Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja (puber atau adolesensi atau akil balig) merupakan masa
yang paling kritis dari kehidupan seseorang. Karena masa ini merupakan masa
peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang ditandai
dengan berbagai perubahan, baik secara fisik, psikis, dan juga sosial.
Berbagai perubahan tersebut dapat menimbulkan persoalan-persoalan yang
kemungkinan dapat mengganggu perkembangan remaja selanjutnya. Diantara
persoalan yang di hadapi para remaja adalah masalah kesehatan reproduksi
(Kespro).
Penelitian yang dilakukan oleh Benny Benu, menunjukkan bahwa
sebanyak 68% kalangan remaja Indonesia pernah berhubungan seks. Dalam
penelitian yang dilakukan pada 2009 itu juga disebutkan 87% kalangan remaja
sudah pernah menonton film porno atau blue film. Terutama mereka yang tinggal
di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung (Media Indonesia, 10
Agustus 2010).
Analisa yang dilakukan oleh Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi, UI
memperlihatkan bahwa sekitar 43% responden melahirkan anak pertamanya
kurang dari 9 bulan sejak tanggal pernikahannya. Meski angka tersebut meliputi
angka kelahiran premature, namun tidak tertutup kemungkinan bahwa terdapat
proporsi yang cukup besar di antara mereka yang telah hamil sebelum menikah.
Tentang aborsi, para ahli memperkirakan (tidak ada angka resmi karena aborsi
adalah illegal di Indonesia) bahwa kasus aborsi di Indonesia adalah sekitar 2,4 juta
jiwa per tahun dan sekitar 700 ribu di antaranya dilakukan oleh para remaja.
Menurut berbagai penelitian, dari waktu ke waktu ternyata permasalahan
kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja semakin meningkat baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, dewasa ini persoalan kesehatan
reproduksi remaja (KRR) memperoleh perhatian tidak saja di Indonesia tetapi
juga secara internasional.
2

Perilaku hubungan seksual sebelum menikah makin sering dipraktekkan
oleh para remaja, makin banyak remaja yang terjangkit berbagai jenis Penyakit
Menular Seksual (PMS), serta tidak sedikit remaja yang melakukan tindakan
aborsi (pengguguran kandungan). Umur masa remaja umumnya berkisar antara 11
21 tahun yang terdiri atas usia 11-13 tahun biasa disebut dengan masa remaja
awal atau pubertas, usia 14 18 tahun masa remaja dan usia 19 -21 tahun masa
pemuda. Menurut klasifikasi World Health Organization (WHO) 10 -19 tahun.
Sementara United Nations ( UN ) menyebutnya sebagai anak muda (youth) untuk
usia 15 24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam batasan kaum muda (young
people) yang mencakup usia 10 24 tahun.
Berbagai kasus perilaku menyimpang di atas, nampaknya hanyalah
gunung es (iceberg), di mana jumlah kasus sesungguhnya jauh lebih banyak dari
kasus yang tampak. Kecenderungan makin menjamurnya perilaku menyimpang
tersebut, juga bisa kita ikuti melalui berbagai media masa baik cetak maupun
elektronik.
Di satu sisi kecenderungan remaja untuk melakukan berbagai tindakan
yang membahayakan kesehatan mereka sendiri semakin meningkat, namun di sisi
lain ternyata pengetahuan para remaja itu sendiri mengenai aspek kesehatan
reproduksi yang harus mereka miliki sangatlah rendah. Berbagai informasi yang
mereka peroleh kebanyakan bukan berasal dari mereka yang memang ahli di
bidangnya, namun justru dari sumber informasi yang tidak jarang justru
menyesatkan.
Kesehatan reproduksi (KR) secara umum didefinisikan sebagai kondisi
sehat dari sistem, fungsi dan proses alat reproduksi yang kita miliki. Pengertian
sehat tersebut tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan
namun juga sehat secara mental serta sosila-kultural. Oleh karena itu, dalam
Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo (1994),
kesehatan reproduksi diartikan keadaan kesehatan yang sempurna baik secara
fisik, mental dan sosial dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan
fungsi-fungsi serta proses-prosesnya.
3

Remaja perlu mengetahui keehatan resproduksi, seperti disebutkan tadi,
agar mereka memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta
berbagai faktor yang ada di sekitarnya. Dengan informasi yang benar tersebut
diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab
mengenai proses reproduksi. Selain itu, dengan mengetahui berbagai aspek
kesehatan reproduksi maka remaja akan dapat melakukan berbagai tindakan
pencegahan atau sedini mungkin melakukan tindakan pengobatan bila memiliki
permasalahan dengan sistem, proses dan fungsi-fungsi reproduksi.
Berbagai pengetahuan dasar yang perlu dimiliki remaja agar mempunyai
kesehatan reproduksi yang baik adalah pengenalan mengenai sistem, proses dan
fungsi alat reproduksi yang dimiliki, berbagai perubahan yang dialami dan ciri-
cirinya, bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi, PMS dan
HIV/AIDS, program pendewasaan usia kawin, pengaruh sosial dan media
terhadap perilaku seksual, bahaya perilaku sex bebas terhadap kelainan anak dan
keturunan, kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya, memperkuat
kepercayaan diri agar mampu mengatakan tidak pada hal-hal yang negatif dan
persiapan nikah (hamil dan persalinan).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar remaja memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi.
Dengan informasi yang benar tersebut diharapkan remaja memiliki sikap dan
tingkahlaku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Selain itu,
dengan mengetahui berbagai aspek kesehatan reproduksi maka remaja akan dapat
melakukan berbagai tindakan pencegahan atau sedini mungkin melakukan
tindakan pengobatan bila memiliki permasalahan dengan system, proses dan
fungsi-fungsi reproduksi.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas
b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan
masalah kesehatan
4

c. Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pelayanan kesehatan remaja
d. Meningkatkan kesadaran remaja agar tidak melakukan pengobatan sendiri
bila memiliki permasalahan dengan system, proses dan fungsi-fungsi
reproduksi.

























5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
1. Gender
Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan
tanggung jawab antara perempuan atau lakilaki yang merupakan hasil konstruksi
sosial budaya dan dapat berubah dan atau diubah sesuai dengan perkembangan
zaman.

2. Kesehatan Reproduksi
Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat fisik, mental
dan sosial, yang tidak semata-mata terbebas dari penyakit dan kesakitan, pada
semua hal yang berhubungan sistem, fungsi dan proses-proses reproduksi.
Pengertian kesehatan repoduksi ini mencakup hal hal sebagai berikut
a. Hak seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksul yang aman dan
memuaskan serta mempuyai kapasitas untuk bereproduksi
b. Kebebasan untuk memutuskan seberapa banyak melakukannya
c. Hak dari laki laki dan perempuan untuk memperoleh informasi serta
memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik secara
ekonomi maupun kultural
d. Hak untuk mendapatkan tingkat pelayanan kesehatan yang memadai
sehingga perempuan mempunyai kesempatan untuk menjalani proses
kehamilan secara aman

3. Remaja
Remaja berarti tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan
mental, emosional sosial dan fisik. Pada masa ini tidak mempunyai tempat yang
jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau
tua. Pada masa ini seseorang menunjukkan dengan jelas masa transisi karena
6

berada diantara anak anak dan dewasa.. masa remaja berlangsung ntara umur 12
21 tahun bagi wanita dan 13 22 tahun bagi pria.

4. Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi remaja dalah suatu kondisi sehat yang menyangkut
sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Sehat tidak
semata mata berarti bebas dari penyakit atau bebas dari kecatatan namun juga
sehta secara mental serta sosial kultural.

B. Alasan yang di Permasalahkan
Masa remaja adalah masa transisi dari kanak kanak menuju dewasa. Pada
masa tersebut seseorang belum mencapai masa kematangan baik mental dan sosial
sehingga seringkali mengalami ketidakselarasan baik emosi maupun perilaku
akibat tekanan tekanan yang dialami remaja karena perubahan perubahan yang
terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan, sehingga dapat
dikatakan masa remaja adalah masa yang kritis.
Di zaman yang semakin canggih saat ini, dimana informasi semakin mudah
didapatkan dan pergaulan yang semakin bebas dapat berdampak negatif dengan
memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasan kebiasaan tidak sehat
seperti merokok, minum minuman beralkohol, penyalahgunaan dan suntikan
terlarang, perkelahian di kalangan remaja yang secara langsung maupun tidak
langsung mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada
kebiasaan berperilaku seksual yang beresiko tinggi. Ditambah dengan
pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksi yang rendah, tidak memiliki akses
terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi.
Ancaman HIV/AIDS menyebkan perilaku seksual dan kesehatan reproduksi
remaja muncul ke permukaan, pergaulan bebas hingga menyebabkan seks bebas
hingga meningkatkan angka aborsi tanpa indikasi medis yang jelas, selain itu
meningkatkan infeksi menular seksual pada penerus bangsa ini. Pelyanan
kesehatan terhadap remaja sangat penting karena mereka harus dipersiapkan untuk
menjadi produktif dan diharapkan menjadi pewaris bangsa.
7


C. Implikasi
Kesehatan reproduksi remja berimplikasi pada ketidakselarasan emosi dan
perilaku serta pengetahuan remaja yang kurang akan kesehatan reproduksinya.

D. Permasalahan
Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga
dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan
kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak
hanya berpengaruh terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa akhirnya.
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Kehamilan tidak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi
yang tidak aman dan komplikasinya
Hubungan seks pranikah di kalangan remaja didasari pula oleh mitos-mitos
seputar masalah seksualitas. Misalnya saja, mitos berhubungan seksual dengan
pacar merupakan bukti cinta. Atau, mitos bahwa berhubungan seksual hanya
sekali tidak akan menyebabkan kehamilan. Padahal hubungan seks sekalipun
hanya sekali dapat menyebabkan kehamilan selama remaja perempuan dalam
masa subur.
Aborsi merupakan keluarnya embrio atau janin dalam kandungan sebelum
waktunya. Aborsi pada remaja bisaanya sengaja dilakukan, namun ada juga yang
terjadi secara alamiah. Hal ini terjadi karena berbagai hal antara lain karena
kondisi remaja perempuan yang mengalami kehamilan tidak di inginkan
umumnya tertekan secara psikologis, dan karena secara psikososial ia belum siap
menjalani kehamilan. Kondisi psikologis yang tidak sehat ini akan berdampak
pula pada kesehatan fisik yang tidak menunjang untuk melangsungkan kehamilan.



8

2) Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan
dan kematian ibu dan bayi
Remaja saat ini masih ada yang menikah dibawah umur 20 tahun, walaupun
UndangUndang Perkawinan No.1 Tahun 1974 yang menyebutkan usia minimal
menikah bagiperempuan adalah 16 tahun dan untuk laki-laki umur 19 tahun.
Pernikahan muda bisaanya terjadi pada remaja putri, oleh orang tua dipaksa
untuk menikah, hal ini terjadi karena orang tua ingin segera terbebas dari beban
ekonomi,kawatir anak tidak mendapatkan jodoh (menjadi perawan tua), atau
orang tua ingin segera mendapatkan cucu dan seterusnya, dilain pihak orang tua
tidak pernah melaksanakan pada anak laki-laki.
Persepsi sosial budaya yang membedakan laki-laki dan perempuan
menyebabkan remaja putri hampir tidak mempunyai peluang untuk mendapatkan
pendidikan dan peran dalam sektor publik. Contoh yang paling ekstrim adalah
anggapan bahwa sepintar apapun perempuan akhirnya kembali ke dapur, sumur
dan kasur.
Remaja memang merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa,
tentunya secara psikologis masih memerlukan perhatian terhadap kebutuhan
mereka seperti bermain dengan teman sebaya, ingin diperhatikan, penasaran pada
hal baru, ingin tahu dan mencoba, kurang hati-hati, mudah emosi, mudah
tersinggung dan sebagainya.
Remaja yang menikah dini, baik secara fisik maupun biologis belum cukup
matang untuk memiliki anak sehingga rentan menyebabkan kematian anak dan
ibu pada saat melahirkan. Perempuan dengan usia kurang dari 20 tahun yang
menjalani kehamilan sering mengalami kekurangan gizi dan anemia. Gejala ini
berkaitan dengan distribusi makanan yang tidak merata, antara janin dan ibu yang
masih dalam proses pertumbuhan.
3) Masalah Penyakit Menular Seksual termasuk infeksi HIV/AIDS
Sebab penyakit menular seksual sebagian besar menular melalui hubungan
seksual baik melalui vagina, mulut, maupun dubur. Untuk HIV sendiri bisa
menular dengan transfuse darah dari ibu kepada janin yang dikandungnya.
Dampak yang ditimbulkannya juga sangat besar sekali, mulai dari gangguan organ
9

reproduksi, keguguran, kemadulan, kanker leher rahim, hingga cacat pada bayi
dan kematian.
4) Tindak kekerasan seksual
Tindak kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, dan
transaksi seks komersial ini banyak sekali modusnya. Korbannya tidak hanya
ramaja perempuan, tetapi juga laki-laki (sodomi). Remaja perempuan rentan
mengalami perkosaan oleh sang pacar atau orang yang tidak dikenal.

E. Kasus Kasus
1) Kasus Penyakit Menular Seksual
HIV/AIDS: Perjuangan Menghadapi Bom Waktu
Dalam sebuah rumah berdinding semen dan berkamar tiga di Sorong, Papua
Barat, impian Angelina pun perlahan memudar. Dulu ia pernah bercita-cita untuk
menjadi seorang polisi wanita karena saya melihat mereka membantu dan
melindungi orang.
Namun sudah lama impian itu sirna. Pada Juni 2002, suaminya yang bekerja
sebagai ahli mekanik meninggal. Enam bulan kemudian bayi perempuan
pertamanya pun juga meninggal. Baru pada bulan Oktober ia tahu penyebabnya.
Belum juga hilang kesedihannya, perempuan 21 tahun itu diberitahu bahwa ia
terinfeksi HIV. Kemungkinan besar suaminya terjangkit virus itu dari pekerja
seks.
Angelina hanya salah satu korban yang polos dan tidak tahu menahu
tentang HIV di Indonesia. Ia hanya orang bisaa yang bahkan tidak pernah
melakukan tindakan beresiko tetapi tertular oleh orang yang berkelakuan tidak
baik. Tentu saja banyak perhatian tercurah pada penyebaran HIV/AIDS di antara
kelompok-kelompok yang beresiko. Tapi UNICEF justru memfokuskan pada
anak muda dalam upayanya mencegah penularan virus ke masyarakat luas.
Sebagian besar anak muda Indonesia tidak tahu mengenai HIV/AIDS dan
penyebarannya. Hanya sedikit yang mendapat informasi yang tepat tentang
penyakit itu. Dalam satu penelitian, hanya satu dari tiga pelajar sekolah menengah
atas di Jakarta yang tahu persis cara pencegahan penularan virus secara seksual.
10

Kurangnya pengetahuan ini menjadi sebuah bom waktu di daerah-daerah
seperti Papua. Di sana anak muda mulai aktif secara seksual pada awal masa
pubertas. Dengan memberikan pelatihan pada guru-guru sekolah menengah atas di
Papua tentang ketrampilan hidup dan HIV/AIDS, UNICEF berharap generasi
muda di Papua akan memahami konsekuensi dari seks yang tidak aman.
Menyangkut pendidikan sebagai satu pilar strategi lima tahun HIV/AIDS,
pemerintah Indonesia tetap berjalan di tempat. Karena itu UNICEF mencoba
langkah berbeda dengan menyentuh langsung pelajar sekolah menengah atas.
Saat kita berada di sekolah, kita mengkombinasikan strategi pendidikan
ketrampilan hidup dan pendidikan sebaya untuk mencegah penularan HIV dan
penyalahgunaan obat-obatan. Strategi itu pada dasarnya dirancang untuk
memberikan kaum muda ketrampilan komunikasi antar pribadi, kreatifitas,
kepercayaan diri, harga diri dan daya pikir kritis. Ini perlu untuk membantu
mereka jika menghadapi kesempatan untuk mencoba obat-obatan atau melakukan
seks yang tidak aman, kata Rachel Odede, kepala unit HIV/AIDS UNICEF
Indonesia.
Hambatan utama untuk pendidikan orang Indonesia adalah keyakinan
bahwa penyakit ini hanya menjangkiti orang tidak baik dan memang mereka
layak mendapatkannya. Orang yang terinfeksi HIV/AIDS pun diberi stigma dan
dipaksa pergi dari kampung halaman mereka. Mereka ditolak berobat ke dokter,
diancam, dijauhi dan disingkirkan. Ketakutan dan stigma semacam itulah yang
membuat para tetangga dan bahkan anggota keluarga Angelina tidak tahu sama
sekali penyakitnya.
Saya anggota aktif di gereja. Saya tidak ingin orang melihat ke saya dan
berkata Lihat, orang itu putrinya sakit, kata Yakobus, ayahnya. Ia seorang guru
sekolah dasar yang mengambil pensiun dini untuk merawat putri bungsunya itu.
Meski orang Indonesia yang sekuler telah mengenal program keluarga
berencana dengan slogan dua anak cukup, pembicaraan mengenai seks masih
dianggap tabu oleh sebagian penduduk yang sebagian besar Muslim dan
konservatif ini. Saat ini epidemi HIV/AIDS terkonsentrasi pada tingkat penularan
HIV yang masih rendah pada penduduk secara umum. Namun pada populasi
11

tertentu, tingkat penularannya cukup tinggi, yaitu di antara para pekerja seks
komersil dan pengguna jarum suntik yang kian meningkat.
Seperti halnya Viet Nam dan China, epidemi HIV/AIDS di Indonesia masih
digolongkan baru timbul. Para pakar memperkirakan ada sekitar 90.000 sampai
130.000 orang Indonesia yang terjangkit HIV. Tapi UNICEF yakin angka ini akan
bertambah jika tidak ada perubahan perilaku populasi yang beresiko dan menjadi
perantara.
Tidak sulit melihat gambaran penularan ini di masyarakat umum.
Diperkirakan ada 7 sampai 10 juta laki-laki Indonesia mengunjungi pelacuran tiap
tahunnya. Mereka bisaanya enggan menggunakan kondom. Diperkirakan juga
ribuan perempuan telah terinfeksi secara seksual oleh laki-laki yang
menyuntikkan obat-obatan.
Pada tahun-tahun setelah krisis moneter, kami melihat makin banyak orang
muda pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Tampak pula terjadi peningkatan
jumlah pekerja seks dan pengguna jarum suntik (IDU), kata Dr Barakbah, kepala
unit penyakit menular Rumah Sakit Dr Soetomo, Surabaya. Kita akan melihat
lonjakan kasus AIDS dalam beberapa tahun mendatang. Kita juga melihat
pertumbuhan eksponensial pada kasus-kasus HIV yang dilaporkan, terutama yang
berasal dari tempat pelacuran. Penyebarannya sedang memasuki tahap ketiga,
yang mengarah ke AIDS. Kami melihat makin banyak pasien, tambahnya.
Untuk mengetahui bagaimana skenario ini terkuak, lihatlah kisah pekerja
seks berusia 16 tahun, Reena (bukan nama sebenarnya). Ia beroperasi di Surabaya,
daerah seks terbesar di Asia. Ia terinfeksi HIV positif dan ia tidak tahu. Ia pun
tetap melayani tamunya sampai 12 orang tiap minggunya. Tak satupun para
pelanggannya dan beberapa pacarnya itu yang menggunakan kondom.
Orang-orang tersebut adalah di antara 2.000 lebih pelaut yang singgah setiap
minggunya di Surabaya, ibu kota Jawa Timur yang juga pusat pengiriman barang
antara Jawa, Sulawesi, dan kepulauan bagian timur Indonesia.
Orang dari seluruh penjuru Nusantara menjuluki Surabaya dengan istilah
tiga M dalam kaitannya dengan penularan HIV/AIDS, yaitu Men (laki-laki),
Money (uang) dan Mobility (mobilitas).
12

Saat ini instansi-instansi makin menaruh perhatian terhadap cepatnya
penularan HIV/AIDS terhadap generasi muda Indonesia yang menggunakan
jarum suntik. Sebagian besar dari mereka berumur dua puluhan dan aktif secara
seksual.
Di beberapa daerah di Jakarta, diperkirakan 90 persen pengguna terkena
HIV positif. Beberapa tahun lalu, demografi para pengguna obat-obatan mulai
meningkat karena jatuhnya harga heroin dan para ahli kimia Indonesia mulai
membuat shabu-shabu dalam jumlah besar (bahkan cukup untuk menjadi
eksporter obat bius).
Seperti halnya di Thailand, penggunaan obat-obatan menarik para orang
miskin di kota di Indonesia. Merekalah kelompok yang sulit diberi pengertian
mengenai jarum suntik pribadi dan bersih.
Untuk mendorong kaum muda untuk memanfaatkan layanan pengujian dan
konseling, UNICEF memberi dukungan teknis dan finansial kepada beberapa
lembaga swadaya masyarakat untuk membantu generasi muda putus sekolah yang
rentan terhadap penyalahgunaan obat dan eksploitasi seks.
Tapi lembaga-lembaga ini tidak bisa berjuang sendirian. Untuk memberi
pemahaman ke masyarakat yang lebih luas, mereka butuh dukungan dan sumber-
sumber dari pemerintah pusat dan daerah. Sayangnya, instansi pemerintah enggan
untuk memimpin gerakan ini karena penyakit itu dianggap sebagai akibat dari
tindakan amoral.
Beberapa langkah baru telah diambil. Para gubernur dari daerah-daerah
yang penularannya parah bersedia menandatangani perjanjian dan bersumpah
untuk memusatkan segala sumber mereka untuk kemajuan penyuluhan mengenai
penyakit itu. Tapi rupanya masih terlalu banyak hal yang harus dikerjakan.
Tantangan terdekat yang saya lihat adalah menterjemahkan strategi
HIV/AIDS menjadi rencana tindak yang operasional dan konkrit, kata Odede.

2) Kasus Hamil di Luar Nikah
Merdeka.com - Seorang siswi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN)
1 Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur dinyatakan positif hamil, karena itu dia
13

dikembalikan kepada orang tuanya dan batal mengikuti praktik kerja industri
(prakerin) pada 4 Maret-5 Juni 2013.
Dari empat siswi yang terindikasi hamil sesuai hasil tes kehamilan oleh
sekolah akhirnya kami serahkan kepada RSUD sebagai lembaga yang berwenang
dan ternyata hanya satu yang positif hamil," kata Kepala SMKN 1 Nunukan La
Sali, di Nunukan, Selasa. Demikian dilansir dari Antara.
Ia menegaskan, siswinya yang positif hamil tersebut belum pernah menikah
atau hamil di luar nikah itu akhirnya diputuskan untuk tidak di ikutsertakan dalam
prakerin guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
"Bukan hanya itu, siswi yang baru duduk di kelas XI tersebut juga
dinyatakan di berhentikan dari sekolah dan dikembalikan kepada kedua
orangtuanya," katanya.
Menurut dia, kepastian siswi yang bersangkutan hamil setelah mendapatkan
hasil pemeriksaan dari pihak RSUD Kabupaten Nunukan setelah sebelumnya juga
telah dilakukan tes kehamilan oleh pihak sekolah.
"Namun, RSUD sebagai lembaga yang berwenang memastikan hanya satu
siswi yang positif hamil dan tiga orang dinyatakan negatif, karena itu siswi
bersangkutan telah kami kembalikan kepada kedua orang tuanya untuk dibina,"
katanya.
Oleh karena itu, informasi adanya empat siswi SMKN 1 Nunukan yang
hamil adalah tidak akurat, karena hasil tes kehamilan oleh sekolah hanya
menunjukkan indikasi kehamilan, namun tes paling akurat adalah dari lembaga
berwenang yakni rumah sakit.
"Kami memeriksa siswi yang hamil sebelum diberangkatkan mengikuti
prakerin, karena pengalaman sebelumnya menunjukkan adanya siswi yang hamil
saat prakerin di salah satu industri dan akhirnya merusak citra sekolah," katanya.

3) Kasus Pernikahan Dini
Dipaksa Kawin, Gadis Iran Divonis Mati Sebab Bunuh Suaminya
Jumat, 20 Juni 2014 19:03 WIB
14

IRAN Razieh Ebrahimi dipaksa menikah pada usia 14 tahun, menjadi
seorang ibu di umur 15 tahun, dan membunuh suaminya saat usianya masih 17
tahun. Sekarang di umurnya yang baru 21 tahun, dia menghadapi hukuman mati
di Iran.
Ebrahimi, yang menembak mati suaminya ketika sedang tidur, bakal
menghadapi hukuman mati, meskipun hukum internasional melarang eksekusi
untuk kejahatan dilakukan oleh remaja, seperti dilansir surat kabar the Guardian,
Jumat (20/6).
Organisasi nirlaba Human Rights Watch, mendesak pengadilan Iran untuk
menghentikan eksekusi. Awal pekan ini, pengacara Ebrahimi juga meminta hakim
untuk mempertimbangkan pengadilan ulang, seperti dilaporkan kantor berita semi
resmi Mehr.
Saya menikah dengan anak tetangga kami ketika saya baru 14 tahun sebab
ayah saya bersikeras, kata Ebrahimi, seperti dikutip pejabat yang bekerja pada
kasusnya, seperti dikutip Mehr.
Ayah saya bersikeras bahwa saya harus menikah dengan anak tetangga
kami itu sebab dia berpendidikan dan bekerja sebagai guru. Saya berusia 15 tahun
ketika saya melahirkan, ujar Ebrahimi. Anaknya diyakini kini sudah berusia
enam tahun.
Saya tidak tahu siapa saya atau apa arti hidup semua ini, ujar dia setelah
ditangkap. Suami saya menganiaya saya. Dia menggunakan alasan apapun untuk
menghina saya, bahkan menyerang saya secara fisik.
Ebrahimi dikatakan telah mengakui telah membunuh suaminya dengan
pistolnya sendiri sebelum menguburnya di kebun. Ebrahimi awalnya mengatakan
kepada polisi suaminya hilang, tapi ayahnya sendiri menemukan mayat suaminya
itu dan menyerahkan dia ke polisi.
Iran merupakan negara penandatangan Perjanjian Internasional untuk Hak-
Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang melarang hukuman mati bagi narapidana jika
tindakan kejahatan mereka dilakukan saat mereka masih di bawah usia 18 tahun.
Human Rights Watch menyerukan kepada peradilan, yang independen dari
pemerintah Iran, untuk membalikkan keputusan itu.
15

Setiap kali seorang hakim Iran mengeluarkan hukuman mati bagi anak-
anak pelaku kejatahan seperti Ebrahimi, dia harus ingat dia secara terang-terangan
melanggar tanggung jawab hukum untuk menegakkan keadilan secara adil dan
merata, kata Joe Stork dari Human Rights Watch.
Walaupun hukuman mati terhadap Ebrahimi dijatuhkan oleh hakim, namun
keluarga korban sampai menit terakhir tidak mengampuni dia, keputusan yang
sejauh ini ditolak. Berdasarkan hukum Iran, keluarga korban memiliki kata akhir
atas hukuman mati.
Pada April lalu, seorang ibu di Iran mengampuni seorang pria yang telah
membunuh anaknya, sebelum tersangka akan dieksekusi. Tindakan pengampunan
dari Samereh Alinejad itu telah mengilhami puluhan keluarga lainnya di seluruh
Negeri Mullah itu untuk mengampuni pada narapidana di menit terakhir.
Otoritas kehakiman Iran sebelumnya telah membantah tuduhan telah
mengeksekusi remaja. Tetapi menurut HRW, Iran telah mengeksekusi sedikitnya
sepuluh remaja pelaku kejahatan sejak tahun 2009.
Sengketa ini tampaknya muncul dari definisi Iran sendiri terkait seorang
remaja. Negara ini tidak memberikan perbedaan yang jelas antara usia maksimal
dan usia minimum untuk pertanggungjawaban pidana, yaitu 15 tahun untuk anak
laki-laki dan sembilan tahun untuk anak perempuan di bawah hukum Iran. Di
bawah kode sipil saat ini, perempuan dapat menikah pada usia 13 tahun dan anak
laki-laki pada usia 15 tahun, kata HRW.
Menurut Amnesty Internasional pada 2013 Iran dan Irak bertanggung jawab
atas lebih dari dua pertiga eksekusi yang terjadi di seluruh dunia. Iran mengatakan
sebagian besar eksekusi terkait dengan pelanggaran obat-obatan terlarang.
Shadi Sadr, seorang pengacara Iran yang berbasis di London dengan
kelompok hak asasi Keadilan untuk Iran, mengatakan kasus Ebrahimi
menggarisbawahi masalah sosial dan hukum yang tersembunyi di Iran.
Memaksa gadis menikah di Iran adalah masalah sosial dan hukum yang
tersembunyi, kata Shadi.
Namun, perlu dicatat bahwa kasus Ebrahimi bukanlah kasus yang unik
sama sekali. Pada Maret lalu, misalnya, Farzaneh Moradi, 28 tahun, dieksekusi
16

karena membunuh suaminya. Dia dipaksa menikah pada usia 15 tahun,
melahirkan saat umurnya 16 tahun, jatuh cinta dengan pria lain pada usia 19 tahun
dan dituduh membunuh suaminya di umur 20 tahun, jelas dia.
Wanita seperti Ebrahimi atau Farzaneh, yang dipaksa untuk menikah di
masa kanak-kanak, sebenarnya diperkosa terus-menerus di bawah nama
pernikahan. Ketika mereka seharusnya pergi ke sekolah di usia itu, tapi mereka
malah mengalami kehidupan yang penuh dengan kekerasan dengan tanpa adanya
dukungan hukum. Mereka akhirnya membunuh diri mereka sendiri atau suami
mereka untuk mengakhiri lingkaran setan ini, tegas Shadi.
Shadi mengatakan peradilan untuk penelitian Iran menunjukkan pada 2012
saja, 1.537 anak perempuan di bawah usia 10 tahun dan 29.827 perempuan antara
usia 10 tahun dan 14 tahun terdaftar untuk menikah di Iran.

F. Pembahasan Kasus
Kasus pertama, mengenai penyakit HIV/AIDS yang diderita Angelina,
seorang putri Papua, membuktikan bahwa penyakit HIV/AIDS tidak hanya
diderita oleh perempuan pekerja seks atau perempuan yang melakukan hubungan
seks diluar nikah. Angelina menikah dan menjalani kehidupan dengan suaminya,
tanpa tahu bahwa suaminya kemungkinan melakukan hubungan seks dengan
wanita pekerja seks, tanpa sepengetahuannya. Kasus yang menimpa Angelina
membuktikan adanya ketidakadilan gender, dimana perempuan yang tidak
bersalah harus menanggung penyakit yang tidak seharusnya ia derita.
Penyebabnya berasal dari kelakuan sang suami yang melakukan hubungan seks
dengan wanita lain secara tidak aman. Ini berarti ia memiliki risiko dalam
berhubungan seksual dengan suaminya, yang berakibat fatal yakni tertular
penyakit HIV/AIDS. Tentu Angelina akan menerima perlakuan negatif dari
masyarakat, karena HIV/AIDS ini dianggap sebagai penyakit yang meresahkan.
Perempuan yang tidak bersalah itu akhirnya harus menerima kenyataan bahwa ia
mengidap penyakit mematikan seumur hidupnya.
Kasus kedua mengenai siswi SMKN yang tidak mendapatkan izin untuk
mengikuti kegiatan sekolah karena hamil di luar nikah. Kejadian ini sudah sangat
17

jelas membuktikan adanya ketidaksetaraan gender bagi perempuan untuk
memperoleh pendidikan. Ini berarti ada marjinalisasi atau peminggiran pada
perempuan dalam hal pendidikan, yang dapat menyebabkan miskinnya
pengetahuan pada perempuan tersebut. Perempuan yang hamil di luar nikah,
apapun alasannya entah itu karena disengaja seperti berhubungan seks dengan
pasangannya, ataupun secara tidak sengaja seperti mengalami pemerkosaan, tetap
harus mendapatkan hak untuk melanjutkan pendidikan. Karena ini menyangkut
masa depan mereka, dan masa depan anak yang dilahirkan. Sedangkan laki-laki
yang menghamili perempuan itu tidak jelas hukumannya, dalam artikel tersebut
tidak dijelaskan mengenai laki-laki tersebut. Tetapi bisaanya hukuman yang
diterima laki-laki tidak sebanding dengan hukuman yang diterima perempuan.
Laki-laki bisaanya tetap bisa melanjutkan pendidikan dan tidak dikeluarkan dari
sekolah. Padahal jika laki-laki bisa melajutkan pendidikannya, mengapa
perempuan tidak? Perempuan juga harus tetap mendapatkan haknya dalam
pendidikan, dan perhatian selama kehamilan dan masa melahirkan. Dan stereotip
(pelabelan negatif) bisaanya dialami oleh kaum perempuan dibandingkan dengan
laki-laki. Mereka dianggap memancing hawa nafsu laki-laki, dan tingkah lakunya
tidak baik. Seakan-akan mengabaikan kenyataan bahwa kehamilan juga bisa
disebabkan karena rayuan dari pihak laki-laki. Dalam kasus ini perempuan
mengalami diskriminasi, ia tidak diberi kesempatan yang sama untuk bersekolah
dan mengenyam pendidikan. Dalam artikel tersebut, pihak sekolah seolah-olah
hanya mementingkan nama baik, tanpa menyadari bahwa musibah yang menimpa
siswinya itu mungkin saja disebabkan oleh kelalaian pihak sekolah dalam
mengedukasi dan mengawasi pergaulan siswa siswinya.
Kasus ketiga dialami oleh Razieh Ebrahimi, seorang penduduk Iran yang
membunuh suaminya karena mendapat perlakuan yang tidak senonoh. pada
awalnya Ebrahimi mengalami masa-masa sulit pada saat berumur belasan tahun.
Ebrahimi dipaksa menikah oleh ayahnya sendiri pada saat umurnya masih 14
tahun. Umur 14 tahun adalah masa dimana anak-anak masih senang bermain
dengan teman-teman sebayanya, sedangkan pada usia tersebut Ebrahimi harus
menikah dan setahun kemudian melahirkan anaknya, pada usia 15 tahun. Selama
18

masa pernikahannya itu, ia sering mengalami penyiksaan fisik maupun psikis dari
sanga suami. Itulah yang menjadi alasan ia nekad membunuh suaminya. Jika
diamati dari segi hak-hak seksual dan reproduksi yang seharusnya diterima
Ebrahimi, maka ia tidak sepenuhnya memperoleh hak-haknya. Pertama, hak
memilih atau tidak untuk menikah, membentuk dan merencanakan keluarga.
Ebrahimi tidak mampu menolak keinginan ayahnya yang ingin menikahkannya, ia
mengalami paksaan dan tidak memiliki pilihan untuk menentukan dengan siapa ia
ingin menikah. Kedua, Hak untuk bebas dari siksaan dan salah perlakuan. Setiap
orang mempunyai hak untuk tidak mendapatkan kekerasan baik fisik maupun
verbal oleh pasangaannya ataupun orang lain. Iran sendiri merupakan negara yang
menandatangani Perjanjian Internasional untuk Hak-Hak Sipil dan Politik
(ICCPR) yang melarang hukuman mati bagi narapidana jika tindakan kejahatan
mereka dilakukan saat mereka masih di bawah usia 18 tahun. Ebrahimi
melakukan kejahatan pada saat umurnya masih 17 tahun, tetapi ia tetap harus
menerima hukuman mati. Padahal negaranya menyepakati perjanjian internasional
yang melarang hukuman mati bagi narapidana dibawah 18 tahun.













19


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa remaja merupakan masa yang paling kritis karena terjadi transisi dari
masa kanak-kanak menuju dewasa, yang ditandai dengan perubahan fisik, psikis,
dan sosial. Masalah kesehatan pada remaja khususnya reproduksi, sering terjadi
dan berdampak pada fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental,
emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Salah
satu masalah kesehatan reproduksi pada remaja yaitu Kehamilan yang tidak di
inginkan (KTD).
Pada kasus ini sering terjadi pula diskriminasi yang di terima oleh remaja
perempuan. Misalnya di keluarkan dari sekolah karena telah dianggap membuat
buruk nama sekolahnya. Hal itu merupakan suatu pelanggaran atas hak seseorang
untuk setara dan bebas dari segala bentuk diskriminasi. Informasi yang sering
membingungkan dan peraturan yang kurang jelas dan tidak tegas, membuat
ketidakadilan gender pada sebagian minoritas khususnya dalam permasalahan
kesehatan reproduksi remaja. Oleh sebab itu, perlunya upaya bersama untuk
melakukan pemberdayaan kepada masyarakat. Agar masalah kesehatan
reproduksi remaja yang sering terjadi dapat menurun secara signifikan. Sehingga
remaja dapat dipersiapkan untuk menjadi produktif dan di harapkan menjadi
pewaris bangsa yang lebih baik.

B. Saran
1. Perlunya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam
pencegahan masalah kesehatan
2. Perlunya dukungan dan kesadaran dari masyarakat akan pentingnya gender
dan kesehatan reproduksi pada remaja, sehingga ketidakadilan yang
selama ini terjadi tidak akan terus berulang.
20

3. Agar pemerintah lebih mengambil sikap dalam ketidakadilan yang terjadi
pada kesehatan reproduksi remaja khususnya remaja perempuan.
4. Pemerintah terus berupaya bekerjasama dengan sektor lain, agar bukan
hanya upaya kuratif yang selalu di kedepankan, tetapi upaya promotif dan
preventif. Sehingga pengurangan masalah kesehatan yang terjadi pada
remaja dapat menurun dengan signifikan
4. Peran aktif tenaga kesehatan serta bantuan dari berbagai pihak seperti
LSM, Instansi pendidikan terus melakukan pemberdayaan pada
masyarakat mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dalam
pencegahan masalah kesehatan. Sehingga siapapun dapat mengambil
tindakan cepat dan tepat ketika remaja mengalami masalah kesehatan

















21

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. Modul Pelatihan Belajar Mandiri Bagi Widyaiswara. Jakarta.2000
_______ Kesehatan Seksual. Jakarta.2002.
_______ Fungsi Reproduksi Dalam Keluarga. Jakarta.2002.

Dipaksa Kawin, Gadis Iran Divonis Mati Sebab Bunuh Suaminya.
http://www.kepribangkit.com/dipaksa-kawin-gadis-iran-divonis-mati-
sebab-bunuh-suaminya.kb. Diakses pada Sabtu, 5 Juli 2014

HIV/AIDS: Perjuangan Menghadapi Bom Waktu.
http://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_3186.html. Diakses pada
Sabtu, 5 Juli 2014

http://www.apotekroxy.com/. Diakses pada Sabtu, 05 Juli 2014

http://www.belajarpsikologi.com/. Diakses Sabtu, 05 Juli 2014

http://www.k4health.org/. Diakses pada Sabtu, 05 Juli 2014

Ketahuan Hami, Siswi SMKN Dikeluarkan dari Sekolah.
http://www.merdeka.com/peristiwa/ketahuan-hamil-siswi-smkn
dikeluarkan-dari-sekolah.html. Diakses pada Sabtu, 5 Juli 2014

Muryanta, Andang. Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Perspektif Gender.
www.kulonprogokab.go.id. Diakses pada Sabtu, 5 Juli 2014

Rini, Putri Mahardika Cantika. 2012. Isu Gender dan Hak-Hak Kesehatan
Reproduksi Remaja. Politeknik Kesehatan Permata Indonesia.
www.scribd.com. Diakses pada Sabtu, 5 Juli 2014

Saifuddin, EF, dkk. Seksualitas Remaja. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 1999

Sekitar Masalah Gender. https://www.k4health.org/toolkits/indonesia/sekitar-
masalah-gender. Diakses pada Sabtu, 5 Juli 2014

Anda mungkin juga menyukai