Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN


Polisitemia vera merupakan suatu penyakit gangguan hematologi yang jarang ditemui
tetapi mempunyai dampak yang cukup serius bagi penderitanya. Penyakit ini umumnya tidak
terdeteksi pada tahap awal karena gejala-gejala yang ditimbulkan tidak spesifik, berkisar dari
rasa penuh di kepala sampai sakit kepala, pusing, sukar memusatkan pikiran, pandangan
kabur dan pruritus (gatal-gatal) setelah mandi. Oleh karena banyaknya keluhan yang diajukan
penderita maka tidak jarang dokter menganggap bahwa penderita adalah seorang
neurasthemia atau seorang neurosis.
Penderita polisitemia vera biasanya datang ke dokter karena adanya gangguan
gangguan yang lebih berat misalnya sesak napas, stroke dan gangguan ekstremitas. Gejala
gejala yang lebih spesifik ini muncul pada tahap lanjut penyakit ini. Permasalahan yang
ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil dan trombosit yang bertambah serta
perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang.
Pada penderita polisitemia vera, viskositas darah sangat meningkat sehingga aliran
darah melalui pembuluh pembuluh darah seringkali sangat lambat. Selain itu pada penderita
penyakit ini, volume darah juga meningkat, yang cenderung meningkatkan alir balik vena.
Sesungguhnya, curah jantung pada keadaan polisitemia ini tidak jauh dari nilai normal, sebab
kedua faktor ini saling menetralkan. Kebanyakan tekanan darah arteri pada penderita
polisitemia adalah normal, walaupun pada kira-kira sepertiga penderita tekanan darah arteri
meningkat. Ini berarti bahwa mekanisme pengaturan tekanan darah biasanya dapat
mengimbangi kenaikan viskositas darah, yang dapat menaikkan resistensi perifer dan akan
meningkatkan tekanan arteri dalam batas-batas tertentu.








2


BAB II
POLISITEMIA VERA


2.1. Definisi
Polisitemia vera adalah suatu penyakit dimana terdapat hipervolumia, peningkatan
jumlah eritrosit dan hiperplasia sel-sel hemopoetik dengan proporsi yang masih normal.
Dikenal juga dengan nama penyakit Osler, penyakit Vaquez, dan polisitemia vera rubra.
Polisitemia vera merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem mieloproliferatif
yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang, yang dimana mulainya
diam-diam tetapi progresif.
Polisitemia vera merupakan penyakit mieloproliferatif yang terjadi akibat ekspansi
klonal sel induk hematopoetik yang mengalami transformasi disertai pembentukan berlebihan
eritrosit dan ekspansi unsur granulositik dan mega kariositik.
Polisitemia vera adalah keadaan seperti tumor dari organ yang menghasilkan sel darah
merah, hal ini akan menyebabkan produksi yang berlebihan dari sel darah merah (eritrosit),
diikuti produksi yang berlebihan dari sel darah putih (leukosit) dan platelet (trombosit).

2.2. Epidemiologi
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, walaupun kadang-
kadang ditemukan 5% pada mereka yang berusia lebih muda, rasio perbandingan antara
pria dan wanita 2:1. Angka kejadian polisitemia vera ialah 7/1.000.000 penduduk dalam
setahun. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras atau bangsa, walaupun didapatkan angka
kejadian yang lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada pria didapatkan dua kali lebih
banyak daripada wanita.
Polisitemia vera biasanya muncul pada usia pertengahan akhir, dan terdapat sedikit
predominansi laki-laki, relatif jarang ditemukan pada orang kulit hitam dan frekuensinya
meningkat pada orang Yahudi keturunan Eropa. Adapun kasus polisitemia vera pada kembar
monozigot (walaupun jarang) dan peningkatan minimal insidensi pada saudara pasien
mengisyaratkan peran genetik pada beberapa kasus.


3

2.3. Etiologi
Etiologi dari polisitemia vera masih belum diketahui secara pasti apakah disebabkan
adanya rangsangan ke sumsum tulang akibat adanya hipoksia atau melalui rangsangan
hormonal. Ada pendekatan penelitian karena adanya kelainan molekul, salah satu penelitian
sitogenetika menunjukkan adanya kariotipe abnormal di sel induk hemopoisis pada pasien
dengan polisitemia vera (PV), dimana tergantung dari stadium penyakit.

2.4. Patologi
Perubahan-perubahan dasar terjadi dalam sumsum tulang yang sangat hiperseluler.
Eritron jelas mengalami pembengkakan, sementara sumsum berlemak digantikan sumsum
aktif yang berair banyak dan berwarna merah tua.
Secara histologi, proliferasi yang mencolok semua bentuk eritroid terlihat, khususnya
normoblas. Disamping itu hiperplasi megakariosit juga menonjol. Biasanya terdapat
peningkatan secara bersama unsur-unsur granulosit. Bila penyakit ini berubah perjalanannya,
sumsum memperlihatkan perubahan-perubahannya dan mungkin menjadi leukemi atau
fibrosis.
Tinjauan laboratorium didapatkan:
Secara otomatis hitung sel darah merah dan hematokrit (termasuk hemoglobin)
mengalami peningkatan. Pada hitung sel jumlah eritrosit dijumpai > 6 juta/mL,
dan sediaan apus eritrosit biasanya transisi ke arah metaplasia mieloid.
Peningkatan hematokrit dapat mencapai 85%. Sesuai dengan adanya peninggian
hematokrit, viskositas darah meninggi.
Pasien dengan kadar hemoglobin diatas 20 g/dL pada 60% laki-laki dan 56%
perempuan biasanya ikut serta dalam meningkatkan kadar sel darah merah. Sel
darah merah (eritrosit) pada pasien dengan polisitemia vera biasanya
menunjukkan normokromik normocytik, kecuali pada pasien yang sudah
mengalami perdarahan, ulkus peptik atau sudah pernah dilakukan plebotomi.
Karena terjadi hiperproliferasi prasel granulosit dan juga megakariosit dalam
sumsum tulang, hitung sel darah putih mungkin sebesar 80.000 per ml, namun ada
juga yang membatasi >12.000/ul dengan netrofil bergeser kekiri dan beberapa sel
muda serta basofilia ringan (terjadi leukositosis yang biasanya berkisar antara 12-
15x10
3
/ mL dengan gambaran bergeser ke kiri sampai metamielosit). Pada Sel
granulosit terjadi peningkatan pada 2/3 kasus polisitemia vera, berkisar antara 12-
25 ribu/mL sampai 60 ribu/mL.
4

Hitung trombosit sering lebih dari 400.000 per ml(400.000 800.000/ul) bahkan
dapat mencapai satu juta. Pengeluaran potassium kedalam serum disebabkan
adanya peningkatan jumlah trombosit selama proses koagulasi yang menyebabkan
pseudohiperkalemia dalam serum.
Morfologi trombosit abnormal yaitu makrotrombosit dan pengurangan granula.
Yang khas, kadar fosfatase alkali granulosit diatas normal.
Terjadi peningkatan vitamin B-12 > 900 pq/mL, hal ini dijumpai pada 30% kasus,
tetapi dapat pula menurun, yaitu pada 30% kasus, dan kadar UB
12
BC
meningkat > 2200 pq/mL pada > 75% kasus. Peningkatan ini berhubungan dengan
adanya binding protein dalam sel darah putih dan merupakan refleksi dari jumlah
sel darah putih perifer dan sumsum tulang.
Hiperuricemia ditemukan pada 40% pasien yang merupakan refleksi dari
peningkatan metabolisme akibat pelepasan sel yang berlebihan dari sumsum
tulang. Kadar asam urat meninggi ringan ( kadar sekitar 8 mg% )(en,in)
menunjukkan peningkatan selularitas normoblastik berupa hiperplasi trilinier seri
eritrosit, megakariosit dan mielosit.
Gambaran histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit
yang patologis dan sedikit fibrosis merupakan petanda patognomonik polisitemia
vera.

2.4. Patofisiologi
Perubahan-perubahan anatomi utama berasal dari peningkatan volume darah dan
pengentalan yang dihasilkan oleh eritrositosis. Bendungan yang melimpah pada semua
jaringan dan alat tubuh merupakan ciri khas polisitemia vera. Hati membesar dan sering
mengandung fokus-fokus metaplasi mieloid. Limpa juga agak membesar, mencapai 250
sampai 300 gram, dan sangat kenyal. Sinus-sinus limpa dipadati oleh sel darah merah, seperti
juga semua pembuluh darah limpa. Pembuluh darah utama secara seragam melebar, biasanya
karena pengentalan darah yang kekurangan oksigen.
Akibat peningkatan kekentalan dan bendungan vaskuler, trombosis dan infark sering
terjadi paling sering mengenai jantung, limpa dan ginjal. Perdarahan terjadi pada kira-kira
sepertiga penderita, mungkin karena pelebaran pembuluh darah dan kelainan fungsi
trombosit. Biasanya mengenai saluran pencernaan, orofaring atau otak. Meskipun dikatakan
perdarahan ini kadang-kadang terjadi spontan, lebih sering terjadi setelah berbagai trauma
5

minor ataupun tindakan bedah. Ulkus peptikum dinyatakan pada kira-kira seperlima
penderita.
Polisitemia vera sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, terjadi
karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon sel induk darah yang abnormal.
Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan
eritropoetin untuk proses pematangannya (eritropoetin serum < 4 mu/mL).(UI)
Penyakit polisitemia vera juga berkaitan dengan proliferasi berlebihan prekursor
eritroid, granulositik dan megakariositik. Di sini eritrositosis merupakan manifestasi primer.
Konsentrasi eritropoetin dalam serum pada polisitemia vera rendah tetapi tidak menghilang.
Prekursor eritroid pada pasien Polisitemia berespon terhadap eritropoetin dan mungkin
hipersensitif terhadap kerja hormon ini. Sel sumsum tulang dari pasien polisitemia vera
membentuk koloni prekursor eritroid dalam biakan tanpa ditambahkan eritropoetin.
Fenomena ini jarang dijumpai pada penyakit lain. Banyak dari pembentukan koloni eritroid
endogen pada polisitemia vera ini dihambat oleh penambahan antibodi terhadap eritropoetin,
yang mengisyaratkan peningkatan kepekaan terhadap eritropoetin. Namun sebagian
pembentukan sel darah merah pada polisitemia vera mungkin autonom dalam kaitannya
dengan eritropoetin. Selain itu terdapat peningkatan progenitor mieloid dan megakariositik di
sumsum tulang, yang mengisyaratkan bahwa panmielosis pada polisitemia vera ditandai oleh
ekspansi cadangan sel prekursor.
Di dalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai
hematokrit. Terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma dapat mencapai >
49% pada wanita (kadar Hb > 16 mg/dL) dan > 52% pada pria (kadar Hb > 17 mg/dL), serta
di dapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit > 6 juta/mL).
Adapun perjalanan klinis pasien polisitemia vera adalah :(UI)
a. Fase eritrositik atau fase polisitemia.
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini di dapatkan peningkatan jumlah
eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan
flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal.
b. Fase burn out ( terbakar habis ) atau spent out ( terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki
periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia
tetapi trombositosis dan leukositosis biasanya menetap.
c. Fase mielofibrotik
6

Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan
klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasi mieloid. Kadang-kadang
terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening dan ginjal.
d. Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh
kompilasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena meilofibrosis terjadi pada
kurang dari 15%.

Beberapa hal yang dapat ditimbulkan oleh polisitemia vera antara lain:
1. Hiperviskositas
hiperviskositas mengakibatkan menurunnya aliran darah dan terjadinya hipoksia
jaringan serta manifestasi susunan saraf pusat berupa sakit kepala, dizziness,
vertigo, stroke, tinitus dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur,
skotoma dan diplopia.
Manifestasi kardivaskuler
Angina pektoris dan klaudikasio intermiten.
Manifestasi perdarahan (terjadi pada 10-30 % kasus)
Epistaksis, ekimosis dan perdarahan gastrointestinal.
trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli ( terjadi pada 30-50 % pasien )
2. Gejala dan tanda pada kulit
Pruritus terjadi pada 50 % kasus, dan urtikaria terjadi pada 10 % kasus.
Kemungkinan disebabkan karena perubahan metabolisme histamin.
Plethora dan akrosianosis adalah manifestasi eritrositosis berat.
Sebagai akibat dari hiperplasia hemopoitik maka jumlah eritrosit akan meninggi,
hematokrit akan meninggi dan viskositas darah akan meninggi. Trombosit juga akan
meninggi dan peninggian trombosit dan adanya viskositas darah yang juga meninggi
merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis. Kemungkinan terjadi trombosis lebih
besar lagi mengingat penderita polisitemia vera biasanya pada penderita 40 tahunan dimana
sudah mulai terjadi arteriosklerosis.
Hipervolemia disertai viskositas darah yang tinggi akan menimbulkan dekompensasi
kordis. Meskipun terdapat trombositemia, sering dapat dijumpai perdarahan oleh akibat
kerusakan pembuluh darah akibat dari adanya hipervolemia.
7

Turnover dari asam nukleat meninggi akibat produksi sel yang meningkat yang akan
menimbulkan peninggian kadar asam urat yang dapat mengakibatkan serangan gout atau
terbentuknya urolithiasis.

2.6. Kelaianan Fisik
a. Muka penderita akan terlihat merah (pletorik). Pada kulit muka, leher, telinga dan
selaput lendir akan terlihat gambaran pembuluh darah. Pada pemeriksaan kedua
mata, konjungtiva akan terlihat sangat merah karena adanya pelebaran dari
pembuluh darah. Terdapat perubahan hiperviskositas pada fundus, termasuk vena-
vena retina yang melebar dan berkelok-kelok dan harus dicari adanya perdarahan.
b. Inspeksi lidah dilakukan untuk menentukan adanya sianosis sentral.
c. Pemeriksaan sistem kardiovaskular dilakukan untuk menentukan adanya
pembesaran jantung dan kemungkinan disertai bising sistolik.
d. Pemeriksaan sistem pernapasan dilakukan untuk mengetahui adanya tanda-tanda
penyakit paru kronik yang biasanya disertai dengan ronkhi basah.
e. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari adanya splenomegali, yang terjadi
pada 80% kasus polisitemia dan juga pembesaran hepar. Pembesaran bersifat keras
dan tidak nyeri tekan.
f. Pada pemeriksaan ekstremitas lengan harus diinspeksi untuk mencari bekas
garukan. Tungkai harus diinspeksi untuk mencari bekas garukan, tofus gout dan
artropati.

2.7. Diagnosis
Sebagai suatu kelainan mieloproliferatif, polisitemia vera dapat memberikan kesulitan
dengan berbagai keadaan lainnya (polisitemia sekunder). Karena kompleksnya penyakit ini,
International Polycythemia Study Group menetapkan 2 kriteria pedoman dalam menegakkan
diagnosis polisitemia vera menjadi 2 kategori yaitu :
Kategori A
1. Meningkatnya massa sel darah merah diukur dengan krom radioktif Cr-51. Pada
pria 36 mL/kg, dan pada wanita 32 mL/kg.
2. Saturasi oksigen darah arteri 92 %.
3. Splenomegali.

8

Kategori B
1. Trombositosis > 400.000 / mikroliter
2. Leukositosis > 12.000 / mikroliter ( tidak ada penyakit )
3. Peningkatan skor fosfatase alkalin leukosit (LAF) > 100, tanpa adanya demam atau
infeksi.
4. Kadar vitamin B
12
serum > 900 pg/mL atau kapasitas pengikat vitamin B
12
> 2200
pg/mL.
Diagnosis polisitemia vera, jika :
A
1
+A
2
+A
3
atau
A
1
+A
2
+ 2 faktor kategori B.

2.8. Diagnosis Banding
a. Polisitemia Sekunder
Biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah leukosit dan trombosit,
pada pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit menurun (pada PV normal). Kadar
alkali fosfatase normal (pada PV meningkat). Pada polisitemia sekunder biasanya
didapatkan kelainan dasar penyakit seperti kelainan jantung bawaan, arterio venous
shunt, penyakit paru obstruktif menahun. Penyebab lain yang jarang dijumpai seperti
tumor otak, tumor ginjal, cushing sindrome, dan lain-lain. Hipoksemia biasanya
disertai dengan sianosis dan clubbing.
Pada polisitemia sekunder biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah
leukosit dan trombosit. Oleh karenanya M:E rasio dalam sumsum tulang berubah.
Pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit di dapatkan penurunan, se dangkan
kadar LAF normal.
b. Polisitemia Relatif
Tidak disertai peninggian jumlah lekosit dan trombosit. Terjadi akibat
berkurangnya volume plasma karena dehidrasi atau renjatan hipovolemik, tidak
terdapat peninggian jumlah leukosit dan trombosit.

c. Leukemia Granulositik kronika stadium awal
Terdapat peninggian kadar hb tetapi jumlah eritrosit jarang melebihi angka 6
juta/mL, biasanya jumlah leukosit M:E rasio akan berubah sampai 8:1.

9

d. Polisitemia Stres
Biasanya ditemukan pada laki-laki dengan hipertensi yang labil. Secara klinis
sukar dibedakan dengan polisitemia vera stadium awal, untuk mengetahuinya
diperlukan observasi yang agak lama. Pada Polisitemia stres pada riwayat
penyakitnya didapatkan adanya riwayat stres emosional.
e. Sindroma Pickwichian
Polisitemia yang terjadi pada obesitas, dimana akan dijumpai sedikit
peningkatan jumlah eritrosit, penurunan kapasitas vital, hipertensi, tidak ada
splenomegali. Terjadinya polisitemia disebabkan karena adanya hipoventilasi alveoli
sebagai akibat diafragma yang kurang dapat bergerak bebas.
f. Mielofibrosis mieloid metaplasia
Biasanya didapatkan eritrosit bentuk tetesan dan pada pemeriksaan sumsum
tulang akan menghasilkan suatu dry tap.
g. Hiperthyroidisme
Secara klinis dapat menyerupai polisitemia vera karena ada perasaan panas
dan hiperhidrosis.

2.9. Komplikasi
a. Trombosis
Terjadi disebabkan oleh karena hiperviskositas, arteriosklerosis dan trombositosis.
b. Perdarahan
Disebabkan karena regangan pembuluh darah akibat adanya hipervolemia dan
gangguan fungsi trombosit.
c. Gagal jantung
Disebabkan karena beban jantung terlalu berat akibat dari hipervolemia,
hiperviskositas, hipertusi dan kemungkinan infrak miokard akibat trombosis.
d. Leukemia mieloblastik
Sering terjadi pada pasien yang diberikan terapi dengan radioterapi atau fosfor
radioaktif.
e. Mielofibrosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dapat khemoterapi intensif.
f. Gout dan nefrolithiasis
Disebabkan karena tingginya kadar asam urat.

10

2.10. Penatalaksanaan
A. Prinsip Pengobatan
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan efektif pada fase eritrositik atau polisitemia yang belum
terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan.
4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien
usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi
sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :
Trombositosis persisten di atas 800.000/mL, terutama jika disertai gejala
trombosis.
Leukositosis progresif.
Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik.
Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

B. Media Pengobatan
1. Flebotomi
Indikasi flebotomi :
Polisitemia vera fase polisitemia
Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% (target Ht
55%)
Polisitemia sekunder non fisiologis bergantung pada derajat penatalaksanaan
terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.
Tujuan flebotomi :
Mempertahankan Ht 42 % pada wanita dan 47 % pada pria.
Mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate.
Prosedur flebotomi :
1. 250 500 cc darah dikeluarkan dengan blood donor collection set standar
setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia lebih dari 55 tahun atau penyakit
vascular aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan dengan
prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan
11

cairan pengganti plasma, untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral
atau jantung karena status hipovolemik.
2. Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah (normal total body
iron 5 g). Defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan flebotomi
berulang. Gejala defisiensi besi seperti glositis, keilosis, disfagia dan astenia
cepat hilang dengan pemberian preparat besi.

2. Kemoterapi Sitostatika
Indikasi kemoterapi sitostatika :
Hanya untuk polisitemia vera.
Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan.
Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis.
Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antitistamin.
Splenomegali simtomatik atau mengancam ruptur limpa.
Prosedur pemberian kemoterapi sitostatik :
1. Hidroksiurea (Hydrea
@
500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200 mg/m
2
/hari
atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kg BB/kali, jika telah
tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk
pemeliharaan.
2. Klorambusil (Leukeran
@
2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1 0,2 mg/kg
BB/hari selama 3 6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kg BB tiap 2 4
minggu.
3. Busulfan (Myleran
@
2 mg/tablet) 0,06 mg/kg BB/hari atau 1,8 mg/m
2
/hari,
jika telah mencapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten
untuk pemeliharaan.
Pemberian obat dihentikan jika hematokrit :
Pada pria 47% dan memberikannya lagi jika > 52%
Pada wanita 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.

3. Fosfor Radioaktif ( P
32
)
P
32
pertama kali diberikan dengan dosis 2-3 mCi/m
2
secara iv, apabila
diberikan peroral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu
pemberian P
32
pertama :
Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
12

Tidak mendapatkan hasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama dan
diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.

4. Kemoterapi biologi ( Sitokin )
Tujuan pengobatan terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit
> 800.000/mm
3
). Produk biologi yang digunakan Interferon (Intron A
@
3 dan 5
juta IU, Roveron A
@
3 dan 9 juta IU) digunakan terutama pada keadaan
trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m
2
/
subkutan atau IM 3 kali seminggu.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikan dengan sitostatik siklofosfamid
(Cytoxan
@
25 mg dan 50 mg/tablet) dengan dosis 100 mg/m
2
/hari, selama 10 14
hari atau target telah tercapai (hitung trombosit < 800.000 / mm
3
) kemudian dapat
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 100 mf/m
2
1-2 kali seminggu.

5. Pengobatan Suportif
a. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-699 mg/hari oral pada pasien
dengan penyakit yang aktif dengan memperlihatkan fungsi ginjal.
b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan antitistamin, jika diperlukan dapat
diberikan Psoralen dengan penyinaran ultraviolet range A (PUVA).
c. Gastritis atau Ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H
2
.
d. Antiagregasi trombosit analgrelide turunan dari quinazolin disebutkan juga
dapat menekan trombopoesis.









13

II.11. Prognosis
Sekitar 30% penderita meninggal karena komplikasi trombosis, yang biasanya
mempengaruhi otak dan jantung. Disamping itu, 10 sampai 15% lagi meninggal
karena berbagai komplikasi perdarahan.
Pada penderita yang tidak mendapatkan pengobatan, kematian diakibatkan
kelainan vaskuler, yang terjadi setelah beberapa bulan diagnosis dibuat. Tetapi bila
massa sel darah merah masih bisa dipertahankan mendekati normal melalui flebotomi,
kelangsungan hidup median 10 tahun dapat diusahakan.
Prognosis polisitemia vera pada umumnya adalah cukup baik, kecuali apabila
sering terjadi komplikasi trombosis, penderita tidak kooperatif terhadap terapi yang
diberikan atau apabila ada tanda-tanda gagal jantung.
Penggunaan P32 dan terapi mielosupresif dengan obat alkilasi, walaupun dapat
mengontrol penyakit, menyebabkan peningkatan insidensi leukemia akut, dan saat ini
terapi tersebut jarang digunakan. Terapi modern kemungkinan menyebabkan
perubahan perjalanan penyakit. Dahulu sebagian besar pasien meninggal akibat
penyulit kardiovaskular. Leukemia akut dapat timbul pada 2% pasien yang tidak
mendapat obat alkilasi atau radioterapi.

















14


BAB III
KESIMPULAN


Polisitemia vera merupakan suatu penyakit gangguan hematologi yang jarang
ditemukan tetapi mempunyai dampak yang cukup serius bagi penderitanya. Penyakit ini
adalah suatu penyakit neoplastik yang berkembang diam-diam tetapi progresif, terjadi karena
sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon sel induk darah yang abnormal.
Karenanya dengan memahami definisi, perjalanan klinis sampai dengan
penatalaksanaannya, maka diharapkan dapat mengetahui bagaimana cara mendeteksi
penyakit ini pada tahap awal dan mencegah berbagai macam komplikasi yang dapat
ditimbulkan.
Penatalaksanaan yang tepat terhadap penderita polisitemia vera dapat meningkatkan
vitalitas dan umur harapan hidup bagi penderitanya.

Anda mungkin juga menyukai