Anda di halaman 1dari 11

Tanggung Jawab Umat Dalam Dakwah Islam

Jika seorang Muslim dihadapkan pada dua permasalahan, yaitu antara permasalahan dirinya
sendiri dengan permasalahan umat, maka sudah seharusnya ia mendahulukan permasalahan
yang dihadapi oleh umat. Sikap mendahulukan kepentingan saudaranya daripada kepentingan
dirinya pribadi merupakan sikap mulia dan termasuk ke dalam bentuk pemikiran yang
bernilai tinggi. Sedemikian besar perhatian Islam terhadap permasalahan umat, Islam sampai
menggolongkan orang yang tidak peduli dengan permasalahan umat sebagai orang yang tidak
berguna, dan tidak tergolong ke dalam kelompok umat Muhammad. Rasulullah Saw:
Siapa saja yang bangun pagi, sementara ia hanya memperhatikan masalah dunianya, maka ia
tidak berguna apa-apa di sisi Allah. Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum
Muslim, maka ia tidaklah termasuk golongan mereka. [HR. ath-Thabrani dari Abu Dzar al-
Ghifari].
Islam tidak pernah membiarkan salah seorang dari para penganutnya bebas dari tanggung
jawab. Sebaliknya, Islam memberikan kepada mereka beban tanggung jawab yang sesuai
dengan kapasitasnya sebagai manusia, jika ia telah mencapai status akil balig. Rasulullah Saw
bersabda:
Ketahuilah, bahwa setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab
atas kepemimpinannya. Setiap kepala negara adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas
kepemim-pinannya. Seorang pria (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia
bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang wanita (istri) adalah pemimpin dalam
rumah tangga suaminya dan anak-anaknya dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang
pelayan/hamba sahaya adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia bertanggung jawab atas
kepe-mimpinannya. Ketahuilah, bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan masing-masing
harus mempertanggungjawabkan kepemim-pinannya. [HR. al-Bukhari Muslim].
Tanggung jawab semacam ini, bisa semakin luas bisa pula semakin sempit, sesuai dengan
kondisi yang dibebankan kepadanya. Jika orang yang menerima hukum taklif (beban hukum)
dapat melakukannya sendiri, misalnya beban untuk menafkahi isteri dan anak-anaknya, atau
memberi makan kepada tetangganya yang kelaparan, atau menolong orang-orang yang
menderita; maka beban tersebut menjadi tanggung jawab individu. Sebab, lingkup
aktivitasnya masih dalam jangkauan kemampuan seseorang untuk berbuat.
Tanggung Jawab Individu, Umat, Dan Negara
Namun demikian, jika seorang individu tidak dapat menjalankannya, kecuali bersama-sama
dengan jamaah kaum Muslim, atau hukum Islam telah membebankan suatu perkara kepada
jamaah misalnya saja mengemban dakwah Islam untuk menegakkan Khilafah Islamiyah
dalam rangka menerapkan syariat Islam, atau melakukan koreksi (muhsabah) terhadap
penguasa, atau melaksanakan jihad fi sabilillah dalam keadaan seperti ini, cakupan
tanggung jawabnya meluas hingga harus dipikul oleh jamaah kaum Muslim, atau oleh
institusi negara (Khilafah Islamiyah).
Sebagian besar dari beban hukum yang telah diberikan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya
kepada kaum Muslim tidaklah merupakan tanggung jawab seorang individu Muslim. Bahkan,
sebagian besar sistem hukum Islam dalam hal pelaksanaan praktisnya dibebankan
kepada negara sebagai pihak yang mengatur, memelihara, dan menjaga umat dalam
menjalankan sistem hukum Islam. Siapa yang mampu mengatur pelaksanaan sistem ekonomi
Islam, sistem sosial Islam, sistem militer Islam, sistem pendidikan Islam, sistem politik luar
negeri Islam, sistem pemerintahan Islam, sistem peradilan Islam, dan sejenisnya? Tentu
bukan individu Muslim, melainkan negara (penguasa dan seluruh staf pemerintahannya).
Oleh karena itu, tanggung jawab dalam menerapkan sistem hukum Islam menjadi tanggung
jawab jamaah (yaitu seluruh kaum Muslim dan penguasa), bukan tanggung jawab individu.
Demikian pula dengan kewajiban kaum Muslim untuk mengemban dakwah Islam. Kewajiban
ini bukan saja harus dijalankan oleh seorang individu Muslim, melainkan oleh seluruh kaum
Muslim, termasuk negara (penguasa). Kewajiban ini sama-sama menimpa seorang Muslim
yang faqih maupun yang awam, perempuan maupun lelaki, individu maupun masyarakat dan
negara.
Sasaran beban dakwah yang bukan hanya mencakup tanggung jawab individu tetapi juga
menjadi ranaggung jawab jamaah dan bahkan negara (penguasa), sangat tampak dalam nash-
nash berikut ini:
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal salih, dan berkata, Sesungguhnya aku termasuk golongan kaum
Muslim?(Qs. Fushshilat [41]: 33).
Ayat di atas ditujukan kepada individu Muslim, siapa pun orangnya, untuk menjalankan
aktivitas dakwah Islam.
Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang mengajak pada kebajikan
(Islam), memerintahkan yang makruf, dan mencegah kemungkaran. Merekalah orang-orang
yang beruntung. (Qs. Ali-Imraan [3]: 104).
Ayat ini ditujukan kepada sekelompok kaum Muslim sebagai sebuah jamaah untuk
menjalankan aktivitas dakwah Islam dan amar makruf nahi mungkar.
Dalam suatu hadis disebutkan demikian:
Rasulullah Saw tidak pernah memerangi suatu kaum melainkan sesudah terlebih dulu
menyampaikan dakwah Islam kepada mereka. [HR. Ahmad, al-Hakim, dan ath-Thabrani].
Hadis ini menjelaskan kedudukan Rasulullah Saw sebagai kepala negara (penguasa) yang
menjalankan aktivitas dakwah terlebih dulu (yaitu mengajak orang-orang kafir agar memeluk
Islam atau bersedia tunduk di bawah kekuasaan Islam), sebelum jika mereka menolak
melakukan jihad fi sabilillah untuk membuka dan mengubah Darul Kufur menjadi Darul
Islam.
Walhasil, tanggung jawab umat Islam dalam mengemban dakwah dapat disimpulkan pada
dua kondisi: (1) Jika kaum Muslim telah menjalankan sistem hukum Islam dan Daulah Islam
telah berdiri berdasarkan akidah Islam, maka mereka wajib menyampaikan dakwah Islam
kepada orang-orang kafir yang ada di berbagai negara. (2) Jika kaum Muslim belum dapat
menjalankan sistem hukum Islam secara total, dan Daulah Islam belum tegak, maka
kewajiban yang utama atas kaum Muslim adalah mengemban dakwah Islam dalam rangka
melanjutkan kehidupan Islam yang telah lenyap, yaitu dengan jalan mendirikan Daulah Islam
yang berdiri berasaskan akidah Islam dan yang akan menerapkan sistem hukum Islam secara
total.
Bahaya yang Mengancam Eksistensi Kaum Muslim
Saat ini, kaum Muslim berada dalam lingkungan masyarakat yang menganut berbagai
pemikiran yang bertentangan dengan pemikiran Islam. Bahaya-bahaya yang mengancam
tubuh kaum Muslim berasal dari luar (eksternal) maupun berasal dari dalam (internal) kaum
Muslim. Bahaya-bahaya itu antara lain:
A. Bahaya eksternal, mencakup: (1) Berkembangnya pemikiran-pemikiran yang berasal dari
peradaban Barat yang menekankan doktrin pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme).
(2) Pemikiran Komunisme atau Sosialisme yang menolak adanya unsur agama dan
mengatakan bahwa agama adalah candu yang membahayakan masyarakat. (3) Pemikiran-
pemikiran lain yang membahayakan aqidah Islam dan syariatnya yang berasal dari Barat
seperti: nasionalisme, demokrasi, pluralisme, liberalisme, dan yang sejenisnya.
B. Bahaya internal, mencakup muncul dan berkembangnya gerakan-gerakan penghancur
seperti Ahmadiyah, Bahaiyah, aliran kebatinan, inkarus sunnah, freemasonry, ideologi Dunia
Ketiga (yang dikembangkan oleh Khadafi di Libia), dan sejenisnya.
Semua itu muncul sebagai akibat dari serangan pemikiran (ghazw al-fikr) yang dilontarkan
oleh Dunia Barat yang kafir kepada kaum Muslim. Di samping itu, serangan-serangan dalam
wujud manuver politik, ekonomi, hingga militer terus melanda negeri-negeri kaum Muslim
hingga saat ini; tanpa bisa dibendung lagi oleh kaum Muslim. Selain itu, identitas kaum
Muslim yang memiliki standar pemikiran yang mengacu pada akidahnya yang jernih dan
syariatnya yang agung lambat laun sirna; peranannya digantikan oleh akal, faktor
kemaslahatan, adat istiadat, tradisi, bahkan hawa nafsu semata. Mereka tidak lagi menjadikan
halal-haram sebagai tolok ukurnya.
Jika hal ini dibiarkan, sementara kaum Muslim melepas tanggung jawabnya dan tidak peduli
dengan kondisi yang melanda mereka, maka kehancuran umat ini hanya soal waktu.

Tanggung Jawab Kaum Muslim Saat Ini
Dalam rangka merealisasikan berdirinya Negara Khilafah yang akan menjamin
dilanjutkannya kembali kehidupan Islam, menerapkan seluruh sistem hukum Islam secara
total, serta mengemban dakwah Islam ke luar negeri dengan jalan dakwah dan jihad maka
harus ada pertarungan pemikiran (ash-shira al-fikr) untuk menghancurkan dan melenyapkan
seluruh pemikiran kufur yang betolak belakang dengan akidah dan syariat Islam. Tujuannya
adalah agar kaum Muslim dapat menemukan kembali pemikiran-pemikiran Islam yang
mampu mengatasi seluruh problematika kehidupan manusia, sekaligus mencampakkan
seluruh bentuk pemikiran kufur yang bertentangan dengan Islam dan nyata-nyata telah
menjadi standar sebagian besar kaum Muslim di seluruh dunia.
Pertarungan pemikiran dilakukan dengan cara mengungkap kerusakan, kekeliruan,
kelemahan, dan ketidakberdayaan pemikiran-pemikiran kufur tersebut, yang memang tidak
layak dijadikan tolok ukur bagi kaum Muslim dalam menyelesaikan problematika
kehidupannya. Dalam waktu yang sama, harus dijelaskan keagungan pemikiran Islam,
terutama sebagai pemikiran praktis yang layak dijadikan satu-satunya tolok ukur bagi seluruh
umat manusia.
Di samping itu, hal ini membutuhkan perjuangan politik (al-kifh as-siys) yang sungguh-
sungguh dari segenap kaum Muslim. Dengan itu, tujuan utamanya, yaitu melanjutkan
kembali kehidupan Islam, dapat tercapai. Perjuangan politik tersebut dilakukan dengan jalan:
1. Membeberkan setiap pelanggaran yang dilakukan oleh negara-negara imperialis, termasuk
tindakan-tindakan kriminal dan persekongkolan jahat mereka terhadap kaum Muslim.
2. Menjelaskan berbagai bahaya kecurangan politik yang diterapkan secara paksa atas negeri-
negeri kaum Muslim.
3. Mengungkap hakikat oknum-oknum penguasa yang menjadi antek-antek musuh-musuh
Islam dan kaum Muslim.
4. Menjelaskan hakikat tokoh-tokoh politik yang menentang Islam dan bersikap munafik,
baik yang berasal dari kalangan partai-partai politik, pejabat pemerintah, ataupun intelektual
Muslim yang selalu menyesatkan kaum Muslim, memutarbalikkan fakta, dan
mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan.
5. Menjatuhkan martabat kepemimpinan beserta pribadi para tokoh yang aktivitasnya hanya
menyesatkan umat Islam.
Dalam menjalankan aktivitas pergulatan pemikiran dan perjuangan politik ini (ash-shir al-
fikr wa al-kifh as-siys) ini, kaum Muslim tidak diperkenankan bermanis muka terhadap
musuh-musuh Islam dan seluruh kaki tangan mereka. Allah SWT telah melarang Rasulullah
Saw bersikap lunak dan bermanis muka terhadap musuh-musuh Islam. Allah SWT berfirman:
Janganlah kamu mengikuti orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Mereka
menginginkan supaya kamu bersikap lunak, lalu mereka bersikap lunak (pula) kepadamu.
(Qs. al-Qalam [68]: 8-9).
Perjuangan politik harus terus dilakukan sampai para penguasa bersedia tunduk kepada Islam,
sekaligus rela meninggalkan kezaliman, pengkhianatan, dan persekongkolan dengan musuh-
musuh Islam. Aktivitas perjuangan politik ini harus terus dilakukan meskipun menghadapi
berbagai tantangan, kesulitan, dan bahaya yang bisa mengorbankan harta maupun jiwa.
Tanpa kesadaran politik, pertarungan pemikiran, dan perjuangan politik, maka para
pengemban dakwah Islam tidak akan menyadari problematika umat yang sebenarnya.
Artinya, mereka tidak akan menjumpai jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi
umat Islam. Mereka juga pasti tidak akan mampu mengatur dan memelihara urusan-urusan
umat, jika pada suatu saat roda pemerintahan dialihkan dan diberikan kepada mereka.
Dengan demikian, selama seorang pengemban dakwah tidak berusaha mengembangkan
pemikiran-pemikiran Islamnya yang jernih serta berusaha memiliki kesadaran politik yang
tinggi dengan manjalankan aktivitas pergulatan pemikiran dan perjuangan politik, maka tidak
mungkin ia menjadi pemimpin umat. Ia hanya mampu menjadi seorang pengajar, khatib,
syaikh, dan sejenisnya. [Majalah al-Wa'ie, No. 6]

KEPEDULIAN SOSIAL
A. PENDAHULUAN
Manusia memang tidak akan pernah lepas dari apa yang disebut sosial. Karena
memang manusia itu merupakan makhluk sosial, makhluk yang memerlukan orang lain,
berkomunikasi dengan sesama, bertukar pikiran, tolong-menolong dan lain sebagainya.
Dalam pandangan Islam seseorang tidak akan dikatakan sempurna imannya sampai ia
mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.

Kendatipun pandangan Islam sudah demikian benar, namun kenyataannya masih
banyak orang yang kurang peka terhadap permasalahan sosial sekarang ini sehingga tatanan
sosial menjadi kurang seimbang yang akhirnya terjadilah banyak kekacauan seperti
pencurian, perampokan, pembunuhan, jual beli manusia dan lain sebagainya yang mungkin
saja hal ini terjadi yang disebabkan salah satunya karena faktor kurang peduli terhadap
permasalahan sosial ataupun pihak pemerintah belum mampu mengentaskan permasalahan
pengangguran, juga bisa jadi karena orang yang miskin pun kurang memiliki mental yang
positif apalagi saat ini dunia sedang terhegemoni oleh pemikiran barat yang sekular dan
liberal. Sangat ironis memang jika sifat apatis terhadap sosial itu dimiliki oleh orang Islam.
Disisi lain seorang muslim mempunyai karakter dan kewajiban yang sama
besarnya dengan hablum minallah yaituhablum minannas atau hubungan dirinya dengan
sesama manusia. Hubungan tersebut merupakan hubungan yang lebih kompleks, karena
hubungan ini terjadi antara pihak yang satu dan lainnya yang bersifat relatif serta penuh
dengan dinamika. Oleh karena itu perlu diingat bahwa manusia adalah makhluk yang dibekali
rasa, karsa, dan periksa, sehingga segala tindakanya selalu terpengaruh oleh ketiga hal
tersebut.1[1]

Dalam hubunganya dengan sesama, seorang muslim mempunyai kewajiban untuk
saling peduli. Hal tersebut dapat dimanifestasikan dalam berbagai hal, seperti saling
menolong, memberi, mengasihi dan lain sebagainya. Namun dalam kenyataanya masih
banyak muslim yang apatis terhadap tanggung jawab sosial tersebut. Padahal sejatinya sudah
sangat jelas Islam juga mewajibkanya seperti perintah-perintah yang tercantum dalam al
Quran dan Hadits Nabi.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai hadits-hadits tentang kepedulian
sosial sebagai cara untuk mengetahui urgensi kepedulian sosial tersebut.. Diharapkan dengan
hal ini kita sebagai seorang muslim akan lebih peka dengan realita sosial yang ada. Karena itu
merupakan kewajiban kita sebagai hamba-Nya untuk saling mengasihi terhadap sesama.
B. TEKS HADITS DAN TERJEMAHAN
Hadits yang berkaitan dengan Kepedulian Sosial



1. Hadits Abu Hurairah tentang membuang duri di jalan

) (
Artinya : Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : Setiap ruas
tulang pada badan manusia wajib atasnya untuk sedekah pada setiap hari matahari terbit,
kamu melakukan keadilan diantara dua orang yang berselisih faham adalah sedekah, kamu
membantu orang yang menaiki kendaraan atau kamu mengangkat barang-barang untuknya
kedalam kenderaan adalah sedekah, perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah
kamu berjalan untuk menunaikan solat adalah sedekah dan kamu membuang perkara-
perkara yang menyakiti di jalan adalah sedekah.2[2]


2. Hadits Abu Hurairah tentang menolong orang lain

) (
Artinya : Dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda ; barang siapa yang
melepaskan kesusahan seorang mumin dari kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan
kesusahanya di hari kiamat. Dan barang siapa yang memudahkan orang dari kesusahan,
maka Allah akan memudahkanya di dunia dan akhirat, dan barang siapa yang menutupi aib
seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Sungguh Allah akan
menolong hamba-Nya selama dia menolong saudaranya.

C. ANALISIS HADITS

Hadits di atas mengajarkan kepada kita untuk selalu memperhatikan sesama muslim dan
memberikan pertolongan jika seseorang mendapatkan kesulitan, kami dari pemakalah
menganalisis hadits hadits diatas sebagai berikut :
Dalam hadits pertama di atas, dijelaskan bahwa setiap ruas tulang pada manusia harus
disedekahi pada setiap matahari terbit, sebagai contoh sedekah pagi hari yaitu melaksanakan
sholat dhuha. Selain itu setiap langkah kita dalam melaksanakan kebaikan juga termasuk
sedekah.
Hadits di atas menunjukkan bahwa dalam Islam, sekecil apapun perbuatan baik akan
mendapat balasan dan memiliki kedudukan sebagai salah satu pendukung akan kesempurnaan
keimanan seseorang.



Duri dalam konotasi secara sekilas menunjukkan pada sebuah benda yang hina. Akan
tetapi, jika dipahami lebih luas, yang dimaksud dengan duri di sini adalah segala sesuatu yang
dapat membahayakan pejalan kaki, baik besar maupun kecil. Hal ini semacam ini mendapat
perhatian serius dari Nabi saw. sehingga dikategorikan sebagai salah satu cabang daripada
iman, karena sikap semacam ini mengandung nilai kepedulian sosial, sedang dalam Islam
ibadah itu tidak hanya terbatas kepada ibadah ritual saja, bahkan setiap ibadah ritual, pasti di
dalamnya mengandung nilai-nilai sosial.
Di samping hal tersebut di atas, menghilangkan duri dari jalan mengandung
pengertian bahwa setiap muslim hendangkan jangan mencari kemudlaratan, membuat atau
membiarkan kemudlaratan.
Selain itu dalam hadits pertama begitu jelas dapat kita pahami bahwa segala yang ada
pada diri kita adalah sedekah. Kata sedekah sendiri berasal dari bahasa Arab, al
shodaqoh. Kata ini diambil dari kata al shidq (benar) karena ini menunjukan kebenaran untuk
Allah. Sedangkan menurut Al Jurjani sedekah adalah pemberian yang diberikan untuk
mengharap pahala Allah.3[3]
Namun maksudnya sedekah itu tidak hanya terbatas pada materi (harta) saja, namun
bisa dilakukan dengan apapun yang kita punya. Dicontohkan pula oleh Nabi bahwa
melakukan keadilan diantara dua orang yang berselisih faham adalah sedekah, perkataan
yang baik adalah sedekah, senyum an dalah sedekah dan lain sebagainya. Maka karena begitu
pentingnya sedekah, hingga seseorang belum bisa dikatakan kepada kebajikan yang
sempurna sebelum menafkahkan sebagian hartanya yang dicintai. Berikut adalah beberapa
manfaat dari sedekah :
1. Sedekah adalah sebaik-baiknya harta investasi
2. Sedekah akan menjadi tameng dari api neraka
3. Sedekah akan menjadi tempat bernaung kelak di hari kiamat
4. Sedekah akan menjadi penghalang siksaan
5. Sedekah akan menjadi obat bagi yang sakit
6. Sedekah akan menghalau bencana
7. Sedekah akan memudahkan segala urusan
8. Sedekah akan mendatangkan rizki.4[4]
Berdasarkan uraian di atas, dapat di pastikan bahwa orang yang bersedekah pasti
dicintai Allah, karena ia mengalahkan egonya yang memiliki watak cinta harta. Karena orang
yang bersedekah lebih mementingkan cinta Tuhan daripada tabiat dirinya, sehingga Allah
memberinya rasa aman dari setiap hal yang menakutkan di akhirat.5[5]







Dapat kita pahami bersama bahwa sedekah merupakan suatu bentuk kepedulian
sosial. Kerena dalam sedekah mendidik kita untuk saling memberi, menolong dan mengasihi
terhadap sesama. Dalam Islam tentu sangat menganjurkan untu peduli terhadap sesama
sebagai salah satu wujud habluminallah yang salah satu bentuknya adalah sedekah. Jadi
sedekah mempunyai arti penting dalan kepedulian sosial.
Sedekah sebagai salah satu bentuk kepedulian sosial sangan dianjurkan dalam Islam.
Namun yang perlu dipahami bahwa kepedulian sosial tidak hanya dengan harta, bisa dengan
apapun yang kita punya. Bahkan dalam hadits di atas sekedar berkata baik adalah sedekah
yang artinya merupakan suatu bentuk kepedulian sosial. Sehingga jika dilandasi dengan niat
yang ikhlas, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan baik di dunia ataupun di
akhirat.
Dalam Hadits kedua mengajarkan kita untuk peduli dengan sesama muslim antara lain
sebagai berikut :
1. Melepaskan berbagai kesusahan orang mukmin
Melepaskan kesusahan orang lain sangat luas maknanya, bergantung pada kesusahaan
yang diderita oleh saudarnya seiman tersebut. Jika saudaranya termasuk orang miskin,
sedangkan ia termasuk orang berkecukupan atau kaya, ia harus berusaha menolongnya
dengan cara memberikan pekerjaan atau memberikan bantuan sesuai kemampuannya; jika
saudaranya sakit, ia berusaha menolongnya, antara lain dengan membantu memanggilkan
dokter atau memberikan bantuan uang alakadarnya guna meringankankan biaya
pengobatannya; jika saudaranya dililit utang, ia berusaha untuk mencarikan jalan keluar, baik
dengan memberikan bantuan agar utangnya cepat dilunasi, maupun sekedar memberikan
arahan-arahan yang akan membantu saudaranya dalam mengatasi utangnya tersebut dan lain-
lain.
Orang muslim yang membantu meringankan atau melonggarkan kesusahan saudaranya
seiman berarti telah menolong hamba Allah SWT yang sangat disukai oleh-Nya dan Allah
SWT pun akan memberikan pertolongannya serta menyelamatkannya dari berbagai
kesusahan, baik di dunia maupun di akhirat.
Berbahagialah bagi mereka yang bersedia untuk melepaskan penderitaan sesama orang
mukmin karena pada hari kiamat nanti, Allah akan menyelamatkannya.
2. Melonggarkan kesusahan orang lain
Adakalanya suatu masalah sangat sulit untuk diatasi atau hanya dapat diselesaikan oleh
yang bersangkutan. Terhadap masalah seperti itu, seorang mukmin ikut melonggarkannya
atau memberikan pandangan dan jalan keluar, meskipun ia sendiri tidak terlibat secara
langsung. Bahkan, dengan hanya mendengarkan keluhannya saja sudah cukup untuk
mengurangi beban yang dihadapi olehnya.
Dengan demikian, melonggarkan kesusahann orang lain haruslah sesuai dengan
kemampuan saja, dan bergantung kepada kesusahan apa yang sedang dialami oleh
saudaranya seiman tersebut. Jika mampu meringankan kesusahannya dengan memberikan
materi, berilah materi kepadanya. Dengan demikian, kesusahannya dapat berkurang, bahkan
dapat teratasi. Namun jika tidak memiliki materi, berilah saran atau jalan keluar agar masalah
yang dihadapinya cepat selesai. Bahkan jika tidak mempunyai idea tau saran, doakanlah agar
kesusahannya dapat segera diatasi dengan pertolongan Allah SWT. Termasuk doa paling baik
jika mendoakan orang lain dan orang yang didoakan tidak mengetahuinya.
3. Menutupi aib seorang mukmin serta menjaga orang lain dari berbuat dosa
Orang mukmin pun harus berusaha menutupi aib saudaranya. Apalagi jika ia tahu
bahwa orang yang bersangkutan tidak akan senang kalau aib atau rahasianya diketahui oleh
orang lain. Namun demikian, jika aib tersebut berhubungan dengfan kejahatan yang
dilakukannya, ia tidak boleh menutupinya. Jika hal itu dilakukan, berarti ia telah menolong
orang lain dalam hal kejahatan sehingga orang tersebut terhindar dari hukuman. Perbuatan
seperti itu sangat dicela dan tidak dibenarkan dalam Islam.Sabda Nabi Muhammad
SAW Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maksudnya menutupi aib orang
yang baik, bukan orang-orang yang telah dikenal suka berbuat kerusakan. Hal ini berlaku
dalam kaitannya dengan dosa yang telah terjadi dan telah berlalu.
Namun apabila kita melihat suatu kemaksiatan dan sesorang sedang mengerjakannya
maka wajib bersegera untuk mencegahnya dan menahannya. Jika dia tidak mampu, boleh
baginya melaporkannya kepada penguasa jika tidak dikhawatirkan muncul mafsadah (yang
lebih besar).
Terhadap orang yang telah terang-terangan melakukan maksiat tidaklah perlu ditutup-
tutupi karena menutup-nutupinya menyebabkan ia melakukan kerusakan dan bebas
menganggu serta melanggar hal-hal yang ham dan akhirnya dapat menarik orang lain untuk
melakukan sebagaimana yang ia lakukan. Bahkan hendaknya ia melaporkannya kepada
penguasa jika tidak dikhawatirkan timbulnya mafsadah.
4. Allah SWT senantiasa akan menolong hamba-Nya, selagi hamba itu menolong saudaranya.
Jika telaah secara seksama, pertolongan yang diberikan seorang mukmin kepada
saudaranya, pada hakikatnya adalah menolong dirinya sendiri. Hal ini karena Allah pun akan
menolongnya, baik di dunia maupun di akhiratselama hamba-Nya mau menolong saudaranya.
Dengan kata lain, ia telah menyelamatkan dirinya sendiri dari berbagai kesusahan dunia dan
akhirat.
Maka orang yang suka menolong orang lain, misalnya dengan memberikan bantuan
materi, hendaknya tidak merasa khawatir bahwa ia akan jatuh miskin atau ditimpa kesusahan.
Sebaliknya, dia harus berpikir bahwa segala sesuatu yang ia miliki adalah miliki Allah SWT.
Jika Dia bermaksud mengambilnya maka harta itu habis. Begitu juga jika Allah bermaksud
menambahnya, maka seketika akan bertambah banyak.
D. PENUTUP
1. Simpulan
Sudah jelas hadits di atas mengajarkan kepada kita bahwa seorang muslim itu harus
saling tolong-menolong dalam kebenaran dan kesabaran, selain itu hadits ini juga
mengajarkan kepada kita agar peka terhadap problematika sosial yang muncul di hadapan
kita sehingga jika kita meringankan beban orang lain maka pada hakikatnya kita telah
meringankan beban kita sendiri .
Dijelaskan bahwa Setiap sendi tubuh badan manusia adalah sedekah. Dicontohkan
pula ketika kita melakukan keadilan diantara dua orang yang berselisih faham adalah
sedekah, kita membantu orang yang menaiki kendaraan atau kamu mengangkat barang-
barang untuknya kedalam kendaraan adalah sedekah, kita berkata yang baik adalah sedekah,
dan lain sebagainya. Hal itu membuktikan bahwa sedekah sebagai wujud dari kepedulian
sosial tidak harus dilakukan dengan harta atau materi, namun bisa dilakukan dengan apa saja.
Prinsip itulah yang menandakan bahwa Islam tidak membeda-bedakan antara kaya dan
miskin kaitanya untuk mendapat pahala.
Islam juga sangat mengapresiasi terhadap pemeluknya yang mempunyai kepedulian
terhadap sesama. Bukti apresiasi itu adalah kebaikan Allah yang akan diberikan kepadanya
baik di dunia ataupun di akhirat. Itulah janji Islam terhadap orang yang mau menolong
sesama. Bahkan karena begitu pentingnya kepedulian sosial, Konsep tersebut menurut Islam
adalah sebagai bentuk ketaqwaan dengan saling mengasihi terhadap sesama dengan
berdasarkan aqidah Islam.
2. Kata Penutup
Demikian makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa kita menyadari
dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Anda mungkin juga menyukai