Anda di halaman 1dari 15

1

MAKALAH MATA KULIAH AGAMA ISLAM


STATUS ANAK DILUAR NIKAH



DISUSUN OLEH :
LESTARI SUKMA DINULLAH 1302101010163
LISA SYABANIAR 1302101010161
DARA MEILINA HARLENA N 1302101010115
DIAH ANDINI 1302101010089
ALMUNAWATI 1302101010

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2014

2

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
BAB III PENUTUP................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15
















3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak bagi orang tua ketika ia masih hidup dapat dijadikan sebagai
penenang, dan sewaktu ia pulang ke rahmatullah anak sebagai pelanjut dan
lambang keabadian. Oleh karena itu, bagi yang tidak memiliki anak berupaya
untuk mendapatkan anak, bahkan ada pula yang melakukan adopsi.
Anak mewarisi tanda-tanda kesamaan orang tua, termasuk juga ciri-
ciri khas, baik maupun buruk, tinggi maupun rendah. Dia adalah belahan
jantungnya dan potongan dari hatinya. Dengan mempertimbangkan
kedudukan anak ini, Allah pun mengharamkan zina dan mewajibkan kawin,
demi melindungi nasab, sehingga air tidak tercampur. Anak pun bisa dikenal
siapa ayahnya dan ayah pun dapat mengenal siapa anaknya. Dengan
perkawinan, seorang isteri menjadi hak milik khusus suami dan dia dilarang
berkhianat kepada suami, atau menyiram tanamannya dengan air orang lain
dan begitu pula sebaliknya.
Kaitannya dengan keterangan di atas, penulis mencoba menguraikan
sedikit tentang status anak di luar nikah, diantaranya tentang perbuatan zina
dan status hukum terhadap anak hasil zina. Begitu pentingnya eksistensi anak
dalam kehidupan manusia, maka Allah SWT mensyariatkan adanya
perkawinan. Pensyariatan perkawinan memiliki tujuan antara lain untuk
berketurunan (memiliki anak) yang baik, memelihara nasab, menghindarkan
diri dari penyakit dan menciptakan kaluarga yang sakinah.

1.2 Tujuan Makalah
Menambah pengetahuan tentang status anak di luar nikah.
Mengetahui bagaimana posisi anak di luar nikah dalam pandangan
masyarakat.



4

1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana status anak yang lahir di luar nikah?
Bagaimana posisi anak yang lahir di luar nikah dalam pandangan
masyarakat?



















5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Dasar Hukum
Jika diteliti secara mendalam, Kompilasi Hukum Islam tidak
menentukan secara khusus dan pasti tentang pengelompokan jenis anak,
sebagaimana pengelompokan yang terdapat dalam Hukum Perdata Umum.
Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan tentang kriteria anak sah
(anak yang dilahirkan dalam ikatan perkawinan yang sah), sebagaimana yang
dicantumkan dalam Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi bahwa
anak yang sah adalah :
1. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah.
2. Hasil pembuahan suami isteri yang diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri
tersebut
Juga dikenal anak yang lahir diluar perkawinan yang sah, seperti yang
tercantum dalam Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam bahwa anak yang lahir
diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan
keluarga ibunya .
Disamping itu dijelaskan juga tentang status anak dari perkawinan
seorang laki-laki dengan perempuan yang dihamilinya sebelum pernikahan.
Sebagaimana yang tercantum pada Pasal 53 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam
:
Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak
diperlukan perkawinan setelah anak yang dikandung lahir
Begitu juga dalam Pasal 75 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam
dijelaskan tentang status anak dari perkawinan yang dibatalkan, yang
6

berbunyi keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap
anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut
Sedangkan dalam Pasal 162 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan
tentang satus anak Lian (sebagai akibat pengingkaran suami terhadap janin
dan/atau anak yang dilahikan isterinya). Dengan demikian, jelas bahwa
Kompilasi Hukum Islam tidak mengelompokkan pembagian anak secara
sistematis yang disusun dalam satu bab tertentu, sebagaimana
pengklasifikasian yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 1974. Dalam
Pasal 42 Bab IX UU Nomor 1 Tahun 1974 tersebut dijelaskan bahwa anak
yang sah adalah anak yang dilahirkan dan atau sebagai akibat perkawinan
yang sah . Yang termasuk dalam kategori Pasal ini adalah :
1. Anak yang dilahirkan oleh wanita akibat suatu perkawinan yang sah.
2. Anak yang dilahirkan oleh wanita didalam ikatan perkawinan dengan
tenggang waktu minimal 6 (enam) bulan antara peristiwa pernikahan
dengan melahirkan bayi.
3. Anak yang dilahirkan oleh wanita didalam ikatan perkawinan yang
waktunya kurang dari kebiasaan kehamilan tetapi tidak di ingkari
kelahirannya oleh suami.
Karena itu untuk mendekatkan pengertian anak diluar nikah akan
diuraikan pendekatan berdasarkan terminology yang tertera didalam kitab
fiqh, yang dipadukan dengan ketentuan yang mengatur tentang status anak
yang tertera dalam Pasal- Pasal UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi
Hukum Islam. Hasanayn Muhammad Makluf membuat terminology anak
zina sebagai anak yang dilahirkan sebagai akibat hubungan suami isteri yang
tidak sah.
Hubungan suami isteri yang tidak sah sebagaimana dimaksud adalah
hubungan badan (senggama/wathi) antara dua orang yang tidak terikat tali
pernikahan yang memenuhi unsur rukun dan syarat nikah yang telah
ditentukan.
7

Meskipun istilah anak zina merupakan istilah yang populer dan
melekat dalam kehidupan masyarakat, namun Kompilasi Hukum Islam tidak
mengadopsi istilah tersebut untuk dijadikan sebagai istilah khusus
didalamnya.
Hal tersebut bertujuan agar anak sebagai hasil hubungan zina, tidak
dijadikan sasaran hukuman sosial, celaan masyarakat dan lain sebagainya,
dengan menyandangkan dosa besar (berzina) ibu kandungnya dan ayah alami
(genetik) anak tersebut kepada dirinya, sekaligus untuk menunjukan identitas
islam tidak mengenal adanya dosa warisan. Untuk lebih mendekatkan makna
yang demikian , Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 hanya bilamana
ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan kelahiran anak itu
akibat dari perbuatan zina tersebut.
Dalam Kompilasi Hukum Islam kalimat yang mempunyai makna
anak zina sebagaimana defenisi yang dikemukakan oleh Hasanayn diatas,
adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah sebagaimana yang
terdapat pada Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam, yang menyebutkan bahwa
anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab
dengan ibunya dan keluarga ibunya
Semakna dengan ketentuan tersebut, Pasal 186 Kompilasi Hukum
Islam menyatakan :
anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
saling mewarisi dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya
Berdasarkan defenisi dan pendekatan makna anak zina di atas, maka
yang dimaksudkan dengan anak zina dalam pembahasan ini adalah anak
yang janin/pembuahannya merupakan akibat dari perbuatan zina, ataupun
anak yang dilahirkan diluar perkawinan, sebagai akibat dari perbuatan zina.
Pendekatan istilah anak zina sebagai anak yang lahir di luar
perkawinan yang sahberbeda dengan pengertian anak zina yang dikenal
8

dalam Hukum Perdata umum, sebab dalam perdata umum, istilah anak zina
adalah anak yang dilahirkan dari hubungan dua orang, laki-laki dan
perempuan yang bukan suami isteri, dimana salah seorang atau keduanya
terikat tali perkawinan dengan orang lain. Karena itu anak diluar nikah yang
dimaksud dalam hukum perdata umum adalah anak yang dibenihkan dan
dilahirkan diluar perkawinan dan istilah lain yang tidak diartikan sebagai
anak zina.
Perbedaan anak zina dengan anak luar kawin menurut Hukum Perdata
adalah :
1. Apabila orang tua anak tersebut salah satu atau keduanya masih terikat
dengan perkawinan lain, kemudian mereka melakukan hubungan seksual
dan melahirkan anak, maka anak tersebut adalah anak zina.
2. Apabila orang tua anak tersebut tidak terikat perkawinan lain
(jejaka,perawan,duda,janda) mereka melakukan hubungan seksual dan
melahirkan anak, maka anak tersebut adalah anak luar kawin.
Dengan demikian sejalan dengan Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1
Tahun 1974 yang rumusannya sama dengan Pasal 100 KHI, adalah : anak
yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan
ibunya dan keluarga ibunya
Yang termasuk anak yang lahir di luar perkawinan adalah :
1. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang tidak mempunyai ikatan
perkawinan yang sah dengan pria yang menghamilinya.
2. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat korban
perkosaan oleh satu orang pria atau lebih.
3. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang di lian (diingkari) oleh suaminya.
4. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat salah orang
(salah sangka) disangka suaminya ternyata bukan.
9

5. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat pernikahan
yang diharamkan seperti menikah dengan saudara kandung atau
sepersusuan.
Angka 4 dan 5 diatas dalam hukum Islam disebut anak Subhat yang
apabila diakui oleh bapak subhatnya, nasabnya dapat dihubungkan
kepadanya.
2.2 Status Anak Zina
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Muslim dari Aisyah
Rasulullah saw bersabda, Al-waladu li al-firaasyi, walil`aahiri alhajaru
artinya Status (kewalian) anak adalah bagi pemilik kasur/suami dari
perempuan yang melahirkan. Dan bagi pelaku zina (dihukum) batu.1[1]

a. Pengertian Zina dan Status Anak Zina
Perbuatan zina dapat didefinisikan sebagai berikut:

Memasukkan penis (zakar, bhs. Arab) ke dalam vagina (farj, bhs.
Arab) bukan miliknya (bukan istrinya) dan ada unsur syubhat (keserupaan
atau kekeliruan).
Dari definisi zina di atas, maka suatu perbuatan dapat dikatakan zina
apabila sudah memenuhi 2 (Dua) unsur ialah:
1. Adanya hubungan badan (jimak) antara dua orang yang berbeda jenis
kelaminnya.
2. Hubungan badan tersebut bukan sebagai suami isteri yang sah. Tidak ada
keserupaan atau kekeliruan dalam perbuatan hubungan badan tersebut.

Berdasarkan dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa anak zina
adalah anak yang dihasilkan dari hubungan haram yaitu hubungan badan .
antara dua orang laki-laki dan perempuan yang bukan sebagai suami isteri
yang sah.


10

2.3 Status Anak di Luar Nikah Menurut UU
Di dalam UU No 1 th 1974 pasal 43 ayat (1) disebutkan bahwa anak
yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya. Kemudian UU ini dijudicial review oleh
Macicha Mokhtar, sehingga keluarlah putusan Mahkamah Konstitusi pada
tanggal 17 Pebruari 2012 menjadi : Anak yang dilahirkan di luar perkawinan
mempunyai hubungan pedata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta
dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan ayahnya.
Argumentasi yang melandasi keputusan ini antara lain bahwa setiap
anak adalah tetap anak dari kedua orang tuanya, terlepas apakah dia lahir
dalam perkawinan yang sah atau di luar itu dan bahwasanya dia berhak
memperoleh layanan dan tanggung jawab yang sama dalam perwalian,
pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak tanpa diskriminasi. Hal ini
sesuai dengan UU N0 12 tahun 2006 tentang Kewargannegaraan yang
menyangkut hak asasi manusia (HAM).

2.4 Status Anak di Luar Nikah Menurut Islam
Menurut Abu Hanifah, anak mempunyai hubungan darah dengan laki-
laki yang tidur seranjang dengan ibu anak. Bila dilahirkan di luar perkawinan
maka menurut Abu hanifah anak tersebut meski tidak memiliki hubungan
nasab dengan ayah biologisnya ia tetap menjadi mahram (haram dinikahi)
oleh ayah biologisnya sama dengan mahram melalui pernikahan.( Al-
Qurthubi, Bidayah al--Mujtahid, juz 2 hal. 34).
Dari kitab referensi yang sama, pendapat ini disanggah oleh Syafi`iy
dan Malik yang didukung jumhur ulama, menurut mereka jika anak di
lahirkan kurang dari enam bulan setelah akad nikah maka tidak bisa
dinasabkan kepada ayah yang menikahi ibunya, juga tidak menjadi mahram
dan dengan demikian dia bisa dinikahi ayah tersebut.
Mereka berpedoman pada pendapat Ali bin Abi Thalib ketika
menghentikan rencana khalifah Usman bin Affan menghukum rajam terhadap
11

seorang perempuan atas tuduhan zina yang diadukan suaminya karena sang
isteri melahirkan bayi pada 6 bulan (kurang 9 bulan) dari waktu akad nikah.
Maka Ali menjelaskan kepada Usman bahwa al-Qur`an menyebutkan masa
mengandung dan menyusui bayi adalah 30 bulan seperti yang tertera di dalam
surat Al- Ahqaaf ayat 15, lalu dikaitkan dengan surat al-Baqarah ayat 233
bahwa masa menyusui adalah 2 tahun, ini artinya masa mengandung paling
pendek 6 bulan dan masa menyusui paling panjang 2 tahun. ( Tafsir Al-Alusi,
Surat al Ahqaaf ayat 15) Tegasnya, meskipun si ibu melangsungkan akad
nikah, bila kurang dari 6 bulan sejak pernikahannya itu lalu ia melahirkan
anak, maka sang anak tersebut tidak boleh dinasabkan kepada ayah yang
menikahi ibunya.

2.5 Hukum zina & Hukum nikah mereka
Syariat Islam mengatur hukum kepada pelaku zina dan hukum nikah
dengan mereka? Jawaban sementara: Untuk negara yang menerapkan Hukum
Islam maka pelaku zina dihukum 100 jilid dan terhadap pelaku zina orang
yang pernah nikah (muhshan) dihukum rajam. Orang yang beriman haram
menikah dengan pezina tetapi dibolehkan pernikahan antar mereka para
pezina.
Zina merupakan perbuatan yang diharamkan oleh semua agama dan
bangsa yang beradab, sehingga siapa yang melanggar hukum wajib dihukum.
Sedangkan jika kemudian timbul masalah anak yang lahir dari perbuatan
zina, maka si jabang bayi tidak wajar untuk menanggung derita dampak dari
perbuatan yang melanggar hukum itu.
Dari nash tersebut di atas maka dapat diambil pemahaman bahwa
yang jelas salah ialah kedua manusia yang menyebabkan lahirnya bayi di luar
nikah karena keduanya itulah orang yang melakukan delik pidana (jarimah)
melanggar Hukum Allah dan semua hukum manusia mereka itu harus
dihukum.



12

Allah berfirman dalam Al-Quran S.24-An-Nur 2:


( 2 )

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah,
jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-
orang yang beriman(S.24 An-Nur 2).
Menurut Hukum Islam kedua orang yang berbuat zina itu wajib
dihukum, 100 jilid terhadap mereka yang belum nikah, hukum rajam
dilempari batu sampai mati, atas mereka yang pernah nikah.

2.6 Hukum Anak di luar nikah
Bagaimana status hukum anak yang lahir di luar nikah alias anak
zina? Jawaban sementara: Seluruh anak Adam itu ketika dilahirkan oleh
ibunya adalah dalam keadaan fitrah yang suci, maka anak yang lahir di luar
nikah yang sah hukumnya tidak bersalah dan dia mempunyai hak yang sama
dengan anak dari pernikahan yang sah. Oleh karena kedua pelaku zina laki-
laki dan perempuan itu telah berbuat melanggar hukum maka keduanya
wajib dihukum dengan semestinya.
Tetapi masalahnya ialah bagaimana status anak yang lahir di luar
nikah? Sebetulnya masalah ini menyangkut juga kepada Nikah Fasid, nikah
yang tidak sah, nikah Mutah dan nikah dengan orang kafir, nikah yang
ditengah jalan yang nersangkutan murtad, berubah agama serta nikah yang
diharamkan oleh Allah. Hanya saja masalah yang lebih berat dan musykil
ialah anak yang lahir dari zina oleh bapak zina dengan ibu zina. Allah sudah
memberikan asas yang sangat mendasar bahwa seluruh bayi manusia itu
dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan fitrah yang suci, mencakup semua
bayi orang Islam, orang kafir bahkan anak zina dari bapak-ibu zina.
13




















14

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak zina adalah anak yang lahir akibat hubungan intim yang
dilakukan tanpa adanya hubungan yang sah (bukan suami istri). Secara
personaliti, anak tersebut tidak mendapatkan dosa dari perbuatan yang
dilakukan orang tuanya, dan tidak pula berkewajiban ikut menanggung dosa
kedua orang tuanya. Kendati demikian, Islam tetap memandang anak hasil
zina itu tidak secara menyeluruh dapat memiliki hak-hak yang sama terhadap
orang tuanya, sebagaimana yang didapatkan oleh anak yang lahir dari
hubunagn perkawinan yan sah. Sebagai akibat kelahirannya yang melalui
jalan yang diharamkan Islam, dari hak yang tidak bisa diperolehnya adalah
hak nasab dengan bapak biologisnya, dan ketiadannya nasab diantara mereka
berdua.
Hal di atas berakibat terhadap hak-hak yang lain diantaranya tidak
memiliki nasab dengan ayah biologisnya, anak hasil zina tidak diwarisi dan
mewarisi terhadap ayah biologisnya,dikarenakan ketiadaan nasab, ayah
biologisny tidak wajib memberi nafkah kepadanya, ayah biologisnya bukan
mahram bagi anak itu, ayah biologisnya tidak bisa menjadi wali anak itu
dalam pernikahan (jika dia wanita).

3.2 Saran
Layaknya manusia biasa yang penuh dengan kesalahan, tentunya di
dalam makalah yang kami buat memiliki banyak kekurangan pula. Oleh
karena itu kritik dan saran kami harapkan demi membantu kemajuan secara
global.




15

DAFTAR PUSTAKA

http://kerinci.kemenag.go.id/2013/06/22/status-anak-di-luar-nikah-dalam-kompilasi-
hukum-islam/ diakses senin 17 Maret 2014
http://heruafri.blogspot.com/2013/01/status-anak-haram.html diakses senin 17 Maret
2014
http://sadchalis15.wordpress.com/2013/07/15/status-anak-luar-nikah/ diakses senin 17
Maret 2014

Anda mungkin juga menyukai