Anda di halaman 1dari 20

A.

Teknik-teknik pengambilan sampel


Teknik sampling adalah suatu cara untuk menentukan banyaknya sampel dan pemilihan
calon anggota sampel, sehingga setiap sampel yang terpilih dalam penelitian dapat mewakili
populasinya (representatif) baik dari aspek jumlah maupun dari aspek karakteristik yang
dimiliki populasi.
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau
random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom
samping/nonprobability sampling (Sastroasmoro S, S Ismael,1995).
a. Random Sampling
Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel
yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen
populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel
adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa
dipilih menjadi sampel (Sastroasmoro S, S Ismael,1995).
b. Non Random Sampling
Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability
sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk
dijadikan sampel. Misalnya lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena
letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak
dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol) (Sastroasmoro S, S Ismael,1995).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda.
Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan
populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel
representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan
melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak.
Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti
tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi
(Sastroasmoro S, S Ismael,1995).
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih
spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple
random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling,
dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain
adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling
(Sastroasmoro S, S Ismael,1995).
1

Probability/Random Sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah
memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama sampling
frame. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap
elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data
tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika
populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi A, maka peneliti harus bisa
memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi A tersebut
selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang
berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui
jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka
peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya
adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara
lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi
kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya (Fleiss JL, 1981).
Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan
penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih
menjadi sampel. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random,
kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem
undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara
undian bisa mengganggu konsep acak atau random itu sendiri (Fleiss JL, 1981).
1.

Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana


Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung
deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap
unsur atau elemen

populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana

analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan
yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya.
Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi,
serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting
2

dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti
dapat mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur
populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel.
Prosedurnya :
1. Susun sampling frame
2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3. Tentukan alat pemilihan sampel
4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi
(Pratiknya AW, 2001).
2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut
mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti
dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin
mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa
manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi.
Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling
tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan
sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di
ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan
manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak.
Prosedurnya:
1. Siapkan sampling frame
2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak (Pratiknya AW, 2001).
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat
menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan
proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah
unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas
(I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat
bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau
3

jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I
diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63
manajer (Pratiknya AW, 2001).
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah
unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja,
kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa
mengambil semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat
menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang
(Pratiknya AW, 2001).
3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel
berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang
distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik
yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka
dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya
berbeda-beda atau heterogen. Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100
departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik
berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat
pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika
peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu
strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan
cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua
departemen saja. Prosedur :
1. Susun sampling frame berdasarkan gugus Dalam kasus di atas, elemennya
ada 100 departemen.
2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample
(Hanafiah KA, 2003).

4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis


Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak
memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis
dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi
secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang
keberapa. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan
sampel. Soal keberapa-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung
pada ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat
5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval
di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
5. Susun sampling frame
6. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
7. Tentukan K (kelas interval)
8. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak
atau random biasanya melalui cara undian saja.
9. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang
terpilih.
10. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya
(Hanafiah KA, 2003).
5. Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi
penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya penduduk suatu Negara,
propinsi atau kabupaten. Untuk mentukan penduduk mana yang akan dijadikan
sumber data maka pengambilan sampel ditentukan secara bertahap dari wilayah
terkecil (kabupaten). Setelah terpilih sampel terkecil, kemudian baru dipilih secara
acak (Cochran WG, 1977).
Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui
tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik
pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :

a. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat)


Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
b. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?,
Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
c. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
d. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau
random.
e. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil
datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.
(Cochran WG, 1977).
Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak
semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih
menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena
kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan
kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali
berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan
orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu
ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling tidak disengaja
atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika
dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian
lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian
yang menggunakan jenis sampel ini,

hasilnya ternyata kurang obyektif

(Notoatmodjo S, 2002).
Contoh : misalnya ada seorang peneliti ingin mengetahui tentang kebersihan
wilayah Jakarta Selatan ia menanyakan kepada orang yang ada dijalan atau orang
dia jumpai bukan orang yang mengerti tentang kebersihan wilayah Jakarta Selatan

seperti petugas kebersihan atau mendatangi kantor gubernur atau walikota Jakarta
Selatan.
Pengambilan sampel dengan teknik convenience sampling didasarkan pada
ketersediaan dan kemudahan mendapatkannya. Penarikan sampel dengan teknik ini
nyaris tidak dapat diandalkan namun dalam kondisi tertentu dirasakan sangat
bermanfaat karena biayanya murah, dan sangat mudah dilaksanakan karena peneliti
memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja menjadi responden atau apa saja yang
dia temui sebagai sampel (Notoatmodjo S, 2002).
2. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu.
Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa
seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi
penelitiannya (Sugiarto.dkk.2003).
Merupakan pemilihan anggota sampel yang didasarkan atas tujuan
dan pertimbangan tertentu dari peneliti. Kelebihan dari pengambilan menurut tujuan
ini adalah tujuan dari peneliti dapat terpenuhi. Sedangkan, kekurangannya adalah
belum tentu mewakili keseluruhan variasi yang ada (Sugiarto.dkk.2003).
Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang
paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh
data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu
perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa
memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau
seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai information rich.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang
dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa
kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan,
maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik.
(Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
7

Merupakan pengambilan anggota sampel berdasarkan jumlah yang


diinginkan oleh peneliti. Kelebihan dari pengambilan menurut jumlah ini adalah
praktis karena jumlah sudah ditentukan dari awal. Sedangkan, kekurangannya
adalah bias, belum tentu mewakili seluruh anggota populasi.
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara
proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40.
Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis
kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18
orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan
ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara
kebetulan saja (Cooper dan Emory, 1992).
3. Snowball Sampling Sampel Bola Salju
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi
penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya
bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia
minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa
dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum
lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita
lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta
kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya.
Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti
bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan
pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang
eksklusif (tertutup) ( Supranto J, 2000).
B. PENGHITUNGAN BESAR SAMPEL
Keterwakilan populasi oleh sampel dalam penelitian merupakan syarat penting
untuk suatu generalisasi atau inferensi. Pada dasarnya semakin homogen nilai variabel yang
diteliti, semakin kecil sampel yang dibutuhkan, sebaliknya semakin heterogen nilai variabel
yang diteliti, semakin besar sampel yang dibutuhkan (Lemeshow S.dkk. 1990).
8

Di samping keterwakilan populasi (kerepresentatifan), hal lain yang perlu


dipertimbangkan dalam menentukan besar sampel adalah keperluan analisis. Beberapa
analisis atau uji statistik memerlukan persyaratan besar sampel minimal tertentu dalam
penggunaannya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penghitungan besar sampel adalah :
1. Jenis dan rancangan penelitian
2. Tujuan penelitian/analisis
3. Jumlah populasi atau sampel
4. Karakteristik populasi/cara pengambilan sampel (teknik sampling)
5. Jenis (skala pengukuran) data (variabel dependen)
Pada kondisi yang berbeda, cara penentuan besar sampel juga berbeda. Berdasarkan
jenisnya, dibedakan penelitian observasional atau eksperimen. Berdasarkan tujuan
penelitian atau analisisnya, dibedakan diskriptif atau inferensial (estimasi atau pengujian
hipotesis). Berdasarkan jumlah populasi atau sampelnya, dibedakan satu populasi/sampel
atau lebih dari satu populasi/sampel. Hal ini berhubungan dengan karakteristik populasi atau
cara pengambilan sampel (sampling) yang dibedakan random atau non random sampling.
Hal-hal di atas sangat menentukan cara penghitungan besar sampel (Lemeshow S.dkk.
1990).
1. PENELITIAN OBSERVASIONAL
Besar sampel pada satu populasi
1.

Estimasi
a. Simple random sampling atau systematic random sampling
- Data kontinyu
Untuk populasi infinit, rumus besar sampel adalah :
Z21-/2 2
n = ------------d2
Di mana

= besar sampel minimum


9

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

= harga varians di populasi

= kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

Jika populasi finit, maka rumus besar sampel adalah :


N Z21-/2 2
n = -------------------------(N-1) d2 + Z21-/2 2
di mana N = besar populasi
(Lemeshow S.dkk. 1990).
- Data proporsi
Untuk populasi infinit, rumus besar sampel adalah :
Z21-/2 P (1-P)
n = -------------------d2
di mana : n

= besar sampel minimum

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

= harga proporsi di populasi

= kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

Jika populasi finit, maka rumus besar sampel adalah :


N Z21-/2 P (1-P)
n = ------------------------------(N-1) d2 + Z21-/2 P (1-P)
di mana N = besar populasi
(Lemeshow S.dkk. 1990).
10

b. Stratified random sampling


- Data kontinyu
Rumus besar sampel adalah :

N2h 2h

di mana

Nh 2h

= besar sampel minimum

= besar populasi

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

2h

= harga varians di strata-h

= kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

Wh

= fraksi dari observasi yang dialokasi pada strata-h = N h/N


Jika digunakan alokasi setara, W = 1/L

= jumlah seluruh strata yang ada

(Lemeshow S.dkk. 1990).


- Data proporsi
Rumus besar sampel adalah :

di mana

= besar sampel minimum

= besar populasi

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

Ph

= harga proporsi di strata-h


11

= kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

Wh

= fraksi dari observasi yang dialokasi pada strata-h = N h/N


Jika digunakan alokasi setara, W = 1/L

= jumlah seluruh strata yang ada

c. Cluster random sampling


- Data kontinyu
Pada cluster random sampling, ditentukan jumlah cluster yang akan diambil
sebagai sampel. Rumusnya adalah :
N Z21-/2 2
n = ---------------------------------(N-1) d2 (N/C) 2 + Z21-/2 2
di mana

= besar sampel (jumlah cluster) minimum

= besar populasi

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

= harga varians di populasi

= kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

= jumlah seluruh cluster di populasi

- Data proporsi
Rumus besar sampel adalah :
N Z21-/2 2
n = ---------------------------------(N-1) d2 (N/C) 2 + Z21-/2 2
di mana

= besar sampel (jumlah cluster) minimum

= besar populasi = mi

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu


12

= kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

= jumlah seluruh cluster di populasi

= (ai mi P)2/(C-1) dan

ai

= banyaknya elemen yang masuk kriteria pada cluster ke-i

mi

= banyaknya elemen pada cluster ke-i

= jumlah cluster sementara

P = ai /mi

(CDC, FHI, WHO, 1991).


2. Uji Hipotesis
- Data kontinyu

Rumus besar sampel adalah :


di mana

= besar sampel minimum

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

Z1-

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

= harga varians di populasi

0-a = perkiraan selisih nilai mean yang diteliti dengan mean di


populasi
(CDC, FHI, WHO, 1991).
- Data proporsi
Rumus besar sampel adalah :

di mana

= besar sampel minimum

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

Z1-

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu


13

P0

= proporsi di populasi

Pa

= perkiraan proporsi di populasi

Pa-P0

= perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi


di populasi

Besar Sampel Pada Dua Populasi


1. Estimasi
a. Data kontinyu
Rumus besar sampel sebagai berikut :

di mana :

= besar sampel minimum

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

= harga varians di populasi

= kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

(CDC, FHI, WHO, 1991).


b. Data proporsi
- Cross sectional
Rumus besar sampel sebagai berikut :

di mana

= besar sampel minimum

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

P1

= perkiraan proporsi pada populasi 1

P2

= perkiraan proporsi pada populasi 2

= kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

(CDC, FHI, WHO, 1991).

14

- Cohort
Rumus besar sampel sebagai berikut :
1-P2
P2

di mana

= besar sampel minimum

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

P1

= perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 1

P2

= perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 2

= kesalahan (relatif) yang dapat ditolerir

Pada penelitian cohort, untuk mengantisipasi hilangnya unit pengamatan, dilakukan


koreksi dengan 1/(1-f), di mana f adalah proporsi unit pengamatan yang hilang atau
mengundurkan diri atau drop out.
- Case-control
Rumus besar sampel adalah :

Di mana

= besar sampel minimum

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

P1*

= perkiraan probabilitas paparan pada populasi 1 (outcome +)

P2*

= perkiraan probabilitas paparan pada populasi 2 (outcome -)

= kesalahan (relatif) yang dapat ditolerir

15

2. Uji Hipotesis
a. Data kontinyu
Rumus besar sampel sebagai berikut :

di mana

= besar sampel minimum

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

Z1-

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

= harga varians di populasi

1-2 = perkiraan selisih nilai mean di populasi 1 dengan populasi 2


b. Data proporsi
- Cross sectional
Rumus besar sampel sebagai berikut :

di mana

= besar sampel minimum

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

Z1-

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

P1

= perkiraan proporsi pada populasi 1

P2

= perkiraan proporsi pada populasi 2

= (P1 + P2)/2

16

- Cohort
Rumus besar sampel sebagai berikut :

di mana

= besar sampel minimum

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

Z1-

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

P1

= perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 1

P2

= perkiraan probabilitas outcome (+) pada populasi 2

= (P1 + P2)/2

Pada penelitian cohort, untuk mengantisipasi hilangnya unit pengamatan, dilakukan


koreksi dengan 1/(1-f), di mana f adalah proporsi unit pengamatan yang hilang atau
mengundurkan diri atau drop out.
- Case-control
Rumus besar sampel adalah :

di mana

= besar sampel minimum

Z1-/2

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu

Z1-

= nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu


17

P1*

= perkiraan probabilitas paparan pada populasi 1 (outcome +)

P2*

= perkiraan probabilitas paparan pada populasi 2 (outcome -)

Jika besar sampel kasus dan kontrol tidak sama (unequal), dibuat modifikasi besar
sampel dengan memperhatikan rasio kontrol terhadap kasus. Rumus di atas
dikalikan dengan faktor (r + 1) / (2 . r). Besar sampel untuk kelompok kontrol
adalah (r.n) (CDC, FHI, WHO, 1991).
2. PENELITIAN EKSPERIMENTAL
Pada penelitian eksperimental, belum banyak rumus yang dikembangkan untuk
menentukan besar sampel yang dibutuhkan. Untuk menentukan besar sampel (replikasi)
yang dibutuhkan digunakan rumus berikut :
a. Untuk rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial, secara sederhana
dapat digunakan rumus :
(t-1) (r-1) 15
di mana t = banyak kelompok perlakuan
r = jumlah replikasi
b. Di samping rumus di atas dan untuk rancangan eksperimen lain yang
membutuhkan perhitungan besar sampel, dapat digunakan rumus besar sampel
seperti pada penelitian observasional baik untuk satu sampel maupun lebih dari 1
sampel, baik untuk data proporsi maupun data kontinyu.
Pada penelitian eksperimen, untuk mengantisipasi hilangnya unit eksperimen,
dilakukan koreksi dengan 1/(1-f), di mana f adalah proporsi unit eksperimen yang
hilang atau mengundurkan diri atau drop out (CDC, FHI, WHO, 1991).

18

Daftar Pustaka
CDC, FHI, WHO, 1991. An Epidemiologic Approach to Reproductive Health. Editors : PA
Wingo, JE Higgins, GL Rubin, SC Zahniser. CDC-Atlanta, FHI-North Carolina,
WHO-Geneva.
Cochran WG, 1977. Sampling Techniques. John Wiley & Sons, Inc.
Fleiss JL, 1981. Statistical Methods for Rates and Proportions. Second Edition. John Wiley
& Sons.
Hanafiah KA, 2003. Rancangan Percobaan, Teori & Aplikasi. Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Palembang. Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Lemeshow S, DW Hosmer Jr, J Klar, SK Lwanga, 1990. Adequacy of Sample Size in Health
Studies. WHO. John Wiley & Sons.
Notoatmodjo S, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit PT Rineka Cipta.
Pratiknya AW, 2001. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran & Kesehatan.
Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Sastroasmoro S, S Ismael,1995. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penerbit PT Binarupa
Aksara, Jakarta.
Sugiarto, D. Siagian, LT Sunaryanto, DS Oetomo, 2003. Teknik Sampling. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

19

Supranto J, 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Penerbit PT Rineka Cipta,
Jakarta.
Abdul

Wasil

,2013

http://abdulwasilpatologi.blogspot.com/2013/05/jenis-jenis-teknik-

pengambilan-sampel.html

20

Anda mungkin juga menyukai