Anda di halaman 1dari 8

SITOKIN DAN INTERFERON

1. Pengertian Sitokin
Sitokin adalah mediator (berupa protein atau glikoprotein dengan berat molekul 8-80kDa)
yang dihasilkan oleh sel dalam reaksi radang atau imunologik yang berfungsi sebagai isyarat
antara selsel untuk membentuk jaringan komunikasi dalam respon imun. Sitokin tersebut
mempengaruhi peradangan dan imunitas melalui pengaturan pertumbuhan, mobilitas dan
diferensiasi lekosit dan sel-sel jenis lain. Sitokin dapat bersifat autokrin atau berefek pada sel
yang menghasilkannya maupun parakrin atau bekerja pada sel yang berdekatan. Sitokin
bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel , memulai kaskade
yang menyebabkan induksi, dan peningkatan atau penghambatan berbagai respon imun
(Ishartadiati).
Yang termasuk dalam sitokin adalah berbagai interleukin (IL-1, IL-2, dan seterusnya),
interferon (IFN , , dan ), faktor nekrosis tumor (tumour necrosis factor, TNF), faktor
perangsang koloni (colony stimulating factor, CSF), faktor pertumbuhan (growth factor), dan
khemokin (sitokin khemotaktik), dll. Berbagai macam interaksi antar-sitokin, adalah (1)
sinergistik atau antagonistik, beberapa sitokin bekerja secara sinergistik atau secara
antagonistik terhadap suatu aktivitas tertentu; (2) induksi atau inhibisi, beberapa sitokin dapat
menginduksi atau menghambat produksi sitokin yang lain, dalam suatu bentuk sinergi atau
antagonisme berurutan (efek kaskade); (3) regulasi ekspresi reseptor, beberapa sitokin
meregulasi ekspresi reseptornya sendiri maupun reseptor sitokin yang lain (Ishartadiati).
2. CIRI UMUM SITOKIN
1 Diproduksi oleh sel-sel yang terlibat dalam respon imun natural dan respon imun

spesifik.
Merupakan mediator dan regulator respon imun dan inflamatori.
Sekresinya singkat dan terbatas.
- Sitokin tidak disimpan sebagai bentuk pre-molekul.
- Sintesisnya diinisiasi oleh transkripsi gena baru yang hidupnya singkat.
- Produksinya dilakukan jika diperlukan.
Beberapa macam sitokin diproduksi oleh beberapa tipe sel dan beraksi pada berbagai

tipe sel (pleiotropik).


Dalam beberapa kasus, beberapa sitokin mempunyai aksi yang sama (redundan).

2
3

Lihat

Redundansi ini berdasar pada : reseptor untuk sitokin adalah heterodimer

(kadang-kadang heterotrimer) yang dapat dikelompokkan kedalam famili, dimana satu

subunit untuk seluruh anggota. Karena subunit tersebut untuk semua anggota, fungsi
dalam mengikat sitokin dan dalam signal transduksi, maka reseptor satu sitokin
6
7

seringkali dapat merespon sitokin yang lain dalam famili yang sama.
Dapat meningkatkan atau menghambat sintesis sitokin lainnya.
Dapat meningkatkan atau menghambat aksi sitokin lainnya. Efek ini dapat berupa:
antagonis, aditif maupun sinergis. 8. Mengikat reseptor spesifik dengan afinitas yang

tinggi.
8 Mengikat reseptor spesifik dengan afinitas yang tinggi.
9 Sel yang dapat merespon suatu sitokin adalah : autokrin, parakrin dan endokrin.
10 Respon seluler terhadap sitokin, pada umumnya lambat dan memerlukan sintesis
mRNA dan protein baru
3. FUNGSI UMUM SITOKIN
1. Mediator dan regulator imunitas natural
Tumor Necrosis Factor (TNF)
Interleukin-1 (EL-1)
Khemokin-khemokin
Interleukin-10 (IL-10)
Interferon-gamma (IFN-gamma)
2. Mediator dan regulator imunitas spesifik
Interleukin-2 (IL-2)
Interleukin-4 (IL-4)
Interleukin-5 (IL-5)
Interleukin-10 (IL-10)
Interferon-gamma (INF-gamma)
Stimulator hematopoisis
Interleukin-3 (IL-3)
Colony-Stimulating Factors (CSFs)

4. Klasifikasi Sitokin
Klasifikasi Sel Sitokin
Sitokin adalah nama umum, nama yang lain diantaranya limfokin (sitokin yang dihasilkan
limfosit), monokin (sitokin yang dihasilkan monosit), kemokin (sitokin dengan aktivitas

kemotaktik), dan interleukin (sitokin yang dihasilkan oleh satu leukosit dan beraksi pada
leukosit lainnya). Sitokin berdasarkan jenis sel penghasil utamanya, terbagi atas monokin dan
limfokin.
Makrofag sebagai sel penyaji antigen (Antigen Presenting Cell / APC), mengekspresikan
peptida protein Mayor Histocompatibility Complex (MHC) klas II pada permukaan sel dan
berikatan dengan reseptor sel T (Tcr), sel T helper. Makrofag mensekresi Interleukin (IL)-1,
IL-6, IL-8, IL-12, dan TNF-.
Pada sel T terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok sel Th1 memproduksi Interleukin-2 (IL2), Interferon- (IFN- ) dan Limfotoksin (LT). Kelompok sel Th2 memproduksi beberapa
interleukin yaitu IL-4, IL-5, IL-6, IL-10.
Klasifikasi Struktural
Homologi struktural telah mampu membedakan antara sebagian sitokin yang tidak
menunjukkan tingkat redundansi sehingga mereka dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis:
Keempat famili -helix bundel sitokin Anggota memiliki struktur tiga dimensi dengan empat
bundel -heliks. Famili ini dibagi menjadi tiga sub-keluarga subfamily IL-2
subfamili interferon (IFN)
subfamili IL-10
Yang pertama dari ketiga subfamili adalah yang terbesar. Hal itu berisi beberapa nonimunologi sitokin termasuk eritropoietin (EPO) dan thrombopoietin (TPO). Juga, empat
bundel -helix sitokin dapat dikelompokkan menjadi sitokin rantai panjang dan rantai pendek.
Famili IL-1 yang primer termasuk IL-1 and IL-18. Famili IL-17 , yang belum sepenuhnya
ditandai, meskipun sitokin anggota memiliki efek khusus dalam mempromosikan proliferasi
T-sel yang menyebabkan efek sitotoksik

Klasifikasi Fungsional
Sebuah klasifikasi yang terbukti lebih berguna dalam praktek klinis dan eksperimental adalah
pembagian sitokin imunologi ke orang-orang yang meningkatkan respon imun seluler

yaitu tipe 1 (IFN-, TGF-, dll), dan tipe 2 (IL-4, IL-10, IL -13, dll) adalah yang mendukung
respon antibodi.
Fokus utama yang menarik adalah bahwa sitokin dalam salah satu dari dua sub-set cenderung
untuk menghambat dampak yang timbul dari lainnya. Disregulasi dari kecenderungan ini
berperan dalam patogenesis gangguan autoimun.
Beberapa Sitokin inflamasi diinduksi oleh stres oksidan. Fakta bahwa sitokin sendiri memicu
pelepasan sitokin lainnya dan juga menyebabkan stres oksidan meningkat membuat sitokin
berperan penting dalam peradangan proses kronis.
B. INTERFERON
1. DEFINISI INTERFERON
Mekanisme pertahanan antiviral yang paling penting adalah interferon. Interferon adalah
nama yang diberikan karena sifatnya mengganggu (interfere) atau menghambat replikasi virus
saat dirilis oleh sel inang yang terinfeksi. Interferon dikeluarkan dari sel yang terinfeksi virus
dalam hitungan jam setelah serangan virus terjadi, dan konsentrasi tinggi interferon dapat
dicapai dalam beberapa hari secara in vivo, pada saat respon imun primer masih relaktif tidak
efektif (Tizard, 2004).
Interferon merupakan molekul sitokin berupa protein berjenis glikoprotein yang disekresi oleh
sel vertebrata karena akibat rangsangan biologis, seperti virus, bakteri, protozoa, mycoplasma,
mitogen, dan senyawa lainnya. Sitokin (bahasa Yunani: cyto, sel; dan -kinos, gerakan) adalah
sejumlah senyawa organik hasil sekresi sel yang berpengaruh pada sel lain atau berfungsi
sebagai sinyal komunikasi. Sitokin dapat berupa protein, peptida atau glikoprotein. Kata
sitokin biasa digunakan untuk merujuk regulator polipeptida yang disekresi oleh sel pada
semua jenis makhluk hasil embryogenesis (Gilman at al., 2001). Sejarah penemuan interferon
dimulai pada tahun 1954 ketika Nagano dan Kojima menemukannya pada virus di kelinci.
Tiga tahun kemudian Isaacs dan Lindenmann berhasil mengisolasi molekul yang serupa dari
sel ayam dan molekul tersebut disebut interferon (Gilman at al., 2001).
2. klasifikasi Interferon

Tiga tipe utama dari interferon yaitu interferon alfa (IFN- ), interferon beta (IFN- ), dan
interferon gamma (IFN- ).

Interferon alfa (IFN- ), merupakan grup dari setidaknya 16 molekul yang berbeda

yang
diproduksi dari leukosit yang terinfeksi virus
Interferon beta (IFN- ), protein tunggal yang diproduksi dari fibroblast yang

terinfeksi virus
Interferon gamma (IFN- ), lymphokine yang diproduksi dari sel T dan sel NK
(natural killer

cells) setelah terekspos IL-2. Sel T juga dapat memproduksi IFN-

jika terinfeksi virus.


Berat molekul dari interferon pada umumnya ada di kisaran 16,000 25,000 daltons. IFN-
terdapat dalam dua bentuk, dengan berat molekul 20,000 dan 25,000 daltons. IFN- dan IFN stabil pada pH 2, sedangkan IFN- bersifat labil pada pH rendah. Semua tipe interferon
tahan terhadap panas.
3. Mekanisme Kerja Interferon
Interferon memiliki peran penting dalam memerangi infeksi virus RNA.

Interferon

disekresikan ketika sejumlah besar dsRNA (secara abnormal) ditemukan di dalam sel. Peran
dsRNA sendiri adalah sebagai pemicu produksi interferon melalui Toll Like Receptor 3 (TLR
3). Gen yang mengkodekan sitokin ini diaktifkan dalam sel yang terinfeksi, kemudian
interferon disintesa dan disekresikan kepada sel-sel yang terdapat disekitarnya (Tizard, 2004).
Ketika sel mati karena virus RNA dan kemudian mengalami lisis, ribuan virus ini akan
menginfeksi sel-sel terdekat. Sel-sel yang sebelumnya telah menerima interferon akan
memperingatkan sel-sel yang lain akan adanya bahaya virus. Kemudian sel-sel tersebut
akan mulai memproduksi sejumlah besar protein yang dikenal dengan protein kinase R
(PKR). PKR secara tidak langsung diaktivasi oleh dsRNA (sebenarnya oleh 2-5
oligoadenilat, yang diproduksi oleh 2-5 oligoadenilatsintetase yang diaktivasi oleh TLR3)
dan kemudian memulai transfer gugus fosfat (fosforilasi) ke suatu protein yang dikenal
sebagai elF2 (Eukaryotic Initiation Factor 2/ Faktor Inisiasi Translasi Eukariotik). Setelah
fosforilasi, elF2 memiliki kemampuan untuk menginisiasi translasi (memproduksi proteinprotein yang dikodekan oleh seluler mRNA). Kemampuan ini dapat mencegah replikasi virus,
menghambat fungsi ribosom sel normal, dan membunuh baik virus maupun sel inang jika
responnya menjadi aktif untuk waktu yang cukup. Semua RNA di dalam sel juga akan

terdegradasi, mencegah mRNA ditranslasikan oleh elF2, jika beberapa elF2 gagal untuk
difosforilasi.
Interferon dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas penginduksi p53 dalam sel-sel yang
terinfeksi virus, dan meningkatkan produksi dari produk gen p53. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya apoptosis, dan membatasi kemampuan virus untuk menyebar. Meningkatnya level
transkripsi tidak terlihat dalam sel-sel yang tidak terinfeksi, tetapi hanya sel-sel yang
terinfeksi yang menunjukkan peningkatan apoptosis. Transkripsi yang meningkat ini mungkin
berperan untuk mempersiapkan sel-sel yang sesuai sehingga dapat merespon dengan cepat
ketika terjadi infeksi. Ketika p53 diinduksis ehubungan dengan kehadiran virus, ia berlaku
tidak seperti biasanya. Beberapa target gen p53 diekspresikan ketika virus menginfeksi, tetapi
lainnya tidak, terutama untuk yang berespon terhadap kerusakan DNA. Salah satu gen yang
tidak diaktivasi adalah p21, yang dapat mempertahankan hidup sel. Dengan membiarkan gen
ini inaktif, maka akan membantu efek apoptotis. Dengam kata lain, interferon meningkatkan
efek apoptotis dari p53, meskipun tidak mutlak diperlukan. Sel-sel normal mengeluarkan
respons apoptotis yang lebih kuat dari sel-sel tanpa p53.
Selain dengan mekanisme seperti di atas, interferon juga memiliki efek immunomodulator. Di
mana interferon dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh, baik sistem kekebalan alamiah
maupun yang didapat dengan beberapa cara, yakni:
a.

Meningkatkan fagositosis makrofag dan daya sitotoksik sel NK (Natural Killer).

b.

Meningkatkan ekspresi Human Leukocyte Antigen (HLA) pada permukaan sel yang

terinfeksi oleh virus. HLA tersebut bersama antigen virus pada permukaan sel akan dikenali
oleh limfosit T sitotoksik yang kemudian akan menyebabkan lisis sel.
c.

Turut berperan dalam lymphokine cascade dan produksi Interleukin 1, Interleukin 2

d.

Menginduksi produksi Prostaglandin (PGE2) oleh hipotalamus dan menimbulkan

demam.
Interferon- merupakan penggertak yang kuat untuk sistem imun adaptif dan bawaan
(innate). Interferon- diproduksi dalam jumlah besar oleh sel dendritik plasmacytic dan
mengaktifkan sel NK dan menggertak perbedaan monosit menjadi sel dendritik dan juga
kematangan dan aktivitas sel dendritik. Interferon- juga berperan serta dalam peralihan dari
sistem imun non spesifik ke sistem imun spesifik dan mendorong respon sel dari sel T / dan

menggertak memori proliferasi sel T, mengaktifkan sel T nave, dan meningkatkan produksi
antibody (Tizard, 2004).
Interferon dapat meningkatkan sekaligus menghambat fungsi sel. Fungsi penghambat
utamanya adalah memperlambat pertumbuhan sel normal dan sel neoplastic. IFN-
meningkatkan kemampuan makrofag untuk membunuh bakteri dan protozoa dengan cara
aktivasi makrofag. Aktivasi ini penting untuk perkembangan resistensi terhadap
mikroorganisme pathogen tertentu. Sebagai contoh, bakteri Mycobacterium tuberculosis,
Rhodococcus equi, Corynebacterium pseudotuberculosis, Brucella abortus, Listeria
monocytogenes dan Salmonellae, dan juga protozoa parasit Toxoplasma gondii, yang secara
normal dapat hidup dan tumbuh di dalam makrofag.
Antibodi tidak dapat memberikan perlindungan terhadap bakteri tersebut di atas karena
pertumbuhannya yang intraseluler. Tetapi, saat proses infeksi, sel respon imun digertak dan
sel T menghasilkan IFN- . Interferon ini menyebabkan ukuran makrofag membesar dan
aktivitas metabolik serta mobilitasnya meningkat. Jumlah reseptor Fc bertambah sehingga
fagositosis meningkat. Lisosom di dalam makrofag ini membesar dan mengandung enzim
hidrolitik dalam jumlah besar, sementara juga mensekresikan IL-1 dalam jumlah yang banyak
dan akhirnya terjadilah penghancuran organisme intraseluler (Tizard, 2004).
IFN- juga meningkatkan dan efek suppressor sel B, tergantung waktu treatment. Jika
diberikan di akhir respon imun, interferon meningkatkan produksi antibody jika diberikan
sebelum pemberian antigen, interferon bersifat supresif.
Interferon juga memiliki efek komplek pada sel respon imun sehingga dapat menekan reaksi
campuran limfosit tetapi juga meningkatkan graft rejection. IFN- meningkatkan atau
menekan reaksi hipersensitivitas, tergantung pada dosis dan waktunya.
Interferon meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik dengan menginduksi sel T untuk
memproduksi reseptor IL-2 dan IL-2. Selain itu, interferon juga meningkatkan aktivitas sel
suppressor dengan menggertak sintesis prostaglandin, ACTH, dan endorphin. Jadi interferon
dapat bersifat imunosupresif dan juga dapat meningkatkan resistensi sel inang terhadap
serangan tumor dan virus (Tizard, 2004).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

2012.

Imunologi

Dasar:

Sitokin

dan

Apeknya.

http://allergycliniconline.com/2012/03/18/imunologi-dasar-sitokin-dan-aspekklinisnya/. Diakses 3 November 2015.


Gilman A, Goodman LS, Hardman JG, Limbird LE. (2001). Goodman & Gilmans The
Pharmacological Basis of Therapeutics. New York: McGraw-Hill. ISBN 0-07135469-7.
Jawetz, dkk. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Salemba Medika.
Tizard, I. 1987. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi kedua. Surabaya: Universitas
Airlangga Press.

Anda mungkin juga menyukai