Oleh : Wawan Gunawan Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB Kelompok Keahlian Manajemen Sumberdaya Hayati
Petani aren di Jawa Barat memiliki kedekatan dengan alam. Mereka merasakan dan mempercayai anugerah Tuhan melalui alam yang diciptakan-Nya. Pohon aren yang tumbuh subur pada tempat-tempat berlereng, yang seakan-akan tumbuh dengan sendirinya dirasakan petani sebagai adanya peran Sang Pencipta, melalui bantuan hewan musang atau careuh (Bahasa Sunda) dalam menyebaran biji dan penumbuhan benihnya. Kesabaran petani menunggu pohon aren tumbuh hingga saat siap disadap dan kesadaran petani untuk tidak mengganggu habitatnya memberi ruang tumbuh yang baik bagi aren. Begitu pula kedekatan dan pemahaman petani terhadap aren tercermin dari pemberian nama-nama terhadap stadia pertumbuhan bunga aren yang menjadi indikator waktu tandan bunga aren siap untuk disadap. Sedangkan penghargaan petani terhadap tuhan, alam dan aren diutarakan dalam bentuk kearifan lokal melalui doa atau jampe atau jangjawokan ninggur kawung.
Nama-nama stadia bunga aren
Aren mulai berbunga pada umur antara 7-10 tahun. Tandan bunga betina tumbuhnya lebih awal yang dimulai daripuncak sampai pagkal batang dan biasanya berlangsung selama 5 tahun. Bunga pohon aren berumah satu, dimana bunga jantan dan bunga terpisah pada masing-masing tandan bunga yang terletak pada pohon yang sama. Bunga betina tumbuh pertama kali yang dimulai dari puncak sampai dengan tandan ke-4 dan ke-5 dan selanjutnya keluar bunga jantan (yang biasa disadap). Jarak waktu keluar tandan bunga betina pertama sampai bunga ke-5 tidak pasti bahkan kadang-kadang dalam waktu yang bersamaan.
Tandan bungan jantan yang siap disadap memiliki ciri-ciri adanya perubahan warna bunga dan perubahan lainnya. Kearifan lokal petani tampak dari pemberian nama-nama pada stadia pertumbuhan bungan jantan ini. Saudara Nanang Sasmita telah mengidentifikasi namanama jenis bunga aren yang siap untuk ditinggur (Nanang Sasmita, 2009) sebagai berikut : 1. Langari ngora Langari adalah bakal bunga jantan. Bunga ini pertama kali muncul dengan bentuk bulat lonjong, warna kulit bunga berwarna hijau muda. Kalau ditekan masih terasa lunak.
Gambar 2. Langari ngora
Gambar 1. Langari ngora
2. Langari Bentuk bunga ini hampir sama dengan bentuk langari ngora, yang membedakannya adalah dari warna kulit bunga yang berwarna hijau tua dan kalau ditekan akan terasa lebih keras dari langari ngora.
Gambar 2. Langari
3. Cumodeng Kalau dilihat dari penampakan luar, baik bentuk maupun warna jenis bunga ini sama dengan jenis yang kedua. Pada jenis ini tandan bungan banyak dikerubungi oleh lebah. Pada bunga ini diperkirakan sudah mengandung nectar atau nira.
Gambar 4.
Gambar 3. Cumodeng
4. Lumiket Bentuk bunga ini tidak berubah hampir sama dengan jenis sebelumnya. Tapi pada warna kulit bunga mengalami perubahan yang tadinya kulit bunga berwarna hijau pada jenis ini kulit bunga sebagian berubah menjadi kecoklatan. Ciri khas pada jenis ini terletak pada kulit bunga, apabila diraba kulit bunga akan terasa lengket.
Gambar 4. Lumiket
5. Humangit angin Pada bunga jenis ini yang mengalami perubahan adalah adalah warna kulit bunga yang secara keseluruhan berubah menjdi kecoklatan. Ciri khas dari bunga ini adalah apabila dicium wanginya mengeluarkan aroma seperti terbakar (Hangit, dalam Bahasa Sunda).
Gambar 5. Humangit angin
6. Lumecir Ciri khas dari bunga ini yaitu kulit bunga yang berwarna kecoklatan dan mengeluarkan cairan seperti berkeringat.
Gambar 6. Lumecir
7. Beukah/Ngebul Jenis bunga ini sudah mengalai perubahan bentuk. Kulit bunga pecah dan mekar, dan keluar serbuk-serbuk sari yang berwarna kuning, kemudian serbuk-serbuk tersebut jatuh (Ngebul, Bahasa Sunda). Pada saat stadia ini, tangan tandan bunga jantan siap untuk ditinggur.
Gambar 7. Beukah/ngebul
Jangjawokan/jampe pada saat menyadap nira
. Setelah diketahui stadia beukah/bgebul pada bungan jantan aren, maka sebelum petani memulai penyadapan, terlebih dahulu dilakukan pembersihan tandan (tongkol) bunga. Selanjutnya dilakukan aktivitas memukul tangkai tandan bunga jantan agar dapat memperlancar keluarnya nira dan petani mengiringinya dengan ucapan jangjawokan. Pemukulan dilakukan berulang-ulang dengan perlahan-lahan dan dengan penuh perasaan, selama tiga minggu dengan selang dua hari. Pemukulan tersebut dilakukan pada waktu pagi dan sore hari. Kegiatan memukul-mukul tangkai tandan bunga ini biasa disebut ninggur. Pada beberapa tempat di Sumedang, ninggur dilakukan pula pada bunga betina. Menurut petani aren ada larangan yang tidak boleh dilakukan pada saat ninggur yaitu, tidak boleh mengatakan Garing (kering) menurut kepercayaan mereka, kata tersebut dapat menyebabkan tandan bunga tersebut tidak dapat mengeluarka nira. Para petani juga mengatakan bahwa dalam melakukan ninggur ada jampe (jangjawokan, Bahasa Sunda) yang harus dibacakan selama melakukan ninggur atau proses ninggur. Berikut jampe (jangjawokan) ninggur kawung oleh petani penyadap aren dari kelompok tani Anugerah Desa Cisewu Kabupaten Garut :
Ti luhur sayang tikukur Ti handap sayang kadanca Ti luhur ngucur Ti handap ranca Dug curulung, dug curulung, dug curulung
Berikut terjemahan dalam Bahasa Indonesia : (Di atas kandang burung perkutut Di bawah kandang burung kadanca Di atas mengalir Di bawah rawa Dug mengalir, dug mengalir, dug mengalir).
Sedangkan kunjungan penulis kepada petani penyadap nira aren Desa Tegalmanggung Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang diperoleh Jampe ngayun kawung sebagai berikut :
Bismillahi rohmani rohiim Cangkuruluk dina injuk Cangkerelek dina nyere Randa beser guwar-gawer
Gedug-gedug da butuh Gentrang-gentrang da hayang Dug-dug curulung, dug-dug curulung, dug-dug curulung !
Prinsip rasa kepercayaan terhadap Tuhannya dan kedekatannya terhadap alam digambarkan oleh kebiasaan dan sikap penyadap nira aren pada saat akan menyadap (ninggur). Pertemuan penulis dengan Aki Hamim dari Desa Mekarbakti Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut dengan arif bijaksana melantunkan jangjawokan sebagai berikut :
Astaghfirullah-aladziim 3 x, Bismillahi-rrohmani-rrohiim Asyhadu anlaa ilaaha illallah wa asyahadu anna muhammada-rrasulullah (1) Duk cengkuk talaga iga Betus buku bedah baga Pang betuskeun bukuna Pang bedahkeun bagana Paninggurna bengkang seureuh Nyuruluk kana injuk Nyerelek kana nyere Duk cur, duk cur, duk cur ......! (2) Prit putih sang kemprit Paninggurna cangri putih Pangbetuskeun bukuna Pangbedahkeun bagana Paninggurna bengkang seureuh Nyuruluk kana ijuk Nyelerek kana nyere Duk cur, duk cur, duk cur ,...... !
Jangjawokan di atas menunjukkan kontemplasi (perenungan/tafakkur) para petani penyadap aren kepada Allah Swt. dan menyukuri nikmat karunia-Nya yang telah memperoleh manfaat dari tanaman aren.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah bunga jantan yang telah dipukul pukul tersebut sudah dapat mengeluarkan nira atau belum, maka dilakukan penorehan (melukai) tandan bunga. Apabila pelukaan tersebut telah mampu menngeluarkan nira, maka tandan bunga jantan telah siap disadap. Penyedapan dilakukan dengan memotong tandan bunga jantan pada bagian yang dilukai. Penyadapan berikutnya dilakukan dengan mengiris tongkol yang telah dipotong tersebut terutama apabila nira keluarnya terambat. Selanjutnya pada potongan tongkol dipasang bumbung bambu sebagai alat penampung nira yang keluar. Agar nira yang ditampung tidak cepat menjadi asam, maka bumbung bambu harus bersih dan steril. Satu bumbung bambu yang dipakai, biasanya mampu menampung kurang lebih 4 liter nira dari 1 tongkol bunga. Apabila penyadapan dilakukan pagi dan sore, maka akan dihasilkan 8 liter nira per pohon per hari.
Ucapan Terima Kasih Kepada Sdr. Nanang Sasmita yang berkontribusi dalam memberikan sebagian bahan untuk tulisan ini terutama stadia bunga aren.