Anda di halaman 1dari 7

MEKANISME TRANSDUKSI RESEPTOR SITOKIN DAN OBATAN-OBATAN

Sitokin berasal dari bahasa yunani yaitu cyto yang artinya sel dan kinos yang
artinya gerakan. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur
immunitas, inflamasi dan hematopoesis. Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang
disekresikan oleh sel-sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal antara sel-
sel lokal. Sitokin berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel target. Sitokin dan
reseptornya menunjukkan afinitas yang sangat tinggi satu sama lain dan memicu jalur
transduksi sinyal yang pada akhirnya mengubah ekspresi gen dalam sel target dan memediasi
timbulnya efek biologis.
Nama dari sitokin bermacam-macam tergantung dari tempat produksinya dan
perannya. Monokin merupakan produk dari fagosit mononuklear. Limfokin merupakan
produk dari limfosit. Interleukin (IL), berkaitan dengan perannya antar sel leukosit.
Interferon (IFN), growth factors (CSF), TNF, Khemokin.

Ciri Umum Sitokin


1. Diproduksi oleh sel-sel yang terlibat dalam respon imun natural dan respon
imun spesifik.
2. Merupakan mediator dan regulator respon imun dan inflamatori.
3. Sekresinya singkat dan terbatas.
a. Sitokin tidak disimpan sebagai bentuk pre-molekul.
b. Sintesisnya diinisiasi oleh transkripsi gena baru yang hidupnya singkat.
c. Produksinya dilakukan jika diperlukan.
4. Respon-respon terhadap sitokin diantaranya meningkatkan atau menurunkan
ekspresi protein-protein membran (termasuk reseptor-reseptor sitokin),
proliferasi, dan sekresi molekul-molekul efektor.
5. Sitokin bisa beraksi pada sel-sel yang mensekresinya (aksi autokrin), pada sel-
sel terdekat dari sitokin disekresi (aksi parakrin). Sitokin bisa juga beraksi secara
sinergis (dua atau lebih sitokin beraksi secara bersama-sama) atau secara
antagonis (sitokin menyebabkan aktivitas yang berlawanan).
6. Mengikat reseptor spesifik dengan afinitas yang tinggi.
7. Sel yang dapat merespon suatu sitokin adalah : autokrin, parakrin dan
endokrin.
8. Respon seluler terhadap sitokin, pada umumnya lambat dan memerlukan
sintesis mRNA dan protein baru.

Gambar 1 : Beberapa Sifat Umum Sitokin

Reseptor Sitokin
Reseptor sitokin telah banyak menyita perhatian para ahli dibandingkan dengan
sitokin itu sendiri, sebagian karena karakteristiknya yang luar biasa, dan sebagian karena
defisiensi reseptor sitokin secara langsung berkaitan dengan melemahnya
immunodefisiensi. Dalam hal ini, dan juga karena redundansi dan pleiomorpishm sitokin,
pada kenyataannya merupakan konsekuensi dari reseptor homolog sitokin, banyak para ahli
berfikir bahwa klasifikasi reseptor akan lebih berguna secara klinis dan eksperimental.
Sitokin bekerja pada sel-sel targetnya dengan mengikat reseptor-reseptor membran
spesifik. Reseptor dan sitokin yang cocok dengan reseptor tersebut dibagi ke dalam
beberapa kelompok berdasarkan struktur dan aktivitasnya. Klasifikasi reseptor sitokin
berdasarkan pada struktur tiga-dimensi yang dimiliki.
a. Reseptor sitokin tipe 1 (Haemopoitin Growth Factor family)
Anggota-anggotanya memiliki motif tertentu pada ekstraseluler asam-amino
domain. Contoh, IL-2 reseptor memiliki rantai –γ (umumnya untuk beberapa sitokin
lain) yang kurang sehingga secara langsung bertanggung jawab atas x-linked Severe
Combined Immunodeficiency (X-SCID). X-SCID menyebabkan hilangnya aktivitas
kelompok sitokin ini.
b. Reseptor sitokin tipe 2 (Interferon)
Anggota-anggotanya adalah reseptor-reseptor terutama untuk interferon.
Reseptor-reseptor kelompok interferon memiliki sistein residu (tetapi tidak rangkain
Trp-Ser-X-Trp-Ser) dan mencakup reseptor-reseptor untuk IFNα, IFNβ, IFNγ.
c. Reseptor sitokin tipe 3 ( Tumor Necrosis Factor family )
Anggota-anggotanya berbagi sistein-ekstraseluler yang umumnya banyak
mengikat domain, dan termasuk beberapa non-sitokin lain seperti CD40, CD27, dan
CD30, selain yang diberi nama (TNF).
d. Reseptor kemokin
Reseptor kemokin mempunyai tujuh transmembran heliks dan berinteraksi
dengan G protein. Kelompok ini mencakup reseptor untuk IL-8, MIP-1, dan
RANTES. Reseptor kemokin, dua diantaranya beraksi mengikat protein untuk HIV
(CXCR4 dan CCR5), yang juga tergolong ke dalam kelompok ini.2

e. Immunoglobulin (Ig) superfamili


Immunoglobulin (Ig) yang sudah ada seluruhnya pada beberapa sel dan jaringan
dalam tubuh vertebrata, dan berbagi struktural homologi dengan Pengetahuan tentang
komponen seluler dan molekuler respon imun terhadap mikroba penyebab infeksi dan,
khususnya, peran yang dilakukan oleh sitokin dalam regulasi dan homeostasis sel
hematopoitik, telah membuka wacana kita untuk mendapatkan bentuk baru
pengobatan.
Beberapa sitokin telah dimanfaatkan sebagai agen terapetik untuk memodulasi
respon imun dan secara seleksi mempromosi hematopoisis. immunoglobulin (antibodi),
sel molekul adhesi, dan bahkan beberapa sitokin. Contoh, IL-1 reseptor.

Mekanisme Transduksi Sinyal Sitokin


Transduksi sinyal merupakan suatu proses dimana informasi yang dibawa oleh sebuah
molekul sinyal yang terdapat di ekstra sel dapat menyebabkan perubahan di dalam sel tersebut.
Ketika sebuah molekul sinyal yang memiliki ikatan spesifik dengan reseptor pada sel bersatu,
maka sel tersebut akan melepaskan molekul messenger kedua. Sinyal tersebut disampaikan
melalui serangkaian molekul dengan perubahan baik perubahan kimia maupun konversional.
Terkadang, sinyal tersebut diubah menjadi sebuah respon-respon tertentu seperti pengaktifan
enzim pada sitoplasma atau untuk mengaktivasi faktor transkripsi. Apabila faktor transkripsi
telah diaktifkan, maka faktor tersebut akan masuk ke nukleus dan menempel ke DNA yang
akan menyebabkan perubahan ekspresi gen. Perubahan inilah yang dapat menjadi salah satu
hasil akhir dari transduksi sinyal.
Transduksi signal reseptor sitokin melalui jalur JAK-STAT. Pada mulanya Jnus Kinase
(JAK) dalam bentuk inaktif berasosiasi dengan reseptor sitokin baik tipe 1 maupun tipe 2 pada
domain sitoplasma. Selanjutnya sitokin akan berikatan dengan reseptornya (reseptor sitokin)
dan akan menyebabkan JAK menjadi aktif. JAK yang aktif akan menyebabkan fosforilasi pada
gugus tirosin (y) dan kompleks ikatan antara
reseptor sitokin dengan molekul sitokin
kemudian dapat diikat oleh protein STAT
(signal transducer and activator of
transcription). Peristiwa berikutnya, terjadi
fosforilasi STAT dan dimerisasi STAT.
STAT terdisosiasi dari reseptor dan akan
mengikat bagian yang lain sehingga terjadi
dimerisasi. STAT dalam bentuk dimer ini
kemudian masuk ke dalam nukleus dan akan
menempati bagian promoter yang selanjutnya
akan memicu transkripsi gen. Transkripsi gen
tertentu akan mengarahkan pada ekspresi gen
tertentu yang menginduksi sintesis protein tertentu, misalnya produksi antibodi IgE oleh
limfosit, atau memicu respon seluler tertentu. Jalur JAK/STAT pathway oleh sitokin juga
dapat berperan dalam proses inflamasi sel

Obat Anti inflamasi

Sitokin adalah zat yang berguna sebagai mediator-mediator reaksi peradangan. Zat sitokin ini
sampai sekarang belum ada di Indonesia dan masih diteliti mengenai penggunaanya pada
pasien-pasien autoimun di Indonesia. Namun, beberapa obat-obatan memang bekerja dengan
cara menghambat sitokin (sitokin inhibitor) yang penting bagi reaksi inflamasi yang dikenal
dengan sebutan obat anti inflamasi. Secara umum mekanisme aksi obat anti inflamasi yaitu
menghambat isoenzim COX-1 dan COX-2 yang mendorong proses pembentukan
prostaglandin dan tromboksan dari arachidonic acid. Obat inflamasi dapat dibedakan menjadi
dua yaitu obat antiinflamasi steroid dan obat anti inflamasi non steroid.

Anti Inflamasi Steroid


Obat ini merupakan antiinflamasi yang sangat kuat karena menghambat enzim
phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakidonat. Asam arakidonat tidak terbentuk
berarti prostaglandin juga tidak akan terbantuk. Namun, obat anti inflamasi golongan ini tidak
boleh digunakan seenaknya karena efek sampingnya besar yang menyebabkan moon face,
hipertensi, osteoporosis dll.
Senyawa steroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur kimia tertentu
yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu molekul steroid
yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa
kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme
glukosa, sedangkan mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Pada manusia,
glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau hidrokortison, sedangkan
mineralokortikoid utama adalah aldosteron. Selain steroid alami, telah banyak disintetis
glukokortikoid sintetik, yang termasuk golongan obat yang penting karena secara luas
digunakan terutama untuk pengobatan penyakit-penyakit inflamasi. Contoh antara lain adalah
deksametason, prednison, metil prednisolon, triamsinolon dan betametason (Ikawati, 2006).
Obat Inflamasi nonsteroid
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau nonsteroidal anti-inflammatory drugs
(NSAIDs) adalah kelompok obat yang digunakan untuk meredakan nyeri, serta mengurangi
peradangan yang ditandai dengan kulit kemerahan, terasa hangat, dan bengkak. Selain itu, obat
ini juga dapat digunakan untuk menurunkan demam, mengatasi sakit kepala, nyeri menstuasi,
flu, radang sendi, cedera sendi, atau keseleo.
NSAIDs bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase (COX 1 dan 2) untuk
menghentikan stimulasi hormon prostalglandin karena hormon tersebut yang memicu
peradangan dan menguatkan impuls listrik yang terkirim dari saraf ke otak
sehingga meningkatkan rasa nyeri. Dengan menggunakan obat ini, peradangan, nyeri, atau
demam yang sedang terjadi dapat berkurang.

Nama generik NSAID dan contoh obat di pasaran

Zat aktif Golongan Merk


Asetosal, natrium salisilat,
kolin magnesium trisalisilat, Asetosal (OG), Aspirin, Aspilet,
Turunan asam salisilat
salsalat, diflunisal, Puyer 16, Naspro
sulfasalazin, olsalazin
Piroksikam (OG), Feldene, Mevicox
Piroksikam, meloksikam Asam enolat
(mekoksikam)
Asam mefenamat, asam
Asam antranilat (fenamat) Asam mefenamat, Ponstan, Mefinal
meklofenamat
Ibuprofen, naproksen,
flurbiprofen, ketoprofen, Asam arilpropionat Ibuprofen (OG), Proris (Pharos)
fenoprofen, oksaprozin
Na-diklofenak (OG), Cataflam
(berisi K diklofenak, Novartis),
Na diklofenak, K diklofenak, Nonflamin (berisi toniridine,
Asam asetat heteroaril
tolmetin, ketorolak, tinoridine Takeda), Voltaren (berisi Na
diklofenak, Novartis), Voltadex
(berisi Na diklofenak, Dexa Medica)
Propifenazon Paramex
Antalgin (gol Dypyron);
Antalgin dan tramadol Neuralgin, Tramadol (OG), Tramal
tramadol (semi-narkotik)
Indometasin, sulindak Asam asetat indol dan inden
Rofecoxib (gol furanon
Coxib tersubstitusi diaril); celecoxib Viox (ditarik dari pasar), Celebrex
(gol pirazol tersubstitusi diaril)
Etodolak (gol asam asetat
Etodolak dan nimesulid indol), nimesulid (gol
sulfonanilid)

Penggunaan Sitokin Dalam Bidang Farmasi


1. Mengembalikan Defisiensi seluler
Sitokin telah digunakan untuk mengobati defisiensi seluler yang disebabkan oleh
khemoterapi atau radioterapi, dengan memberikan faktor pertumbuhan (misal G- atau
GM-CSF). Pengobatan dengan faktor pertumbuhan hematopoitik ini, meningkatkan
rekonstitusi alarm keadaan garis penurunan sel hematopoitik.
2. Pengobatan Imunodefisiensi
Sitokin juga telah digunakan untuk mengobati penyakit imunodefisiensi,
dengan meningkatkan aktivasi sel T. Beberapa sitokin telah digunakan dengan hasil
klinik yang bervariasi, yaitu : EL-2, IFN-gamma, dan TNF- alfa.
3. Pengobatan Kanker
Pasien penderita kanker juga dapat memanfaatkan sitokin dalam terapi tumor
yang menggunakan sel LAK (lymphokine-activated killer). Dengan cara kultur, sel
NK atau sel T sitotoksik dengan penambahan konsentrasi tinggi IL-2, menurunkan sel
efektor dengan aktivitas anti-tumor yang potensial.
Juga telah dicoba penggunaan antibodi untuk menetralkan aktivitas sitokin
pada pengobatan kanker tertentu. Hal yang mudah dicapai dengan leukemia sel,
memberikan semangat untuk mencoba dengan antibodi native maupun antibodi yang
dikonjugasi dengan toxin. Pada satu subset leukemia, leukemia sel T pada orang
dewasa, antibodi terhadap DL-2R rantai alfa (anti-CD25, juga dikenal sebagai anti-
Tac), telah memperlihatkan induksi respon terapeutik pada pasien yang ketiga yang
diberi pengobatan.
4. Pengobatan Penyakit Inflamatori Kronis
Ada bukti bahwa beberapa tanda dan simtom rematoid artritis dapat dikontrol
secara biologik (analog antibodi atau reseptor) yang menetralkan aktivitas sitokin
proinflamatori, seperti TNF-alfa. Antagonis sitokin DL-IRa juga berguna dalam
pengobatan respon inflamatori kronis dengan mencegah aktivasi sel T helper. Hal yang
sama, untuk klon bentuk larut reseptor IL-1, telah memperlihatkan aksinya sebagai
inhibitor sitokin untuk menghambat aktivasi sel T helper.
5. Pengobatan Pasien Transplan
Antibodi telah digunakan secara luas untuk investigasi dalam transplantasi organ,
baik sebagai profilaksis maupun terapetik untuk membalikkan penolakan. Terapi
dengan anti-IL-2R (CD25), telah digunakan sebagai bagian regimen terapi
imunosupresif untuk pasien dengan transplan ginjal. Telah pula dilakuakn pada hewan
uji, kem dimungkinan penggunaan IL-1R dan IL-IRa untuk menghambat aktivasi sel
T helper dalam merespon aloantigen.
6. Pengobatan Alergi
Sifat fiingsional sel Th2, dan khususnya peran sitokin spesifik yang diproduksinya
(misalnya EL-4, IL-13) dalam produksi IgE, memberi kesan, bahwa terapi dengan
sitokin tersebut atau reseptomya, merupakan hal yang efektif untuk pengobatan alergi.

Anda mungkin juga menyukai