

Universitas Sumatera Utara
2. Fase Pertumbuhan Yang Dipercepat
Pada fase ini bakteri mulai membelah diri, tetapi waktu generasinya masih
panjang. Fase pertumbuhan dipercepat bersama sama dengan fase pertumbuhan
sering disebut lag phase atau phase of adjustment.
3. Fase Pertumbuhan Logaritma / Eksponensial
Pada fase ini kecepatan pembelahan paling tinggi, waktu generasinya pendek dan
konstan. Selama fase ini metabolism paling pesat. J adi sintesis bahan sel sangat
cepat dan konstan pula. Keadaan ini berlangsung terus sampai salah satu atau
beberapa nutrien habis atau telah menjadi penimbunan atas hasil metabolisme
yang bersifat racun yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan.

4. Fase Pertumbuhan Yang Mulai Terhambat
Setelah melalui fase logaritma, kecepatan pembelahannya akan berkurang dan
jumlah bakteri yang mati semakin banyak. Hal ini disebabkan karena makin
berkurangnya nutrien dan mulai terjadinya penimbunan racun sebagai hasil
kegiatan metabolisme.

5. Fase Stasioner Yang Maksimum
Pada fase ini jumlah bakteri yang dihasilkan sama dengan jumlah bakteri yang
mati sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi konstan.

6. Fase Kematian Yang Dipercepat dan Fase Kematian Logaritma
Kedua fase ini biasanya dinyatakan sebagai satu fase yang disebut fase menurun.
Pada fase ini kecepatan kematian terus meningkat sedangkan kecepatan
pembelahannya menjadi nol. Setelah sampai ke fase kematian, logarita keceptan
kematian mencapai maksimal dan jumlah sel menurun dengan cepat.
( HIdayat, N. 2006 ).


2.11. Ragi Roti

Penemu Yeast ( ragi roti ) pertama kali adalah Louis Pasteaur pada tahun 1872. Bibit
yeast yang terbagus dalam buah anggur dan apel serta pada akar pohon tersebut.
Universitas Sumatera Utara



2.11.1. Jenis jenis Ragi Roti

a. Fresh Yeast, merupakan jenis ragi yang pertama kali ditemukan, berbentuk cair
sehingga dalam penyimpanan memerlukan pembekuan sering disebut compressed
yeast.
b. Dry Yeast, merupakan jenis ragi yang kering berbentuk butiran bituran sering
disebut dehydrated yeast
c. Instan Yeast, merupakan ragi yang dibentuk dalam bentuk tepung/powder


2.11.2. Cara Pemakaian Ragi Berdasarkan Jenis Ragi

a. Fresh Yeast sebelum dicampurkan dengan bahan bahan lain harus dicairkan
terlebih dahulu
b. Dry Yeast sebelum dicampurkan dengan bahan bahn lainnya harus dilarutkan
dulu dengan air dan difermentasikan. Instan yeast bias dicampurkan langsung
dengan bahan bahan lain sehingga menjadi suatu adonan (Subagjo, A. 2007).


2.12. Bioetanol

Bioetanol merupakan etanol ( C
2
H
5
OH ) yang dapat dibuat dari substrat
yang mengandung karbohidrat (turunan gula, pati dan selulosa). Salah satu bahan
baku yang sering digunakan untuk pembuatan bioetanol adalah bahan baku yang
mengandung pati sedangkan jenis tanaman yang digunakan untuk bahan baku
umumnya berasal dari kelompok tanaman pangan utama seperti singkong, jagung,
gandum, kentang dan ubi jalar ( Setiasih, A. 2011 ).

Untuk membentuk bioetanol maka akan terjadi suatu reaksi yang disebut
glikolisis dimana glikolisis itu sendiri adalah reaksi anaerob yang terdiri atas
serangkaian reaksi yang mengubah glukosa menjadi asam laktat (Poedjadi,A. 2006).

Universitas Sumatera Utara
Enzim laktat dehidrogenase terdapat dalam tubuh mamalia sehingga proses
reaksi glikolisis pada tubuh mamalia akan menghasilkan asam laktat. Sedangkan pada
tumbuhan terdapat enzim alkohol dekarbokselase yang akan menghasilkan etanol pada
produk akhir glikolisis.

Gula alkohol dibentuk ketika golongan karbonil direduksi menjadi golongan
hidroksil. Gula alkohol biasanya digunakan sebagai pengganti makanan. Dan rendah
kalori dari pada gula biasa yang tidak dapat dicerna oleh bakteri yang ada dimulut.
Untuk alasan ini banyak produk seperti permen karet yang manis mengandung dula
alkohol. Yang paling penting kegunaan dari gula alkohol adalah dalam pembuatan
makanan untuk orang diabetes. Gula alkohol diserap diusus halus yang menghasilkan
perubahan kecil padaa tingkat gula darah. Selain itu, gula alkohol diserap lalu
dieksresikan diurin dari pada untuk metabolisme (Walker,S.2008).

Rikana dan Adam (2000) dalam penelitiannya mengenai pembuatan bioetanol
dari singkong secara fermentasi menggunakan ragi tape mendapatkan hasil bahwa
semakin banyak ragi yang ditambahkan maka etanol yang dihasilkan juga akan
semakin banyak karena dengan semakin banyak ragi yang ditambahkan, maka bakteri
yang mengurai glukosa menjadi etanol akan semakin banyak.

Namun, apabila ragi yang ditambahkan terlalu banyak maka hasil bioetanol
yang dihasilkan akan cenderung turun. Hal ini disebabkan adanya ragi yang mati pada
saat proses fermentasi berlangsung. Ini ditandai dengan ditemukannya sernuk putih
kekuningan pada hasil akhir fermentasi sehingga mikroba yang berperan dalam
fermentasi ini pun menjasi kurang maksimal dalam menghasilkan bioetanol
(Rikana,2000).






Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai