Anda di halaman 1dari 51

Pertemuan 5

TAHAPAN STUDI
FARMAKOEPIDEMIOLOGI

OLEH: APT. ISMA OKTADIANA, M. FARM


Populasi Vs Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi berupa subjek


atau objek yang diteliti untuk dipelajari dan diambil
kesimpulan.
 Sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai
perwakilan dari populasi sehingga hasil penelitian
yang berhasil diperoleh dari sampel dapat
digeneralisasikan pada populasi.
Ukuran Sampel

Untuk menentukan sampel dari populasi digunakan


perhitungan maupun acuan tabel yang
dikembangkan para ahli.  Secara umum, untuk
penelitian korelasional jumlah sampel minimal
untuk memperoleh hasil yang baik adalah 30,
sedangkan dalam penelitian eksperimen jumlah
sampel minimum 15 dari masing-masing kelompok
dan untuk penelitian survey jumlah sampel
minimum adalah 100.
Lanjutan....

Roscoe (1975) yang dikutip Uma Sekaran (2006) memberikan


acuan umum untuk menentukan ukuran sampel :
1. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk
kebanyakan penelitian
2. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior,
dan sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah
tepat
3. Dalam penelitian mutivariate (termasuk analisis regresi berganda),
ukuran sampel sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam
penelitian
4. Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eskperimen
yang ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel
kecil antara 10 sampai dengan 20
Rumus Untuk Menentukan Jumlah Sampel

1. Rumus Slovin: n = N/N(d)2 + 1


n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau
sig. = 0,05.
Contoh soal: jumlah populasi adalah 125, dan tingkat
kesalahan yang dikehendaki adalah 5%, maka
jumlah sampel yang digunakan adalah??
Lnjutan...

2. Rumus berdasarkan Proporsi atau Tabel


Isaac dan Michael
Tabel penentuan jumlah sampel dari Isaac dan
Michael memberikan kemudahan penentuan jumlah
sampel berdasarkan tingkat kesalahan 1%, 5% dan
10%. Dengan tabel ini, peneliti dapat secara
langsung menentukan besaran sampel berdasarkan
jumlah populasi dan tingkat kesalahan yang
dikehendaki.
Tabel Isaac dan Michael
Contoh soal dengan rumus pengambilan sampel
menggunakan tabel Isaac dan Michael: Populasi
adalah mahasiswa Farmasi Univ. A di daerah X yang
berjumlah 500 orang. Jumlah sampel ditentukan
dengan Tabel Isaac dan Michael dengan tingkat
kesalahan adalah sebesar 5% dan 10 %?? Berapakah
sampelnya?
Teknik Pengambilan Sampel
 Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel
yang secara umum terbagi dua yaitu probability sampling
dan non probability sampling.
 Dalam pengambilan sampel cara probabilitas besarnya
peluang atau probabilitas elemen populasi untuk terpilih
sebagai subjek sampel yang diketahui. Sedangkan dalam
pengambilan sampel dengan cara nonprobability besarnya
peluang elemen untuk ditentukan sebagai sampel tidak
diketahui.
Desain Pengambilan Sampel

Probabiltas/Sampling probabilitas adalah teknik


pengambilan sampel, dimana subjek populasi
mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih
sebagai sampel yang representatif (pengambilan
sampel secara acak).
Non probabilitas/sampling non probabilitas adalah
metode pengambilan sampel dimana tidak diketahui
individu mana dari populasi yang akan dipilih
sebagai sampel (pengambilan sampel non acak).
Lanjutan...

A. Probability sampling adalah teknik pengambilan


sampel yang memberikan peluang yang sama kepada
setiap anggota populasi untuk menjadi sampel. Teknik
ini meliputi simpel random sampling, sistematis
sampling, proportioate stratified random
sampling, disproportionate stratified random
sampling, dan cluster sampling.
1. Simpel Random Sampling

Teknik adalah teknik yang paling sederhana


(simple). Sampel diambil secara acak, tanpa
memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.
Contoh: Populasi adalah semua warga yang
terjangkit DBD di daerah X yang berjumlah 250
orang. Jumlah sampel ditentukan dengan Tabel
Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan adalah
sebesar 1 %, 5 %, dan 10 % ??
2. Sistematis Sampling

Adalah teknik sampling yang menggunakan nomor


urut dari populasi baik yang berdasarkan nomor
yang ditetapkan sendiri oleh peneliti maupun nomor
identitas tertentu
Contoh: Akan diambil sampel dari populasi
karyawan yang berjumlah 200 orang. Sampelnya
bagaimana?
3. Proportioate Stratified Random Sampling

Teknik ini hampir sama dengan simple random


sampling namun penentuan sampelnya
memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam
populasi.
Teknik ini umumnya digunakan pada populasi
yang diteliti adalah heterogen (tidak sejenis) yang
dalam hal ini berbeda dalam hal bidang kerja
sehingga besaran sampel pada masing-masing
strata atau kelompok diambil secara proporsional
untuk memperolehnya.
Lanjutan.....

Jumlah sample yang diambil berdasarkan masing-masinng bagian


tersebut ditentukan kembali dengan rumus
n = (populasi kelas / jml populasi keseluruhan) x jumlah
sampel yang ditentukan.
Contoh: Populasi adalah karyawan sebuah Industri Farmasi di sebuah
kota A berjumlah 125. Dengan rumus Slovin (lihat contoh sebelumnya)
dan tingkat kesalahan 5% diperoleh besar sampel adalah 95. Populasi
sendiri terbagi ke dalam tiga bagian (Produksi, Packaging, Marketing)
yang masing-masing berjumlah :
Produksi         : ??
Packaging     :??
Marketing : ??
Berapa besaran sampel dari masing2 bidang pekerjaan diatas yang
akan diambil??
4. Disproportionate Stratified Random Sampling

 Disproporsional stratified random sampling adalah teknik yang hampir


mirip dengan proportionate stratified random sampling dalam hal
heterogenitas populasi. Namun, ketidakproporsionalan penentuan
sample didasarkan pada pertimbangan jika anggota populasi berstrata
namun kurang proporsional pembagiannya.
 Misalnya, populasi karyawan PT. XYZ berjumlah 1000 orang yang
berstrata berdasarkan tingkat pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2.
Namun jumlahnya sangat tidak seimbang yaitu :
 SMP    : 100 orang, SMA    : 700 orang, DIII     : 180 orang, S1        : 10
orang, S2        : 10 orang.
 Sampelnya berapa???
5. Cluster Sampling

Cluster sampling atau sampling area digunakan jika


sumber data atau populasi sangat luas misalnya
penduduk suatu propinsi, kabupaten, atau karyawan
perusahaan yang tersebar di seluruh provinsi. Untuk
menentukan mana yang dijadikan sampelnya, maka
wilayah populasi terlebih dahulu ditetapkan secara
random, dan menentukan jumlah sample yang
digunakan pada masing-masing daerah tersebut
dengan menggunakan teknik proporsional stratified
random sampling mengingat jumlahnya yang bisa
saja berbeda.
Lanjutan... Contoh Cluster Sampling.

Peneliti ingin mengetahui tingkat efektivitas proses belajar mengajar


di tingkat SMU. Populasi penelitian adalah siswa SMA seluruh Indonesia.
Karena jumlahnya sangat banyak dan terbagi dalam berbagai provinsi,
maka penentuan sampelnya dilakukan dalam tahapan sebagai berikut :
Tahap Pertama adalah menentukan sampel daerah. Misalnya
ditentukan secara acak 10 Provinsi yang akan dijadikan daerah sampel.
Tahap kedua. Mengambil sampel SMU di tingkat Provinsi secara acak
yang selanjutnya disebut sampel provinsi. Karena provinsi terdiri dari
Kabupaten/Kota, maka diambil secara acak SMU tingkat Kabupaten
yang akan ditetapkan sebagai sampel (disebut Kabupaten Sampel), dan
seterusnya, sampai tingkat kelurahan / Desa yang akan dijadikan
sampel. Setelah digabungkan, maka keseluruhan SMU yang dijadikan
sampel ini diharapkan akan menggambarkan keseluruhan populasi
secara keseluruhan.
B. Non Probabilty Sampel
 Non Probability artinya setiap anggota populasi
tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama
sebagai sampel.
 Teknik-teknik yang termasuk ke dalam Non
Probability ini antara lain : Sampling Kuota,
Sampling Insidential, Sampling Purposive,
Sampling Jenuh, dan Snowball Sampling.
1. Sampling Kuota

Adalah teknik sampling yang menentukan jumlah


sampel dari populasi yang memiliki ciri tertentu
sampai jumlah kuota (jatah) yang diinginkan.
Misalnya akan dilakukan penelitian tentang persepsi
siswa terhadap kemampuan mengajar guru. Jumlah
Sekolah adalah 10, maka sampel kuota dapat
ditetapkan masing-masing 10 siswa per sekolah.
2. Sampling Insidential

Insidential merupakan teknik penentuan sampel


secara kebetulan, atau siapa saja yang kebetulan
(insidential) bertemu dengan peneliti yang dianggap
cocok dengan karakteristik sampel yang ditentukan
akan dijadikan sampel.
Misalnya penelitian tentang kepuasan pelanggan pada
pelayanan Mall A. Sampel ditentukan berdasarkan ciri-
ciri usia di atas 15 tahun dan baru pernah ke Mall A
tersebut, maka siapa saja yang kebetulan bertemu di
depan Mall A dengan peneliti (yang berusia di atas 15
tahun) akan dijadikan sampel.
3. Purposive

Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel


dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan
sampel.
Misalnya, peneliti ingin meneliti permasalahan seputar
penanganan efek samping obat disuatu RS X, Maka sampel
ditentukan adalah para Apoteker yang mengetahui dengan
jelas permasalahan ini.
Atau penelitian tentang pola pembinaan olahraga renang.
Maka sampel yang diambil adalah pelatih-pelatih renang
yang dianggap memiliki kompetensi di bidang ini. Teknik
ini biasanya dilakukan pada penelitian kualitatif.
4. Sampling Jenuh

Sampling jenuh adalah sampel yang mewakili


jumlah populasi. Biasanya dilakukan jika populasi
dianggap kecil atau kurang dari 100. sampling jenuh
= total sampling.
Misalnya akan dilakukan penelitian tentang kinerja
dosen di Universitas Ibrahimy Situbondo. Karena
jumlah dosen hanya 47 dosen, maka seluruh dosen
dijadikan sampel penelitian (karena kurang dari
100).
5. Snowball Sampling.

Snowball sampling adalah teknik penentuan jumlah


sampel yang semula kecil kemudian terus membesar
ibarat bola salju (seperti Multi Level Marketing).
Misalnya akan dilakukan penelitian tentang pola
peredaran narkoba di wilayah A. Sampel mula-mula
adalah 5 orang Napi, kemudian terus berkembang pada
pihak-pihak lain sehingga sampel atau responden terus
berkembang sampai ditemukannya informasi yang
menyeluruh atas permasalahan yang diteliti.
Teknik ini juga lebih cocok untuk penelitian kualitatif.
STRATEGI FARMAKOEPIDEMIOLOGI

Rangkaian kegiatan yang diterapkan dalam


mengkaji masalah-masalah kesehatan.
3 unsur pokok:
1. Merumuskan hipotesis
2. Menguji hipotesis
3. Menarik kesimpulan
Hipotesis (Kesalahan Tipe 1 dan 2)

Kesalahan tipe I adalah suatu kesalahan bila


menolak hipotesis nol (disebut H0) yang
benar (yang seharusnya DITERIMA).
Kesalahan tipe II adalah kesalahan bila
menerima hipotesis yang salah (disebut juga
Ho) yang salah (Seharusnya ditolak).
Hipotesis satu arah vs Hipotesis dua arah

One tailed adalah pengujian satu arah digunakan


untuk hipotesis yang sudah jelas arahya,
sedangkan two tailed adalah pengujian
dua arah digunakan untuk hipotesis yang belum
jelas atau belum diketahui arahya. Bagaimana tau
arahnya? Apakah hipotesis satu arah atau 2 arah?
Bagaimana tau arahnya? Apakah hipotesis satu arah atau 2 arah?

Ada hubungan positif yang signifikan antara


variabel X terhadap kinerja Y (satu arah)
Diduga ada pengaruh signifikan antara variabel X
terhadap Y (dua arah).
Jadi jika sudah mengetahui arah dari hubungan
antara 2 variabel, maka kita harus menggunakan
pengujian satu arah.
Contoh lain...

Contoh lain lagi: Hipotesis: Diduga X berbeda dari


Y ??? Pengujian berapa arah?
Atau Diduga X lebih tinggi dari Y. Hipotesis
pengujian berapa arah??
Perhitungan Sampel Studi Kasus (Cross Sectional)

 Perhitungan Besar Sampel Studi Potong Lintang (Cross Sectional):


Pada penelitian dengan studi potong lintang, rumus yang digunakan
untuk menghitung besar sampel sangat dipengaruhi oleh skala ukur
datanya yaitu data kategorik atau data numerik. Apabila penelitian
dilakukan pada data kategorik yang tidak berpasangan, maka rumus
besar sampel yang dipakai adalah rumus berikut.
 Pada penelitian potong lintang dengan skala ukur variabel
adalah data numerik yang tidak berpasangan, rumus besar
sampel yang dapat dipakai adalah rumus berikut:
Contoh 1. Analisis Data Kategorik Tidak Berpasangan

Seorang peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan


antara obesitas (obesitas dan tidak obesitas) dan kejadian
stroke (stroke dan tidak stroke). Penelitian ini menggunakan
desain studi potong lintang. Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya diketahui bahwa proporsi kejadian stroke pada
orang yang obesitas adalah 35%. Sedangkan proporsi kejadian
stroke pada orang yang tidak obesitas menurut penelitian
sebelumnya adalah 10%. Pada penelitian ini ditetapkan
kesalahan tipe I sebesar 5%, dan kesalahan tipe II sebesar
20%. Dengan hipotesis dua arah, hitunglah besar sampel
minimal yang diperlukan pada penelitian ini untuk
membuktikan hubungan antara obesitas dan kejadian stroke ?
Jawab... Langkah 1. Yang diketahui apa saja?

▪ P1 = 0,35
▪ P2 = 0,1
▪ α = 0,05 (Zα = 1.96)
▪ β = 0,2 (Zβ = 0.84)
▪ P = (0,35+0,1)/2 = 0,225
▪ Q1 = 1 – 0,35 = 0,65
▪ Q2 = 1 – 0,1 = 0,9
▪ Q = (Q1+Q2)/2=0.775
Langkah 2. Perhitungan besar sampel

Berdasarkan skala ukur data, maka perhitungan


besar sampel untuk penelitian ini akan
menggunakan rumus besar sampel untuk data
kategorik.
Contoh 2. Analisis Data Numerik Tidak Berpasangan

Seorang peneliti ingin mengetahui perbedaan kadar


placenta growth factor (PGF) antara ibu hamil
normal dengan ibu hamil yang mengalami
preeclampsia. Dari studi pendahuluan diketahui
simpang baku gabungan adalah sebesar 40. Peneliti
menetapkan kesalahan tipe I sebesar 5 %, hipotesis
satu arah, kesalahan tipe II sebesar 15 %, dan
perbedaan rerata minimal dianggap bermakna
adalah 20. Hitunglah besar sampel yang dibutuhkan
pada penelitian ini.?
Jawab.... Langkah 1. Hal yang diketahui :

Hipotesis satu arah


▪ Zα : Pada alpha 5% (Zα = 1.64)
▪ Zβ : 15% (Zβ = 1.28)
▪ X1-X2 : 20 ▪ S : 40
Langkah 2. Perhitungan besar sampel

Berdasarkan skala ukur data, maka perhitungan


besar sampel untuk penelitian ini akan
menggunakan rumus besar sampel untuk data
kategorik.
Perhitungan Sampel Studi Kasus Kontrol
(Case Control)

 Cara menghitung nilai P1 dilakukan dengan menentukan terlebih


dahulu nilai OR yang dianggap bermakna.
 OR (Odds Ratio) adalah ukuran asosiasi paparan (faktor risiko) dengan
kejadin penyakit, yaitu DIHITUNG DARI ANGKA KEJADIAN
PENYAKIT PADA KEL BERISIKO (TERPAPAR FAKTOR RISIKO)
Dibanding ANGKA KEJADIAN PENYAKIT PADA KEL YG TDK
BERISIKO (TIDAK TERPAPAF FAKTOR RISIKO).
Contoh 1. Analisis Pada Data Kategorik Tidak Berpasangan

Seorang peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan


antara pajanan asbes (terpajan dan tidak terpajan) dan
kejadian gangguan paru (gangguan dan tidak gangguan).
Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa
proporsi yang terpajan asbes pada kelompok kontrol adalah
25%. Pada penelitian ini ditetapkan bahwa nilai odds ratio
yang bermakna adalah 2. Peneliti menetapkan kesalahan tipe I
sebesar 5%, dan kesalahan tipe II sebesar 20%. Dengan
hipotesis dua arah, hitunglah besar sampel minimal yang
diperlukan pada penelitian ini untuk membuktikan hubungan
antara pajanan asbes dan kejadian gangguan paru?
Jawaban.... Langkah 1. Hal yang diketahui

P2 = 0,25
▪ α = 0,05 (Zα = 1.96)
▪ β = 0,2 (Zβ = 0.84)
▪ OR = 2 Q1 = (1 – 0,4) = 0,6
▪ Q2 = (1 – 0,25) = 0,75
▪ P = (P1 + P2)/ 2 = (0,4+0,25)/2 = 0,325
▪ Q = 1 – P = 0,675a
Langkah 2. Perhitungan besar sampel
Contoh 2. Analisis Pada Data Numerik Tidak Berpasangan

Seorang peneliti ingin mengetahui perbedaan kadar


kolesterol antara pasian yang mendapat terapi A
(standar) dengan obat B. dari kepustakaan diperoleh
rerata kadar kolesterol pasien yang mendapat terapi
A dan B masingmasing 180±40 (n=100) dan 190±30
(n=80). Peneliti menetapkan kesalahan tipe I sebesar
5 %, hipotesis dua arah, kesalahan tipe II sebesar 10
%, dan perbedaan rerata minimal yang dianggap
bermakna adalah 20, rumus besar sampel yang mana
yang digunakan dan berapa besar sampel yang
diperlukan?
Jawab.... Langkah 1. Hal yang diketahui

Langkah 1: yang diketahui


▪ Kesalahan tipe I= 5%. Zα=1.96
▪ Kesalahan tipe II=10 %m Zβ=1,28
▪ Selisih minimal yang dianggap bermakna (X1-
X2)=20
▪ Simpang baku gabungan dihitung dengan
menggunakan rumus
▪ Obat A, n1=100, s1=40
▪ Obat B, n2=80, s2=30
Langkah 2. Perhitungan besar sampel

Berdasarkan skala ukur data, maka perhitungan


besar sampel untuk penelitian ini akan
menggunakan rumus besar sampel untuk data
kategorik.
Perhitungan Sampel Studi Kohort

 Perhitungan sampel minimal pada desain studi kohort


sama seperti pada desain studi lainnya. Apabila peneliti
kesulitan mendapatkan proporsi penyakit pada kelompok
yang terpapar (P1) dari kepustakaan, nilai P1 dapat
dihitung dengan menentukan terlebih dahulu nilai RR yang
dianggap bermakna. Sehingga nilai P1 dapat dihitung
dengan rumus berikut
Contoh 1. Analisis Pada Data Kategorik Tidak Berpasangan

Seorang peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara


paparan radiasi nuklir (terpapar dan tidak terpapar) dengan
kejadian kanker. Penelitian dilakukan dengan desain studi
kohort. Rencananya pengamatan dilakukan oleh peneliti
terhadap responden selama 3 tahun ke depan. Berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya diketahui bahwa proporsi kejadian
kanker pada kelompok yang terpapar radiasi nuklir sebesar 45%.
Sedangkan proporsi kejadian kanker pada kelompok yang tidak
terpapar radiasi nuklir sebesar 20%. Dengan derajat kepercayaan
sebesar 5% dan kekuatan uji 80%. Hitunglah besar sampel
minimal yang dibutuhkan pada tiap kelompok untuk
membuktikan hubungan antara paparan radiasi nuklir dan
kejadian kanker pada pekerja.
Jawaban... Langkah 1. Hal yang diketahui

▪ P1 = 0,45
▪ P2 = 0,2
▪ α = 0,05 (Zα = 1.96)
▪ β = 0,2 (Zβ = 0.84)
▪ P = (0,45+0,2)/2 = 0,325
▪ Q1 = 1 – 0,45 = 0,55
▪ Q2 = 1 – 0,2 = 0,8
▪ Q = 1 – P = 0,675
Langkah 2. Perhitungan besar sampel

Berdasarkan skala ukur data, maka perhitungan


besar sampel untuk penelitian ini akan
menggunakan rumus besar sampel untuk data
kategorik tidak berpasangan.
PERHITUNGAN STUDI EKSPERIMENTAL

Perhitungan sampel minimal pada desain studi uji


klinis/eksperimental dalam penelitian kesehatan
masyarakat sama seperti pada desain studi lainnya.
Nilai apa saja yang diperlukan dalam menghitung
besar sampel pada studi eksperimental sama seperti
pada studi potong lintang dan cohort. Jika peneliti
kesulitan mendapatkan proporsi penyakit pada
kelompok yang terpapar (P1) dari kepustakaan, nilai
P1 dapat dihitung dengan menentukan terlebih
dahulu nilai RR yang dianggap bermakna
THANK YOU 

Anda mungkin juga menyukai