Anda di halaman 1dari 7

Visum et Repertum [ Andes Arita ]

13 Oktober 2011 pukul 0:21


Visum et Repertum
1.1. Definisi
Pengertian arti harafiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata visual yang berarti melihat
dan repertum yaitu melaporkan.Sehingga jika digabungkan dari arti harafiah ini adalah apa yang
dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter
(ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti
hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut
pengetahuan yang sebaik-baiknya. Dalam Stbl tahun 1937 No 350 dikatakan bahwa visa et reperta
para dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan
pelajarannya di Indonesia.

1.2.Jenis dan Bentuk Visum et Repertum

Ada beberapa jenis visum et repertum, yaitu visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan),
visum et repertum kejahatan susila, visum et repertum jenazah, dan visum et repertum psikiatrik.
Tiga jenis visum yang pertama adalah visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam
hal ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis terakhir adalah mengenai
jiwa/mental tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana.
Visum et repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya dengan mesin ketik, di atas sebuah kertas putih
dengan kepala surat institusi kesehatan yang melakukan pemeriksaan, dalam bahasa Indonesia,
tanpa memuat singkatan dan sedapat mungkin tanpa istilah asing, bila terpaksa digunakan agar
diberi penjelasan bahasa Indonesia.

1.Visum et Repertum pada Kasus Perlukaan.
Terhadap setiap pasien yang diduga korban tindak pidana meskipun belum ada surat permintaan
visum et repertum dari polisi, dokter harus membuat catatan medis atas semua hasil pemeriksaan
medisnya secara lengkap dan jelas sehingga dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum.
Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke penyidik, sehingga
membawa surat permintaan visum et repertum. Sedangkan korban dengan luka sedang/berat akan
datang ke dokter sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan datang terlambat.
Keterlambatan dapat diperkecil dengan komunikasi dan
kerjasama antara institusi kesehatan dengan penyidik.
Di dalam bagian pemberitaa biasanya disebutkan keadaan umum korban sewaktu datang, luka-luka
atau cedera atau penyakit yang diketemukan pada pemeriksaan fisik berikut uraian tentang letak,
jenis dan sifat luka serta ukurannya, pemeriksaan khusus/penunjang, tindakan medis yang
dilakukan, riwayat perjalanan penyakit selama perawatan, dan keadaan akhir saat perawatan
selesai. Gejala yang dapat dibuktikan secara obyektif dapat dimasukkan, sedangkan yang subyektif
dan tidak dapat dibuktikan tidak dimasukkan ke dalam visum et repertum.

2. Visum et Repertum Korban Kejahatan Susila

Umumnya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya pada dokter adalah kasus
dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP (meliputi perzinahan, perkosaan,
persetubuhan dengan wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup
umur, serta perbuatan cabul).
Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan adanya persetubuhan atau
perbuatan cabul, adanya kekerasan (termasuk keracunan), serta usia korban. Selain itu juga
diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatrik
sebagai akibat dari tindakan pidana tersebut. Dokter tidak dibebani pembuktian adanya
pemerkosaan, karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan
sidang pengadilan.
Dalam kesimpulan diharapkan tercantum perkiraan tentang usia korban, ada atau tidaknya tanda
persetubuhan dan bila mungkin, menyebutkan kapan perkiraan terjadinya, dan ada atau tidaknya
tanda kekerasan.
Bila ditemukan adanya tanda-tanda ejakulasi atau adanya tanda-tanda perlawanan berupa darah
pada kuku korban, dokter berkewajiban mencari identitas tersangka melalui pemeriksaan golongan
darah serta DNA dari benda-benda bukti tersebut.

3. Visum et Repertum Jenazah

Jenazah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang memuat identitas
mayat, dilak dengan diberi cap jabatan, diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada
surat permintaan visum et repertum harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah
pemeriksaan luar (pemeriksaan jenazah) atau pemeriksaan dalam/autopsi (pemeriksaan bedah
jenazah).
Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi :
1. Pemeriksaan luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak merusak keutuhan jaringan jenazah
secara teliti dan sistematik.
2. Pemeriksaan bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh dengan membuka rongga
tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Kadangkala dilakukan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi, dan sebagainya.
Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab, jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan penyebabnya,
sebab dan mekanisme kematian, serta saat kematian seperti tersebut di atas.
4. Visum et Repertum Psikiatrik

Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44 (1) KUHP yang
berbunyi Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
Jadi selain orang yang menderita penyakit jiwa, orang yang retardasi mental juga terkena pasal ini.
Visum ini diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban
sebagaimana yang lainnya. Selain itu visum ini juga menguraikan tentang segi kejiwaan manusia,
bukan segi fisik atau raga manusia. Karena menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya
seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka adalah lebih baik bila pembuat visum ini
hanya dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.
Dalam Keadaan tertentu di mana kesaksian seseorang amat diperlukan sedangkan ia diragukan
kondisi kejiwaannya jika ia bersaksi di depan pengadilan maka kadangkala hakim juga meminta
evaluasi kejiwaan saksi tersebut dalam bentuk visum et repertum psikiatrik.

1.3. Fungsi dan tujuan Visum et Repertum
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di
pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi
VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Keterangan terdakwa
- Surat-surat
- Petunjuk
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
- Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
- Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
- Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan
VeR yang lebih baru
Bila VeR belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan, hakim dapat meminta
keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau
penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau
penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.

1.4. Bagian bagian dari Visum et Repertum
Sudut kanan atas:
- alamat tujuan SPVR(Rumah sakit atau dokter), dan tgl SPVR.
- Rumah sakit (Direktur) :
* Kepala bagian / SMF Bedah
* Kepala bagian / SMF Obgyn
* Kepala bagian / SMF Penyakit dalam
* Kepala bagian I.K.Forensik.
Sudut kiri atas:
- alamat peminta VetR,
- nomor surat, hal dan
- lampiran.
Bagian tengah :
- Disebutkan SPVR korban hidup / mati
- Identitas korban (nama, umur, kelamin,
kebangsaan, alamat, agama dan pekerjaan).
- Peristiwanya (modus operandi) antara lain
*Luka karena . . . . . . . . . . . . . . . .
*Keracunan (obat/racun . . . . . . . . . .).
*Kesusilaan (perkosaan/perzinahan/cabul).
*Mati karena (listrik, tenggelam, senjata
api/tajam/tumpul dsb).
1.PEMBUKAAN
Kata Projustitia dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak perlu
bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.

2. PENDAHULUAN.
Bagian ini memuat antara lain :
- Identitas pemohon visum et repertum.
- Identitas dokter yang memeriksa / membuat visum et repertum.
- Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya).
- Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan.
- Identitas korban.
- Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat, waktu korban
meninggal.
- Keterangan mengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada dokter dan waktu saat
korban diterima dirumah sakit.

3. PEMBERITAAN.
- Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB), serta keadaan umum.
- Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.
- Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.
- Hasil pemeriksaan tambahan.
Syarat-syarat :
- Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awm.
-Angka harus ditulis dengan hurup, (4 cm ditulis empat sentimeter).
- Tidak dibenarkan menulis diagnose luka,(luka bacok, luka tembak dll).
- Luka harus dilukiskan dengan kata-kata
- Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan ditemukan)

4. KESIMPULAN.
- Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil pemeriksaan
sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya.
- Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera (pengelihatan, pendengaran,
perasa, penciuman dan perabaan).
- Sifatnya subjektif.

5. PENUTUP.
- Memuat kata Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu
menerima jabatan.
- Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

1.5. Prosedur, permintaan, penerimaan dan penyerahan Visum et Repertum
Pihak yang berhak meminta Ver:
- Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara untuk
menjalankan undang-undang.
- Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
- Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
- Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.
Syarat pembuat:

- Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
- Di wilayah sendiri
- Memiliki SIP
- Kesehatan baik
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR
korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan Dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter
untuk membuat VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan
surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter
untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya
menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.
Lampiran visum
- Fotografi forensic
- Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
- Penjelasan istilah kedokteran
- Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)

1.6. Perbedaan Visum et Repertum dengan catatan medis lainya.
Catatan medis adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan
pengobatan atau perawatan yang dilakukan oleh dokter. Catatan medis disimpan oleh dokter atau
institusi dan bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kecuali dengan izin dari pasien atau atas
kesepakatan sebelumnya misalnya untuk keperluan asuransi. Catatan medis ini berkaitan dengan
rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti yang terdapat dalam pasal 322 KUHP.
Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120, 179 dan 133
KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan meskipun Visum et Repertum
dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan dari penyidik dan digunakan untuk
kepentingan peradilan.
1.7. Ketentuan ketentuan hukum dalam Visum et Repertum
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan
atau pemeriksaan bedah mayat.
Selanjutnya,keberadaan Visum et Repertum tidak hanya diperuntukkan kepada seorang korban
(baik korban hidup maupun tidak hidup) semata, akan tetapi untuk kepentingan penyidikan juga
dapat dilakukan terhadap seorang tersangka sekalipun seperti VR Psikiatris. Hal ini selaras dengan
apa yang disampaikan dalam KUHAP yaitu :
Pasal 120 (1) KUHAP
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus.
Apabila pelaku perbuatan pidana tidak dapat bertanggung jawab, maka pelaku dapat dikenai pidana.
Sebagai perkecualian dapat dibaca dalam Pasal 44 KUHP sebagai berikut:
1. Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya,
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu
karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana.
2. Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya disebabkan karena
jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat
memerintahkan supaya orang itu dimasukkan dalam Rumah Sakit Jiwa, paling lama satu
tahun sebagai waktu percobaan.
3. Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi,
dan Pengadilan Negeri.
Dalam menentukan adanya jiwa yang cacat dalam tumbuhnya dan jiwa yang terganggu karena
penyakit, sangat dibutuhkan kerjasama antar pihak yang terkait, yaitu ahli dalam ilmu jiwa (dokter
jiwa atau kesehatan jiwa), yang dalam persidangan nanti muncul dalam bentukVisum et
Repertum Psychiatricum, digunakan untuk dapat mengungkapkan keadaan pelaku perbuatan
(tersangka) sebagai alat bukti surat yang dapat dipertanggungjawabkan.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana
bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai
dengan pasal 6(1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik
tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia.
Oleh karena Visum et Repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta Visum et
Repertum , karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang
menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP). Sanksi hukum bila dokter menolak
permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana :
Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut
undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan
tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian
pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan
guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu
atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

Anda mungkin juga menyukai