Anda di halaman 1dari 14

TUGAS IMUNOLOGI DAN SEROLOGI

“SITOKIN ”

NAMA :

Suci Aprilia (1948201120)

DOSEN : WAHYU RAMADHAN, S.Si., M.Sc

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ABDURRAB

2022/2023
SITOKIN

A. Pengertian SITOKIN

Di dalam proses eliminasi patogen dari tubuh, seluruh komponen dalam sistem
kekebalan tubuh akan bekerja sama mencapai tujuan ini. Salah satu komponen sistem
mengatur sistem imunitas ini adalah sitokin. Sitokin dikenal karena peranannya dalam
aktivasi sel-sel imun juga sekaligus berperan dalam komunikasi antar sel.

Sitokin merupakan protein yang dihasilkan oleh sel dan berfungsi terhadap sel itu
sendiri maupun sel-sel lain di sekitarnya. Sitokin ini berperan dalam aktivasi sel-sel imun
(baik non spesifik maupun spesifik), mengatur hematopoiesis maupun membantu terjadinya
peradangan (Inflamasi).

Sumber: modul esaUnggul oleh dr. Henny Saraswati, S.si.M.biomed th 2017

Sitokin memiliki beberapa nama lain yang dihubungkan dengan jenis sel penghasil,
sel target dan cara kerja sitokin tersebut. Monokin adalah sel yang dihasilkan oleh makrofag.
limfokin adalah sitokin yang dihasilkan oleh limfosit, Interleukin adalah sitokin yang
dihasilkan oleh dan berfungsi untuk sel leukosit, kemokin adalah sitokin yang berfungsi
untuk menstimulasi pergerakan sel-sel leukosit ke tempat infeksi.

B. FUNGSI SITOKIN
1. Mediator dan regulator imunitas bawaan → IL-12, IFN
2. Mediator dan regulator imunitas didapat → IL-2, IL-4, IL-5,, IL-13,
IFN,Transforming growth factor-β (TGF-β) dan lymphotoxin (TNF- β)
3. Stimulator hematopoiesis
4. pengaturan respon imun non spesifik, spesifik, hematopoiesis dan peradangan
atau inflamasi.
C. JALUR AKTIVASI SITOKIN
1. Aktivasi jalur sitokin
Respon sistemik terhadap infeksi diperantarai oleh sitokin yang
memiliki target pada reseptor end-organ dalam responnya terhadap trauma
atau infeksi. Setelah disadari perlunya suatu respon, tubuh akan menghasilkan
molekul proinflamasi yang larut dalam protein dan lipid yang kemudian akan
mengaktifkan pertahanan sel, selanjutnya dihasilkan molekul anti-inflamasi
untuk melemahkan dan menghentikan respon proinflamasi. Normalnya respon
sitokin diatur oleh mediator proinflamasi dan antiinflamasi.
Respon inflamasi awal terus dicek oleh down-regulasi produksi dan
perlawanan terhadap efek sitokin yang sudah dihasilkan. Mediator-mediator
ini memulai suatu proses yang saling tumpang tindih yang secara langsung
mempengaruhi endotel, kardiovaskuler, hemodinamik dan mekanisme
koagulasi. Pelepasan berbagai vasoregulator ini umumnya bersifat lokal. Efek
langsung mikroorganisme penginvasi atau produk toksiknya berkontribusi
terhadap patogenesis sepsis.
Faktor yang berpotensi menyerang adalah endotoksin, komponen
dinding sel bakteri (peptidoglikan, muramyl dipeptide dan asam lipoteikoat)
serta produk bakteri (enterotoksin B stafilokokal, toksin-1 sindrom syok
toksik, eksotoksin A pseudomonas dan protein M streptokokus hemolitikus
grup A). Endotoksin merupakan mediator eksogen yang penting dalam sepsis
akibat infeksi bakteri gram negatif. Endotoksin, yakni lipopolisakarida (LPS)
yang ditemukan pada dinding sel bakteri gram negatif, cenderung
menghasilkan gambaran sepsis jika disuntikkan pada manusia.
Pada sepsis gram negatif, monosit mempunyai peran sentral sebagai
mediator LPS. LPS memacu monosit untuk mengeluarkan TNF-α, IL-1 dan
IL-6. Aktivasi monosit oleh LPS terjadi secara bertahap. Mula-mula LPS
terikat dengan protein plasma membentuk LPS-binding protein (LBP).
Kompleks ini akan berikatan dengan reseptor CD-14 pada monosit atau
makrofag, CD-14 sendiri sebelumnya sudah berikatan dengan toll-like
receptor (TLR). Saat ini telah diketahui bahwa TLR-2 berperan dalam
pengenalan bakteri gram positif sedangkan TLR-4 untuk bakteri gram negatif.
TNF-α dan IL-1 memacu endotel atau monosit untuk melepaskan tissue factor
(TF) dan memacu sistem koagulasi membentuk trombus.
2. Aktivasi jalur non-sitokin
LPS mengaktivasi kaskade koagulasi dan komplemen. Pada kaskade
koagulasi, makrofag mengaktifkan bradikinin melalui faktor XII yang
menyebabkan vasodilatasi dan kebocoran plasma. Makrofag dapat teraktivasi
untuk melepaskan TF yang mengakibatkan deposit fibrin pada sel endotel.
Sedangkan pada kaskade komplemen, anafilatoksin C5a memicu terjadinya
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Sistem
komplemen sendiri merupakan suatu kaskade protein yang membantu
pembersihan organisme patogen.
Penelitian pada binatang percobaan menemukan bahwa penghambatan
kaskade komplemen menurunkan inflamasi dan meningkatkan mortalitas
binatang percobaan. Mediator lipid juga berperan dalam patogenesis sepsis
dan syok septik. Pelepasan asam arakidonat (eikosanoid) menyebabkan
kerusakan pembuluh darah, agregasi PMN dan oksigen radikal toksik.
Tromboksan menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi trombosit.
Prostasiklin menyebabkan vasodilatasi dan edema perivaskuler. Leukotrien
menyebabkan vasodilatasi dan kebocoran pembuluh darah. Nitric oxide yang
dilepas oleh sel endotel, hepatosit dan makrofag menyebabkan hipotensi dan
syok septik karena vasoplegi.

D. CARA KERJA SITOKIN


Terdapat 3 cara kerja sitokin, yaitu autokrin, parakrin dan endokrin. Autokrin
adalah cara kerja sitokin dimana sitokin yang dihasilkan akan bekerja sendiri terhadap
yang memproduksinya. Parakrin merupakan cara kerja sitokin dimana sitokin
tersebut akan berperan pada sel-sel yang terdapat di sekitar sel penghasil sitokin.
Terakhir adalah endokrin, yaitu apabila sitokin akan mengikuti aliran darah dan
berperan pada sel-sel yang letaknya cukup jauh dari sel penghasil sitokin. Contoh
sitokin yang memiliki cara kerja endokrin adalah hormon. Sitokrin yang dihasilkan
dan bekerja dengan cara autokrin, parakrin maupun sitokrin akan ditangkap ole
reseptor pada sel target (Gambar )
Sumber: modul esaUnggul oleh dr. Henny Saraswati, S.si.M.biomed th 2017

Terdapat beberapa kemampuan kerja sitokin yaitu pleiotropisme, redundansi,


sinergi dan antagonism(Gambar 20). Pleiotropisme adalah kemampuan satu sitokin
untuk bekerja pada beberapa jenis sel target. Redundansi adalah kemampuan un
beberapa sitokin yang dapat menghasilkan respon yang sama. Sinergi merupakan cara
kerja beberapa sitokin yang saling bekerja sama untuk menghasilkan satu jenis
respon. Sedangkan antagonism adalah kemampuan satu jenis sitokin yang dapat
menghambat sitokin lain.
E. Karakteristik Sitokin
1. Akan diproduksi oleh-sel yang teraktivasi karena mengenal patogen,
Sitokin ini baru diproduksi setelah adanya aktivasi sel penghasil. Aktivasi ini
biasanya karena adanya infeksi atau sinyal lain. Kemudian setelah diproduksi,
sitokin ini tidak berada pada konsentrasi yang tinggi pada waktu lama. Jadi jangka
waktu tersedianya tidak terlalu panjang.
2. Sitokin yang diproduksi kemudian akan berikatan dengan reseptor yang ada di
permukaan sel target.
Sitokin merupakan protein yang tidak dapat menembus membran sel
(phospholipid bilayer), sehingga tidak dapat masuk ke dalam sel. Sehingga, sitokin
ini akan berikatan dengan reseptor di permukaan sel target. Ini adalah karakteristik
sitokin yang kedua. Reseptor pada sel target ini ada bermacam-macam bentuknya
dan spesifik pada sel target tersebut.
3. Ekspresi reseptor sitokin ini akan diatur oleh sinyal eksternal
Selain bermacam-macam bentuknya, reseptor sitokin ini juga dapat diatur
ekspresinya sesuai dengan ada tidaknya antigen. Hal ini dinamakan juga “sinyal
eksternal”. Jika terjadi infeksi, kemudian antigen akan ada dalam jumlah banyak,
maka antigen ini dapat menstimulasi peningkatan ekspresi sitokin. Sehingga, akan
banyak sitokin yang dapat berikatan dengan reseptor ini dan akan menstimulasi
respon imun melawan antigen atau patogen tersebut. Ini adalah karakteristik sitokin
yang ketiga.
4. Sitokin yang sudah mencapai sel target dapat mengubah ekspresi gen sel target,
sehingga akan terjadi perubahan sifat dan perbanyakan sel target.
Kemampuannya untuk dapat mengubah ekspresi gen dari sel target. Ketika
sitokin berikatan dengan reseptor, maka hal ini dapat memicu suatu tahapan tertentu
pada sel target yang akhirnya dapat mengubah ekspresi suatu gen pada sel. Kalian
sudah mengetahui jika ekpresi gen diubah, maka terjadi perubahan protein yang
dihasilkan sel. Hal ini dapat memicu perubahan fungsi dari sel target dan juga
terjadinya perbanyakan sel target sehingga dapat membantu eliminasi patogen dari
tubuh
5. Produksi sitokin juga akan diatur sehingga tidak terlalu banyak pada tubuh
(feedback mechanism).
Ketika sitokin diproduksi dalam jumlah yang banyak, dan cukup untuk proses
aktivasi respon imun, maka tubuh akan melakukan mekanisme pengaturan produksi
sitokin (feedback mechanism). Sehingga, produksi sitokin akan mulai dihambat. Jika
hal ini tidak dilakukan, maka sitokin akan terus menerus diproduksi dan justru
berbahaya bagi tubuh kita. Karena sitokin dapat mengaktivasi sel-sel imun untuk
terus teraktivasi dan dampaknya terjadi penyakit dalam tubuh kita. Ini adalah
karakteristik sitokin yang kelima. Cara penghambatan kerja sitokin adalah dengan
menghambat ekspresi reseptor sel, sehingga tidak akan banyak sitokin yang
berikatan dengan reseptor.

Sumber: modul esaUnggul oleh dr. Henny Saraswati, S.si.M.biomed th 2017

F. SISTEM AKTVASI
Sitokin memiliki kemampuan kerja yang bermacam-macam. Hal ini antara lain :
A. Pleiotropisme.
Yaitu kemampuan satu sitokin untuk bekerja pada beberapa sel target.
Contohnya adalah sitokin yang bernama Interleukin 4 (IL-4) yang dihasilkan oleh Sel
T helper. Sitokin ini memiliki beberapa sel target seperti makrofag, limfosit B dan sel
T helper sendiri. Fungsinya antara lain menghambat perbanyakan mkarofag,
diferensiasi sel limfosit T helper menjadi T helper 2 (TH2) serta dalam produksi IgE.
B. Redundansi.
Adalah kemampuan beberapa sitokin untuk menstimulasi respon yang sama.
Contohnya adalah IL-2, IL-4 dan IL-5 yang samasama memiliki target sel limfosit B.
Mereka memiliki fungsi yang sama yaitu berperan dalam perbanyakan sel limfosit B.
C. Sinergi.
Adalah kemampuan beberapa sitokin untuk bekerjasama menstimulasi respon.
Contohnya pada Interferon gamma (IFNγ) yang dihasilkan oleh sel limfosit T yang
bekerjasama dengan sitokin Tumor Necrosis Factor (TNF) yang dihasilkan oleh
makrofag, bersama-sama untuk menstimulasi ekspresi molekul Major
Histocompatibility Complex Kelas I (MHC I) pada beberapa sel.
D. Antagonisme.
Ini adalah kemampuan kerja sitokin yang berkebalikan dengan sinergisme.
Pada antagonisme, suatu sitokin dapat berperan untuk menghambat kerja sitokin yang
lain. Seperti contohnya sitokin IFNγ dan IL-10 yang dihasilkan oleh sel-sel limfosit.
Keduanya dapat saling menghambat. Interleukin 10 (IL-10) merupakan sitokin yang
dapat menghambat aktivasi sel-sel makrofag. Sebaliknya, IFNγ justru berperan dalam
aktivasi makrofag.
G. PENGGOLONGAN SITOKIN
Karena terdapat banyak fungsi dan jumlah sitokin yang dihasilkan oleh tubuh,
maka sitokin ini dapat digolongkan menjadi beberapa golongan berdasarkan
fungsinya. Sitokin digolongkan menjadi:
1. Sitokin yang berperan dalam pengaturan respon imun non spesifik;
2. Sitokin yang berperan dalam pengaturan respon imun spesifik; dan
3. Sitokin yang berperan dalam hematopoiesis.
1. Sitokin pada respon imun non spesifik
Pada respon imun non spesifik, sitokin dapat berperan dalam stimulasi respon
ini terhadap antigen atau patogen. Sitokin-sitokin yang berperan disini umumnya
dihasilkan oleh sel-sel makrofag tetapi juga bisa dihasilkan oleh sel-sel yang lain,
contohnya adalah TNF dan IL-12.
Tumor Necrosis Factor (TNF) adalah sitokin yang dihasilkan sebagian besar
oleh sel-sel makrofag. Beberapa set lain seperti limfosit T, sel NK dan sel mast juga
menghasilkan TNF dengan jumlah yang lebih kecil. Sitokin TNF sering juga disebut
dengan TNFa yang memiliki fungsi menstimulasi sel-sel leukosit ke tempat infeksi
(Gambar 8). Sehingga hal ini akan memicu terjadinya peradangan/inflamasi. Hal yang
menarik adalah bahwa produksi TNFa banyak distimulasi oleh infeksi bakteri gram
negatif.
Interleukin 12 (IL-12) merupakan sitokin yang banyak diproduksi oleh sel-sel
makrofag dan dendritik. Fungsi dari IL-12 cukup banyak, diantaranya adalah akan
menstimulasi produksi IFNγ oleh sel NK dan limfosit T. Sitokin IFNγ ini kemudian
akan mengaktivasi makrofag untuk melakukan fagositosis. Selain itu, bersama-sam
dengan IFNγ ini, IL-12 membantu diferensiasi sel limfosit T menajdi sel limfosit T
Helper 2 (TH2), suatu jenis sel limfosit T yang berperan dalam eliminasi patogen
yang terdapat di luar sel, seperti cacing. Sitokin IL-12 ini juga dapat meningkatkan
aktivitas sitotoksik dari sel NK. Sehingga dapat membunuh sel-sel terinfeksi.

2. Sitokin pada respon imun spesifik.


Pada respon imun spesifik, sitokin dapat berperan dalam stimulasi dari
komponen-komponen respon ini. Sitokin-sitokin ini banyak diproduksi oleh selsel
limfosit T. Beberapa contoh sitokin yang berperan dalam respon imun spesifik antara
lain IL-2 dan IFNγ. Interleukin 2 (IL-2) merupakan sitokin yang dihasilkan oleh sel-
sel limfosit T CD4+ yang mengenal antigen. Beberapa fungsi sitokin ini antara lain
adalah membantu pertumbuhan, daya tahan, perbanyakan dan diferensiasi sel T
limfosit T menjadi sel-sel limfosit T memori (Gambar 10). Sedangkan IFNγ
merupakan sitokin yang banyak dihasilkan oleh selsel NK, limfosit T CD4+ dan
CD8+ .
Sitokin ini memiliki beberapa fungsi antara lain :
Mengaktifkan makrofag untuk melakukan fagositosis pada patogen.
Membantu diferensiasi sel T helper menjadi sel T helper 1 (TH1).
Menstimulasi produksi IgG oleh sel plasma.
Meningkatkan ekspresi molekul MHC yang berperan dalam pengenalan antigen

3. Sitokin yang menstimulasi hematopoiesis.


Seperti yang telah kita ketahui bahwa sel-sel penyusun sistem imun berasal
dari sel punca yang ada di sumsum tulang. Sel-sel punca ini akan berdiferensiasi
menjadi sel-sel imun yang memiliki fungsi yang spesifik. Proses diferensiasi ini
merupakan suatu proses berjenjang dan dibantu oleh sitokin. Beberapa sitokin yang
berperan dalam proses hematopoiesis antara lain IL-7 dan GM-CSF (Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Factor). Interleukin 7 (IL-7) merupakan sitokin yang
unik karena dihasilkan oleh sel-sel epitel kelenjar getah bening. Sitokin ini banyak
berperan dalam membantu pembentukan sel-sel limfosit T dan B dari sel-sel
progenitor (sel-sel turunan sel punca yang dapat berdiferensiasi menjadi sel lain).
Sedangkan GM-CSF adalah sitokin yang dihasilkan oleh sel-sel makrofag, limfosit T,
sel NK dan sel mast yang berfungsi dalam diferensiasi selsel granulosit seperti
eosinofil, basofil dan netrofil, dendritik serta monosit.
H. AKTIVITAS BIOLOGIS
Sitokin dapat memberikan efek langsung dan tidak langsung.
Langsung :
1. Lebih dari satu efek thd berbagai jenis sel (pleitropi)
2. Autoregulasi (fungsi autokrin)
3. Thd sel yg letaknya tdk jauh (sfungsi parakin)
Tidak langsung :
1. Menginduksi ekspresi reseptor utk sitokin lain /bekerjasama dg sitokin lain dlm
merangsang sel (sinergisme)
2. Mencegah ekskresi reseptor/produksi sitokin (antagonism)
Sitokin bisa berperan dalam pengaturan respon imun non spesifik, spesifik,
hematopoiesis dan peradangan atau inflamasi.
1. Respon non spesifik
Sitokin akan mengaktivasi sel-sel respon imun non seluler. Sitokin jenis ini
banyak dihasilkan oleh sel makrofag dan sel dendritik.Contohnya adalah
TNFa (Tumor Necrosis Factor-a) dan IL-12 (Interleukin-12). Tumor Necrosis
Factor-a adalah sitokin yang berperan dalam stimulasi leukosit ke tempat
infeksi, menghasilkan peradangan dan menghilangkan patogen.Sedangkan IL-
12 akan berperan dalam menstimulasi sel NK dan sel limfosit T untuk
menghasilkan IFNy. Sitokin IFNy sendiri akan mengaktifkan makrofag untuk
berfagositosis. Aktivitas sitotoksik dari sel NK dan sel T CD8' ditingkatkan
oleh sitokin IL-12 ini.Selain itu IL 12bersama-sama IFNy
berperanBmembantu diferensiasi sel limfosit T menjadi sel Th1.
2. Respon imun spesifik
Sitokin juga bisa membantu respon imun spesifik. Untuk kelompok sitokin ini
banyak diproduksi oleh sel-sel limfosit T Contoh sitokin yang berperan adalah
IL-2 dan IFNy. Untuk sitokin IL-2 memiliki peran dalam membantu
pertumbuhan, daya tahan, perbanyakan dan diferensiasi sel-sel limfosit T.
Selain itu juga berperan dalam perbanyakan dan diferensiasi sel NK serta
meningkatkan aktivitas sitotoksiknya. Sitokin IFNy sangat penting dalam
mengaktivasi makrofag untuk melakukan fagositosis, diferensiasi sel T helper
menjadi T,1, menstimulasi produksi IgG dari sel limfosit B dan meningkatkan
ekspresi MHC (Major Histocompatibility Complex) dalam pengenalan
antigen.
3. Stimulasi hematopoiesis.
Sitokin juga berperan dalam stimulasi hematopoiesis contohnya sitokin
dengan fungsi ini antara lain IL-7 dan GM-CSF (Granulocyte Macrophage
Colony Stimulating Factor). Interleukin-7 akan menstimulasi pembentukan sel
limfosit T dan B dari progenitor limfoid, sedangkan GM-CSF akan membantu
pembentukan sel dendritik dan monosit dari sumsum tulang.
4. Peradangan atau inflamasi
Berdasarkan efeknya pada limfosit dan sel imun lainnya, sitokin dibagi
menjadi dua, yaitu sitokin pro-inflamasi dan sitokin anti-inflamasi. Sitokin
pro-inflamasi adalah sitokin yang berperan dalam meningkatkan reaksi
peradangan dan memiliki sifat agelsik. Sitokin pro-inflamasi ini diproduksi
pada fase awal infeksi, yang mana bertujuan untuk mengeliminasi patogen
yang masuk ke dalam sel. Yang termasuk ke dalam sitokin pro-inflamasi di
antaranya adalah TNF , IL-1, dan IL-6. Sementara, sitokin anti-inflamasi
adalah sitokin yang berperan dalam menurunkan reaksi peradangan dan
membantu proses perbaikan jaringan tubuh. Sitokin anti-inflamasi ini
diproduksi pada fase lanjut infeksi dan memiliki sifat analgesik. Yang
termasuk ke dalam sitokin anti-inflamasi di antaranya adalah IL-4 dan IL-10.

I. SISTEM PENGONTROL
(1) IL-1
Sumber : monosit, makrofag, SD, Sel T, B, NK, endotel, otot polos, fibroblas,
keratinosit, kondrosit.
Fungsi utama : mediator respons inflamasi penjamu pada imunitas bawaan
(2) IL-2
Sumber utama : Sel T
Fungsi utama : meningkatkan prolifeerasi dan diferensiasi sel imun lain (sel NK,
sel B)
(3) IL-3
Sumber utama : sel T, sel mast, eosinofil
Fungsi : merangsang fase dini hematopoises, meningkatkan pertumbuhan monosit
dan sel B.
(4) IL-4
Sumber utama : sel T, sel mast
Fungsi : mengatur beberapa fase hematopoiesis
(5) IL-5
Sumber utama : sel T, sel mast, eosinofil
Fungsi : merangsang pertumbuhan eosinofil
(6) IL-6
Sumber : sel T,B, makrofag, fibroblas, keratinosit, sel endotel
Fungsi : mengatur respons fase akut, inflamasi
(7) IL-7
Sumber : sumsum tulang, timus
Fungsi : mengatur fase dini perkembangan sel limfoid.
(8) IL-8
Sumber : sel B,T, monosit, fibroblas, endotel, epitel.
Fungsi : mengatur inflamasi melalui pemberian sinyal kemotaksis, merangsang
angiogenesis
(9) IL-9
Sumber : sel T
Fungsi : merangsang aktifasi sel T dan sel mast.
(10) Interferon (IFN) – α
Sumber : limfosit, monosit, makrofag.
Fungsi : resistensi thd virus, regulasi ekspresi MHC-1
(11) IFN-β
Sumber : Fibroblas, epitel.
Fungsi : resistensi thd virus, regulasi ekspresi MHC-1
(12) IFN-γ
Sumber : Sel T, NK
Fungsi : aktivasi makrofag
(13) Tumor Necrosis Factor (TNF)
Merupakan mediator utama pada respons inflamasi akut terhadap bakteri gram
negatif dan berperan dlm respon imun bawaan thd mikroorganisme penyebab
infeksi lain.
(14) TGF
Mempunyai peran penting pada perkembangan embrio, penyembuhan luka dan
pembentukan tulang
(15) Kemokin
Superfamili polipeptida kecil
Mengandung 90-130 residu asam amino
Fungsi → mengontrol adhesi secara selektif, kemotaksis dan aktivasi berbagai
jenis leukosit.
DAFTAR PUSTAKA

• Abbas, AK, Andrew H.L. Shiv P. 2012. Cellular and Molecular


Immunobiology. 6th Ed. Saunders Elsevier. Philadelphia Companies. New
York.
• Christina, B. B. H., Fransisca, C., Kristin, K., & Sudiono, J. (2016, April).
Peran monosit (Makrofag) pada proses angiogenesis dan fibrosis.
In Prosiding Seminar Nasional Cendekiawan.
• dr.Saraswati henny . MODUL MATA KULIAH IMUNOLOGY(2017).
UNIVERSITAS ESA UNGGUL, JAKARTA
• Fitriani, N. I. (2020). Tinjauan pustaka covid-19: virologi, patogenesis,
dan manifestasi klinis. Jurnal Medika Malahayati, 4(3), 194-201.
• Hermawan GA. Imunopatobiologik sepsis dan penatalaksanaannya.
Dalam: Proceeding Book Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik dan
Infeksi (PETRI). Surakarta: PETRI, 2007; p.31-43.
• Munasir, Z. (2016). Respons imun terhadap infeksi bakteri. Sari
Pediatri, 2(4), 193-7.
• Munasir, Z., Wahdini, S., Kodariah, R., Iswanti, F. C., Yunihastuti, E., &
Handimulya, D. (2019). Buku Pedoman Kerja Mahasiswa (BPKM) Modul
Imunologi Kedokteran.
• Murphy, K. 2012. Janeway's Immunobiology 8th Ed. Garland Science.
London
• Oematan, Y., Manoppo, J. I. C., & Runtunuwu, A. L. (2009). Peran
inflamasi dalam patofisiologi sepsis dan syok septik pada anak. Jurnal
Biomedik: JBM, 1(3).

Anda mungkin juga menyukai