Pembuluh darah terdiri atas 3 jenis : 1. Arteri Arteri membawa darah dari jantung dan disebarkan ke berbagai jaringan tubuh melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil, diameternya kurang dari 0,1 mm, dinamakan arteriol. Persatuan cabang-cabang arteri dinamakan anastomosis. Pada arteri tidak terdapat katup. End arteri anatomik merupakan pembuluh darah yang cabang-cabang terminalnya tidak mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang arteri yang memperdarahi daerah yang berdekatan. End arteri fungsional adalah pembuluh darah yang cabang-cabang terminalnya mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang terminal arteri yang berdekatan, tetapi besarnya anastomosis tidak cukup untuk mempertahankan jaringan tetap hidup bila salah satu arteri tersumbat.
2. Vena Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantung; banyak vena mempunyai katup. Vena yang terkecil dinamakan venula. Vena yang lebih kecil atau cabang- cabangnya, bersatu membentuk vena yang lebih besar, yang seringkali bersatu satu sama lain membentuk pleksus vena. Arteri profunda tipe sedang sering diikuti oleh dua vena masing- masing pada sisi-sisinya, dan dinamakan venae cominantes.
3. Kapiler Kapiler adalah pembuluh mikroskopik yang membentuk jalinan yang menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa daerah tubuh, terutama pada ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan langsung antara arteri dan vena tanpa diperantai kapiler. Tempat hubungan seperti ini dinamakan anastomosis arteriovenosa.
HISTOLOGI STRUKTUR PEMBULUH DARAH SECARA UMUM Tunica intima. merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah. Lapisan ini dibentuk terutama oleh sel endotel. Tunica media. Lapisan yang berada diantara tunika intima dan adventitia, disebut juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan dan jaringan elastis. Tunica adventitia. Merupakan Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh jaringan ikat.
DEFINISI GANGREN Gangren adalah kematian jaringan di bagian tubuh atau kematian sel dalam jumlah besar. Gangren terjadi ketika bagian tubuh kehilangan suplai darah. Hal ini dapat terjadi karena cedera, infeksi, atau penyebab lainnya. Gangrene merupakan nekrosis iskemik pada jaringan yang biasanya tampak sebagai biru gelap atau mumifikasi hitam pada bagian ekstremitas. Gangren karena penyakit oklusi arteri biasanya melibatkan jari kaki, tumit, dan bagian lain kaku atau maleolus. Penyakit arteri progresif bisa menyebabkan gangrene ke seluruh kaki dan tungkai bawah. Gangrene kering paling lazim pada pasien penyakit oklusi arteri dan nekrosis jaringan tidak terinfeksi. Gangren basah menunjukkan nekrosis terinfeksi, yang lebih lazim pada pasien diabetes mellitus.
KLASIFIKASI GANGREN Gangren dapat diklasifikasikan sebagai gangrene kering atau basah. Gangren kering meluas secara lambat dengan hanya sedikit gejala. Gangren kering sering dijumpai di ekstremitas, umumnya terjadi akibat hipoksia lama. Gangren kering disebabkan oleh pengurangan aliran darah melalui arteri. Tampaknya secara bertahap dan berlangusng perlahan- lahan. Pada kebanyakan orang, bagian yang sakit tidak menjadi terinfeksi. Dalam jenis gangrene, jaringan menjadi dingin dan hitam, mulai mengering, dan akhirnya slough off (mengelupas). Gangrene kering sering terlihat pada orang dengan penyumbatan arteri (arteriosklerosis) akibat peningkatan kadar kolesterol, diabetes, merokok, dan faktor genetik lainnya. Gangren kering disebut juga dengan gangren sekunder atau mumifikasi - kategori yang paling umum dari gangren - merupakan komplikasi akibat perubahan degeneratif yang terkait dengan penyakit kronis, seperti diabetes mellitus dan / atau aterosklerosis. Gangren kering dimulai pada bagian distal ekstremitas karena iskemia dan sering terjadi pada jari kaki dan kaki pasien lansia karena arteriosklerosis. Gangren kering menyebar perlahan-lahan hingga mencapai titik di mana suplai darah tidak memadai untuk menjaga jaringan yang layak. Bagian yang terkena kering, menyusut dan gelap hitam, mirip mumi daging. Warna gelap itu adalah karena pembebasan hemoglobin dari sel darah merah hemolyzed, yang ditindaklanjuti oleh hidrogen sulfida (H 2 S) yang diproduksi oleh bakteri, sehingga pembentukan sulfida besi hitam itu tetap berada di jaringan. Jika aliran darah terganggu untuk alasan lain selain infeksi bakteri parah, hasilnya adalah kasus gangren kering. Orang dengan gangguan aliran darah perifer, seperti diabetes, memiliki risiko lebih besar untuk mengidap gangren kering.
Gangren Kering Gangren basah adalah suatu daerah di mana terdapat jaringan mati yang cepat perluasannya, sering ditemukan di organ-organ dalam, dan berkaitan dengan invasi bakteri ke dalam jaringan yang mati tersebut. Gangren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai oleh manifestasi sistemik. Gangren basah dapat timbul dari gangrene kering. Gangren basah atau lembab berkembang sebagai komplikasi dari luka yang terinfeksi tidak diobati. Pembengkakan akibat infeksi bakteri menyebabkan penghentian tiba-tiba aliran darah. Penghentian aliran darah memfasilitasi invasi otot-otot oleh bakteri karena melawan sel darah putih tidak bisa mencapai bagian yang sakit. Gangren basah paling sering disebabkan oleh oklusi akut (obstruksi lengkap), seperti: * Perifer vaskular penyakit (PVD), * Tourniquet (perban memutar ketat untuk memeriksa perdarahan atau aliran darah), * Membatasi perban atau * Trauma (luka, luka).
Gangren Basah PVD dan infeksi sering terkait erat, sebagai sirkulasi yang buruk menyebabkan kegagalan tubuh untuk melawan infeksi di daerah perifer seperti kaki / jari kaki. Gangren basah terjadi pada jaringan alami lembab dan organ seperti mulut, usus, paru-paru, leher rahim, dan vulva. Luka baring yang terjadi pada bagian tubuh seperti sakrum, pantat, dan tumit - meskipun tidak lembab daerah tersebut harus - juga dikategorikan sebagai infeksi gangren basah. Pada gangren basah, jaringan terinfeksi oleh mikroorganisme yg menyebabkan pembusukan (Bac. perfringens, fusiformis, putrificans, dll) yang menyebabkan jaringan membengkak dan memancarkan bau busuk. Gangren basah biasanya berkembang pesat karena penyumbatan pembuluh darah dan / atau aliran darah arteri. Bagian yang terkena darah jenuh mynebabkan pertumbuhan yang cepat dari bakteri. Produk beracun yang dibentuk oleh bakteri diserap menyebabkan manifestasi sistemik septikemia dan akhirnya mati. Bagian yang terkena edematous, lembut, amis, busuk dan gelap. Kegelapan di gangren basah terjadi karena mekanisme yang sama seperti pada gangren kering. Gangren gas adalah jenis gangrene khusus yang terjadi sebagai respon terhadap infeksi jaringan oleh suatu jenis bakteri anaerob yang disebut clostridium. Clostridium adalah jenis infeksi bakteri yang disebabkan tidak adanya pasokan oksigen. Clostridium memproduksi gas beracun sehingga kondisi ini disebut gas gangrene. Gangren ini paling sering terjadi setelah trauma. Gangren gas dapat meluas ke jaringan sekitarnya sebagai akibat dikeluarkannya toksin- toksin oleh bakteri yang membunuh sel-sel di sekitarnya. Sel-sel otot yang sangat rentan terhadap toksin ini dan apabila terkena akan mengeluarkan gas hidrogen sulfide yang khas. Gangrene jenis ini dapat mematikan. Gas Gangren adalah infeksi bakteri yang menghasilkan gas di dalam jaringan. Ini adalah bentuk gangrene yang mematikan yang biasanya disebabkan oleh Clostridium perfringens bakteri. Infeksi menyebar cepat sebagai gas yang diproduksi oleh bakteri berkembang dan menyusup ke jaringan sehat di sekitarnya. Karena kemampuannya cepat menyebar ke jaringan sekitarnya, gangren gas harus diperlakukan sebagai darurat medis. Gas gangren dapat menyebabkan nekrosis, produksi gas, dan sepsis. Pengembangan menjadi toksemia dan syok sering sangat cepat.
Gas Gangren Gangren Fournier merupakan gangrene akibat infeksi beberapa kuman yang secara sinergis menyerang skrotum, perineum, kadang sampai abdomen bawah. Infeksi ini menimbulkan nekrosis yang luas dan penderitanya dapat mengalami syok septik. Setelah debridement biasanya diperlukan skin graft untuk menutup defek.
ETIOLOGI / FAKTOR RISIKO Penyebab terjadinya penyakit sumbatan arteri non akut, terutama arteriosklerosis adalah multifaktorial. Faktor endogen meliputi usia dan anomaly metabolism, seperti diabetes dan atau hipertensi, sedangkan faktor eksogen diantaranya merokok, gaya hidup modern, dan kebiasaan makan berlebihan. Faktor risiko gangrene diantaranya: 1. Faktor endogen. Usia Jenis Kelamin Gangguan Metabolisme o Diabetes Melitus o Hiperlipoproteinemia o Arthritis Urika - Hipertensi 2. Faktor Eksogen - Merokok - Gaya hidup modern o Kelebihan kalori o Kebiasaan diet o Kurang aktivitas Usia merupakan salah satu faktor resiko yang paling dominan dan kuat. Perubahan arteriosklerotik berkembang hampir sejajar dengan pertambahan umur. Kelainan metabolisme yang sangat berpengaruh, terutama penyakit kencing manis, gangguan metabolisme lipid (hiperlipoproteinemia), dan penyakit gout (hiperurisemia atau arthritis urika). Hipertensi yang berlangsung lama merupakan predisposisi arteriosklerosis pembuluh darah. Pada saat diagnosis hipertensi ditegakkan pertama kali, ternyata 60% penderita menunjukkan perubahan arteriosklerosis. Dari faktor eksogen, hanya kebiasaan merokok yang telah menunjukkan perannya sebagai penyebab penyakit arteri oklusif. Tampaknya pendapat umum bahwa udara dingin dan basah merupakan factor eksogen dalam menyebabkan penyakit arteri oklusif generalisata tidak dapat dibuktikan. Konsumsi makanan yang mengandung banyak lemak jenuh sebaiknya diganti dengan lemak tak jenuh seperti minyak bunga matahari, minyak jagung dan minyak kacang kedelai yang berkadar lemak rendah. Konsumsi kalori berlebihan pun harus dihindari. Jenis kelamin lebih nyata pengaruhnya pada arteriosklerosis arteri perifer dari ekstremitas, kelainan ini mengenai 80-90% lelaki. Perempuan premenopause jarang terkena, tetapi pasca menopause, kejadiannya meningkat walaupun tidak ada perbedaan rasio antara lelaki dan perempuan. Gangren bisa timbul dalam keadaan lain yang tidak menunjukkan penyakit oklusi arteri kronis. Frossbite bisa menyebabkan gangrene jari atau bagian ekstremitas lebih proksimal. Gangrene pada pasien diabetes mellitus bisa melibatkan jari kaki, bagian depan kaki atau keseluruhan bagian kaki. Walaupun penyakit arteri kronis bisa menyokong gangrene diabetes, namun neuropati, trauma ringan, dan infeksi invasif yang tidak terkendali bisa menyebabkan gangrene luas, walaupun ada sirkulasi besar yang utuh. Sayangnya banyak pasien diabetes mellitus yang menderita gangrene luas karena infeksi yang tidak dikenal dari luka pada jari kaki, celah interdigital atau telapak kaki. Infeksi plantaris profunda bisa sulit dikenal secara klinis dan bisa menyebabkan trombosis sekunder pada arteri plantaris atau digitalis, dengan akibat nekrosis jaringan luas. Karena alasan ini, semua pasien diabetes mellitus harus diinstruksikan untuk memperhatikan kebersihan kaki dan harus cepat diterapi untuk robekan apapun. Koagulasi intravaskular diseminata bisa menyebabkan oklusi akut mikrovaskularisasi di dalam jari dan ekstremitas distal dengan akibat gangrene simetris. Ini bisa disebabkan oleh sejumlah keadaan, seperti septikemia, syok, dan embolisme cairan amnion. Sebab lain gangrene ekstremitas bawah digital simetris progresif adalah sindrom curah jantung rendah. Pada pasien tersebut terjadi penurunan perfusi ekstremitas distal. Penyebab gangrene lainnya yang tidak berhubungan dengan penyakit oklusi kronik mencakup thrombosis vena profunda karena kompresi lama pada ekstremitas, terutama pada pasien koma, trauma, atau kelebihan dosis obat. Penyebab Trombosis Gangguan pada arteri Gangguan pada Vena Gangguanpada Darah/Trombosit Aterosklerosis Operasi (umum) Sindrom anti fosfolipid Merokok Hipertensi Diabetes Mellitus Kolesterol LDL Hipertrigliserida Riwayat Trombosis pada keluarga Gagal jantung kiri Kontrasepsi oral Estrogen Lipoprotein Polisitemia Sindrom hiperviskositas Sindrom leukositosis Operasi ortopedi Artroskopi Trauma Keganasan Imobilisasi Sepsis Gagal jantung kongestif Sindrom Nefrotik Obesitas Varicose vein Sindrom pascaflebitis Kontrasepsi oral Estrogen Resistensi protein C (factor V Leiden) Sticky platelet syndrome Gangguan protein C Gangguan protein S Gangguan antitrombin Gangguan heparin kofaktor II Gangguan plasminogen Gangguan plasminogen activator inhibitor Gangguan factor XII Disfibrinogenemia Homosistenemia
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi Edmonds dari King's College Hospital London, klasifikasi Liverpool yang sedikit lebih ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, dan juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks tetapi juga lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetes. Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot (Klasifikasi PEDIS 2003).
Klasifikasi lesi kaki diabetik juga dapat didasarkan pada dalamnya luka dan luasnya daerah iskemik yang dimodifikasi oleh Brodsky dari klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner, yaitu:
Gas gangren terjadi akibat infeksi oleh bakteri klostridium, yang merupakan bakteri anaerob (tumbuh bila tidak ada oksigen). Selama pertumbuhannya, klostridium menghasilkan gas sehingga infeksinya disebut gas gangren. Gas gangren biasanya terjadi di bagian tubuh yang mengalami cedera atau pada luka operasi. Sekitar 30% kasus terjadi secara spontan. Bakteri klostridium menghasilkan berbagai macam racun, 4 diantaranya (alfa, beta, epsilon, iota) menyebabkan gejala-gejala yang bisa berakibat fatal. Selain itu, terjadi kematian jaringan (nekrosis), penghancuran sel darah (hemolisis), vasokonstriksi dan kebocoran pembuluh darah. Racun tersebut menyebabkan penghancuran jaringan lokal dan gejala-gejala sistemik. PATOFISIOLOGI Penyakit arteri oklusif dapat disebabkan oleh proses degenerative, seperti arteriosklerosis, atau proses radang, seperti pada endangitis obliterans (Winnewarter Burger). Penyakit sumbatan arteri adalah gangguan aliran arteri yang kronik yang sering ditemukan dan biasanya memerlukan tindakan bedah. Penggolongan biasanya ditentukan berdasarkan letak dan luasnya sumbatan, serta ukuran arteri. Beratnya insufisiensi aliran darah di arteri ekstremitas bawah dibedakan dalam stadium menurut Fontaine. Pada stadium I, perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri. Pada stadium II, perfusi otot tidak memadai pada aktivitas tertentu. Timbulnya klaudikasio intermiten, yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah yang timbul ketika berjalan memaksa atau penderitanya berhenti berjalan. Nyeri hilang bila penderita istirahat. Gejala ini mengurangi penggunaan otot sehingga sehingga jarak tempuh dalam jalan terbatas. Pada stadium III, perfusi sudah tidak memadai saat istirahat. Pada stadium IV, telah terjadi iskemia yang mengakibatkan nekrosis , kelainan trofik kulit, atau gangguan penyembuhan lesi kulit.
Stadium Fontaine untuk insufisiensi sirkulasi Stadium Tanda dan Gejala I Asimtomatik atau gejala tidak khas II Klaudikasio intermiten (sehingga jarak tempuh memendek) III Nyeri saat beristirahat IV Manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (sekresi, ulkus)
Perubahan struktur yang terjadi dalam lapisan intima dan media menyebabkan penebalan yang menonjol ke arah lumen berupa ateromatosis. Kadang-kadang disertai endapan kapur. Aterosklerosis ini menyebabkan terjadinya ketidakrataan pada permukaan lapisan sebelah dalam arteri, maka aliran lameler akan berubah menjadi turbulen, sehingga dengan mudah dapat terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh lumen pembuluh darah akan tersumbat dan bila aliran kolateral tidak cukup, akan terjadi iskemia. Pada iskemia ringan akan terlihat gejala klaudikasio intermiten sewaktu bekerja atau apabila di sebelah distal dari kelainan di vascular ini mengalami luka, maka akan terjadi penyembuhan yang lambat sedangkan pada kekurangan aliran darah yang parah akan terjadi gangrene. Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki sehingga terjadi kalus ditempat itu. Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya sinyal terhadap rasa sakit (mati rasa) setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma, sehingga penderita mengalami cedera Tanpa disadari, akibatnya kalus yang sudah terbentuk berubah menjadi ulkus yang bila disertai infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan gangren. Neuropati motorik mengawali terjadinya kelemahan otot dan atrofi otot di ekstremitas. Hilangnya mekanisme vaskuler yang normal akibat angiopati diabetik dan gangguan regulasi termal menyebabkan vena membengkak dan selanjutnya menyebabkan terjadinya ulkus. Bila ulkus disertai infeksi akan mempermudah terjadinya disfungsi outonom (neuropati outonom) yang selanjutnya akan mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit akan kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh yang selanjutnya mudah mengalami nekrosis. Dalam kasus dimana sumbatan pada arteri yang mendadak tidak menyebabkan gangrene, gangguan sirkulasi arteri seperti kedinginan, klaudikasio intermiten dan hipertensi dapat jadi menetap. Sering terjadi kesalahan dimana denyut nadi dari arteri yang terlibat tidak diperhatikan, seperti juga pada orang yang sesak nafas tapi jantungnya tidak diperiksa. Tempat sumbatan arteri adalah distal dari denyutan nadi yang masih teraba. Penurunan suhu kulit dan pucat adalah khas untuk sumbatan arteri. Berkurangnya atau hilangnya kekuatan motorik dan sensorik biasanya distal dari garis perubahan suhu. Sistem vena tepi di daerah ini kosong, jadi berlainan dengan gambaran yang ada pada tromboflebitis akut. Cara yang tepat untuk menentukkan tempat sumbatan adalah dengan arteriografi. Iskemia akut pada tungkai bawah yang disebabkan oleh thrombus atau emboli biasanya terjadi sekunder pada arteri yang sebelumnya sudah menyempit oleh aterosklerosis. Pada fase permulaan agak sulit untuk membedakan emboli dan thrombus. Berkurangnya aliran darah akan menyebabkan perubahan organic, karena unsure fungsional hilang atau berkurang. Inlah sebabnya diperlukan pengobatan segera, baik secara pembedahan atau medis pada penderita sumbatan arteri akut, karena penundaan akan mengakibatkan meluasnya trombosis. Sebelum terjadinya gangrene, akan terbentuk bula lebih dulu. Menurut Malan (1963) terdapat perubahan-perubahan pada sumbatan total sebagai berikut : a. Jaringan saraf akan mulai berdegenerasi sesudah kira-kira 6 jam lewat. Lewat 12 jam sampai 24 jam, kelainan sudah ireversibel. b. Lewat 6 jam, terjadi kerusakan sel-sel endotel. Sesudah 12 jam tunika media akan membengkak dan sesudah 24 jam mulai berdegenerasi. c. Jaringan otot lebih cepat lagi mengalami degenerasi, yakni sesudah 12 jam dan lewat dari 24 jam menjadi ireversibel. d. Sesudah 10 jam akan terlihat perubahan pada kulit, antara 10-20 jam lapisan basal akan terlepas. Nekrosis kulit terjadi antara 24-48 jam dan dengan ini perubahan-perubahan sudah irreversible. Bila sirkulasi membaik kembali, maka tergantung dari lamanya iskemia ini, akan dapat terjadi perbaikan yang sempurna atau tidak. Kemungkinan hidup atau berfungsi kembali anggota yang terlibat setelah perbaikan dari sumbatan arterinya yang akut adalah 90%, dan hasil pengobatan secara nyata berhubungan dengan ada atau tidaknya iskemia lanjut. Yang menentukan indikasi operasi adalah keadaan anggota badan yang terlibat dan bukan lamanya sumbatan. Kematian pada sumbatan arteri yang mendadak masih tetap tinggi, tetapi tidak berhubungan dengan tindakan bedah, biasanya ini disebabkan oleh kelainan kardiovaskuler yang telah ada sebelumnya.
TANDA DAN GEJALA Perasaan nyeri yang akut pada daerah sumbatan merupakan gejala pertama, sedangkan perasaan mati rasa, dingin dan seperti ditusuk-tusuk distal dari sumbatan adalah gejala utama. Kelemahan otot sampai kelumpuhan dapat terjadi. Tidak diketahui dengan pasti keterangan dari gejala yang berbeda ini, mungkin sekali erat hubungannya dengan luas sumbatan, faal dari system kolateral yang adekuat dan derajat spasme arteri. Bila misalnya kita berikan vasodilatan segera setelah terjadi sumbatan, maka gejala tadi dapat dihilangkan dengan cepat. Tanpa pengobatan khusus biasanya gejala utama akan hilang dalam 24-72 jam. Berhentinya gejala- gejala menunjukkan penyembuhan sementara atau terjadinya gangrene. Gejala-gejala gangrene tergantung pada lokasi dan penyebab gangrene tersebut. Jika yang terlibat adalah kulit atau gangrene yang dekat dengan kulit, gejalanya termasuk: Perubahan warna (biru atau hitam; merah atau perunggu jika daerah yang terkena di bawah kulit) Bau busuk Mati rasa di daerah tersebut Jika yang terkena di organ tubuh bagian dalam (seperti gangrene kantong empedu atau gangrene gas), gejalanya: Demam Gas dalam jaringan bawah kulit Perasaan sakit Tekanan darah rendah Persisten atau nyeri berat Gangren kering : - Pada tahap awal, rasa sakit pada saat palpasi, kusam - Daerah yang terkena menjadi dingin dan mati rasa - Awalnya daerah yang terkena menjadi merah - Kemudian berubah menjadi coklat - Akhirnya menjadi hitam dan keriput (akibat pembentukan sulfide besi dan Hb terurai) Gangrene basah atau lembab: - Daerah yang terkena menjadi bengkak dan meluruh - Rasa sakit - Perdarahan local - Menghasilkan bau busuk - Menjadi hitam - Demam Gas gangrene: - Luka terinfeksi - Warna coklat-merah atau berdarah pada cairan jaringan yang terkena - Gas yang dihasilkan oleh clostridia dapat menimbulkan krepitasi saat ditekan - Bengkak - Nyeri pada daerah yang terkena sangat parah - Demam, denyut nadi meningkat, dan bernapas cepat jika racunnya menyebar ke aliran darah Infeksi klostridium juga menyebabkan kulit teraba hangat dan bengkak. Infeksi bisa menyebar luas di bawah kulit, sering membentuk bula (lepuhan besar berisi cairan). Cairannya berwarna coklat dan berbau busuk. Gejala sistemik muncul pada awal terjadinya infeksi, berupa demam, berkeringat dan kecemasan. Jika tidak diobati, bisa terjadi sindroma yang menyerupai syok, yaitu penurunan tekanan darah (hipotensi), gagal ginjal, koma dan kematian. Seringkali penderita diabetes dating memeriksakan diri karena adanya koreng yang menahun atau peradangan pada kuku kaki. Ada 2 bentuk peradangan diabetes pada kaki: 1. Kaki neuropatik Panas Pulsasi besar Sensorik menurun Warna kemerahan Komplikasi : kalus, koreng tidak sakit, gangrene jari, charcots joint , edema neuropatik 2. Kaki neuroiskemia Dingin Pulsasi tidak ada Sensorik biasanya ada Pucat bila diangkat Merah bila digantung Komplikasi: klaudikasio, koreng sakit, gangrene jari, rest-pain DIAGNOSIS Diagnosis dapat dilihat dari pemeriksaan fisik. Selain itu, tes dan prosedur berikut dapat digunakan untuk mendiagnosia gangrene: Arteriogram (X-Ray khusus untuk melihat sumbatan di pembuluh darah) untuk membantu dalam merencanakan pengobatan untuk penyakit pembuluh darah. Blood test (Leukosit mungkin tinggi) CT-scan untuk memeriksa organ dalam Kultur jaringan atau cairan luka untuk identifikasi bakteri Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari sel mati Sinar X Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan tipe angiopati dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau makroangiopati, sifat obstruksi, dan status vaskuler. Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga sebagai gangren panas karena walaupun terjadi nekrosis, daerah akral akan tampak tetap merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Bila sumbatan terjadi secara akut, emboli akan memberikan gejala klinis berupa 5P, yaitu Pain, Paleness, Paresthesia, Pulselessness dan Paralisis dan bila terjadi sumbatan secara kronis, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari Fontaine, yaitu Pada stadium I; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan), stadium II; terjadi klaudikasio intermiten, stadium III; timbul nyeri saat istirahat dan stadium IV; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Koreng neuropatik biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau penekanan pada ujung tulang metatarsal. Nekrosis terjadi di bawah kalus yang kemudian membentuk rongga berisi cairan serous dan bila ini pecah akan terjadi koreng yang sering diikuti oleh infeksi sekunder. Streptokokus bekerja sama dengan stafilokokus membentuk toksin yang dapat menyebabkan trombosis arteri jari dengan akibat nekrosis jari yang terlihat. Juga peranan organik anaerob juga besar sekali yang bekerja secara sinergistik dalam pembentukan gas dan akhirnya gangrene. Jaringan kalus harus dikupas dulu dengan scalpel untuk memperlihatkan dasar koreng dan mempermudah drainase cairan yang ada. Berikutnya mengambil contoh cairan koreng untuk pemeriksaan bakteriologik, dan pemberian antibiotic sesuai hasil yang didapat. Koreng seperti ini dapat berobat jalan, tetapi bila ada selulitis pasien harus segera dirawat di rumah sakit karena ada ancaman gangrene pada tngkai tersebut. Diagnosis gas gangrene dapat ditegakkan berdasarakan gejala-gejala dan pemeriksaan fisik (adanya udara di dalam jaringan bisa dirasakan/krepitasi). Foto rontgen bisa menunjukkan adanya gas di bawah kulit. CT dan MRI bisa membantu menentukan jumlah gas dan luasnya kerusakan jaringan. Cairan dari luka dibiakkan di laboratorium untuk memperkuat penyebabnya adalah klostridium. PENATALAKSANAAN Gangren memerlukan evaluasi darurat dan perawatan. Secara umum, jaringan mati harus dibuang untuk penyembuhan jaringan hidup di sekitarnya dan mencegah infeksi lebih lanjut. Tergantung pada daerah yang memiliki gangren, kondisi secara keseluruhan orang tersebut, dan penyebab gangren, pengobatan meliputi: - Amputasi bagian tubuh yang memiliki gangren - Operasi untuk menemukan dan membuang jaringan mati - Operasi untuk meningkatkan pasokan darah ke daerah tersebut - Operasi berulang untuk menghilangkan jaringan mati (debridement) - Pengobatan di ICU (untuk pasien sakit parah) Diagnosis dini dan tindakan segera. Mengingat akan terjadinya perubahan organik di bagian tubuh yang terlibat iskemia, maka gejala klinik yang biasanya tidak sukar untuk dikenal, sudah cukup bagi kita untuk memulai pengobatan yang adekuat. Dalam hal ini arteriografi hanya diperlukan pada kasus yang masih diragukan kebenaran diagnosisnya. Setelah anggota badan yang terlibat diistirahatkan, maka perlu diberikan obat analgetika, lebih-lebih pada penderita dengan kelainan jantung. Mengurangi spasme, pemberian vasodilatan serta kalau perlu melumpuhkan n.simpatikus harus dipertimbangkan. Fasiotomi juga harus dipertimbangkan. Pemberian antikoagulan penting dalam usaha kita untuk mencegah meluasnya sumbatan pada arteri. Heparin lebih baik diberikan dalam taraf akut, sesudah itu secara berangsur-angsur diganti dengan salah satu derivate coumarin yang diberikan per oral. Beberapa ahli mempunyai pendapat diberikan heparin selama 5 hari sebanyak 20.000 U.I per 24 jam, sedangkan derivate coumarin diberikan terus sampai beberapa minggu setelah mobilisasi, dan kemudian berangsur-angsur dihentikan kecuali kalau ada indikasi lain. Di sini harus ada kontrol yang teliti untuk mencegah komplikasi perdarahan. Tindakan bedah dilakukan bila pengobatan secara konservatif tidak efektif dalam memperbaiki sirkulasi dalam waktu 6-12 jam sesudah terjadinya sumbatan. Bekuan darah dikeluarkan melalui arteriotomi baik dari bagian distal maupun proksimal memakai kateter dari Fogarty yang ada balon di ujungnya. Dan ini dikatakan berhasil baik bila pasca bedah terlihat atau teraba denyut sebelah distal dari daerah sumbatan tadi. Fasiotomi adalah suatu tindakan dekompresi dengan membuka kompartemen fasial yang tertutup, maka untuk mencegah terganggunya fungsi otot, saraf dan pembuluh darah serta jaringan lunak lainnya yang berada dalam kompartemen tersebut. Caranya adalah dengan melakukan insisi anterolateral dan posteromedial. Bila ekstremitas yang bersangkutan sangat bengkak, maka fasiotomi dilanjutkan dengan melakukan insisi kulit di sepanjang kompartemen tersebut (fasiotomi dan dermotomi). Fasiotomi dikerjakan pada sindrom kompartemen yang akut, tetapi dapat pula berupa pencegahan misalnya pada pasca operasi trauma vaskuler dengan waktu iskemia lebih dari 6 jam. Dalam hal ini fasiotomi dilakukan distal dari lokasi lesi vaskuler. Pada penderita usia lanjut dengan bermacam faktor kendala sudah cukup baik hasilnya jika keutuhan ekstremitas yang sakit dapat dipertahankan, terlepas dari fungsi yang membaik atau tidak. Waktu yang paling lambat untuk menunda suatu operasi disepakati selama 12 jam. Pedoman yang dapat dipakai untuk menentukan apakah ekstremitas dapat dipertahankan atau tidak adalah derajat iskemia lokal yang terjadi. Pemakaian enzim trombolitik seperti streptokinase pada sumbatan arteri akut sebaiknya dicoba bila belum terlambat sesuai usia lanjut. Bila dipakai secara sistemik atau hanya pada satu ekstremitas saja bersamaan dengan pemberian heparin seperti pada penyakit koroner akut. Terapi trombolitik akan membuka lesi yang menyebabkan oklusi akut itu, dan dengan demikian mempersiapkan pasien untuk terapi revaskularisasi yang definitif.
Bentuk Rekonstruksi Vaskuler: Di antara tiga bentuk operasi rekonstruksi yang dilakukan yaitu tromboendarterektomi, pintasan (by pass) dengan vena autogen atau dengan memakai graft sintesis, yang paling sering dilakukan adalah kombinasi trombo-endarterektomi dengan pintasan memakai vena autogen. Pilihan bentuk dan macam rekonstruksi yang dilakukan sebetulnya tergantung dari keadaan lesi vaskuler dan pengalaman ahli bedahnya. Pada pasien dengan klaudikasio bertambah jelas indikasi operasinya maka bertambah baik hasil operasinya , begitu juga sebaliknya bertambah kecil indikasi operasi, maka bertambah baik hasil yang didapat dengan terapi obat vasoaktif. Akhir-akhir ini didapat kesan bahwa baik latihan jasmani yang terkontrol, maupun PTA memberikan hasil yang lebih baik dari pentoxyflylline pada perawatan klaudikasio. Jadi anjuran yang baik untuk memperbaiki kualitas hidup dengan cara memperpanjang jarak klaudikasio, bersamaan dengan obat vasoaktif.
Amputasi Indikasi : Ekstremitas nonviable yang telah terjadi infeksi Cedera vaskular yang tidak dapat diperbaiki disertai iskemia yang irreversible (traumatic atau non traumatic) Adanya kanker Pasien lanjut usia dengan infeksi yang tidak dapat diperbaiki dengan terapi pembedaham vaskuler.
Tipe amputasi : Toe : Gangren, osteomyelitis distal sampai proximal interphalangeal joint (PIP) tanpa selulitis proksimal, nekrosis, atau edema. Transmetatarsal : Untuk nekrosis pada level antara insisi transmetatarsal dan PIP, biasanya pada nekrosis interdigital. Syme : Amputasi dari bagian bawah tibia dan fibula. Below-knee Amputation : Jika iskemia sampai ke maleolus. Kontraindikasi bila gangrene mencapai bagian atas lutut, atau pasien mempunyai kontraktur pada panggul atau lutut. Above knee amputation : Untuk gangrene di atas BK level Hip disarticulation : Gangren proksimal, tumor, atau adanya trauma ekstensif. Upper extremity amputations : Biasanya dilakukan pada trauma atau tumor.
Debridemen Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu - debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridement bedah. - Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. - Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisiskan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin. - Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. - Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik. - Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk : 1. mengevakuasi bakteri kontaminasi, 2. mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan, 3. Menghilangkan jaringan kalus, 4. mengurangi risiko infeksi lokal.
Ulkus di kaki yang mengarah ke amputasi kaki merupakan komplikasi PAOD pasien DM. angka amputasi sekitar 1% dari penderita DM diatas usia 65 tahun. Untuk memakasimalkan keselamatan tungkai, ada beberapa peraturan yang kita perhatikan, yaitu debridement dan melakukan drainase yang adekuat dan sedini mungkin jika ada infeksi, kontrol infeksi sistemik dan gula darah, nilai penyakit oklusif akibat aterosklerotik jika terdapat neruropati, infeksi atau keduanya hadir, tentukan status arteri kaki bahkan jika arteri tibialis oklusi, kembalikan perfusi maksimal ke distal kaki dengan rekonstruksi, cari, drainase dan debridement infeksi residual dan nekrosis dan lakukan tatalaksana awal pada luka terbuka dengan kasa basah dan hindari beban pada tungkai tersebut. Indikasi amputasi tungkai bawah pada PAOD, masih belum ada persetujuan diantara para ahli, namun sebagian besar dokter bedah sepakat bahwa nekrosis yang luas pada tumit dan punggung kaki adalah prediktor yang buruk untuk melakukan penyelamatan tungkai. Tujuan amputasi ekstremitas bawah adalah membuang semua jaringan mati dan jaringan yang sakit, mengoptimalkan fungsi residual ekstremitas bawah dan meminimalisir morbiditas operasi. Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap kelainan kaki. Pengelolaan terhadap kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/ gangrene diabetik yang sudah terjadi). Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan kaki diabetik juga menderita malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat. Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat melindungi. Penyuluhan merupakan cara yang sangat penting, harus dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dengan penyandang DM, dan harus selalu diingatkan kembali tanpa bosan. Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan mengguna- kan sepatu, hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu atau sandal dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi risiko terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan langsung yang dapat memberi beban pada telapak kaki. Pada penderita diabetes mellitus dengan gangguan penglihatan sebaiknya memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki putih dapat memperlihatkan adanya luka dengan mudah.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus adalah kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko terjadinya kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar.
Edukasi tentang pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta penggunaan alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat penderita datang untuk kontrol.
Kaidah pencegahan kaki diabetik, yaitu setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga menuntut perhatian penuh, penderita dan keluarganya harus sadar akan penyulit berat pada tungkai, kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering setiap kali mandi, kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya; dapat dengan menggunakan cermin, kaki harus dilindungi dari kedinginan; pakai kaus kaki, kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api, sepatu harus diperiksa setiap hari, sepatu harus cukup lebar dan pas, dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat, kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan, alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari, kuku dipotong secara lurus, modifikasi faktor resiko terkait aterosklerosis seperti berhenti merokok dan pengendalian terhadap hiperglikemia, hipertensi dan dislipidemia. Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan. Pada tingkat 0, penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy) atau dengan pembenahan deformitas. Pada tingkat 1 memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban. Pada tingkat 2 memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti. Pada tingkat 3, memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur. Pada tingkat 4 biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau amputasi seluruh kaki. Terapi bedah dilakukan jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek dengan prosedur endovascular-PTCA. Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik. Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi jaringan luka pada kaki diabetes sebagai terapi ajuvan tetapi masih banyak kendala untuk menerapkannya secara rutin. Perawatan luka (wound control) sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Tindakan debridement yang adekuat merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum menilai dan mengklasifikasi luka. Debridement yang baik dan adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian tentu akan sangat mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus/gangrene. Pembalut (dressing) yang mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated dressing, alginate dressing akan bermanfaat pada luka yang masih produktif. Demikian pula hydrophilic fiber dressing atau silver impregnated dressing akan dapat bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Berbagai sarana dan penemuan baru dapat dimanfaatkan untuk wound control seperti dermagraft, apligraft, growth factor, protease inhibitor, dan sebagainya untuk mempercepat kesembuhan luka. Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses selanjutnya yaitu proses granulasi dan kemudian epitelialisasi. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Biasanya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran gram positif dan gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama harus diberikan antibiotik spectrum luas seperti misalnya golongan sefalosporin, dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob seperti misalnya metronidazol. Luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan sempat menyembuh terutama jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan- weight bearing). Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total contact casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts, craddled insoles. Berbagai cara surgical dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy. KOMPLIKASI Komplikasi bergantung pada tempat gangrene berada, banyaknya gangrene, penyebab gangren, dan kondisi secara keseluruhan dari orang tersebut. Komplikasi dapat termasuk: - Cacat dari amputasi atau pengangkatan jaringan mati - Penyembuhan luka lama atau membutuhkan rekonstruksi pembedahan, seperti skin grafting.
PROGNOSIS Prognosis tergantung pada tempat di mana gangrene berada di dalam tubuh, berapa banyak gangrene, dan kondisi secara keseluruhan dari orang tersebut. Jika pengobatan tertunda, gangrene sangat luas, atau orang tersebut memiliki masalah medis lainnya yang signifikan, maka dapat menyebabkan kematian.
PENCEGAHAN Gangren dapar dicegah jika diobati sebelum kerusakan jaringan ireversibel. Luka harus ditangani dengan benar dan diamati dengan cermat untuk tanda-tanda infeksi (seperti kemerahan, bengkak, atau bernanah) atau kegagalan untuk menyembuhkan. Orang dengan diabetes atau penyakit pembuluh darah secara rutin harus memeriksakan kaki mereka bila ada tanda-tanda cedera, infeksi, atau perubahan warna kulit dan mencari perawatan yang diperlukan. Hubungi dokter segera jika: - Luka tidak sembuh atau sering luka di suatu daerah - Bagian kulit berubah menjadi biru atau hitam - Bau busuk pada luka - Rasa sakit terus-menerus di suatu daerah yang tidak dapt dijelaskan tempatnya - Demam yang tedak jelas penyebabnya