Anda di halaman 1dari 11

DI SUSUN OLEH: SAFIRA SAKIMAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TERNATE
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN 2022
Pengertian Random Sampling & Nonrandom Sampling

Sampel acak (probability sampling) adalah cara atau teknik pengambilan sampel dimana teknik tersebut
menggunakan kaidah peluang dalam penentuan elemen sampelnya. Teknik ini memberikan kesempatan
yang sama untuk setiap elemen populasi untuk menjadi sampel (contoh). Misalkan jika suatu populasi
memiliki elemen populasi sebanyak 50 sedangkan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap
elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/50 untuk bisa dipilih menjadi sampel.

Sebagai catatan bahwa menentukan ukuran sampel tidak dapat dilakukan sebarangan, anda perlu
mengikuti kaidah tertentu dan mengacu pada teori para ahli. Artikel berikut dapat membantu anda
menemukan referensi ukuran sampel yang tepat.

Nonrandom sampling atau nonprobability sampling adalah salah satu teknik sampling dimana setiap
elemen populasi tidak mempunyai kesempatan (peluang) yang sama untuk dijadikan sebagai sampel.
Teknik ini tidak menggunakan kaidah peluang (non probability) dalam menetukan sampel. Dalam
penelitian, teknik ini sebaiknya digunakan apabila teknik probability sampling tidak dapat digunakan.
Beberapa alasan yang biasanya dalam menggunakan teknik ini adalah karena faktor kedekatan dengan
peneliti, biaya yang terbatas dan lain sebagainya. Peluang elemen selain yang ditentukan peneliti adalah
0 (nol).

Dua jenis teknik pengambilan sampel tersebut diatas mempunyai tujuan yang tidak sama sehingga tidak
sembarangan untuk disubtitusikan satu sama lain. Jika seorang peneliti ingin hasil penelitiannya bisa
dijadikan ukuran untuk melakukan pendugaan parameter populasi (menduga kondisi populasi dari data
sampelnya), atau istilah lainnya adalah akan melakukan inferensia statistik maka seharusnya sampel
representatif dan diambil secara acak atau dengan metode sampel berpeluang (probability sampling).

Referensi terkait:

Perbedaan Statistik Deskriptif dengan Statistik Inferensia

Pengertian Populasi dan Sampel

Namun jika peneliti tidak ingin melakukan generalisasi populasi dari sampel, maka sampel bisa diambil
secara tidak acak. Salah satu alasan peneliti menggunakan sampel tidak acak biasanya karena peneliti
tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi yang sedang diteliti.
Contohnya, jika seorang peneliti melakukan penelitian pada pengunjung suatu mall, kemungkinan besar
peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah calon pengunjung, dan juga karakteristiknya. Jika
misalnya dalam penelitian tersebut diambil sampel sebesar 100 orang pegunjung apakah bisa dikatakan
mewakili seluruh pengunjung? tentu tidak dapat dipastikan.

Karena pengambilan sampel acak sulit untuk dilakukan maka peneliti boleh menggunakan teknik
pengambilan sampel dengan cara tidak acak. Hasil penelitian tersebut tetap sebaiknya tidak digunakan
untuk menduga atau menyimpulkan karakteristik semua pengunjung mall.

Dari dua teknik pengambilan sampel tersebut di atas, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi
disesuaikan dengan kondisi penelitian masing-masing.

Teknik sampling acak (random sampling) dapat dibagi beberapa sub teknik sampling yaitu:

 simple random sampling


 stratified random sampling
 cluster sampling
 systematic sampling
 area sampling.

Pada nonprobability sampling dibagi beberapa sub teknik sampling yaitu:

 convenience sampling
 purposive sampling
 quota sampling
 snowball sampling

Sampel Acak (Probability Sampling)

Sampel acak atau probability sampling adalah suatu teknik pengambilan sampel yang menggunakan
kaidah peluang dalam proses penentuan sampel. Untuk dapat menerapkan kaidah peluang dalam
proses penentuan sampel maka diperlukan suatu kerangka sampel (sampling frame). Kerangka sampel
adalah suatu daftar yang berisi kumpulan elemen-elemen populasi beserta informasinya. Elemen-
elemen populasi dapat berupa benda atau makhluk hidup yang bersifat nyata dan dapat diidentifikasi
untuk dijadikan objek sampel.
Contoh, jika objek penelitian adalah mahasiswa pada suatu perguruan tinggi, katakanlah perguruan
tinggi A, maka dibutuhkan suatu daftar nama mahasiswa dari perguruan tinggi beserta karakteristik yang
dibutuhkan untuk selanjutnya dilakukan penarikan sampel. Selain nama karakteristik yang dibutuhkan
bisa berupa jenis kelamin umur, tinggi badan, nim, berat badan, nilai semester, alamat, dan lain
sebagainya yang dapat bermanfaat untuk penelitian.

Lalu Bagaimana jika penelitian dilakukan di suatu desa? Maka diperlukan kerangka sampel atau daftar
yang memuat seluruh elemen populasi yang akan diteliti di desa tersebut. Contoh ini dapat
digeneralisasi untuk seluruh kasus seperti penelitian di level Kabupaten, penelitian di suatu kantor dan
lain sebagainya. jika seluruh elemen populasi yang terdaftar di dalam kerangka sampel dijumlahkan
maka seharusnya merupakan ukuran populasi (N).

Pada dasarnya untuk menjaga agar peluang terpilihnya suatu sampel secara acak maka digunakan tabel
angka random (TAR) untuk menentukan sampel pertama. Angka yang terpilih adalah angka dari salah
suatu elemen populasi yang sudah terdaftar pada kerangka sampel. Selanjutnya untuk menentukan
sampel sampel yang akan terpilih berikutnya digunakan metode-metode yang akan kita bahas di bawah.

langkah-langkah memilih sampel seharusnya mengikuti kaidah berikut:

 Menyiapkan kerangka sampel


 Menyiapkan tabel angka random
 Menentukan metode pemilihan sampel yang akan digunakan

A. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana


Teknik pengambilan sampel ini dapat dilakukan jika jenis analisis penelitian cenderung deskriptif dan
lebih bersifat umum dan sederhana. Metode ini lebih cocok digunakan untuk kasus dimana karakter
yang menjadi pembeda dalam populasi bukan hal yang sangat penting dalam analisis dimana perbedaan
tersebut ada dan umum terjadi pada populasi manapun.

Contohnya, jenis kelamin (Pria-Wanita), status sosial (Miskin-Kaya), dan perbadingan lainnya. Perbedaan
karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi bukan merupakan hal yang penting
bagi rencana analisisnya.

Contoh kasus:

Misalnya, dalam suatu populasi terdapat pria dan wanita, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada
manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan tersebut bukan
merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil
penelitian, maka peneliti boleh mengambil sampel secara acak sederhana (SRS). Dengan teknik ini,
setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan yang sama untuk bisa terpilih menjadi sampel.

a) untuk bisa terpilih menjadi sampel.


 Prosedur pengambilan sampel dengan metode simple random sampling (SRS) atau pengambilan sampel
secara acak adalah sebagai berikut:

1. Susun “sampling frame”


2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3. Tentukan alat pemilihan sampel
4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi

B. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Berstrata


Stratified Random Sampling

Stratified random sampling atau Sampel Acak Berstrata merupakan suatu teknik pengambilan sampel
dengan memperhatikan tingkatan atau strata dalam populasi. Teknik ini mengolah kerangka sampel
yang sebelumnya belum di stratifikasi atau belum dikelompokkan berdasarkan tingkatan tingkatan
tertentu, tinggi, sedang, dan rendah..

 Prosedur pemilihan sampel:


1. Siapkan “sampling frame”
2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak

C. Cluster Sampling atau Sampel Gugus


Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda
dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum
memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka
dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau
heterogen.

Contoh:

Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak
pegawai dengan karakteristik yang berbeda-beda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat
pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingkat manajerialnya, dan perbedaan-perbedaan
lainnya.
Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang
segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah
terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja.

 Prosedur pengambilan sampel:

1. Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100
departemen.
2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample

D. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis

Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data
secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti
untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah
yang “keberapa”.

Contoh Kasus:
Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu
unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya,
dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan
demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25.

 Prosedur pengambilan sampel:

1. Susun sampling frame


2. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
3. Tentukan K (kelas interval)
4. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random –
biasanya melalui cara undian saja.
5. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
6. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

E. Area Sampling atau Sampel Wilayah

Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di
berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat
penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan
area sampling sangat tepat.

 Prosedur pengambilan sampel:

1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten,
Kotamadya, Kecamatan, Desa.
2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi
wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau
elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang
terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya
sudah direncanakan oleh peneliti.
A. Convenience Sampling

Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan
saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia
mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental
sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik
jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang
sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini,
hasilnya ternyata kurang obyektif.

B. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu
diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu objek tersebut
memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.

Contoh:

Anda ingin mensurvei bagaimana sexual harrasment terjadi dalam lingkungan kerja di sebuah
perkantoran. Maka dalam proses pengambilan sampel, Anda tentu tidak ingin memilih sampel secara
acak saja karena bisa jadi yang Anda pilih sama sekali belum pernah mengalami sexual harrasment di
lingkungan kerja.

Oleh karenanya, dengan adanya teknik purposive sampling, Anda akan memilih sampel yang memang
sudah pernah mengalami sexual harrasment di lingkungan kerja sehingga data yang diperoleh dari
survey tersebut lebih kaya informasi.

C. Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan
sampel penelitiannya. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi
direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa
memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi
sampel karena mereka mempunyai “information rich”.

Contoh Kasus:
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah
karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk
baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik.
(Cooper dan Emory, 1992).

D. Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih
secara acak melainkan secara kebetulan saja.

Contoh Kasus:

Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti
ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel
pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik
pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

E. Snowball Sampling – Sampel Bola Salju

Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu
satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan
lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa
dijadikan sampel.

Contoh Kasus:

Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan.
Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara.

Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman
lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa
mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para
gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup).

Anda mungkin juga menyukai