Anda di halaman 1dari 129

Kankcr adalah penyebab utama kedua kematian di Amerika Serikat; hanya pcnyakit kardiovaskular yang

menimbulkan korban lcbih banyak. Yang lebih menyakitkan daripada angka kematian adalah pcnderi ta-
an emosional dan fisik yang ditimbulkan oleh neoplasma. Pasien gan masyarakat sering bertanya,
Kapan ada obat yang dapat menycmbuhkan kanker?"
jawaban bagi pertanyaan scderhana ini sulit karena
kanker bukan satu penyakit, tetapi beragam penyakit
yang sama-sama memiliki gambaran kekacauan pengendalian pertumbuhan. Beberapa kanker, seperti
limfoma Hodgkin, dapat disembuhkan, sementara
yang lain, misalnya kanker pankreas, mcmperlihatkan
angka kematian yang sangat tinggi. Satu-satunya
harapan untuk mengendalikan kanker terletak pada
mempelajari lebih banyak tentang kausa dan patc-
gcnesisnya, dan tclah banyak dilakukan upaya untuk
memahami kausa dan dasar molekular kankcr. Bab ini
membahas biologi dasar neop1asma~sifatnc0p1asma
jinak dan ganas, serta dasar molekular transformasi
neoplastik. Rcspons pejamu terhadap tumor dan
gambaxan klinis neoplasma juga disinggung.

Neoplusmu sccara harfiah berarti pertumbuhan
bam". Suatu neoplasma, sesuai definisi Willis, adalah
"massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya
berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan per-
tumbuhan jaringan normal serta terus dcmikian
walaupun rangsangan yang memicu perubahan
terscbut telah berhcnti. Hal mendnsur tentang usul
neaplusmu uduluh hilungnya responsivitus terhudap fuktcr pengendali pertumbuhun yang normal. Sel
neoplastik disebut mengalami transformasi karena
terus membelah diri, tampaknya tidak peduli terhadap A
pcngaruh regulatorik yang mengendalikan pertumbuh- ]
an sel normal. Selain itu, neoplasma bcrperilaku seperti 4
` parasit dan bersaing dcngan sel dan jaringan normal 4
untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya. Tumor 4
mungkin tumbuh subur pada pasien yang kurus l
kcring. Sampai tahap tcrtcntu, neoplasma memilikiy 1
otonomi dan sedikit banyak terus mexnbesar tanpa I
bergantnmg pada lingkungan 1o1<a1.dan status gizi ]
pcjamu. Namun, otonomi tersebut tidak sempuma. I
Beberapa neoplasma membumhkan dukungan endo-
krin, dan kctergantungan semacam ini kadang-kadang r
dapat dicksploitasi untuk merugikah neoplasma t

terscbut. Semua neoplasma bergantung pada pejamu
untuk memenuhi kebutuhan gizi dan aliran darah.
Dalam penggunaan istilah kcdokteran yang umum,
ncoplasma searing disebut sebagai tumor, dan ilmu
tentang tumor disebut cnkolcgi (dari vncas, tumor",
dan I0g0s, ilmu"). Dalam onkologi, pembagian neo-
plasma menjadi kategori jinak dan ganas merupakan
hal panting. Pembagian ini didasarkan pada penilaian
tentang kemungkinan perilaku klinis neoplasma.
Suatu tumor dikatakan jinuk (benigna) apabila
gambaran mikroskopik dan mal<ros1<0pil<nya dianggap
relatif tidak berdosa", yang mengisyaratkan bahwa
tumor tersebut akan tetap terlokalisasi, tidak dapat
menyebar ke tempat lain, dan pada umumnya dapat
dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal; pasien
umumnya selamat. Namun, perlu dicatat bahwa tu-
mor jinak dapat menimbulkan kelainan yang lebih dari
sekadar benjolan lokal, dan kaclang-kadang tumor
jinak menimbulkan penyakit serius, scperti yang akan
dibahas kemudian.
Tumor ganas (maligna) secara kolektif disebut
kzmker, yang berasal dari kata Latin untuk kepiting
tumor melckaterat ke semua permukaan yang dipijak-
nya, sepcrti seekor kepiting. Ganas, apabila diterapkan
pada neoplasma, menunjukkan bahwa lesi dapat
menyerbu dan merusak struktur di dekatnya dan mc-
nyebar ke tempat jauh (metastasis) scrta mcnycbabkan
kematian. Tidak scmua kanker berkembang scdemikian
mematikan. Sebagian ditemukan secara dini dan ber-
hasil dihilangkan, tctapi sebutan ganas menandakan
bandcra merah.

TATA NANIA
Semua tumor, jinak dan ganas, memiliki dua
komponen dasar: (1) parenkim, yang terdiri atas sel
yang telah mengalami transformasi atau neoplastik,
dan (2) stroma penunjang nonneoplastik yang berasal
dari pejamu dan terdiri atas jaringan ikat dan pembuluh
darah. Parenkim neoplasma menentukan perilaku
biologisnya, dan komponen ini yang menentukan
nama tumor bersangkutan. Stroma mengandung
pembuluh darah dan memberikan dukungan bagi
pertumbuhan sel parenkim dan sangat penting untuk
pertumbuhan neoplasma.
Tumor jinak. Secara umum, tumor jinak diberi
nama dengan tambahan akhiran -0mu ke jenis sel asal
tumor tersebut. Suatu tumor jinak yang berasal dan

jaringanfibrosa adalah jibrcma; tumor tulang rawan
l yang jinak disebut kondromu. Tata nama untuk tumor
epitel jinak lebih rumit. Tumor ini kadang-kadang
diklasifikasikan berdasarkan pola mikroskopik dan
kadang-kadang pola makroskopik. Yang lain diklasifi-
kasikan berdasarkan asal sel. Berikut ini beberapa
l contoh.
Kata adenoma diterapkan untuk neoplasma epitel
jinak yang menghasilkan pola kelenjar dan untuk neo-
t plasma yang berasal dari kelenjar, tetapi tidak hams
t memperlihatkan pola kelenjar. Neoplasma epitel jinak
l yang berasal dari sel tubulus ginjal dan tumbuh dalam
pola seperti kelenjar akan diberi nama suatu adenoma,
demikian juga suatu massa sel epitel jinak yang tidak
menghasilkan pola kelenjar, tetapi berasal dari korteks
adrenal.
Pupilomu adalah neoplasma epitel jinak, yang
tumbuh di suatu permukaan, dan menghasilkan tonjol-
an mirip jari, baik secara mikroskopis maupun
makroskopis (Gbr. 6-1).
Polip adalah suatu massa yang menonjol di atas
_ permukaan mukosa, seperti pada usus, untuk mem-
bentuk struktur yang terlihat dengan mata telanjang.
Walaupun kata ini senng digunakan untuk tumor jinak,
beberapa tumor ganas juga dapat tampak sebagai polip.
Kadang-kadang, terutama di kolon, kata ini diterapkan
untuk pertumbuhan nonneoplastik yang membentuk
massa polipoid.
Kistadcncmn adalah massa kistik berongga; khas
ditemukan di ovarium.
Tumor Ganas. Tata nama tumor ganas pada
dasamyarmengikuti tata nama tumor jinak, dengan
penambahan dan pengecualian tertentu.
Neoplasma ganas yang bcrasal dari jaringan
mesenkim atau turunannya disebut snrkama. Kanker
yang berasal dari jaringan fibrosa disebutjibrosarkoma,
dan neoplasma ganas yang terdiri atas kondrosit

disebut kondrosurkamu. Sarkoma diberi nama ber-
dasarkan histogenesisnya (yaitu jenis sel yang mem-
bentuknya). Neoplasma ganas yang berasal dari sel
epitel disebut khrsincma. Perlu diingat bahwa cpitel
tubuh berasal dari ketiga Iapisan sel germinativum;
neoplasma ganas yang muncul di epitel tubulus ginjal
(mesoderm) adalah karsinoma, demikian juga kanker
yang tumbuh di kulit (ektoderm) dan epitel yang me-
lapisi usus (endoderm). Jelaslah bahwa mesoderm
dapat menimbulkan karsinoma (epitel) dan sarkoma
(mesenkim). Karsinoma dibagi-bagi lebih lanjut.
Kursinomu sel skuamosn menandakan suatu kanker
yang sel tumomya mirip dengan epitel skuamosa ber-
lapis, dan udenckarsinvma berarti lesi yang sel epitel
neoplastiknya tumbuh dalam pola kelenjar. Kadang-
kadang jaringan atau organ asal dapat diidentifikasi,
seperti pada penyebutan adenokarsinoma sel ginjal
atau pada kolangiokarsinoma, yang mengisyaratkan
asal duktus empedu. Kadang-kadang tumor tumbuh
dalam pola tidak berdiferensiasi dan harus disebut
karsinomu berdqerensiasi buruk. .
Sel parenkim pada suatu neoplasma, baik jinak
maupun ganas, mirip satu sama lain, seolah-olah
semua berasal dari satu progenitor. Memang, neo-
plasma memiliki asal yang monoklonal, seperti dibahas
kemudian. Namun, pada beberapa kasus, sel Bakal
mungkin mengalami d#erensiasi divergen, menghasil-
kan apa yang disebut sebagai tumor campuran. Contoh
terbaik adalah tumor campuran yang berasal dari
kelenjar liur. Tumor ini memiliki komponen epitel yang
tersebar di seluruh stroma fibromiksoid, kadang-
kadang mengandung pulau tulang rawan atau tulang
(Gbr. 6-2), Semua elemen yang beragam ini diperkirakan
berasal dari sel cpitel, sel mioepitcl, atau keduanya di
kelenjar liur, dan nama yang dianjurkan untuk neo-
plasma ini adalah adenoma pleomomk. Fibroadenoma

v
pada payudara perempuan adalah tumor campuran
lain yang sering ditemukan. Tumor jinak ini me-
ngandung campuran elemen duktus yang berproliferasi
(adenoma) yang terbenam di dalam jaringan ikat
longgar (fibroma). Walaupun penelitian mengisyarat-
kan bahwa hanya komponen fibrosa yang bersifat
neoplastik, kata fibmadenomn tetap sering digunakan.
Tumor campuran multifaset jangan dikacaukan
dengan teratomu, yang mengandung sel atau jaringan
ma lur atau imatur yang mewakili lebih dari satu lapisan
germinativum dan kadang-kadang ketiga lapisan
tersebut. Teratoma berasal dari seltotipotensial seperti

yang terdapat secara normal dalam ovarium dan testis
dan kadang-kadang secara abnormal pada sisa
embrionik garis-tengah. Sel semacam ini memiliki
kapasitas untuk berdiferensiasi menjadi scmua jenis
sel yang tegdapat dalam tubuh manusia d_cwasa
schingga tidak mengejutkan bahwa sel tersebut dapat
menghasilkan neoplasma yang mirip, secara kacau,
potongan tulang, epitel, otot, lemak, saraf, danjaringan
lain. Apabila semua bagian komponen berdiferensiasi
baik, tumor disebut terntcmn jinnk (matur); apabila
berdiferensiasi kurang baik, disebut terutoma imatur,
yang bcrpotensi atau nyata gnnns. .

Nama spesifik untuk bentuk neoplasma yang sering
ditemukan disajikan pada Tabel 6-1. jelas tampak
beberapa ketidakkonsistenan. Sebagai c0nt0h, istilah
Iimfoma, mesotelioma, melanoma, dan scminoma
digunakan untuk neoplasma ganas. Nama yang saiah
ini sudah "mcndarah-daging" dalam terminolcgi
kedokteran.
Terdapat kebingungan terminologi lain. Hnmnr-
toma adalah suatu malformasi yang bermanifestasi
sebagai massa jaringan (tersusun acak) yang memang
terdapat di suatu bagian tubuh tertcntu. Kita mungkin
menjumpai suatu massa yang terdiri atas sel hati,
pembuluh darah, dan mungkin saluran ernpedu yang
matur, tetapi tersusun acak atau suatu nodus hamar-
tomatosa di paru yang mengandung pulau tulang
rawan, bronkus, dan pcmbuluh darah. Salah-nama
lainnya adalah kvristoma. Anomali kongenital ini
sebaiknya discbut sebagai suatu heteratopic rest (sisa
heterotropik) sel. Scbagai contoh, nodus kecil yang ter-
bentuk oleh struktur pankreatik yang bcrkembang dan
tersusun baik mungkin ditemukan di submukcsa
lambung, duodenum, atau usus halus. Heteratopic rest
ini mungkin dipenuhi 0leh pulau Langerhans dan ke-
lenjar eksokrin. Kata koristama, yang mengisyaratkan
suatu neoplasma, mcnyebabkan heterotapic rest me-
miliki makna yang jauh lebih berat daripada makna
klinis yang sebenarnya ringan. Walaupun sayangnya
tidak sederhana, terminologi neoplasma merupakan
hai penting karena merupakan bahasa untuk mng-
golongkan sifat dan arti suatu tumor.

` " KARAKTERISTIK NEOPLASIVIA
JINAK DAN GANAS
Bagi pengidap suatu tumor, tidak ada yang lebih
penting daripada diberi tahu "Tumornya jinak". Pada
sebagian besar kasus, prediksi semacam ini dapat
dilakukan dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi
berdasarkan kriteria klinis dan anatomik, tetapi se
bagian neoplasma tidak mudah dikategorisasikan,
Gambaran tertentu mungkin mengisyaratkan tumor
jinak, dan yang lain mungkin menunjukkan keganasan.
Pada beberapa kasus tumor, tidak terdapat kesetaraan
antara pcnampakan dengan perilaku biologiknya. Pada
sebagian kasus, mungkin diperlukan pencntuan profil
m0le1<ular(lihathlm. 235). Namun, masalah semacam
ini tidak sering ditemukan dan biasanya terdapat
kritcria yang andal untuk mcmbedakan tumor jinak
dan ganas. Tumor dapat dibedakan berdasarkan
diferensiasi dan anaplasia, kecepatan pertumbuhan,
invasi lokal, dan metastasis.
_ Diferenslasi dan Anaplasi V
Diferensiasi dan anaplasia hanya mengacu pada
sel parenkim pambentuk elemen neoplasma yang mang-
alami transformasi. Stroma yang mengandung pcm-

buluh darah sangat penting bagilpertumbuhan tumor
tetapi tidak membantu untuk memisahkan tumor jinak
dari tumor ganas. Namumjumlahjaringan ikat stroma
memang menentukan konsistensi suatu tumor. Kanker
tertentu memicu terbentuknya stroma fibrosa padat
dalam jumlah besar (desmoplasia), sehingga tumornya
keras dan disebut scirrhous tumor. Dferensiasi sel
pnrenkim merxgacu pnda sebernpn jauh sel tersebut
secqm marfolagis dan fungsirmul masih mirip dengan
sel nsal.
Neoplasma jinak terdiri atas sel berdiferensiasi balk
yang sangat mirip dcngan padanarmya yang normal.
Lipoma terdiri atas sel lemak ma tur yang dipenuhi oleh
vakuol lemak di dalam sitoplasmanya, dan kondroma
tcrbentuk dari sel tulang rawan ma tur yang menyintesis
matriks tulang rawan normal, yang merupakan bukti
terjadinya diferensiasi morfologik dan fungsional. Pada
tumor jinak yang berdifercnsiasi balk, mitosis sangat
jarang ditemukan dan konfigurasinya normal.
Neoplasma ganas ditandai dengan diferensiasi
yang beragam dari sel parenkim, dari yang berdiferen-
siasi balk (Gbr. 6-3) sampai yang sama sekali tidak
berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri atas sel
tidak berdiferensiasi dikatakan bersifat mmplnstik.
Tidak adanya diferensiasi, atau anaplasia, dianggap
sebagai tanda utama keganasan. lstilah rmnplnsirz
secara harfiah berarti tumbuh mundur" (tafcrm back- `
ward). Kata ini mengisyaratkan dedifcrensiasl, atau g
hilangnya diferensiasi struktural dan fungsional sel
normal._Namun, sekarang diketahui bahwa kanker
berasal dari sel bakal di jaringan sehingga tumor yang
tidak bcrdiferensiasi lebih disebabkan oleh kegagalan
berdiferensiasi dan bukan dediferensiasi dari sel yang
bersangkutan. A .

Sel anaplastik memperlihatkan plevmomsme (yaitu
variasi yang nyata dalam bentuk dan ukuran) yang
nyata (Gbr. 6-4). Umwnnya inti sel smzgat hiperkromutik
dan besar. Rasio inti sel terhadap sitoplasma dapat
mendekati 1:1 dibandingkan dalam keadaan normal
yang besamya 1:4 atau 1:6. Mungkin terbentuk sel
raksusa yang jelas lebih besar daripada sel di sekitamya
dan memiliki satu inti sel yang sangat besar atau
beberapa inti sel. Inti sel annplastik memiliki ukuran
dan hentuk sungut beragum. Kromatin kasar dan
bergumpal, dan ukuran nuklcolus mungkin sangat
besar. Yang lebih panting, mitosis bunyak ditemukaw
dan jelus utipikul; mungkin ditemukan gelondong-
gelondong yang kacau dan kadang-kadang tampak
sebagai bentuk tripolar atau kuadripolar (Gbr. 6-5). Sel
anaplastik biasanya juga tidak membentuk pola
orientasi yang teratur satu sama lain (sel terscbut
kehilangan polaritasnya yang normal). Sel tumor
mungkin tumbuh dalam lembaramlembaran, disertai
hilangnya sarna sekali struktur komunal, misalnya
arsitektur gepeng berlapis atau pembentukan kelenjar.
Anaplasia adalah gangguan pertumbuhan sel paling
ekstrem yang ditemukan dalam spektrum proliferasi
sel. Seperti telah disinggung, tumor ganas memper-
lihatkan gambaran diferensiasi yang sangat beragam.
Di salah satu ekstrem terdapat tumor anaplastik yang .
tidak berdiferensiasi sama sekali, dan di ekstrem yang 4
lain terdapat kanker yang sangat mirip dengan jaringan .
_ asal. Sebagaicontoh, adenokarsinoma berdiferensiasi l
baik di prostatmungkin memperlihatkan kelenjar yang ;
tampak normal. Tumor semacam ini kadang-kadang 4
sulit dibedakan dengan proliferasi jinak. Di antara l
kedua ekstrem terdapat tumor yang secara umum 1
disebut mengalami diferensiusi cukup buik. ` {

Semakin baik diferensiasi sel, semakin lengkap sel
tersebut mempertahankan kemampuan fungsional
seperti yang dimiliki sel normal sejenis. Pada kelenjar
endokrin, neoplasma jinak dan bahkan kanker yang
berdiferensiasi baik sering menghasilkan hormon yang
khas seperti hoxmon sel normal. Karsinoma sel skua-
mosa yang berdiferensiasi baik menghasilkan keratin
(lihat Gbr. 6-3), sama seperti karsinoma hepatoselular
berdiferensiasi baik yang menghasilkan empedu.
Namun, pada beberapa kasus muncul fungsi yang
tidak terdu ga. Sebagian kanker mungkin menghasilkan
protein (antigen) janin yang tidak dihasilkan oleh sel
normal pada orang dewasa. Kanker nonendokrin
mungkin menghasilkan hormon (hormon ektopik).
Sebagai contoh, karsinoma bronkogenik mungkin
menghasilkan hormon adrenokortikotropik (ACTH),
hormon mirip-paratiroid, insulin, glukagon, dan
hormon lain. Fenomena ini nanti akan dibahas lebih
lanjut. Walaupun terdapat pengecualian, semakin
ceput tumbuh dan unuplnstik suutu tumor, semakin
kecil kemungkinurmya tumor tersebut memperlihntkan
aktivitns fungsianul spesyik.
Sebelum meninggalkan topik diferensiasi dan ana-
plasia, kita seyogianya membahas displasiu, suatu kata
yang digunakan untukl menjelaskan proliferasi yang
tidak teratur, tetapi non-neoplastik. Displasia terutama
ditemukan di epitel. Displasia adalah hilangnya
keseragamun (unyiarmitus) setiup sel dan hilangnya
arientusi arsitekturnl sel tersebut. Sel displastik
memperlihatkan pleomorfisme (variasi ukuran dan
bentuk) dan sering memiliki inti sel yang berwama
gelap (hiperkromatik) dan sangat besar dibandingkan `
dengan ukuran selnya sendiri. Cambaran mitotik lebih
banyak daripada normal. Mitosis sering ditemukan di
lokasi abnormal di dalam epitel. Pada epitel berlapis
gepeng yang mengalami displasia, mitosis tidak

terbatas di lapisan basal seperti biasanya, tetapl
mungkin clitemukan di semua lapisan, bahkan di sel
permukaan. Terdapat kekacauan arsitektural yang ber-
makna. Sebagal contoh, pematangan progresif sel
jangkung di lapisan basal yang menjadi skuama gepeng
di prmukaan mungkin hilang dan diganti oleh sel
gelap mirip sel basal yang tersebar acak (Gbr. 6-6).
Apabllalperubahan displastik ini nyata dan meqgenai
keseluruhan tebal epitel, lesi disebut sebagai karsinomn
in situ, suatu stadium kanker prainvasif (Bab 19).
Walaupun perubahan displastik sering ditemukan di
dekat fokus transformasi karsinoma, dan walaupun
penelitian jangka panjang pada perokok memperlihab
kan bahwa displasia epitel hamplr selalu mendahului
kemunculan kanker, istilah displnstik tnnpa kualfknsi
tiduk menunjukkan kanker, dan displasia tiduk selulu
berkembang menjndi kanker. Perubahan ringan-
sampai-sedang yang Hdak mengenai seluruh ketebalan
epitel mungkin reversibel, dan dengan dihilangkannya
kausa, epitel mungkln kembali ke normal.
` Secara singkat, sel pada tumor jinak hampir selalu
berdiferensiasi baik dan mirip dengan sel asalnya yang
normal. Sel pada kanker sedikit banyak mengalami
diferensiasl, tetapi diferensiasinya selalu tidak
sempuma. _
Laju Pertumbuhan V
Sebagian besar tumor jinak tumbuh perlahan, dan
sebagian besar kanker tumbuh jauh lebih cepat, akhir-
nyamenyebar ke sekitar dan ke tempat jauh serta
menyebabkan kematian. Namun, banyak terdapat
pengecualian terhadap generalisasi ini, dan sebagian l
tumor jinak tumbuh lebih cepat daripada sebagian i

i kanker. Sebagai contoh, laju pertumbuhan leiomioma
. (tumor otot polos jinak) pada uterus dipengaruhi oleh
kadar estrogen dalam darah. Tumor dapat cepat mem-
besar selama kehamilan dan berhenti tumbuh atau
menciut dan umumnya mengalami fibrokalsifikasi
setelah menopause. Pengaruh lain, seperti cukup-
tidaknya pasokan darah dan mungkin pembatasan
oleh tekanan, juga dapat memengaruhi laju per-
tumbuhan tumor jinak. Adenoma kelenjar hipofisis
yang terkunci di dalam sela tursika pernah diiaporkan
menciut secara mendadak. Mungkin tumor inimeng-
alami gelombang nekrosis karena pembesaran progresif
menyebabkan aliran darah tertekan. Di luar variabel
ini, adalah benar bahwa sebagian besar tumor jinak
yang diawasi secara klinis dalam jangka panjang akan
membesar secara perlahan dalam rentang waktu
bulanan atau tahunan, tetapi laju pertumbuhan
bervariasi dari satu neopiasma ke neoplasma lain.
Luju pertumbuhun tumor gunns secum umum
bcrkaimn dengun tingkut dyerensiasinyu. Laju
pertumbuhan ini sangat bervariasi. Sebagian tumbuh
secara periahan selama bertahun-tahun, kemudian
masuk ke fase tumbuh pesat, yang mengisyaratkan
muncuinya subklona sei kanker yang agresif. Tumor
lain tumbuh relatif lambat, dan terdapat kasus
pengecualian ketika pertumbuhan hampir berhenti
sama sekali. Bahkan yang lebihjarang lagi, kanker
(terutama koriokarsinoma) menghilang secara spontan
karena mengalami nekrosis total dan hanya me-
ninggalkan metastasis. Kecuali kasus jarang ini,
sebagian besar kanker membesar secara progresif
seiring dengan waktu, sebagian lambat sebagian cepa t,
tetapi istilah bahwa kanker _muncul secara men-
dadal<" tidaklah benar. Banyak penelitian dan bukti
klinis menyatakan bahwa sebagian besar kanker

Invasi Lokal j _
Suatu tumor jinak tetap berada di tcmpatnya berasal.
Tumor ini tidak memiliki kemampuan untuk meng
infiltrasi, menginvasi, atau menyebar ke tempat jauh,
seperti yang dilakukan oleh kanker. Sebagai contoh,
karena fibroma dan adenoma berkembang secara
lambat maka sebuginn besar dari tumor ini memberrtuk
kapsul fbrasa yang memisahkannya dari jaringan
pejamu. Kapsul ini mungkin berasal dari stroma
jaringan asli karena sel parenkim mengalami atrofi
akibat tekanan tumor yang membesar. Stroma tumor
itu sendiri juga mungkin ikut membentuk kapsul (Gbr.
6-7 dan 6-8). Namun, perlu ditekankan bahwa tidnk
semun ueoplasmn jinnk memiliki knpsul. Sebagai
contoh, leiomioma uterus dipisahkan secara jelas dari
otot polos di sekitamya oleh suatuzona yang terdiri _
atas miometrium normal yang menggepeng dan tipis,
tetapi tidak terdapat kapsul sempuma. Bagaimanapun,
di sekitar lesi ini terdapat bidang pemisah yang

berbatas tegas. Beberapa tumor jinak tidak berkapsul
dan tidak memiliki batas yang jelas; hal ini terutama
ditemukan pada beberapa neoplasma jinak vaskular `
di dermis. Pengecualian terscbut disinggung di sini
hanya untuk menekankan bahwa walaupun adanya
kapsul merupakan hal yang umum pada tumor jinak,
ticlak adanya kapsul bukan berarti tumor bersifat
ganas.
Kunker tumbuh dengrzn cam iufiltrnsi, irwasi,
destruksi, dan penetrasi progresu ke jnringan sekitnr
(Gbr. 69 dan 610). Kanker tidak mcmbcntuk kapsul
yang jelas. Terdapat beberapa kasus yang tumor
ganasnya yang tumbuh secara lambat tampak seolah-
olah terbungkus oleh stroma jaringan asal yang me-
ngclilinginya, tatapi pada pemeriksaan mikroskopik
biasanya tampal< tonjolan-tonjolan kccil mirip kcpiting
yang menembus tepi tumor dan menginfiltrasi struktur
di sekitar. Cara pertumbuhan yang bersifat infiltratif
ini menyebabkan perlunya dilakukan pengangkatan
jaringan normal di sekitar sccara luas apabila suatu
tumor ganas akan diangkat secara bedah. Ahlipatologi
akan memeriksa secara cermat batas-batas tumor yang
direseksi untuk memastikan bahwa tidakterdapat sel
V kanker di batas-batas tersebut (tepi bersih). Selnin
i terbentuk metnstnsis, invnsi Ioknl merupaknn gambnr-
, an pnling andnl yang mcmbednknn tumor ganns dnri
tumor jimlk.

Metastasis
Istilah metastasis menunjukkan terbentuknya
implan sekundcr (metastasis) yang terpisah dari tu-
mor primer, mungkin di jaringan yang jauh (Gbr. 6-11).
Dibrmdingkan dengan ciriciri neoplastik lainnya,
kemampuan melakukan invasi dan, terlebih [agi, me-
tastasis, menunjukkan secara pasti lmhwa suatu
neaplasma bersyat ganas. Namun, tidak semua kanker
memiiiki kemampuan bermetastasis yang setara. Di
salah satu ekstrem adalah karsinoma sel basal kulit
dan sebagian besar tumor primer sistem saraf pusat
yang sangat invasif di tempat asalnya, tetapi jarang
( bermetastasis. Di ekstrem yang lain adalah sarkoma
I

osteogenik, yang biasanya telah menyebar ke paru
L pada saatditemukan.
( Sekitar 30% pasien tumor padat yang baru ter-
I ,
it diagnosis (menyingkirkan kanker kulit selain mela-
noma) sudah memperlihatkan metastasis secara klinis.
Q Sebanyak 20% lainnya telah mengalami metastasis
; tersamar pada saat didiagnosis.
Secara umum, semakin anaplastik dan besar
. neoplasma primernya, semakin besar kemungkinan
metastasis; namun, banyak terdapat pengecualian.
Kanker yang sangat kecil diketahui dapat bermetastasis
dan, sebaliknya, sebagian kanker yang besar dan me-
nyeramkan mungkin belum menyebarsaat ditemukan.
Terjadinya penyebaran merupakan isyarat kuat
kecilnya, apabila tidak menyingkirkan, kemungkinan
kesembuhan, sehingga jelas bahwa selain pencegahan
kanker, tidak ada kcmajuan yang Iebih bermanfaat bagi
pasien selain metode untuk mencegah metastasis.
Neoplasma ganas menyebar melalui salah satu dari
tiga jalur: (1) penyemaian di dalam rongga tubuh, (2)
penyebaran limfatik, atau (3) penyebaran hematogen.
Walaupun transplantasi langsung sel tumor (misalnya,
pada instrumen bedah atau sarung tangan dokter
bedah) secara teoretis dapat texjadi, dalam praktik klinis
hal ini sangat jarang ditemukan dan umumnya me-
rupakan cara penyebaran yang artifisial.
Penyemainn krinker terjadi apabila neoplasma
menginvasi suatu rongga alami tubuh. Karsinoma
kolon dapat menembus dinding usus dan mengalami
reimplantasi di tempat jauh di rongga peritoneum.
Rangkaian kejadian yang sama dapat terjadi pada
kanker paru cli rongga pleura. Cara penyebaran ini
terutama l<has untuk kanker ovarium, yang sering
meliputi permukaan peritoneum secara luas. lmplan
secara harfiah mungkin melapisi semua permukaan
peritoneum, tetapi belum menginvasi parenkim organ
abdomen di bawahnya. Ini adalah contoh tentang
kemampuan melakukan reimplantasi di tempat lain

yang tampaknya terpisah dari kemampuan melakukan
invasi. Neoplasrna sistem sarafpusat seperti medul0
blastqma atau ependirnoma, mungkin menembus
ventrikel otak dan terangkut oleh cairan serebrospinalis
sehingga tertanam di permukaan meningen, baik di
dalam otak maupun di medula spinalis.
Penyeburun Iimfutik lebih khas untuk karsinoma,
sedangkan rute hematogen disenangi oleh sarkoma.
Namun, terdapat banyak hubungan antara sistem limfe
dan vaskular sehingga semua bentuk kanker dapat
menyebar melalui salah satu atau kedua sistern. Pola
keterlibatan kelenjar getah bening terutama bergantung
pada letak neoplasma primer dan jalur drainase limfe
alami dari letak tersebut. Karsinoma paru yang timbul
di saluran napas pertama kali menyebar ke kelenjar
getah bening bronleialis regional, kemudian ke kelenjar
getah bening trakeobronkus dan hilus. Karsinoma payu-
dara biasanya timbul di kuadran luar atas dan pertama
kali menyebar ke kelenjar aksila. Lesi medial mungkin
mengalirkan limfnya melalui dinding dada ke kelenjar
di sepanjang arteria mamaria interna. Setelah itu, pada
keduanya, penyebaran adalah ke kelenjar supra-
klavikula dan infraklavikula. Pada beberapa kasus, sel
kanker tampaknya melewatkan saluran limf di dalam
kelenjar terdekat dan terperangkap dalam kelenjar limf
berikutnya sehingga menghasilkan apa yang disebut
metastasis loncat. Sel mungkin melintasi semua kelenjar
getah bening sampai akhimya mencapai kompartemen
vaskular melalui duktus tcrasikus.
Perlu dicatat bahwa walaupun pembesaran kelenjar
di dekat suatu neoplasma primer seyogianya me-
nimbulkan kecurigaan kuat terjadinya metastatik,
pembesaran tersebut tidak serta-merta bersifat karsino-
matosa. Produk nekrotik neoplasma dan antigen tu-
mor sering memicu perubahan reaktif di kelenjar,
misalnya pembesaran dan hiperplasia fclikel (limfa- _

denitis) dan proliferasi makrofag di sinus subkapsula
(histicsitosis sinus).
Penyebarun hematagen merupakan konsekuensi
suatu l<anl<er yang paling ditakuti.]a1urini terutama
disukai oleh sarkoma, tetapi karsinoma kadang-kadang
juga memanfaatkannya. Seperti dapat diperkirakan,
arteri lebih sulit ditembus daripada vena. Setelah vena
mengalami invasi, sel kanker yang masuk ke dalam
darah akan mengikuti aliran vena yang mendrainase
tempat tersebut. Hnti dan puru adalah tempat sekunder
yang paling sering terkenu padu penyebnran hema-
togen ini. Semua drainase daerah portal mengalir ke
hati, dan semua darah vena kava mengalir ke pam.
Kanker yang timbul dekat dengan kolumna vertebra
sering mengalami embolisasi melalui pleksus para-
vertebra; jalur ini mungkin berperan dalam metastasis
ka-rsinoma tiroid dan prostat ke vertebra.
Karsinoma tertentu memiliki kecenderungan
menginvasi vena. Karsinoma sel ginjal sering mang-
invasi vena renalis untuk tumbuh seperti ular sampai
ke vena kava inferior, kadang-kadang hingga l<e sisi
kanan jantung. Karsinoma hepatoselular sering me-
nembus radikulus hati dan porta untuk tumbuh di
dalamnya dan menuju pembuluh vena utama. Yang
mengherankan, pertumbuhan intravena semacam ini
mungkin tidak disertai 0leh penyebaran yang luas.
Banyak pengamatan yang mengisya ratkan bahwa
lokalisasi anatcmik neoplasma dan jalur alami drai-
nase vena tidak dapat menjelaskan secara lengkap
distribusi sistemik metastasis. Sebagai contoh, karsi-
noma prostat cenderung menyebar ke tulang, karsi-
noma bronkogenik cenderung mengenai kelenjar adre-
nal dan otak, dan neuroblastoma menyebar ke hati dan
tulang. Sebaliknya, 0t0t rangka jarang menjadi tempat
penyebaran. Dasar penyebaran tumor yang spesifik-
jaringan tersebut akan dibahas kemudian. {

Kesimpulannya, berbagai gambaran yang dibahas
di bagian sebelumnya, seperti diringkaskan pada Tabel
6-2 dan Cambar 6-12, memungkinkan kita mem-
bedakan antara ncoplasma jinak dan ganas. Dengan
latar bclakang struktur dan perilaku neoplasma, kita
bcralih ke sifat dan asa! neoplasma.

EPIDENIIOLOGI
Karena kanker adalah sua tu gangguanperlumbuh-
an dan perilaku sel, kausa utamanya perlu didefinisi-
kan pada tingkat sclular dan m0leku1ar.Epidem{0I0gi


Dapat dikataltan bahwa meningkatnya literatur
tentang dasar molckular kanker telah mengalahkan
pcrtumbuhan, bahkan tumor yahg paling ganas. Kita A
rx r\(
G am bar 61 5 ` ` I
Diagram yang menjelaskan pemakalan penanda sel lsoenzlm terkalt
X sebagal buktl monoklonalltas neoplasma. Karena lnaktlvasi acak
kromosom X, semua perempuan bersifal mosaik dengan dua
populasl sel (dengan isoenzlm g|uk0sa6-fosfal dehldrogenase/\
atau B dalam kasus ini). Apablla neoplasma yang muncul pada
perempuan yang helerozlgot unluk penanda terkait-X dlanalisls,
neoplasma tersebul terdlrl alas sel yang mengandung kromosom
X malemal (XA) atau paternal (XB) aktlf, letapl tldak keduanya.


200 I BA1; 6 NsoPLAsrvnA
mudah tersesat dalam hutan belantara informasi yang
tumbuh pesat Pertama-tama, kita menuliskan daftar
beberapa prinsip mendasar scbelum mempelajari
secara rinci dasar genetik kanker.
E I Kerusukun genetik nonletal merupakun hal sentral dalam
l karsinogenesis. Kerusakan (atau mutasi) genetik
l semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh
| lingkungan, seperti zat kimia, radiasi, atau virus,
atau diwariskan dalam sel germinativum. Hipotesis
geneti1< pada kanker mengisyaratkan bahwa massa '
tumor terjadi akibat ekspansi klonal satu sel pro-
0 ` ``. _ genitor yang telah mengalami kerusakan genetik
(yaitu tumor bersifat monoklonal). Pendapat ini
3 telah tcrbukti pada sebagian besar tumor yang di-
analisis. Klonalitas tumor mudah dinilai pada
A perempuan yang bersifat heterozigot untuk ber-
l L bagai penanda terkait-X polimorflk, seperti enzim
glukosa-6-fosfat dehidrogenase atau restriction frag-
ment length polymorphism terkaitX. Prinsip yang
mendasari analisis semacam ini diperlihatkan pada
Gambar 615.
I Tlga kelas gen regulutorik normal-protoonkogen yang
y mendorong pertumbuhun; gen penekun kunker (tumor
suprcssar gene) yang menghambut pertumbuhan

(antionkogen); dan gen yang mengatur kematian sel
terencarm (programmed cell death), ntau apoptosis-
udalah sasarun utuma pada kerusakan genetik. Alel
mutan protoonkogen disebut onkogen. Alel ini
dianggap dominan karena menyebabkan
transformasi sel walaupun pasangan/padanan
normalnya ada. Sebaliknya, kedua alel normal pada
gen penekan tumor harus mengalami kerusakan
sebelum transformasi dapat berlangsung sehingga
kelompok gen ini kadang-kadang disebut sebagai
onkogen resesf Gen yang mengendalikan apoptosis
mungkin dominan, seperti protoonkogen, atau
berperilaku seperti gen penekan tumor.
Selain ketiga kelas gen yang disebutkan di atas,
kategori gen keempat, yaitu gen yang mengatur
perbaikan DNA yang rusak, berkaitan dengan
karsinogenesis. Gen yang memperbaiki DNA me-
mengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel
secara tidak langsung dengan memengaruhi ke-
mampuan organisme memperbaiki kerusakan
nonletal di gen lain, termasuk protoonkogen; gen
penekan tumor, dan gen yang mengendalikan
apoptosis. Kerusakan pada gen yang memperbaiki
DNA dapat memudahkan terjadinya mutasi luas
di genom dan transformasi neoplastik.


I Kursinogenesis aduluh suntu proses bunyuk tahap,
buik pada tingknt fenotipe maupun genotipe. Suatu
neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik,
1 misalnya pertumbuhan berlebihan, sifat invasif
i Iokal, dan kemampuan metastasis jauh. Sifat ini
. diperoleh secara bertahap, suatu fenomena yang
I disebut tumor progression. Pada tingkat molekular,
y progresi ini terjadi akibat akumulasi kelainan
{ genetik yang pada sebagian kasus dipermudah oleh
A adanya gangguan pada perbaikan DNA. Perubahan
," genetik yang mempermudah tumor progression
/7 melibatkan tidak saja gen pengendali pertumbuhan,
/ tetapi juga gen yang mengendalikan angiogenesis,
\ invasi, dan metastasis. Sel kanker juga harus me-
\_ lewatkan proses penuaan normal yang membatasi
_ ` pembelahan sel.
Dengan gambaran singkat ini (Gbr. 6-16), kita
sekarang dapat membahas secara lebih rinci pato-
genesis molekular kanker dan mendiskusikan zat
karsinogenik yang menyebabkan perubahan gen. Pada
tahun 1980-an dan 1990-an, ditemukan ratusan gen
terkait-kanker. Sebagian, misalnya TP53 (dahulu p53),
sering mengalami mutasi; yang lain, seperti c-ABL,
mengalami perubahan hanya pada leukemia tertentu.
Tiap-tiap gen kanker memiliki fungsi spesifik, yang
disregu'lasinya ikut berperan dalam asal-muasal atau
perkembangan keganasan. Biasanya gen penyebab
kanker dijelaskan berdasarkan perkiraan fungsinya.
Namun, akan bermanfaat apabila gen terkait-kanker
dipertimbangkan dalam konteks enam perubahan
mendasar dalam fisiologi sel yang bersama-sama me-
nentukan fenotipe ganas (Gbr. 6-17):
1. SeU'-sxgffciency (menghasilkan sendiri) sinyal
pertumbuhan
2. lnsensitivitas terhadap sinyal penghambat per-
tumbuhan 4 .
3. Menghindari apoptosis
4. Potensi replikasi tanpa batas (yaitu mengalahkan
penuaan sel)
5. Angiogenesis berkelanjutan
6. Kemampuan menginvasi dan beranaksebar
Mutasi pada gen yang mengendalil<an.sifat sel ini j
ditemukan pada semua l<anker. Namun, jalur genetik
pasti yang menimbulkan ciri-ciri ini berbeda antara _
l<anl<er, bahkan pada organ yang sama. Secara luas -
dipercaya bahwa terjadinya mutasi pada gen penyebab 1
kanker dikondisikan oleh sigapnya perangkat per- {
bail<an DNA yang dimiliki sel. Apabila gen yang secara
normal mendeteksi dan memperbaiki kerusakan DNA
ini terganggu atau lenyap, instabilitas genom yang I
terjadi akan cenderung memudahl<an terjadinya mutasi C
pada gen yang mengendalikan keenam kemampuan k
didapat sel kanker di atas. Kelompok gen enabler ini
dibicarakan terakhir karena memengaruhi gen di I
semua jalur lain. Dalam pembicaraan berikut, perlu
clicatat bahwa simbol gen dimiringkan, tetapi produk I
proteinnya tidak (misal, gen RB dan protein RB).


Menghasilkan Sendiri Sinyal *
Pertumbuhan r
Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom
pada sel kanker disebut onkogen. Gen ini berasal dari
mutasi di protoonkogen dan ditandai dengan ke-
mampuan mendorong pertumbuhan sel walaupun
tidak terdapat sinyal pendorong pertumbuhan yang
normal. Produk gen ini, yang disebut cnkuprotein,
mirip dengan produk normal protoonkogen, kecuali
bahwa onkoprotein tidak memiliki elemen regulatorik
yang penting, dan produksi gen tersebut dalam sel yang
mengalami transformasi tjdak bergantung pada faktor
pertumbuhan atau sinyal ekstemal lainnya. Untuk
lebih memahami sifat dan fungsi onkoprotein, kita perlu
secara singkat membahas rangkaian kejadian yang _
menjadi ciri proliferasi sel normal; hal ini dibahas pada A
Bab 3: Pada keadaan fisiologik, proliferasi sel dapat
dengan mudah dibagi menjadi langkah-langkah
berikut:
I Terikatnya suatu faktor pertumbuhan ke reseptor
spesifiknya di membran sel
I Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan secara
transien dan terba tas, yang kemudian mengaktifkan

202 I BAB 6 NEOPLASMA _
beberapa protein transduksi-sinyal di lembar dalam
membran plasma
I Transmisi sinyal ditransduksi melintasl sitosol
menuju intl sel melalui perantara kedua
_ I Induksi dan aktlvasi faktor regulatorlk inti sel yang
/\ _ memicu transkripsi DNA
I { I Sel masuk ke dalam dan mengikuti siklus sel yang
] f akhimya menyebabkan sel membelah.
Dengan latar belakang ini, l<ita dapat mengiden-
* tifikasi berbagai strategi yang dlgunakan sel kanker
{ ` untuk memperoleh self-sujiciency dalam sinyal per-
tumbuhan. Berbagai strategi tersebut dapat di-
l kelompokkan berdasarkan perannya dalam jenjang
l ` transduksi sinyal dan pengendalian siklus sel.
tl l FAKTOR PERTUNIBUHAN
l Semua sel normal memerlukan rangsangan dari
l l faktor pertumbuhan agar dapat mengalami proliferasi.
l Sebagian besar faktor pertumbuhan yang dapat larut
dlbuat oleh satu jenis sel dan bel<erja pada sel di
[ sekitarnya untuk merangsang pertumbuhan (kerja
( parakrin). Namun, banyak sel kanker memperoleh
kemampuan unbuk tumbuh sendirilkarena mampu
menyintesis faktor pertumbuhan yang sama kepada
, mana sel tersebut responsif. Hal ini terjadi pada plate-
l let-derived growth factor (PDGF, faktor pertumbuhan
yang berasal dari trombosit) dan transforming growth
factor oz (T GF-oz). Banyak glioblastoma mengeluarkan
PDGF, dan sarkoma menghasilkan TGF. Lengkung
otokrin serupa cukup sering ditemukan pada banyak
p jenis kanker. Pada banyak kasus, gen faktor per-
' tumbuhan itu sendiri tidak berubah atau mengalami
mutasi, tetapi produk onkogen lain (misal, RAS)
menyebabkan ekspresi berlebihan gen faktor per-
tumbuhan. Oleh karena itu, sel dipaksa mengeluarkan
sejumlah besar faktor perturnbuhan seperti TGF-ct.
Selain menghasilkan PDGF, gengen yang mengkode
homolog dari faktor perlumbuhan fibroblas (mis. hst-1
dan FGF 3) juga pernah ditemukan pada beberapa tu-
mor saluran eerna dan payudara. { `
RESEPTOR FAKTOR
P E RTU NI B U HA N
Kelompok berikut dalam rangkaian transduksi
sinyal melibatkan reseptor faktor pertumbuhan, dan
telah ditemukan beberapa onkogen yang mengkode
reseptor faktor pertumbuhan. Pada beberapa tumor
dapat-ditemukan mutasi dan ekpresi berlebihan
patologik bentuk normal reseptor faktor pertufnbuhan.
Protein reseptor mutan menyalurkan sinyal mitogenik
V kontinu ke sel, walaupun tidak terdapat faktor per-
tumbuhan di sekitamya. Yang lebih sering dltemukan
pada mutasi adalah ekspresi berlebihan reseptor faktor
pertumbuhan. Ekspresi berlebihan ini dapat me-
nyebabkan sel kanker bereaksi berlebillan terhadap
kadar normal faktor pertumbuhanasuatu Radar yang

biasanya tidak memicu proliferasi. Contoh paling nyata
ekspresi bgrlebihan ini ditemukan pada famili reseptor
epidermal grawthfuctor (EGF, faktor pertumbuhan epi-
dermis). ERBB1, reseptor EGF, mengalami ekspresi
berlebihan pada 80% karsinoma sel skuamosa paru.
Suatu reseptor terkait, disebut HER2 (ERBB2), meng-
alami amplifikasi pada 25% sampai 30% kanker payu-
dara dan adenokarsinoma paru, ovarium, dan kelenjar
liur. Berbagai tumor ini sangat pcka terhadap efek
mitogcnik faktor pcrtumbuhan dalamjumlah kecii, dan
tingginya kadar protein I-IER2 pada sel kanker payu-
dara mcmpakan pctanda prognosis buruk. Peran HER2
dalam patogenesis kanker payudara digambarkan
secara dramatis oleh manfaat klinis yang diperoleh dari
penghambatan domain ekstrasel reseptor ini oleh
antibodi anti-HER2. Terapi kanker payudara dengan
antibodi anti-HER2 merupakan contoh elegan ilmu
kedokteran "dari kelas kc bangsal" (bench t0 bedside
medicine).

PROTEIN TFKANSDUKSI SINYAL
Mekanisme yang relatif sering digunakan oleh sel
kanker untuk memperoleh otonomi pertumbuhan
adalah dengan mutasi gen yang mengkode berbagai
komponen di jalur penghantar sinyal. Molekul peng-
hantar sinyal ini menghubungkan reseptor faktor
pertumbuhan ke sasarannya di inti sel. Banyak pro-
tein semacam ini berhubungan dengan lembar dalam
membran plasma, tempat protein ini menerima sinyal
dari reseptor faktor pertumbuhan yang telah aktif dan
menyalurkan sinyal tersebut ke inti sel. Dua anggota
penting dalam kategori ini adalah RAS dan ABL.
Keduanya akan dibahas secara singka t.
Sekitar 30% dari semua tumor manusia me-
ngandung versi mutan gen RAS. Pada beberapa tumor, A
seperti kanker kolon dan pankreas, insiden mu tasi RAS
bahkan lebih tinggi. Mutasi gen RAS adalah kelainan 5
onkogenik yang paling umum pada tumor manusia. f
Famili protein RAS berikatan dengan nukleotida gua- l
nosin (guanosin trifosfat [GTP] dan guanosin difosfat
[GDP]), seperti protein G yang sudah terkenal itu. Pro- S
tein RAS normal berpindah bolak-balik antara keadaan
tereksitasi (menyalurkan sinyal) dan keadaan tenang g
(inaktif). Pada keadaan inaktif, protein RAS berikatan I
dengan GDP; saat sel terangsang oleh faktor per-
tumbuhan, RAS inaktif menjadi aktif dengan menukar
GDP untuk GTP (Gbr. 6-18). RAS aktif kemudian
mengaktifkan berbagai regulator proliferasi di bagian
hilir, termasuk jenjang mitogenik RAF-MAP kinase,
yang membanjiri inti sel dengan sinyal untuk proliferasi
sel. Namun, keadaan tereksitasi penyalur sinyal pada
protein RAS normal berlangsung singkat karena
aktivitas intrinsik guanosin trifosfatase (GTPase) meng-
hidrolisis CTP menjadi GDP, membebaskan satu gugus
fosfat, dan mengembalikan protein ke keadaan basal-
nya yang inaktif. Aktivitas GTPase pada protein RAS
al<tif diperkuat secara dramatis oleh suatu famili pro-
tein pengaktif-GTPase (CAPs). CAPs berfungsi sebagai

Gambar"61.B |
Model un1uk.keria gen RAS. Apablla sel normal dirangsang malalul sualu reseblor fakton penumbuhan,
RAS lnaklif (lerlkat ke GDP)
dlaktllkan menladl bentuk yang lerlkal ke GTP. RAS aklif merekrut RAF-1 dan merangsang jalur MAP-
klnase untuk mcnyalurkan sinyal
pendorong pertumbuhan ke nukleus. Protein RAS mulan mengalaml aktlvasl terus-menerus karena lldak
mampu menghldrolisis GTP
sehlngga sel terus-menerus lerangsang lanpa adanya pemlcu ckstemal. Melekatnya RAS ks membran sel
oleh gugus famesil merupakan
hal escnsial unluk kerjanya, dan obal yang menghambat famesllasl dapat menghambal kerja RAS. `

rem molekular yang mencegah pengaktivan RAS tak-
terkontrol dengan mendorong hidrolisis GTP menjadi
GDP. Protein RAS mutan dapat berikatan dengan
GAPs, tetapi aktivitas GTPase-nya tidak mengalami
penguatan. Oleh karena itu, RAS mutan terperangkap
dalam bentuk aktif (teril<atGTP), dan 5el didorong
untuk percaya bahwa proliferasi harus tems berlanjut.
Dari skenario ini dapat clisimpulkan bahwa akibat
mutasi pada protein RAS akan sama dengan akibat
mutasi di GAPs yang gagal menahan protein RAS nor-
mal. Memang, mutasi pada neurofibrornin 1 (NF-1),
suatu protein yang mengaktifkan GTPase, berkaitan
dengan neurofibromatosis familial tipe 1 (Bab 7).
Gen RAS sering diaktifkan oleh mutasi titik. Analisis
molekular terhadap mutasi RAS mengungkapkan ada-
nya tiga titik panas' yang berpusat di sekitar kodon
12, 13, dan 61. Dasar molekular dari titil< panas' ini
terungkap dari struktur kristal protein RAS. Asam
amino yang dikode oleh kodon 12 dan 13 terdapat di
kantung pengikat untuk GTP, dan kodon 61 mcngkode

regio yang esensial untuk hidrolisis GTP. Mutasi di
lokasi ini mengganggu hidrolisis GTP yang penting
untuk mengubah RAS aktif menjadi inaktif.
Selain RAS, bebetapa tirosin kinase yang tidak
berkaitan dengan reseptor juga berperan dalam jalur
transduksi sinyal. Dalam kelompok ini, ABL adalah
gen yang paling banyak diteliti dalam kaitannya
dengan karsinogenesis. Protoonkogen ABL memiliki
aktivitas tirosin kinase yang dihambat oleh domain
regulatorik negatif. Pada leukemia mieloid kronik dan
beberapa leukemia akut, aktivitas ini menjadi tidak
terkendali karena gen ABL mengalami translokasi dari
tempat normalnya di kromosom 9 ke kromosom 22,
tempat gen tersebut menyatu dengan bagian dari gen
breakpoint cluster region (BCR). Gen hibrid BCR-ABL
memiliki aktivitasitirosin kinase yang kuat, dan gen ini
mengaktifkan beberapa jalur, termasuk jenjang RAS- V
RAF yang baru dijelaskan. Peran penting BCR-ABL
dalam transformasi telah dibuktikan oleh respons klinis
yang nyata dari pasien leukemia mieloid kronik ter-

204 I BAB 6 NEOPLASMA _
hadap pemberian inhibitor ABL kinase yang disebut
STI 571 (Gleevec); ini adalah contoh lain desain obat
rasional yang muncul dari pemahaman tentang dasar
molekular kanker.
Studi lain berhasil mengungkapkan fungsi ABL
yang sama sekali bam dalam onkogenesis. Protein ABL
normal tcrletak di inti sel, dan perannya adalah men-
dorong apoptosis pada sel yang mengalami kerusakan
p DNA. Hal ini analog dengan peran gen TP53 (dibahas
kemudian). Gen BCR-ABL tidak dapat melakukan
I fungsi ini karena tertahan dalam sitoplasma. Oleh
, karena itu, sel dengan gen fusi BCR-ABL mengalami
l disregulasi di dua jalur. Timbul aktivitas tirosin kinase
yang tidak sesuai sehingga terjadi otonomi per-
L tumbuhan dan, pada saat yang sama, gangguan
L apoptosis. Obat STI 571 bekerja di kedua jalur: obat ini
{ 4 mengharnbat pertumbuhan dengan menetralkan
y aktivitas tirosin kinase dan mendorong apoptosis
l dengan melokalisasi ABL dalam in`tisel.

{ , FAKTOFK TRANSKRIPSI NUKLEUS
_
: f Al<himya,semua jalur transduksisinyalmasuk ke
, inti sel dan menimbulkan dampak pada sekumpulan
V; I gen responden yang mendorong sel_masulg ke dalam
l siklus mitotik. Dapat terjadi otonomi pertumbuhan
j akibat mutasi yang mengenai gen yang mengendalikan
f transkripsi DNA. Sejumlah onkoprotein, termasuk
l produk onl<ogen MYC, M YB, ILIN, FOS, dan REL, dapat
l ditemukan di inti sel. Dari gen ini, gen MYC paling
sering terlibat pada tumor manusia. Protoonkogen
MYC diekspresikan pada hampir semua sel, dan pro-
tein.MYC cepat mengalami induksi apabila sel yang
l sedang tidak aktif membelah menerima sinyal untuk
; berproliferasi. Protein MYC berikatan dengan DNA,
menyebabkan aktivasi transkripsional beberapa gen
terlcait-pertumbuhan, termasuk berbagai kinase
{ dependen-siklin (CDK), yang produknya mendorong
sel masuk ke siklus sel (dibahas selanjutnya). Pada sel
l normal, kadar MY C turun mendekati kadar basal saat
I siklus sel dimulai. Sebaliknya, versi onkogenik gen M YC
J berkaitan dengan ekspresi gen yang menetap atau
I berlebihan sehingga proliferasi berlangsung tems-
menerus. Disregulasi gen MYC yang terjadi akibat
translokasi t(8;14) ditemukan pada limfoma Burkitt,
suatu tumor sel B; MYC mengalami amplifikasi pada
l<anl<er payudara, kolon, paru, dan banyak kanlcer lain;
gen N-M YC dan L-M YC mengalarni amplifikasi pada
neuroblastoma dan kanker sel kecil di paru.
SIKLIN DAN
KINASE DEFENDENS|KL|N
V I-lasil akhir dari semua rangsangan yang men-
dorong pertumbuhan adalah masuknya sel yang
semula dalam keadaan tenang ke dalam siklus sel.
Kanker dapat menjadi otonom apabila gen yang meng-
gerakkan siklus sel mengalami disregulasi akibat j
mutasi atau amplifikasi. Seperti disinggung nada Bab -4


3, progresi/pexjalanan teratur sel melalui berbagai fase
siklus sel dikendalikan oleh CDK setelah CDK diaktif-
kan oleh pengikatannya ke famili protein lain yang
disebut siklin (cyclin, lihat Gbr. 3-2). CDK ini me-
nyebabkan fosforilasi berbagai protein sasaran yang
penting dan diekspresikan secara konstitutif selama
siklus sel, tetapi dalam bentuk inaktif. Sebaliknya,
berbagai siklin tersebut baru disintesis sewaktu fase
tertentu sikl-us sel, dan fungsi siklin adalah
mengaktifkan CDK dengan berikatan dengannyaj
Setelah tugas ini selesai, kadar siklin dengan cepat
turun. Karena sifat pembentukan dan penguraiannya
yang siklis, protein ini disebut siklin. Siklus sel dapat
dipandang sebagai suatu balap lari beranting yang
setiap putarannya dia tur oleh suatu set siklin tertentu,
dan sewaktu salah satu set siklin keluar dari jalur balap,
set lainnya mengambil alih (Gbr. 6-19). Sementara
siklin membangkitkan CDK, inhibitor sil<lin, yang
banyak jenisnya, menekan CDK dan menimbulkan
kontrol negatif terhadap siklus sel.
WalaUDLl S8tiaD fase siklus dinantau sorara


vv aiaupun seuap rase s11<1us cupantau secara
cermat, transisi dari Gl ke S diperkirakan merupakan
2 tahap yang sangat penting dalam siklus sel. Apabila
i suatu sel menemukan sinyal yang menclorong per-
. tumbuhan, kadar famili siklin D meningkat, dan CDK4
( dan CDK6 menjadi aktif. Tahap ini, seperti yang akan
kita lihat, dijaga oleh produk protein retinoblastoma
(pRB). Fosforilasi pRB yang ditimbulkan oleh CDK
mengalahkan hambatan Gl > S sehingga sel dapat
masuk ke dalam fase sintesis DNA. Perjalanan lebih
lanjut dari fase S ke fase G2 dipermudah oleh pe-
ningkatan (upregulation) siklin A, yang berikatan
dengan CDK2 dan CDK]. Pada awal fase Cz, siklin B
mengambil alih. Dengan membentuk kompleks dengan
CDK1, siklin B membantu mendorong sel masuk dari
fase G2 ke fase M.
Aktivitas berbagai CDK diatur oleh dua famili in-
hibitor CDK (CDK1). Salah satu famili CDKI, yang terdiri
atas tiga protein yang disebutCDKN1A (p21), p27, dan
p57, menghambat CDK secara luas, sedangkan famili
CDKI yang lain memiliki efek selektif pada siklin D/
CDK4 dan siklin D/CDK6. Empat anggota dari famili
ini (p15, CDKNZA [p16], P18, p19) kadang-kadang
disebut protein IN K4 (karena menghambat CDK4 dan
CDK6).
Dengan latar belakang ini, kita mudah memahami
bahwa mutasi yang menyebabkan disregulasi aktivitas
siklin dan CDK akan memudahkan sel berproliferasi.
Kesalahan yang mengenai ekspresi siklin D atau CDK4 4
tampaknya sering texjadi pada transformasi neoplastik. /
Gen siklin D mengalami ekspresi berlebihan di banyak
kanker, termasuk kanker yang mengenai payudara,
esofagus, dan hati, serta pada suatu subset limfoma.
Amplifikasi gen CDK4 terjadi pada melanoma, sar-
koma, dan glioblastoma. Mutasi yang mengenai siklin
B dan siklin E serta CDK lainjuga terjadi pada beberapa
neoplasma ganas, tetapi mutasi tersebut jauh lebih
jarang dibandingkan dengan yang mengenai siklin D/


G am b a r 6-1 9 I
Ilustrasi skamatik paran siklin, ki-
- nasa dapandan-slklin (CDK), dan
= inhibitor kinasa dapandansiklin
(CDKI) dalam mangandalikan sikius
E,. sai. Tanda panah abu-abu mcwakiii
Q; fasa dalam siklus sal saat komplaks
CDK/slkiin spasihk aktif. Saparti
targambar1<an,sikiin D/CDK4, slkiin
D/CDK6. dan sikiin E/CDK2 mang-
atur transisi G, -> S malalui
fosfoniasi protain RB (pRB). Siklin
4 A/CDK2 dan slkiln A/CDK1 aktif
pada fasa S. Sikhn B/CDK1 panting
untuk transisi G1 M. Dua famili
. inhibitor CDK, yang disabut sa-
bagai inhibitor INK4 dan tardiri atas
p16, p15, p1B, sarta p19, bakaria
pada siklin D/CDK4 dan siklin D/
CDK6. Famili Iain dari tiga inhibiton
p21, p27, dan p57, dapat mang-
hambatsamua CDK.

Insensitivitas Terhadap Sinyal
yang Nlenghambat
Pertumbuhan
Isaac Newton meramallcan bahwa setiap aksi
memiliki reaksi yang sama dan berlawanan. Walaupun
Newton bukanlah seorang ahli biologi l<anl<er, per-
kiraannya berlaku untuk pertumbuhan sel. Walaupun
onkogen memproduksi berbagai protein yang men-
dorong pertumbuhan sel, terdapat produk gen penekan
tumor yang menjadi rem bagi proliferasi sel. Gangguan
terhadap gen ini menyebabkan sel refrakter terhadap
inhibisi pertumbuhan dan mirip dengan efek men-
dorong perturnbuhan onkogen. Di bagian ini, kita mem-
bahas berbagai gen penekan l<anl<er/ tumor, produk-
nya, dan kemungkinan mekanisme yang hilangnya
fungsi gen ini berperan menyebabkan pertumbuhan
sel yang tidak terkendali.
Kita memulai pembahasan ini dengan gen retino-
I blastoma (RB), prototipe gen penekan kanker/tumor
yang pertama kali ditemukan. Serupa dengan banyak
kemajuan di bidang kedokteran lain, penemuan gen
penekan kanker berlangsung melalui penelitian ter-
! hadap suatu penyakit yangjarang, dalam hal ini retino-
I blastoma, suatu tumor anak yang jarang ditemukan.

Sekitar 60% retinoblastoma bersifat sporadikgclan
sisanya familial, dengan predisposisi terjangkit tumor
diwariskan sebagaisifat dominan autosomal. Untuk
menjelaskan kasus sporadik dan familial tumor ini,
Knudson, pada tahun 1974, mengajukan tw0hits hy-
pothesis-nya yang sekarang terkenal. Dari aspek
molekular, hipotesis ini dapat dinyatakan sebagai
berikut:
I Diperlukan dua mutasi (hits) untuk menghasilkan
retinoblastoma. Keduanya melibatkan gen RB, yang
terletak di kromosom l3ql4. Kedua alel normal
lokus RB harus diinaktifkan (dua hits) agar retino-
blastoma dapat muncul (Gbr. 6-20).
I Pada kasus familial, anak mewarisi satu salinan
defektif gen RB di sel germinativum; salinan lainnya
normal. Retinoblastoma timbul apabila gen RB nor-
mal lenyap di retinoblas akibat mutasi somatik.
Karena pada keluarga retinoblastoma hanya di-
perlukan satu mutasi somatik agar ekspresi pe-
nyakit terjadi, pewarisan familial mengikuti pola
dominan autosomal.
I Pada kasus sporadik, kedua alel RB normal hilang
akibat mutasi somatik di salah satu retinoblas. Hasil
akhimya sama: Sel retina yang kehilangan kedua
salinan normal clari gen RB menjadi kanker.

Gambar 6-20
Patogenesis retinoblastoma. Dua mutasi lokus RB pada kromosom 13q14 menyebabkan proliferasi
neoplastlk sel retina. Pada bent g
familial, semua sel somatlk mewarisl satu gen RB mulan darl orang tua yang merupakan pembawa slfat.
Mutasl kedua memengaruhl Iok
RB di salah satu sel retina setelah Iahir. Pada bentuk sporadik, kedua mutasi dl lokus RB dlperoleh oleh
sel retina setelah Iahlr. l

Walaupun hilangnya gen RB normal ditemukan toma familial juga sangat berisiko mengalami oste -
V pertama kali pada retinoblastoma, sekarang terbukti sarkoma dan beberapa sarkomajaringan lunak.
bahwa kehilangan yang bersifat homozigot pada gen Sampai titik ini, kita perlu mengklarifikasi bebera a
ini cukup sering ditemukan pada beberapa tumor, istilah. Sebuah sel yang hetcrozigot di lokus RB tid k
tcrmasuk kanker payudara, kanker sel lgecil di paru, bersifat ganas. Kanker timbul apabila sel menjadi
dan kanl<erkar1dungkemih.Pasien denganretinoblas- humczigot untuk alel mutan atau, dengan kata
lain,

kehilnngnn lwtcrozigvsitns gen RB normal. Karena
transformasi neoplastik berkaitan dengan hilangnya
kedua salinan normal gen RB, gen ini dan gen penekan
kanker lainnya juga disebut gon knnkcr rcscsf
Sinyal dan jalur transduksi sinyal untuk inhibisi
pertumbuhan jauh lebih seclikit dipahami daripada
sinyal/jalur untuk promosi pertumbuhan. Bagaimana-
pun, tidaklah salah apabila dianggap bahwa, serupa
dengan sinyal mitogenik, sinyal yang menghambat
pertumbuhan dapat berasal dari luar sel dan mang-
gunakan reseptor, signal transducer, dan regulator
transkripsi intl sel untuk menyelesaikan efeknya. Gen
penekan tumor tampaknya mengkode berbagai l<0mp0
nen padajalur inhibisi pertumbuhan ini.
Sccara prinsip, slnyal zmtipcrtumbuhan dapat men-
ccgah proliferasi sel melalui dua mekanisme komple-
menter. Sinyal antipertumbuhan dapat menyebabkan
sel yang sedang membelah masuk ke dalam G0 (tenang),
yang selnya tersebut bertahan sampai isyarat ekstemal
mendorongnya masuk kembali ke siklus proliferasi.
Mekanisme lain adalah sel mungkin masuk ke tahap
pascamitotik dan berdiferensiasi serta kehilangan
potensi replikatifnya. Sekarang telah jelas bahwa di
tingkat molekular sinyal antiperlumbuhan menimbul-

kan efek di tahap Gl -* S pada siklus sel. Seperti dising-
gung sebelumnya, transisi ini dikendalikan oleh pro-
tein RB, dan ada baiknya pembahasan kita mengenai
mekanisme inhibisi pertumbuhan dan cara meng-
hindarinya dimulai dengan berfokus pada gen RB.
GEN HB DAN SIKLUS SEL
Banyak yang telah diketahui tentang gen RB karena
merupakan gen penekan tumor yang pertama kali di-
temukan. Produk gen RB adalah suatu protein peng-
il<atDNA yang diekspresikan pada semua sel yang
diteliti; protein tersebut beruda dalam bentuk
terhipofosforilasi nktQ" dan tcrhiperfasfcrilnsi tiduk
nktf Pada keadaan aktif, RB berfungsi sebagai rem
Lmtuk menghambat melajunya sel dari fase Gl ke S pada
siklus sel. Apabila sel dirangsang oleh faktor per-
tumbuhan, protein RB diinaktifkan melalui fosforilasi,
rem dilepas, dan sel melewati tahap Gl > S. Saat masuk
fase S, sel bertekad (committed) untuk membelah tanpa
memerlukan stimulasi faktor pertumbuhan tambahan.
Selama fase M berikutnya, gugus fosfat dikeluarkan
dari RB oleh fosfat selular sehingga kembali clihasilkan /
bentuk RB terdefosforilasi. Il

i
Gambar 6-21
Peran RB dalam mengatur fase
G, - S pada siklus sel. RB ter-
hipofosforiiasi yang berikatan
dengan faktor transkripsi E2F
mengikat DNA dan menghambat
transkripsi gen yang produknya
diperiukan untuk tase S sikius sel.
Apabiia RB terfosforilasi oleh
kompleks sikiin D/CDK4, siklin D/
CDK6, dan siklin E/CDK2, RB
membebaskan E2F. Yang terakhir
ini kemudian mengaktifkan trans-
kripsi gen fase S. Fosforilasi RB
dihambat oleh Inhibitor CDK
karena inhibitor ini menginaktifkan
kompieks siklin/CDK. Hampir
semua sei kanker mempedihatkan
disregulasi pada fase G, > S
akibat mutasi di salah satu dari
empat gen yang mengendaiikan
tosforilasi RB; gen ini (RB, CDK4,
sik/in D, dan CDKN2A [p16])
dituiis daiam boks. EGF, epider-
mal growth factor (faktor per-
tumbuhan epidermis), PDGF,
p/atelet-derived growth factor
(faktor pertumbuhan yang berasai
dari trombosit).

208 I BAB 6 NEOPLASMA
Dasar molckular ef:-ak pengereman ini telah di-
ungkapkan secara rinci dan elegan. Sel tenang (quies
cent, padn G0 atnu G I) mengzmdung RB bentuk terhip0
fosforilasi yang inuktf Pada status ini, RB mencegnh
repliknsi sel dengnn mengiknt, dan mungkin me-
nyebubkun sekuestrasi, famili EZF dnrifaktcr trans-
kripsi. Apabila sel yang tenang ini dirangsang oleh
faktor pertumbuhan, kcnsentrasi siklin D dan E (Iihat
sebelunmya) meningkat, dan aktivasi siklin D / CDK4,
siklin D/CDK6, dan siklin E/CDK2 yang terjadi me-
nyebqbkan fosforilasi RB (Gbr. 6-21). RB bentuk terhiper-
fcsforilasi membebaskan faktor transkripsi E2F dan
mcngaktifkan transkripsi beberapa gen sasaran.
Apabila tidak terdapat protein RB, atau apabila ke-
mampuannya untuk menyingkirkan faktor transkripsi
terganggu akibabmutasi, rem mclekular terhadap
siklus sel akan lepas, dan sel berpindah secara
{bcrsemangat ke dalam fase S.

Mutasi pada gen lain yang mengendalikan fosfo-
rilasi RB dapat mirip dengan efek hilangnya RB; gen
ini mengalami mutasi pada banyak kanker yang
tampaknya memiliki gen RB normal. Sebagai contoh,
aktivasi siklin D atau CDK 4 akibat mutasi akan
mendorong proliferasi sel melalui fasilitasi fosforilasi
RB. Siklin D diekspresikan secara berlebihan di banyak
tumor karena translokasi atau amplifikasi gen. In-
aktivasi CDKls akibat mutasi juga dapat mendorong
siklus sel melalui aktivasi tak-terkendali siklin clan
CDK. Salah satu inhibitor tersebut, yang dikode oleh
gen cD1<N2A (juga disebut inhibitor kinase 4 [INl<4a]),
sangat sering menjadi sasaran inaktivasi mutasional
atau deletifpada berbagai tumor. Mutasi CDKNZA pada
sel germinativum dilaporkan terjadi pada 25% keluarga
rentan-melanoma. Delesi atau inaktivasi CDKNZA
yang diperoleh secara somatis ditemukan pada 75%
karsinoma pankreas; 40% hingga 70% glioblastoma;
50% kanker esofagus; dan 20% karsinoma paru non-
sel kecil, sarkoma jaringan lunak, dan kanker kandung
kemih. Paradigma yang berkembang adalah bahwa
hilangnya kantral siklus sel normal merupakan hal
pakck bagi transfarmasi kegannsan dan bahwa pada
sebagian besar kanker manusia paling sedikit satu dnri
empat regulator kunci siklus sel (CDKNZA, siklin D,
CDK4, RB) mengalami mutasi. Pada sel yang me-
ngandung mutasi di CDKNZA, siklin D, atau CDK4,
fungsi gen RB terganggu walaupun gen RB itu sendiri
tidak mengalami mutasi. Protein penyebab trans-
formasi pada beberapa virus DNA onkogenik hewan
dan manusia tampaknya bekerja, sebagian, dengan
menetralkan aktivitas RB menghambat pertumbuhan.
Antigen T besar poliomavirus dan SV40, protein EIA
adenovirus, dan protein E7 virus papiloma manusia
(human papillomavirus, HPV) berikatan dengan RB
bentuk terhipofosforilasi. Protein RB, karena tidak
mampu mengikat faktor transkripsi E2F, secara
fungsional tidak berdaya, dan sel kehilangan ke-
mampuannya mengalami inhibisi oleh sinyal anti-
pertumbuhan yang disalurkan melalui jalur RB.

V JALUR TRANSFOF?/W/NG GHOVVTH
FA CTOH-/3
Walaupun telah banyak diketahui tentang sirkuit
yang berperan sebagai rem bagi siklus sel, molekul yang
menyalurkan sinyal antiproliferasi ke sel masih belum
diketahui pasti. Yang paling dikenal adalah TGF-[3,
suatu anggota dari famili faktor pertumbuhan dimerik
yang mencakup, baik protein morfogenik tulang mau-
pun aktivin, Pada sebagian besar sel epitel, endotel, `
dan hematopoietik normal, TGF-[5 adalah inhibitor kuat
bagi proliferasi. Molekul ini mengendalikan proses sel
dengan berikatan dengan tiga reseptor, yang disebut
tipe 1,II, dan III. Efek antiproliferasi TGF-B diperantarai
terutama oleh pengendalian jalur RB. TGF-B meng
hentikan sel di fase Gl siklus sel dengan merangsang
produksi CDKI p15 dan dengan menghambat trans-
kripsi CDK2, CDK4, serta siklin A dan E. Seperti dapat
dilihat dari pembahasan kita sebelumnya, perubahan
ini menyebabkan fosforilasi RB menurun dan siklus
sel berhenti.
Pada banyak bentuk kanker, efek jalur TGF-B meng-
hambat pertumbuhan terganggu oleh mutasi dijalur
penghantarsinyal TGF-B. Mutasi ini dapat mengenai
reseptor TCF-B ripe ll alan molekul SMAD yang ber-
nmgsi menyalurkan sinyal antiproliferasi dari reseptor
l<e inti sel. Mutasi yang mengenai reseptor tipe ll ditemu
kan pada l<anl<er kolon, `lambung, dan endometrium.
lnaktivasi SMAD4, salah satu dari 10 protein yang
berperan dalam penyaluran sinyal TGF-[S, akibat
mutasi sering ditemukan pada kanker pankreas. Padn
100% krmker pankrens dan 83% krmker kolan, pnling
tiduk sntu kvmponen jnlur TGF-,8 mengnlami mutnsi.

l JALUR POLIPOSIS COL!
l ADENONI/\TOSAB CATENIN -
Gen APC (poliposis coli adenomatosa), yang sering
hilang pada kanker kolon, menimbulkan efek anti-
proliferasi melalui cara yang tidak lazim. Ini merupa-
kan suatu protein sitoplasma yang fungsi utamanya
adalah mengatur kadar intrasel B-katenin, suatu pro-
tein yang memiliki banyak fungsi. Di satu pihak, B-
katenin berikatan dengan bagian sitoplasma dari E-
kaderin, suatu protein permukaan yang mempertahan-
kan perlekatan antarsel; di pihak lain, B-katenin dapat
mengalami perpindahan ke inti sel dan mengaktifkan
proliferasi sel. Di bagian ini, fokusnya adalah pada
fungsi yang terakhir. B-Katenin adalah suatu kompo
nen penting dari apa yang disebut sebagai jalur sinyal
WNT seperti digambarkan pada Gambar 622. WNT
adalah suatu faktor larut yang dapat memicu proli-
ferasi sel. WNT melakukannya dengan berikatan
dengan reseptornya dan menyalurkan sinyal yang
mencegah penguraian [3-katenir1;B-katenin kemudian
dapat masuk ke dalam inti sel dan bekerja sebagai
aktivator transkripsi bersama dengan molekul lain,
yang disebut TcF _(1ihat Gbr. 6-228). Pada sel yang

tenang, yang tidak terpajan WNT, B-katenin di
sitoplasma terurai oleh kamplcks destruksi, yang APC~
nya merupakan salah satu bagian intcgralnya. Pada
sel normal dalam keadaan istirahat, APC mencegah
sinyal B-katenin dengan mendorong penguraian zat
tersebut (lihat Gbr. 6-22A). Dengan hilangnya APC
(pada sel ganas), penguraian B-katenin terhambatdan
respons terhadap sinyal WNT terus diaktifkan (lihat
Gbr. 6-22C). Hal ini menyebabkan terjadinya transkripsi
gen yang mendorong pertumbuhan, seperti siklin D1
dan MYC.
APC berperilaku seperti sua-tu gen penekan tumor.
Orang yang lahir dengan satu alel mu tan membentuk
rarusan sampai ribuan polip adenomatosa di kolon
pada masa remaja atau usia 20-an tahun. Satu atau
lebih polip hampir selalu berubah menjadi ganas.
Seperti gen penekan tumor lainnya, kedua salinan gen
APC harus lenyap sebelum tumor dapat terbentuk.
Seperti akan dibahas, agar kanker kolon dapat ter-
bentul< harus terjadi mutasi lain. Mutasi APC ditemu-
kan pada 70% hingga 80% kanker kolon sporadik. 4
Kanker kolon yang memiliki gen APC normal mem- 1

i perlihatkan mutasi pengaktifan pada B-katenin
- sehingga kanker tersebut refrakter terhadap efek
merusak APC.
GEN TP53: PENGAVVAL GENOIVI
Cen penekan tumor TP53(dahulup53)adz1Iah salah
satu gen yang paling sering mengalami mutasi pada
kanker manusia. Gen ini memiliki banyak fungsi dan
tidak dapat diklasifikasikan dengan mudah ke dalam
kelompok fungsional tertentu yang serupa dengan gen
lain yang dijelaskan di bagian ini, TP53 dapat me-
nimbulkrm efek nntiprolfernsi, tetnpi yang tidak koloh
penting, gen ini jugn mengendnlikrm apoptosis. Secara
mendasar, TP5.3 dapatdipandang sebagai suatu moni-
tor sentral untuk stres, mengarahkan sel untuk mem-
berikan tanggapan yang sesuai, baik berupa penghenti-
an siklus sel maupun apoptosis. Berbagai stres dapat
memicu jalur respons TP53, termasuk anoksia, ekspresi
onkogen yang tidak sesuai (misal, MYC), dan kerusak-
an pada integritlas DNA. Dengan mengcndalikan
respons kerusakan DNA, TP53 berperan penting dalam

mempertahankan integritas genom, seperti terlihat
pada pcmbahasan berikut.
TP53 normal di dalam sel yang tigiak mengalami
stres memiliki waktu paruh yang pendek (20 menit).
Waktu-parun yang pendek ini disebabkan oleh ika tan
dengan MDM2, suatu protein yang mencari TP53 untuk
menghancurkannya. TP53 mengalami modifikasi
pascatranskripsi yang membebaskannya dari MDM2
dan meningkatkan waktu-paruhnya. Selama proses
pembebasan dari MDM2, TP53 juga menjadi aktif
sebagai suatu faktor transkripsi. Sudah ditemukan
lusinan gen yang transkripsinya dipicu oleh T P53. Gen
tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategorl
umumgen yang menyebabkan penghentian siklus sel
dan gen yang menyebabkan apoptosis.
y Penghentiarz siklus sel yang diperuntnrui ole/1 TP53
duput djunggup sebagui resporrs primordial terhudap
kerusnkun DNA (Gbr. 6-23). Hal ini terjadi pada akliir l
fase G] dan disebabkan terutama oleh translgripsi CDKI 1
dependen-TP53 CDKNIA (p21). Gen CDKNIA, seperti s

telah dijelaskan, menghambat kompleks siklin/CDK
dan mencegah fosforilasi RB yang penting agar sel
dapat masuk ke fase Gl. Penghentian siklus sel ini
disambut baik karena "memberi napas bagi sel untuk
memperbaiki kerusakan DNA. TP53 juga membantu
proses dengan menginduksi protein tertentu, seperti
GADD45 (penghentian pertumbuhan dan kerusakan
DNA), yang membantuperbail<an DNA. Apabila
kerusakan DNA berhasil diperbaiki, TP53 meningkat-
kan (upregulnte) transkripsi MDM2, yang kemudian
menekan (down-regulate) TP53, sehingga hambatan
terhadap siklus sel dapat dihilangkan. Apabila selama
jeda kerusnkan DNA tidnk dapat diperlmiki, TP53 nor-
mal mengnrnhkan sul ke "Iinng kubur" deugnn memicu
apoptosis. Protein ini melakukannya dengan memicu
gen pencetus apoptosis seperti BAX (akan dijelaskan).
Bagaimana TP53 mendeteksi kerusakan DNA dan
bagaimana gen tersebut menilai kelayakan perbaikan
DNA masih belum dipahami sepenuhnya. Salah satu _
sensor l<erusal<an DNA semacam ini mungkin adalah

protein ATM yang mengalami mutasi pada ataksia-
telangiektasia. Pasien dengan ataksia-telangiektasia
tidak mampu memperbaiki kerusakan akibat sinar X.
Protein ATM dapat mengikat DNA yang rusak dan
memfosforilasi TP53. Dapat dipertimbangkan bahwa
pasien dengan ataksia-telangiektasia tidak dapat mem-
perbaiki kerusakan DNA karena sensor ATM tidak
dapat memicu jalur TP53. Selain sensor terhadap
kerusakan awal, TP53 harus memiliki "teman" yang
dapat memberi tahunya apakah apoptosis perlu
dimulai.
Secara singkat, TP53 mendeteksi kerusakari DNA
melalui mekanisme yang tidak diketahui dan mem-
bantu perbaikan DNA dengan menyebabkan peng-
herztian G, dar: memicu gen yang memperbaiki DNA.
Sel yang mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat
diperlzaiki diarahkan oleh TP53 untuk mengulami
apoptosis (lihat Gbr. 6-23). Berdasarkan aktivitas ini,
TP53 layak disebut "pengawal gen0m". Apabila terjadi
kehilangun TP53 secara homozigct, kerusakan DNA
tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi di
sel yang membelah schinggn sel aknn masuk jalan satu-
arah menuju transformasi kegnnasan.
Pentingnya TP53 dalam mengontrol karsinogenesis
dibuktikan oleh kenyataan bahwa lebih dari 70%
kanker pada manusia memperlihatkan cacat pada gen
ini, dan sisanya memperlihatkan cacat pada gen yang
terletak di sebelah hulu atau hilir dari TP53. Kehilangan
gen TP53 secara homozigot ditemukan pada hampir
semuajenis kanker, termasuk karsinoma paru, kolon,
dan payudaratiga penyebab utama kematian akibat
kanker. Pada sebagian besar kasus, sel somatik meng-
alami mutasi inaktivasi yang mengenai kedua alel
TP53. Yang lebihjaran ditemukan adalah pasien yang
mewarisi satu alel mutan TP53. Seperti gen RB, pe-
warisan satu alel mutan merupakan predisposisi
terbentuknya tumor ganas karena hanya diperlukan
satu hit tambahan untuk menginaktifkan alel kedua
yang normal. Orang seperti ini, yang dikatakan meng-
alami sindram Li-Fraumeni, memperlihatkan pe-
ningkatan risiko 25 kali Iipat mengidap tumor ganas
pada usia 50 tahun dibandingkan dengan populasi
umum. Berbeda dengan pasien yang mewarisi satu alel
RB mutan, spektrum tumor yang timbul pada pasien
sindrom Li-Fraumeni bervariasi; jenis tumor tersering
adalah sarkoma, kanker payudara, leukemia, tumor
otal<, dan karsinoma l<ortel<s adrenal. Dibandingkan
dengan tumor sporadik, tumor yang mengenai pasien
sindrom Li-Fraumeni timbul pada usia lebih muda, dan
pasien tersebut mungkin mengidap tumor primer
multipel.
Seperti protein RB, TP53 normal juga dapat dibuat
nonfungsional oleh beberapa virus DNA tertentu. Pro-
tein yang dikode oleh HPV onkogenik, virus hepatitis
B (HBV), dan mungkin virus Epstein-Barr (EBV) dapat
mengikat protein TP53 normal dan menghilangkan
tungsi protektitnya. Oleh karena itu, virus DNA dapat
"menumbang1<an" dua dari gen penekan tumor yang
paling dikenal, RB dan TP53.

Menghindar dari Apoptosis
Akumulasi sel neoplastik dapat terjadi tidak saja
karena aktivasi onkogen yang mendorong pertumbuh-
an tumor atau inaktivasi gen penekan tumor yang
menekan pertumbuhan, tetapi juga karena mutasi di
gen yang mengendalikan apoptosis. Seperti per-
tumbuhan sel yang dikendalikan oleh gen pendorong
dan penekan pertumbuhan, kelangsungan hidup sel [
juga dikendalikan oleh gen yang mendorong dan meng- ; ,
hambat apoptosis. Telah berhasil diidentifikasi suatu ,
famili besar gen yang mengendalikan apoptosis. { i
Sebelum kita dapat memahami bagaimana sel tumor i
menghindari apoptosis, ada baiknya l<ita mengkaji g Q
ulang (Bab 1) secara singkat jalur biokimiawi yang
menuju apoptosisl Gambar 6-24 mernperlihatkan,
dalam bentuk sederhana, rangkaian kejadian yang
menyebabkan apoptosis oleh sinyal melalui reseptor
kematian CD95 (Fas) dan oleh kerusakan DNA. Saat
berikatan dengan ligannya, CD95L, CD95 mengalami
trimerisasi, dan domain kematian sitoplasmanya me-
narik protein adaptor intrasel FADD. Protein ini me-
rekrut prokaspase (procuspase) 8 untuk membentuk
I<omplel<s sinyal penginduksi-l<ematian. Prokaspase 8
diaktifkan oleh pemisahan menjadi dua subunit yang
lebih kecil. Kaspase 8 mengaktifkan berbagai kaspase
di hilir seperti l<aspase 3, suatu kaspase eksekutor
tipikal yang memecah DNA dan substrat lain yang
menyebabkan kematian sel. jalur lain apoptosis dipicu
oleh kerusakan DNA (dan kausa Iain, seperti kel<urang
an faktor pertumbuhan). Mitokondria berperan penting
di jalur ini dengan rnembebaskan sitokrom c, yang
akhimya membentuk suatu kompleks dengan apop-
tosis-inducing factor 1 (APAF1), prokaspase 9, dan
ATP. Di dalam kompleks ini, prokaspase 9 diaktifkan
menjadi kaspase 9, yang kemudian memicu kaspase 3
(di mana kedua jalur berpadu). Pembebasan sitokrom
c diperkirakan merupakan kejadian kunci dalam
apoptosis, dan hal ini dikendalikan oleh gen pada
famili BCL2. Beberapa anggota famili ini (misal, BCL2,
BCLXL) menghambat apoptosis dengan mencegah
pembebasan sitokrom c, sedangkan yang lain, seperti
BAD, BAX, dan BID, mencetuskan apoptosis dengan
mendorong pelepasan c sitokrom. Efek proapoptotik
dari TP53 yang dipicu oleh kerusakan DNA tampaknya
diperantarai oleh peningkatan sintesis BAX. Demikian
juga, kaspase 8 mengaktifkan protein proapoptotik BID.
Dalam kerangka ini, dapat diperlihatkan bagai-
mana sel kanker mengacaukan apoptosis di banyak
tempat (lihat Gbr. 6-24). Dimulai dari permukaan,
penuriman kadar CD95 pada karsinoma hepatoselular
menyebabkan sel tumor kurang rentan terhadap
apoptosis oleh FasL. Kadar CD95 dia tur oleh TP53, dan
hilangnya TP53 mungkin berperan menyebabkan
penurunan CD95. Beberapa tumor memperlihatkan
peningkatan kadar FLIP, suatu protein yang dapat
mengikat kompleks pemicukematian dan mencegah
pengaktifan kaspase 8. Dari semua gen, mungkin yang . .
sudah dipustiknn udnlah pernn BCL2 dalam me-

lindungi sel tumor dari apoptosis. Seperti akan di-
bicarakan, sekitar 85% dari limfoma sel B tipe folikular
(Bab 12) memperlihatkan translokasi khas t(14;18)
(q32;q21). lngatlah bahwa 14q32, tempat gen rantai
berat imunoglobulin ditemukan, juga bcrperan dalam
limfoma Burkitt. Berdekatannya letak lokus yang secara
transkripsional aktif ini dengan B CL2 (terletak di 18q2l)
menyebabkan ekspresi berlebihan protein BCL2. Eks
presi berlebihan protein BCL2 melindungi limfositdari
apoptosis dan menyebabkan sel tersebut bertahan
hidup lama; tcrjadi akumulasi berkelanjutan limfosit B
A yang menyebabkan limfadenopati dan infiltrasi
sumsum tulang. Karena limfoma dengan ekspresi BCL2
yang berlebihan timbul sebagian besar karena ber-
kurangnya kematian sel bukan proliferasi sel yang
berlebihan, limfoma ini cenderung indolen (tumbuh
lambat) dibandingkan dengan limfoma pada umum
nya. .
Seperti telah disebutkan, TP53, adalah suatugen
proapoptotik penting yang memicu apoptosis pada sel
yang tidak mampu mempcrbaiki DNA."K*erja TP53

sebagian diperantarai oleh pengaktivan transkripsi-
onal BAX. Baru-baru ini ditemukan dua mekanisme
baru yang digunakan sel tumor untuk mcnghindari
apoptosis. Sel melanoma tertentu mengalami kchilang-
an APAF-1, menghambatjalur mit0k0ndriasit0l<r0m
c. Sel ini resisten terhadap apoptosis yang diinduksi
oleh TP53. Akhirnya, pada beberapa tumor, terjadi
peningkatan transkripsional inhibitor apoptosis yang
menyebabkan inaktivasi kaspase. Peningkatan ini
terjacli pada limfoma tertcntu di jaringan limfoid
mukosa (apa yang disebut scbagai MALT lymphoma)
akibat translokasi t(1l;18).
Kemampuan Replikasi
Tampa Batas 4
Seperti telah dibicarakan di bagian mcngcnai pc-
nuaan sel (Bab 1), sebagian besar sel manusia normal
memiliki kapasitas menggandakan diri 60 sampai 70
kali. Setelah itu, sel kehilangan kmampuan membclah
diri dan masuk masa pensiun nonreplikatif. Fenomena

ini dlanggap terjadi karena pemendekan progresif
telomer di ujung-ujung kromosom. Pada setiap kali
pernbelahan, telomer memendek, dan setelah titik
tertentu, hilangnya telomer menyebabkan kelainan
masif kromosom dan kematian. Menuanya fibroblas
manusia dalam biakan dapat dihindari secara parsial
dengan melumpuhkan gen RB dan TP53. Namun, sel
ini akhirnya juga mengalami suatu krisis, yang di- _
tandai dengan kematian sel masif. Dapat diperl<iral<an
bahwa agar tumor tumbuh tanpa batas, seperti yang
biasanya terjadi, hilangnya hal-hal yang membatasi
pertumbuhan belumlah memadai. Sel tumor jugn hurus
menciptnknn cnrn untuk menghindar dnri proses
pen umm; hal ini diperoleh dengan mengaktifkan enzim
telomerase, yang dapat mempertahankan panjang
telomer. Telomerase aktif pada sel bakal normal, tetapi
tidak ditemukan pada sebagian besar sel somatik.
Sebaliknya, di hampir semua jenis kanker ukuran
telomer dapat dipertahankan. Pada 85% hingga 95%
kanker, hal ini disebabkan oleh peningkatan enzim telo-
merase. Beberapa tumor menggunakan cara lain.
Relevansi aktivasi telomerase in vivo dibuktlkan oleh
eksperimen pada mencit. Menclt yang kehilangan
CDKNZA (p16, lNK4A) secara homozigot mengidap
tumor apabila terpajan karsinogen. Apabila mencit
yang "tidak memiliki aktivitas CDKNZA (CDKNZA
knockout) disilangdengan mencit "yang tidak rnemiliki
aktivltas" telomerase (telomernse knock0ut), insidensi
tumor sangat menurun, dan tumor yang terbentuk l
memperlihatkan susunan kariotipe yang parah.

Terjadihya Angiogenesis
Berkelanjutan
Bahkan dengan semua kelainan genetik yang di-
bahas sebelumnya; tumor tidak clapat membesar lebih
dari 1 sampai 2 mm (garis tengah atau ketebalan),
kecuali apabila tumor memiliki vaskularisasi. Diper-
kirakan zonal sampai 2 mm merupakanjarak maksi-
/ mum dari pembuluh darah yang dapat ditempuh oleh
oksigen dan nu trien melalui proses difusi. Di atas ukur-
an ini, tumor akan sulit membesar tanpa vaskularisasi
karena hipoksia memicu apoptosis dengan mengaktif-
kan TP53 (lihat bahasan sebelumnya). Neovaskular-
isasi memiliki efel< ganda pacla pertumbuhan tumor:
Perfusi menyalurkan nutrien dan oksigen, dan sel
endotel yang baru terbentuk merangsang pertumbuhan
sel tumor di sekitamya dengan mengeluarkan berbagai
polipeptida, seperti insulin-like growth factor (faktor a
pertumbuhan mirip insulin), PDGF, gr:mulocyte-mac- 1
rophage colony-stimulating factor (GM-CSF, faktor a
perangsang koloni granulosit-makrofag), dan inter- 1
leukin-1 (ll.-1). Angiogenesis dibu_tuhl<an tidak saja 2
untuk keberlanjutan pertumbuhan tumor, tetapijuga t
untuk metastasis. Tanpa akses ke pembuluh darah, sel t
tumor tidak dapat bermetastasis. Angiogenesis merupa- tt
kzm aspek biologik yang srmgnt penting pada keganasan, n

Bagaimana suatu tumor yang sedang tumbuh
membentuk aliran darahnya? Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa tumor mengandung taktor yang
mampu memengaruhi seluruh rangkaian kejadian yang
berperan dalam pembentukan kapiler baru (Bab 3).
Faktor angiogenik terkait-tumor (tumor associated
angiogenic factor) mungkin dihasilkan oleh sel tumor
_ atau mmmgkin berasal dari sel radang(misa1, makrofag)
yang menyebuk tumor. Dari sekitar selusin faktor
angiogenik terkaittumor, dua yang paling penting
adalah vascular endothelial growth factor (VEGF, fal<tor
pertumbuhan endotel vaskular) dan basic jilzroblast
growth jizctor. Sekarang telah jelas bahwa sel tumor
tidak saja menghasilkan faktor angiogenik, tetapi ju ga
menginduksi molekul antiangiogenesis. Paradigma
yang muncul adalah bahwa pertumbuhan tumor
dikcndalikan oleh keseimbangan antara faktor
angiogenik dan fnktor yang menghambat angiogenesis.
Faktor antiangiogenesis, seperti trombospondin-1,
mungkin clihasilkan oleh sel tumor itu sendiri, atau
procluksinya mungkin dipicu oleh sel tumor. Kategori
yang terakhir mencakup angiostatin, endostatin, clan
vaskulostatin. Ketiga inhibitor angiogenesis yang poten
ini masing-masing berasal dari penguraian plasmino-
gen, kolagen, dan transtiretin secara proteolitis.
Pada 2WAlhrh1mlwul1nnnv cnlsanisn h hm

4 Pada awal pertumbuhannya, sebagian besar tumor
zi manusia tidak memicu angiogenesis. Tumor tetap kecii
:i atau in situ selama bertahun-tahun sampai terjadi
< nngiogenic switch yang mengakhiri stadium quiescencc
vaskuiar. Dasar molekular nngiogenic switch ini masih
belum jelas seluruhnya, tetapi mungkin melibatkan
peningkatan produksi faktor angiogenik atau hilang-
nya inhibitor angiogenesis. Gen TP53 wild-type
tampaknya menghambat angiogenesis dengan meng-
- induksi sintesis rnolekul antiangiogenik trombo-
. spondin-1. Pada mutasi inaktivasi kedun alel TP53
(suatu proses yang sering terjadi pada banyak kanker), _
kadar tr0mbospondin1 sangat berkurang sehingga
keseimbangan condong ke faktor angiogenik.
Hipoksia di dalam tumor yang sedang tumbuh
memudahkan terjadinya angiogenesis melalui pem-
bebasan hypoxia-induciblefactor-1 (HIF-1). I-HF-1 me-
ngendalikan transkripsi VEGF. Transkripsi VEGF juga
berada di bawah kendali onkogen RAS, dan aktivasi
RAS akan meningkatkan produksi VEGF. Protease ju ga
berperan dalam mengendaiikan keseimbangan antara
faktor angiogenik dan antiangiogenesis. Banyak pro-
tease dapat membebaskan basic fibroblast growth fac-
tor yang tersimpan di dalam matriks ekstrasel (ECM);
sebaliknya, pemecahan plasmin akan menghasilkan
angiostatin, suatu inhibitor angiogenesis yang poten.
Karena peran penting angiogenesis dalam pertumbuh-
an tumor, banyak perhatian yang dicurahkan pada
terapi antiangiogenesis. I-iasil sementara dari penelitian
terkini terhadap beberapa inhibitor angiogenesis
tampaknya menjanjikan, dan masih banyak hasil pe-
nelitian yang dinan ti. _

Kemampuan Nlelakukan lnva si
dan Metastasis
Penyebaran tumor adalah suatu proses rumit yang
melibatkan serangkaian tahapan seperti diperlihatkan
pada Cambar 625.Dapatdiperl<ira1<an bahwa rangkai-
an tahapan ini dapat diinterupsi di semua tahapan, }
baik oleh faktor terkait-pejamu mauptm faktor terkait-
tumor. Seperti akan dibahas, sel di dalam tumor bersifat
heterogen dalam kaitannya dengan kemampuan ber-
metastasis. Hanya subklona tertcntu yang memiliki
kombinasi produk gen yang tepat untuk dapat me-
nyelcsaikan seluruh tahapan seperti disajikan pada
Gambar 6-25. Untuk kepentingan pembahasan, jenjang
metastatik dapat dibagi lagi menjadi dua fase: invasi
matriks ekstrasel serta penyebaran dan pergerakan sel
tumor menuju sasaran melalui pembuluh darah.

l lNVASl |\/IATRIKS EKSTRASEL
Seperti telah banyak diketahui, jaringan manusia
tersusun menjadi serangkaian kompartemen yang
dipisahkan satu sama Iain oleh dua jenis matriks
ekstrasel (ECM): membran basal dan jaringan ikat
interstisium. Walaupun tertata secara berlainan, tiap-
tiap komponen ECM ini terdiri atas kolagen, gliko-
protein, clan proteoglikan. Pada Gambar 6-26 diper-
lihatkan bahwa sel tumor harus berinteraksi dengan
ECM di beberapa tahapan dalam jenjang metastatik.
Suatu karsinoma mula-mula harus melewati membran
basal di bawahnya, kemudian berjalan melintasi jaring
l an ikat lnterstisium, dan akhirnya memperoleh akses
y ke sirkulasi dengan menembus membran basal pem-
buluh darah. Siklus ini berulang saat embolus sel tu-
mor mengalami ekstravasasi di temgat yang jauh.
Invasi ECM merupakan suatu proses aktif yang di-
selesaikan dalam empat langkah (lihat Gbr. 6-26):
1. Terlepasnya sel tumor satu sama lain
2. Melekatnya sel tumor ke komponen matriks
3. Penguraian ECM
4. Migrasi sel tumor
Langkah pertama dalam jenjang metastatik adalah
merenggangnyn sel tumor. Seperti disinggung sebelum-
nya, E-kaderln bekerja sebagal lem antarsel, dan bagian
E-kaderin yang berada di sitoplasma berikatan dengan
B-katenin (lihat Gbr. 6-22). Molekul E-kaderln yang
berdeka tan mempertahankan agar sel te tap menyatu,
sedangkan perlekatan homotipik yang diperantarai
oleh E-kaderin menyalurkan sinyal antipertumbuhan
melalui B-katenin. B-Katenin bebas dapat mengaktifkan
transkripsi gen yang mendorong pertumbuhan. F zmgsi
E-kaderin lenynp di hampir semua knnker sel epitel,
baik akibat mutasi imlktivasi gen E-kaderin mnupun
oleh uktivusi gen Ekntenin. Perubahan pola ekspresi .
molekul perekat sel lainnya pada superfamili imuno- z
globulin (Bab 2) juga berperan menyebabkan invasi. 4
_ .__Sebagai contoh, pada neuroblastoma dan lganker paru 1
sel kecil, terjadi perubahan dari isoformlneuml cell (

Gambar 6-25 I

Jenjang metastatik. Ilustrasi skematik rangkaian langkah yang
berperan dalam penyobaran tumor secara hematogen.
adhesion molecule (N-CAM, molekul perekat sel saraf)
yang sangat adhesif menjadi isoform yang kurang
adhesif.
Langkah kedua, melekatnya sel tumor ke berbagai
protein ECM, seperti laminin dan fibronektin, penting
nmtuk Lnvasi dan metastasis. Sel epitel normal memiliki
reseptor untuk laminin membran basal yang terpolari- .
sasi di permukaan basa1nya.Sebalil<nya, sel karsinoma
memiliki lebih banyak reseptor, dan resep tor tersebar
di seluruh membran sel. Terdapat korelasi antara ke-
padatan reseptor laminin di sel karsinoma payudara
dan metastasis kelenjar getah bening. Perubahan pola

ekspresi integrin juga mendorong invasi. Pada banyak
sel karsinoma, perlekatan l<e stroma dipermudah oleh
hilangnya integrin yang berikatan dengan ECM nor-
mal dan digantikannya integrin tersebut oleh integrin
yang berika tan dengan ECM yang telah diuraikan oleh
protease.
Langkah ketiga dalam invasi adalah degradasi lol<al
membran basal dan jaringan ikat interstisium. Sel tu-
mor itu sendiri mengeluarkan enzim proteolitik atau
menginduksi sel pejamu (misal, fibroblas) untuk me-
ngeluarkan protease. Beberapa enzim penghancur
matriks yang disebut metnloproteinasc, termasul< .
gelatinase, kolagenase, dan stromelisin, ikut berperan.
Kolagenase tipeIV adalah suatu gelatinase yang me .
mecah kolagen tipe IV epitel dan membran basal
vaskular. Tumorjinak payudara, kolon, dan Iambung
hanya sedikit memperlihatkan aktivitas kolagenase
tipe IV, sedangkan padanan ganasnya memperlihatkan
ekspresi berlebihan enzim ini. Sementara itu, kadar in-
hibitor metaloproteinase berkurang sehingga ke-
seimbangan bergeser ke arah penghancuran jaringan.
Hal serupa juga ditemukan pada protease lain, ter-
masuk katepsin D. Ekspresi berlebihan katepsin D
ditemukan pada kanker payudara invasif. Berdasarkan
pengamatan ini, dilakukan upaya untul< menggunakan
inhibitor protease sebagai terapi kanker.
Pergerakan, tahap terakhir pada invasi, mendorong
sel tumor berjalan menembus membran basal yang
telah rusak dan matriks yang telah mengalami lisis.
Migrasi tampaknya diperantarai oleh berbagai sitokin
yang berasal dari sel tumor, misalnya faktor motilitas
autokrin. Selain itu, produk penguraian komponen
matrilcs (misal, kolagen, laminin) dan sebagian faktor
pertumbuhan (misal, insulin-like grawthfnctor I dan
II) memiliki aktivitas kemotaktik untuk sel tumor. Sel
slromajuga menghasilkan efektor paral<rin untuk moti-
litas sel, seperti hvpntocytc grvzuth factor/scatter fac-
tor (HG F/SCF), yang berikatan dengan reseptordi sel
tumor. Konsentrasi HGF/SCF meningkal di bagian tepi lt
tumor otak yang sangat invasif, glioblastoma multi-
forma, yang mendukung pcran faktor ini dalam _ /
motilitas tumor. I

ningkatan ringan risiko kanker prostat. Demikian
juga, mutasi pada gen BRCA2 meningkatan risiko
kanker payuclara pada lelaki dan perempuan serta
kankerovarium, prostat, pankreas, saluran empedu,
lambung, dan melanosit. Meskipun fungsi gen ini
belum sepenuhnya dipahami, semakin banyak
bukti yang menunjukkan bahwa gen ini me-
ngendalikan perbaikan DNA. Sel yang lidak me-
miliki gen ini mengalami pemutusan kromosom dan
aneuploidi berat. BRCA1 berinteraksi dengan
beberapa protein di jalur perbaikan DNA, termasuk
protein ATM yang telah disinggung sebelumnya.
Bukti yang sekarang ada menunjukkan bahwa
BRCA1 adalah bagian dari suatu kompleks multi-
protein yang sangat penting bagi perbaikan ke-
rusakan untai-ganda dalam kromosom. Serupa
dengan gen penekan tumor lainnya, agar terbentuk
kanker maka kedua salinan BRCA1 dan BRCA2
liarus diinaktifkan. Walaupun keterkaitan BRCA1
dan BRCA2 dengan kanker payudara familial telah
terbukti, gen tersebutjarang mengalami inaktivasi
pada kasus kanker payudara sporadik. Dalam hal
ini, BRCA1 dan BRCA2 berbeda dengan gen
penekan tumor yang lain, seperti APC dan TP53,
yang mengalami inaktivasi pacla kanker familial clan
J kankersporadik.

/
/ Dasar _I\/Iolekular Proses
Nlultilahgkah pada -
Karsinqgenesis
Karena tumor ganas harus mengalami enam
F kelainan mendasar seperti telah disebutkan sebelum-
-~ nya, dapat diperkirakan bahwa svtinp kanker pnstilah
=_ tcrbcntuk nkibat nkumulnsi lmnynk mumsi. Beberapa
{ pengamatan epidemlologik, morfologik, dan molekular
konoisten dengan hipotesls ini.
I Bahkan sebelum onkogen dan gen penekan tumor
ditemukan, para ahli epidemiologi kanker sudah
menyarankan peningkatan kanker terkait-usia pa-
ling mudah dijelaskan dengan memostulasikan
bahwa diperlukan lima atau enam tahap indepen h
den untuk tumorigenesis. 1
I Setiap kanker manusia yang telah dianalisis mem- .
perlihatkan perubahan genetik multlpel yang 1
melibatkan aktivasi beberapa onkogen dan hilang- 1
nya dua atau lebih gen penekan tumor. Tiap-tiap 1
perubahan tersebut mencerminkan tahap krusial a
dalam perkembangan dari sel normal menjadi sel 1
y ganas. Contoh nyata akuisisi kumulatif fenotipe j
ganas ditemukan pada penelitian tentang karsi- <
noma kolon. Kanker ini diperkirakan berkembang 1
melalui serangkaian tahap yang secara morfologis l
dapat diidentifikasi: hiperplasia epitel kolon yang s
diikuti oleh pembentukan adenoma yang secara s
progresifmembesar dan akhimya mengalami trans- s
formasi keganasan (Bab 15). Dasarmolekular yang l
diajukan untul< menjelaskan rangkaian adenoma- r

Gambarli-27 . I
Model molekular untuk evolusi kanker kolorektum melalul rangkaian
adenoma-karsinoma. (Berdasarkan pada penelitian Fearon ER.
Vogelstein B:Agenetlc model of colorectal carcinogenesis. Cell
61:759:1990. Copyright 1990, Cell Press.)
karsinoma ini diperlihatkan pada Gambar 6-27.
Menurut skema ini, inaktlvasi gen penekan tumor
APC terjadi pertama kali, diikuti oleh pengaktivan
RAS dan, akhirnya, hilangnya gen penekan tumor
pada gen 18q dan TP53. Urutan temporal yang pasti
dari berbagai mutasi ini berbeda-beda untul< tiap-
tiap organ. Gambar 6-28 memperlihatkan bahwa
tumor dapat muncul melalui beberapa jalur yang
tersendlri dan sejajar. `
PROGRESI DAN HETEFKOGENITAS
`l`Ul\/lOl?
Telah dipastikan bahwa selama suatu periode
waktu, banyak tumor menjadi leblh agresif dan semakin
gans. Fenomena ini disebut sebagai progresi tumor
dan harus dibedakan dengan peningkatan ukuran tu-
mor. Penelitian klinis dan eksperimental yang teliti
mengungkapkan bahwa peningkatan keganasan
(misal, pertumbuhan semakin cepat, invasif, dan ke-
mampuan bermetastasis) sering diperoleh secara l
akumulatif. Fenomena biologik ini berkaitan dengan
kemunculan secara bcrurutan berbagai subpopulasi sel (
yang berbeda dalam beberapa aspek fenotipe, misalnya
daya invasi, kecepatan pertumbuhan, kemampuan
metastasis, kariotipe, respons terhadap hormon, clan
kerentanan terhadap obat antineoplastikf Wnlnupun
sebagian besnr tumor memiliki nsnl monoklonnl, pndn .
snnt bermnmfestnsi sccnrn klinis sel konstituennya
snngntlnh hcterogen. Di tingkat molekular, progresi clan
heterogenitas tumor kemungkinan besar terjadi akibat
mutasi multipel yang terakumulasi seca ra independen

Gambar 6-28 , __ I

Berbagaijalur karsinogenesis. Semua kanker harus memiliki keenam sifat utama, tetapi care kanker
tersebut memperolehnya sedemikian
beragam dari segi mekanistis maupun kronologis. Sepeni diperlihatkan, urutan bagaimana kemampuan
tersebut diperoleh sangat berbeda
untuk berbagai kanker. Pada sebagian kanker, mutasi tertentu menyebabkan sel memperoleh beberapa
kemampuan sekaligus sehingga
jumlah tahapan mutasi inlermediat sebelum kankerterbentuk sempuma menjadi berkurang. Hilangnya
gen penekan tumor TP53 mungkin
mempermudah resistensi terhadap apoptosis dan angiogenesis (misal, pada jalur |imalangkah yang
diperlinatkan ljalurbawahl), Pada
tumor yang Iain, sebagai perbandingan, mungkin diperlukan keija sama dua atau Iebih perubahan
genetik agar tumor memperoleh suatu
sifat. Pada model delapan-Iangkah (jaluratas), metastasis invasi dan resistensi terhadap apoptosis
masing-masing diperoleh dalam dua
langkah. (Dimodifikasi dari Hanahan D, Weinberg RA: The hallmarks of cancer Cell 100: 576, 2000.)

pada sel yang bcrbeda-beda sehingga terbentuk
subklona dcngan sifat bcrbeda (Gbr. 6-29). Beberapa
mutasi ini mungkin berslfat letal; yang lain mungkin
memacu pertumbuhan sel karena memcngaruhi proto-
onkogen atau gan penekan tumor lain. Subklona yang
dihasilkan ters:-abut mengalami tekanan imun dan
nonimun. Sebagai contoh, sel yang sangat antigcnik
akan dihancurkan oleh pertahanan pejamu, sedangkan
sel yang kebutuhan faktor pc-zrtumbuhannya kurang
akan terseleksi secara positif. Oleh karcna itu, tumor
yang sedang tumbuh cenderung dipcrkaya oleh
subklona yang tidal< dlnyana" dan mampu bertahan
hidup, tumbuh, melaktnkan invasi, dan bermetastasis.
V Kecepatan terbentuknya subklona mutan ini ber-
variasi. Pada sebagian tumor, seperti osteosarkoma,
subklona metastatik sudah ditemukan saat pasien
masuk ke kamar praktik dokter. Pada yang lain, sepertl
tumor kelenjar liur campuran, subklona agrosif muncul
bclakangan dan jaran g. Pengetahuan tentan g perbeda

an biologik semacam ini panting untuk memahami / R
pctensi klinissuatu kankerdan untul<penatalaksar1aan a ;
pasien kanker.Gambar 6-30 meringkaskan kemungl<in I S
an fungsi dan lokasi subselular beberapa gen yang ber-
ubah selama prcses multilangkah pada karsincgenesis. .
Perubahan Kariotipe pada Tumor
Kerusakan genetik yang mengaktifkan onkogen
atau menginaktifkan gen penekan tumor mungkin y
samar (misal, mutasi titik) atau cukup besar sehingga
dapat dideteksi dalam kariotipe. Onkogen RAS me-
rupakan contoh terbaik aktivasi melalui mutasi titik.
Seperti telah dibicarakan sebelumnya, terdapat be-
berapa titil<-panas' mutasi di gen RAS, yang semuanya
terdapat di sekitzxr kantong pengikat untuk CTP dan
memengaruhi aktivitas GTPase. Pada neoplasma
tertentu,-kelainan kariotipe bersifat tidak acak dan
searing ditemukan. Kelainan spesifik dapat ditemukan


Gambar 6-29 I

Progresi tumor dan terbentuknya heterogen-
itas. Subklona baru muncul dari turunan sel
awal melalui mutasi muitipel, seperti diper-
Iihatkan pada Gambar 627. Selring dengan
progresi, massa tumor mengalami pengayaan
oleh varian yang Iebih mampu mengelak dan
7 slstem penahanan pejamu dan kemungkinan
lebih agresif.

/ pada sebagian besar leukemia dan limloma dan se-
makin banyak ditemukan pada tumor nonhematopo-
ietik. Ienis kelainan struktur nonacak yang umum
ditemukan pada sel tumor adalah (1) translokasi se-
imbang, (2) delesi, dan (3) manifestasi sitogenetik ampli-
fikasi gen. Selain itu, sel mungkin kehilangan atau
memperoleh suatu kromosom secara utuh.
Translokasi Seimbang. Translokasi seimbang
(balanced translocation) sangat sering ditemukan, ter-
utama pada necplasma darah. Yang paling nyata
adalah kromcsom Philadelphia (Ph) pada leukemia
mielogenosa kronik, yang terdiri atas translokasi timbal-
balik dan seimbang ankara kromosom 22 dan, biasanya,
9 (Gbr. 6-31). Akibamya, kromosom 22 tampak me-
mendek. Perubahan sitogenetik ini, yang clitemukan
pada Iebih dari 90% kasus leukemia mielogencsa
kronik, merupakan penanda penyakit yang andal.
Beberapa kasus leukemia miclogenosa kronik yang
tidak memiliki kramcsom Ph rnemperlihatkan bukti
molekular terjadinya tata ulang (rearrangements) BCR-
ABL, konsekuensi penting translokasi Ph. Pada lebih
dari 90% kasus limfoma Burkitt, sel mengalami trans-

Gam bar 6-30 4 _
Lokasi subsaiular dan fungsi keias utama protein yang dikodo oleh gen terkait-kankor. Produk
protoonkogen berwarna merah; gen
penekan tumor. biru; gen parbaikan DNA, hijau; dan protein yang mengendaiikan apoptosis, ungu.

A~- ETIOLOGI KANKER: AGEN
KARSINOGENIK A
Kerusakn genetik merupakan "jantung" karsino- i
genesis. Agen apa saja yang menimbulkan kerusakan 1
tersebut? Teridentifikasi tiga golongan agen karsino- l
genik (karsinogen): (1) zat kimia, (2) energi radiasi, dan 1
(3) mikrcba. Zat kimia dan radiasi energi sudah terbukti l
merupakan penyebab kanker pada inanusia, dan vi- S
rus cnkogenik berperan pada patogenesis tumor be- l<
berapa model hewan dan paling sedikit beberapa tu- li
mor manusia. Pada pembahasan berikul, setiap g0l0ng l<
an karsincgen dibicarakan secara terpisah, tetapi perlu I
dicatat bahwa beberapa mnmgkin bekerja bersama-
sama atau berurutan untuk menimbulkan kelainan I
genetik multipel khas untuk sel neoplastik.
Karsincgen Kimiawi 4
Sudah lebih dari 200 tahun berlalii sejak ahli bedah -_
London Sir Percival Pott secara tepatvmenyebut pajanan
kronik ke jelaga merupakan penyebab kanker kulit
skrotum pada para buruh pembersih cerobong asap.
Beberapa tahun kemudian, berdasarkan pengamatan
- ini, the Danish Chimney Sweeps Guild membuat
n peraturan yang mengharuskan para anggotanya
- mandi setiap hari. Belum ada lagi tindakan kesehatan
q masyarakat setelah saat itu yang sedemikian ber-
gi hasilnya mengendalikan suatu bentuk kanker. Sejak
- saat itu, ratusan zat kimia dibuktikan bersifat
- karsinogenik pada hewan. Pengamatan terkait
- berikut muncul dari penelitian tentang karsinogen
- kimiawi:
I I Zat ini memiliki struktur sangat beragam dan
' mencakup produk alami dan buatan.
I Sebagian bekerja secara Iangsung dan tidak, me-
menlukan transfcrmasi kimiawi untuk menyebab-
kan karsinogenesis, tetapi sebagian besar bekexja
- secara tidak langsung dan aktif hanya setelah per-
ubahan metab01ik.Zatsemacam ini disebut sebagai
-_ prokarsinogen, dan produk akhir aktifnya disebut
ultimate carcinogen.


222 I BAB 6 NEOPLASMA
AGEN YANG BEKEFLJA LANGSUNG
Zat yang bekerja langsung seperti telah disinggung,
tidak memerlukan konversi metabolik untuk menjadi
karslnogenik. Zat ini secara umum adalah karsinogen
lemah, tetapi penting karena sebagian adnlnh obnt
kemoterapi kanker (misal, zat pengalkil) yang berhasil
menyembuhkan, mengontrol, atau menunda ke-
kambuhan kanker tipe tertentu (misal, leukemia,
limfoma, penyakit Hodgkin, dan karsinoma ovarium),
tetapi kemudian dapat menyebabkan munculnya
kanker bentuk kedua, biasanya leukemia. Situasi ini
menfadi lebih tragis apabila zat tersebut semula diguna
kan untuk penyakit nonneoplastik, seperti artritis
reumatoid atau granulomatosis Wegener. Risiko
ind uksi kanker rendah, tetnpi kenyataan bahwa risiko
itu ada mengharuskan kita berhati-hati dalam meng-
gunakan zat ini.
AGEN YANG BEKEFLJA
TIDAK LANGSUNG
Penamaan zat yang bekcrjn tidak langsung me-
nunjukkan zat kimia yang memerlukan perubahan
metabolik sebelum menjadi aktif. Beberapa karsinogen
kimiawi tidak langsung yang paling p0tenhidr0
karbon polisiklik-terdapat dalam bahan bakar fosil.
Benza[u]ntrasena menimbulkan kanker apabila diapli-
kasikan: Apabila dicleskan ke kulit, zat ini menyebab-
kan kanker kulit; apabila disuntikkansecara subkutis,
zat ini memicu fibrosarkoma. Zat polisiklik juga ter-
bentuk dalam pembakaran bahan drganik. Sebagai
ccntoh, benz0[a]pirena dan karsinogen lain terbentuk
pada pembakaran suhu tinggi tembakau dalam rokok.
Zut ini diperkirnkrm berperan menyebnbknn kanker
pnru pada perokok. Hidrckarbon polisiklik juga dapat
dihasilkan dari lemak hewan saat pemanggangan
daging serta ditemukan pada ikan dan daging yang
diasap. Produk aktif utama pada banyak hidrokarbon
adalah epoksida, yang membentuk udduct (addition
product) kovalen dengan berbagai molekul di sel,
terutama DNA, tetapi juga dengan RNA dan protein.
Amina aromatik dan zat wama azo merupakan
golongan lain zat yang bekerja tak~langsung. Sebelum
karsincgenitasnya disadari, B-naftilamina merupakan
penyebab peningkatan 50 kali insiden kanker kandung
kemih pada para pekerja di industri karet dan zat ;
wama anilin yang banyak terpajan. Banyak karsinogen
cli lingkungan kerja 1-ainnya tercantum pada Tabel 6-3. ;
Beberapa zat wama azo dikembangkan untuk me- 1
wamai makanan (misal, butter-yellow agar margarin 1
lebih menarik dan scarlet-red untuk buah ceri mara- '
schino). Berapa harga estetika? Karena banyak karsi- 1
nogen kimiawi rnemerlukan aktivasi metabolik sebelum 1
menjadi zat yang dapat merusak DNA,`p_erh_atian 1
banyak dicurahkan pada jalur enzimatik yang ber- r
peran. Secara khusus, berbagai monooksigenase l
dependensit0I<rom P-450 berperan menghasilkan zat {
antara mutagenik dari banyak karsinogen. Ben yang g

mengkode enzim ini bersifat polimorfik, dan aktivitas
enzim sangat berbeda di antara orang yang berbeda.
Diperkirakan kerentanan terhadap karsinogen l<imia
wi bergantung, paling tidak sebagian, pada bentuk
alelik spaaifik enzim yang diwartsii Pengamatan ini
dan pengamatan lain yang serupa mengisyaratkan
bahwa di masa mendatang risiko kanker pada se-
seorang mungkin dapat diperkirakan berdasarkan
analisis genetik terhadap polimorfisme enzim terscbut. _
Beberapa zat perlu dibahas secara singkat. Nitro-
samina dan nitrosamida banyak rnenimbulkan ke-
khawatiran karena adanya bukti bahwa keduanya
dapat dibentuk secara endogen dalam lingkungan
asam di lambung. Berbagai amina yang berasal dari
makanan mungkin mengalami nitrosilasi dengan nitrit
yang ditambahkan ke dalam makanan sebagai peng-
awet atau berasal dari nitrat akibat kerja bakteri.
Senyawa nitroso juga terdapat di asap-rokok dan
setelah diserap dapat menimbulkan kanker pada
banyak organ. Aflatoksin Bl merupakan zat yang
menarik karena merupakan bahan alami yang dihasil-
kan oleh beberapa strain Aspergillus, suatu kapang
yang tumbuh pada padi-padian dan kacangkacangan
yang penyimpanannya kurang baik. Terdapat
keterknimn crnt nntnrn kndnr kontnminnn ini dnlam
mnknmm dengan insiden knrsinomn hepntasclulnr di
bebernpn bnginn Afrika cum Timur ]nuh. juga terdapat
korelasi antara prevalensi infeksi HBV dan karsinoma
hepatoselular. Aflatoksin dan HBV mungkin bekerja
Sami! untuk menimbulkan kanker hati (Bab16).Sakarin
dan siklamat diduga merupakan karsinogen pada
hewan pcrcobaan, tetapi karena induksi kanker oleh
pemanis buatan ini memerlukan dosis yang sangat
besar, peran keduanya dalam karsinogenesis manusia
masih belum jelas. Akhimya, vinil klorida, arsen, nike},
kromium, insektisida, tungisida, dan bifenil pcliklorin
(PCB) merupakan karsinogen potensiai di tempat kerja
dan sekitar rumah.
i\/IEKANISIVIE KEFKJA
KARSINOGEN K|f\/HAWI
Karena transformasi keganasan terjadi akibat
mutasi yang memengaruhi protoonkogen dan gen pe-
nekan tumor, seyogianya tidaklah mengejutkan apabila
sebagian besar karsinogen kimiawi bersifat mu tagenik.
Walaupun semua gen dapat menjadi sasaran karsi-
nogen kimiawi, mutasi gen RAS-lah yang paling sering
ditemukan pada kanker yang dipicu oleh bahan kimia
pada hewan pengerat. Di antara gen penekan tumor,
TP53 adalah sasaran yang panting. Karsinogen
kimiawi tertentu, seperti aflatcksin Bl, menimbulkan
mutasi khas pada gen TP53. Cukup kuat alasan untuk
menduga aflatoksin apabila analisis terhadap gen TP53
memperlihatkan adanya "sigmzture" mutatxbn (mutasi
khas). Keterkaitan ini merupakanalat bantu yang
penting dalam studi epidemiologi tentang karsino-
genesis kimiawi. V _

Telah disinggung sebelumnya bahwa karsino-
genisitas beberapa zat kimia diperkuat oleh tambahan
pemberian promotor (misal, ester forbol, hormon, fenol,
dan obat) yang bukan tumorigenik. Agar efektif, setclnh
aplikasi zat kimia mutagenik, atau inisintor, harus
terjadi pajanan berulang atau terus-menerus ke pro-
motor. Rangkaian inisiasipromosi pada karsino-
genesis kimiawi menimbulkan suatu pertanyaan
penting: Karena promotor tidak bersifat mutagenik,
bagaimana zat ini berperan pada tumorigenesis?
Walaupun efek promotor tumor bersifat pleiotropik,
induksi pr0lQernsi sel merupnkrm sine qua mm (tidak
terpisahkan, keharusnn) untuk pramosi tumor. Tetra-
dekanoilforbol-asetat (TPA), suatu ester forbol dan pro-
motor tumor yang paling banyak diteliti, adalah suatu
aktivator kuat protein kinase C, suatu enzim yang me-
rupakan komponen penting pada jalur transduksi
sinyal, termasuk jalur yang diaktifkan oleh faktor per-
tumbuhan. TPA juga menyebabkan beberapa sel me-
ngeluarkan faktor pertumbuhan. Tampaknya walau-
pun aplikasi suatu inisiator dapat menyebabkan
aktivasi mutasional suatu onkogen seperti RAS,
aplikasi promotor berikutnya menyebabkan ekspansi
klonal selyang telah mengalami inisiasi (mutasi). Sel
tersebut (terutama setelah aktivasi RAS) l<urang mem-
butuhkan faktor pertumbuhan dan mungkin kurang
peka terhadap sinyal yang menghambat pertumbuhan
cli lingkungan ekstrasel. Klona sel yang telah meng-
alami inisiasi, karena dipaksa berproliferasi, meng-
alami mutasi tambahan yang akhirnya menyebabkan-
nya berkembang menjadi sel ganas.
Konsep bahwa proliferasi sel yang terus-menerus
meningkatkan risiko mutagenesis, dan karenanya
transformasi neoplastik, juga dapat diterapkan pada
__ karsinogenesis manusia. Sebagai contoh, hiperplasia
patologik endometrium (Bab 19) dan meningkatnya
aktivitas regeneratif yang menyertaikerusakan hati
kronik dilaporkan berkaitan dengan timbulnya kanker
pada organ ini. Pengaruh estrogen pada timbulnya
kanker payudara sebagian mungl<in berkaitan dengan
l efel< proliferatif estrogen pada epitel duktus mamaria.
Kenyataan bahwa banyak kanker payudara meng-
ekspresikan reseptor estrogen dan dapat diatasi
l dengan antagonis resep tor estrogen menunjang peran
r estrogen pada kanker payudara (Bab 19).
Perlu ditekankan bahwa kerusakan pada DNA
yang dipicu oleh karsinogen tidak harus menyebabkan
timbulnya kanker. Beberapa bentuk kerusakan DNA
(timbul spontan atau melalui kerja karsinogen) dapat
diperbaiki oleh enzim sel. Apabila hal ini tidak terjadi,
insiden kanker akibat lingkungan jelas akan jauh lebih
besar. Hal ini paling jelas dicontohkan oleh gangguan
herediter yang jarang pacla sistem perbaikan DNA,
termasuk xeroderma pigmentosum, yang berkaitan
dengan gangguan perbaikan DNA dan peningkatan
mencolok kanker akibat sinar UV dan zat kimia ter-
tentu. _

BAB 6 NEOPLASMA I 223
Karsincgenesis Radiasi
Radiasi, dari manapun sumbernyaberkas UV
sinar matahari, sinar X, fisi nuklir, radionuklida
sudah dibuktikan merupakan karsinogen. Buktinya
demikian banyak sehingga hanya sedikit yang akan
disajikan. Banyak pelopor dalam pengembangan sinar
roentgen menderita kanker kulit. Para penambang
unsur radioaktif mengalami peningkatan sepuluh kali
lipat insiden kanker paru. Penelusuran terhadap
mereka yang selamat dari bom atom yang dijatuhkan
di Hiroshima dan Nagasaki mengungkapkan pe-
ningkatan nyata insiden leukemia- terutama leuke-
mia mielositik akut dan kronil<setelah masa laten
sekitar 7 tahun. Beberapa dekade kemudian, risiko leu-
kemia untuk orang yang terpajan parah masih di atas
tingkat untuk populasi kontrol, demikian juga angka
kematian akibat karsinoma tiroid, payudara, kolon, dan
paru, dan lain-lain. Musibah reaktor nuklir di
Chernobyl di bekas Uni Soviet terus menimbulkan
korban dalam bentuk peningkatan insiden kanker di
lingkungan sekitarnya. Bahkan, iradiasi terapeutik
pemah dibuktikan bersifat karsinogenik. Kanker tiroid
papilar timbul pada sekitar 9% individu yang terpajan
iradiasi kepala dan leher pada masa bayi dan anak
(Bab 20).
Sudah sangat jelas bahwa radiasi bersifat sangat
onkogenik. Efek radiasi pengion berkaitan dengan efek
mutageniknya; radiasi ini menyebabkan pemutusan,
translokasi, dan, yang lebih jarang, mutasi titik pada
kromosom. Secara biologis, pemutusan DNA untai-
ganda tampaknya merupakan hal terpenting dalam
karsinogenesis radiasi. luga terdapat beberapa bukti
bahwa radiasi dosis nonletal dapat memicu instabilitas
genom yang memudahkan timbulnya kanker. Karena
masa laten pada kanker terkait-iradiasi sangat panjang,
tampaknya kanker muncul hanya setelah progeni sel
yang mengalami inisiasi oleh radiasi juga mengalami
mutasi tambahan yang mungkin ditimbulkan oleh
faktor lingkungan. _
Efek onkogenik berkas UV memerlukan perhatian
khusus karena menunjukkan pentingnya sistem per?
baikan DNA pada karsinogenesis. Radiasi UV alami
yang berasal dari matahari dapat menyebabkan kanker
kulit (melanoma, karsinoma sel skuamosa, dan karsi-
noma sel basal). Yang berisiko besar adalah orang
berkulit terang/putih yang tinggal di tempat yang
mendapat banyak sinar matahari. Kanker kulit yang
terpajan sangat spring ditemukan di Australia dan
Selandia Baru. l<anker kulit bukan melanoma dilapor
kan berkaitan dengan pajanan kumulatif total ke
radiasi UV, sedangkan melanoma berkaitan dengan
pajanan yang intermiten intens-seperti yang terjadi
pada berjemur (mandi matahari). Sinar UV menimbul-
kan beberapa efek biologik. Yang terutama relevan
dengan karsinogenesis adalah kemampuan merusak
DNA dengan membentuk dimer pirimidin. Kerusakan

224 I BAB 6 NEOPLASMA
DNA jenis ini Jiperbaiki oleh suatu rangkain komplcks
protein yang memengaruhi perbaikan eksisi nukleotida
(nucleotide excision repair). Apabila pajanan UV sangat
ekstensif, sistem perbaikan DNA ini mungkin kewalah-
_ an dan timbul kanker kulit. Pentingnya perbailcnn ekalsl
nukleotida ini jelas tergambarkan pada sua tu penyaklt
herediter yang disebut xeroderma pigrnentosum. Pada
penderita penyakit ini, mekanisme perbaikan eksisi
nukleotida mengalami defisien atau cacat, dan terjadi
peningkatan mencolok predisposisi mengidap kanker
kulit. Sinar UV secara khas menimbulkan mutasi di
gen TP53. Tiga penyakit sistem perbaikan DNA dan
instabilitas genom lainnyaataksia telangiektasia,
anemia Fanconi, dan sindrom Bloom-juga ditandai
dengan peningkatan risiko kanker, yang berkaitan
dengan ketidakmampuan memperbaiki kerusakan
DNA yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Keti ga-
nya sudah dibahas.
Onkogenesis Virus dan l\/Iikroba
Banyak virus DNA dan RNA terbukti bersifat onko-
genik pada beragam hewan, dari katak ampai primata.
Namun, walaupun sudah diteliti secara mendalam,
hanya beberapa virus yang dilaporkan menyebabkan
kanker pada manusia. Pembahasan ki ta berfokus pada
virus onkogenik manusia. juga dibahas peran
Helicobacter pylori pada kanker lambung.
VIRUS ONKOGENIK RNA
Penelitian terhadap re trovirus onkogenik pada
hewan menghasilkan pemahaman yang mendalam
tentang dasar genetik kanker. Retrovirus hewan
menyebabkan transformasi sel melalui dua mekanisrne.
Beberapa, yang disebut acute transforming viruses,
memiliki suatu onkogen virus penyebab transfnrmasi
(v-cnc), seperti V-SRC, VABL, atau V-M YB. Yang lain,
disebut slow transforming viruses (misal, virus tumor
mamaria pada tikus), tidak memiliki vonc, tetapi DNA
provirus selalu ditemukan terinsersi dekat dengan
onkogen sel. Di bawah pengaruh promotor retrovirus
yang kuat, onkogen sel di dekatnya, baik yang normal
maupun yang telah bermutasi, mengalami peningkatan
ekspresi. Mekanisme transformasi ini d-isebut mutagen-
esis insersional. Dengan pengenalan ringkas mengenai
onkogenesis retrovirus tersebu t, kita dapat mulai mem-
bahas satu-satunya retrovirus manusia yang dilapor
kan menyebabkan kanker.
Virus Leukemia Sel-T Manusia Tipe 1. Virus
leukemia sel T manusia tipe 1 (HTLV-1) menyebabkan
suatu bentuk leukemia / limfoma sel T yang endemik di
beberapa tempat dilepang dan lembah Karibia, tetapi
ditemukan secara sporadis di tempat lain, termasuk di
Amerika Serikat. Serupa dengan virus sindrom imuno- '
defisiensi didapat (AIDS), HTLV-1 memiliki tropisme I
terhadap sel T CD4+, dan subset sel T ini merupakan :
`sasaran utama untuk transformasi neoplashik, lnfeksi t

pada rnanusia terjadi akibat penularan sel T yang ter-
infeksi melalui hubungan seks, produk darah, atau AI.
Leukemia timbul hanya pada sekitar 1% orang yang
terinfeksi setelah masa laten yang panjang (20 sampai
50 mmm).
Tidak diragukan lagi bahwa infeksi HTLV-1 pada
limfosit T merupakan keharusan untuk leukemogeny
esis, tetapi mekanisme molekular transformasi masih
belumjelas.`Be1beda dengan acute transforming retro-
virus, HTLV-1 tidak memiliki vonc, dan bcrbeda
dengan slow transforming retrovirus, belum pemah
ditemukan integrasi konsisten ke dekat onkogen sel.
Genom HTLV-1 mengandung, selain gen retrovirus
yang lazim, suatu regio unik yang disebut pX. Regio
ini mengkode beberapa protein, termasuk salah satunya
yang disebutTAX. Tampaknya rahasia aktivitas virus
ini menyebabkan transformasi terkunci di gen TAX.
Protein TAX dapat mengaktifkan transkripsi beberapa
gen sel pejamu, termasuk gen yang mengkode sitckin
lL2 dan reseptdrnya serta gen untuk GM-CSF. Selain

Gambar 6-33 I
Patogenesis leukemia/Iimfoma sel T yang dipicu oleh virus Iimfotmpik
ssl T manusia (HTLV-1). HTLV-1 manginfcksi banyak sc-JIT dan
mulanya menyababkan proliferasi poliklonal melalui jalur autokrin
dan parakrin yang dipicu olah gen TAX. Secara bersamaan, TAX
menstralkan sinyal-sinyal panghambat pertumbuhan dengan
memengaruhi gen TP53 dan CDKNZA/p1_6. Akhirnya, terbentuk
leukemia/limfoma sel T monoklonal saat satu sel T yang
berproliferasi mengalami mutasi tambahan.

itu, TAX dapat menekan fungsi beberapa gen penekan
tumor yang mengendalikan siklus sel. Gen ini men-
cakup CDKI CDKNZA/p16 dan TP53. Berdasarkan
pengamatan tersebut dan pengamatan lain, muncul
skenario berikut (Gbr. 6-33): lnfeksi HTLV-1 me-
rangsang proliferasi sel T. Stimulasi ini ditimbulkan
oleh gen TAX, yang mengal<tifkan gen yang mengkode
IL-2 dan reseptornya sehingga terbentuk sistem auto-
krin untuk proliferasi. Pada saat yang sama, terjadi
aktivasi jalur parakrin melalui peningkatan produksi
GM-CSF. Dengan bekerja pada makrofag di sekitamya,
faktor pertumbuhan mieloid ini memicu peningkatan
sekresi mitogen sel T lainnya, seperti IL-1. Bersamaan
dengan berbagai aktivitas yang mendorong per1umbuh
an ini, terjadi inhibisi jalur yang menekan pertumbuh-
an. Pada awalnya proliferasi sel T bersifat poliklonal
karena virus menginfeksi banyak sel. Sel T yang ber-
proliferasi sangat berisiko mengalami kejadian
transformasi (mutasi) kedua, yang akhirnya menyebab-
kan pertumbuhan berlebihan suatu populasi sel T
neoplastik monoklonal. 1
VIRUS ONKOGENIK DNA
Seperti pada virus RNA, telah ditemukan beberapa
virus DNA onkogenik yang menyebabkan tumor pada
hewan. Empat virus DNAHPV, virus Epstein-Barr
(EBV), virus herpes manusia 8 (HHV-8), dan HBV-
merupakan virus yang penting karena berkaitan erat
dengan kanker pada manusia. HHV-8, juga disebut
virus herpes sarkoma Kaposi, clibahas pada Bab 5.
Yang lainnya disajikan cli sini.
Virus Papiloma I\/Ianusia (HPV)
Telah diidentifikasikan nomor jenis HPV yang
secara genetis berbedabeda. Beberapa jenis (misal, 1,
2, 4, dan 7) jelas menyebabkan papiloma skuamosa
jinak (kutil) pada manusia (Bab 19 dan 22). HPV juga
diperkirakn berperan dalam pembentukan beberapa
kanker, terutama karsinoma sel skuamosa di serviks
dan kanker anus, perianus, vulva, dan penis. Bukti yang
muncul menunjukkan bahwa sekitar 20% l<anl<er oro-
faring disebabkan oleh HPV. Studi epidemiologik meng-
isyaratkan bahwa karsinoma serviks disebabkan oleh ;
agen yang ditularkan melalui hubungan seks, dan HPV '
dilaporkan berkaitan erat dengan kanker ini. Sekuensi j
DNA HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada 75% sampai
100% kanker sel skuamosa invasif dan prekursornya 4
(misal, displasia berat dan karsinoma in situ). Berbeda ;
dengan kanker serviks, kutil genital dengan potensi s
keganasan rendah dilaporkan disebabkan oleh tipe g
HPV tertentu, terutama HPV-6 dan HPV-11. I
Potensial onl<ogenil< HPV dapat dikaitkan dengan s
p188{$l dua gen awal virus, E6 dan E7. Secara bersama- I
sama, keduanya berinteraksi dengan berbagai protein 1
pungendali pertumbuhan yang dikode oleh onkogen l
clan gen penekan tumor. Protein E7 berikatan dengan t
protein retinoblastoma dan menggeser faktor trans- c

BAB 6 NEOPLASMA I 225
kripsi E2F yang secara normal disingkirkan oleh RB.
Protein ini juga menginaktifkan CDKI CDI<N1A/ p21
dan p27. Protein E7 dari tipe HPV risiko-tinggi (tipe 16,
18, dan 31) mengikat dan mungkin mengaktifkan siklin
E dan A. Protein Ejuga memiliki banyak efek. Protein
ini mengikat dan menginaktifkan protein TP53; pro-
tein ini memerantarai penguraian BAX, suatu anggota
proapoptotik famili BCL2; dan protein ini mengaktitkan
telomerase. `
Secara singkat, infeksi oleh HPV jenis risiko-tinggi
menyebabkan hilangnya gen penekan tumor, meng-
aktifkan siklin, menghambat apoptosis, dan melawan
penuaan sel. Oleh karena itu, jelaslah bahwa banyak N
tanda utama kanker yang dibahas sebelumnya digerak-
kan oleh protein HPV. Namun, infeksi oleh HPV itu
saja kurang memadai untuk karsinogenesis. Sebagai
contoh, apabila keratinosit manusia mengalami trans-
feksi oleh DNA dari HPV 16,18, atau 31 in vitro, sel ini
mengalami imortalisasi (keabadian), tetapi tidak mem-
bentuk tumor pada hewan percobaan. Kotransfeksi
dengan suatu gen RAS yang sudah bermutasi me-
nyebabkan transformasi keganasan lengkap. Data ini
mengisyaratkan dengan kuat bahwa HPV kemungkin-
an besar bekerja sama dengan faktor lingkungan lain-
nya (Bab 19).
Virus Epstein-Barr (EBV) _
EBV dilaporkan berkaitan dengan patogenesis be-
berapa tumor manusia: limfoma Burkitt, penyakit
limfoproliferatif pascatransplantasi, limfoma sistem
saraf pusat pada pasien AIDS, sekelompok limfoma
lain yang terkait-AIDS, suatu subset limfoma Hodgkin,
dan karsinoma nasofaring. Kecuali karsinoma naso- i
faring, tumor lainnya adalah tumor sel B. Suatu subset
limfoma sel T dan limfoma sel natural killer (NK) yang
jarang ditemukan juga mungkin berkaitan dengan EBV.
Limforna Burkitt merupakan penyakit endemik di
beberapa bagian tertentu di Afrika dan sporadik di
tempat lain. Di daerah endemik, sel tumor pada_hampir
semua pasien membawa genom EBV. EBV memper-
lihatkan tropisme kuat terhadap sel B dan menginfeksi
banyak sel B, yang menyebabkannya berproliferasi. In
vitro, infeksi semacam ini rnenyebabkan imortalisasi
sel B dan menghasilkan turunan sel limfoblastoid.
Turunan sel ini mengekspresikan beberapa antigen
yang dikode olehEBV.
Dasar molekular pada proliferasi sel B yang dipicu
oleh EBV merupakan suatu hal yang rumit. Salah satu
gen yang dil<ode oleh EBV, yang disebut LMP-1, bekezja
sebagaionkogen, dan ekspresinya pada mencit trans-
genik memicu limfoma sel B. LMP-] mendorong
proliferasi sel B dengan mengaktifkan jalur pembuat
sinyal yang mirip aktivasi sel B melalui molekul
permukaan sel B CD40. Secara bersamaan, LMP-1
mencegah apoptosis dengan mengaktifkan BCL2. Gen
lain yang dikode oleh EBV, EBNA-2, menyebabkan
transaktivasi beberapa gen pejamu,_termasuk siklin D -
dan famili src. P

226 I BAB 6 `NEOPLASMA .
Pada orang yang secara imunologis normal, proli-
ferasi poliklonal in vivo sel B yang dipicu oleh EBV
mudah dikendalikan, dan individu tersebutmungkin
tetap asimtomatik atau mengalami episode mono-
nukleosis infeksiosa yang swasirna (Bab 12). Di daerah
tempatlimfoma Burkitt endemik, adanya malaria (atau
infeksi lain) secara bersamaan (endemik) akan meng-
ganggu kompetensi imun pasien sehingga terjadi
proliferasi sel B yang berkepanjangan. Selain itu, sel B
tidak mengekspresikan antigen permukaan sel yang
dapat dikenali oleh sel T pejamu. Karena terbebas dari
pengendalian imun, sel B tersebut berisiko besar meng-
alami mutasi lain, seperti translokasi t(8;14), yang
mengaktifkan onkogen M YC dan merupakan gambar-
an yang konsisten ditemukan pada tumor ini. Aktivasi
MYC semakin mnyebabkan pertumbuhan susah
dikendalikan, dan muncul keadaan mudah terjadi ke-
rusakan gen lain yang akhirnya menyebabkan pcm-
bentukan suatu neoplasma monoklonal. Perlu dica tat
bahwa di daerah nonendemik, 80% tumor tidak me-
ngandung genom EBV, tetapi semuatumor memper
lihatkan translokasi spesifik ini. Kenyataan ini meng-
isyaratkan bahwa sel B yang terpicu oleh mekanisme
lain juga dapat mengalami mutasi serupa dan me-
nyebabkan timbulnya limfoma Burkitt non-Afrika.
Pada pasien dengan penekanan imun, termasuk
mereka yang mengidap penyakit HIV dan penerima
cangkok organ, sel B yang terinfeksi EBV mengalami
ekspansi poliklonal, in vivo menghasilkan padanan
dari turunan sel limfoblastoid. Berbeda dengan sel B
tumor pada limfoma Burkitt, limfoblas B pada pasien I
yang mengalami imunosupresi mengekspresikan anti- I
gen permukaan yang dikenali oleh sel T. Proliferasi I
yang berpotensi letal ini dapat mereda apabila status 2
imunologik pejamu membaik, seperti yang dapat texjadi I
setelah penghentian obat imunosupresif pada pe- S
nerima cangkok. E
Karsinoma nasofaring bersifat endemik di Cina 1,
selatan dan beberapa tempat lain, dan genom EBV d
ditemukan pada semua tumor. Seperti pada limfoma U
Burkitt, EBV bekerja sama dengan faktor lain yang Sy
belum diketahui (Bab 13). S
d
Virus Hepatitis B (HBV) ,,
Bukti epidemiologik yang mengaitkan infeksi HBV p
kronik dengan karsinoma hepatoselular cukup kuat l<
(Bab 16), tetapi cara kexja virus dalam menyebabkan a1
tumor belum sepenuhnya diketahui. Genom HBV tidak
mengkode protein transformasi apa pun, dan tidak be
terdapat pola integrasi yang konsisten dalam sel ha ti. la
Namun, DNA HBV mengalami integrasi pada 90% ga
pasien dengan kanker hati yang positif antigen per- sie
mukaan hepatitis B, dan tumor bersifat klonal dalam in
A kaitannya dengan insersi ini. Efek onkogenik HBV hz
tampaknya multifaktor. Pertama, dengan menyebabkan
cedera kronik pada sel hati disertai regenerasi, HBV (ti
mempermudah sel mengalami mutasi, yang mungkin lar
disebabkan oleh agen lingkungan (misal, tdl<sin dalam sa

li- makanan). Kedua, suatu elemen pengendali yang
RV dikode oleh HBV dan disebut HB1: mungkin meng-
in ganggu pertumbuhan normal sel hati yang terinfeksi
0- dengan mengaktifkan (melalui transkripsi) beberapa
ih gen pengendali pertumbuhan melalui jalur NFi<B.
iu Ketiga, jalur transduksi sinyal di sitosol (misal, RAS-
;- VMAP kinase) diaktifkan (ingat protein TAX pada
ii H'I`LV#1). Apakah HBxjuga menyebabkan TP53 inaktif
B masih diperdebatkan. Peran gen HB2: dalam karsino-
g genesis hati ditunjang oleh timbulnya karsinoma
ri hepatoselular pada mencit yang transgenik untuk gen
; ini. Akhimya, pada beberapa pasien, integrasi virus
g tampaknya menyebabkan tata ulang sekunder kro-
- mosom, termasuk delesi multipel yang mungkin
;i mengandung gen penekan tumor. Oleh karena itu,
h kerusakan gen akibat virus di sel hati yang mengalami
~- regenerasi mempermudah terjadinya karsinogenesis
- banyak langkah. -
t Walaupun bukan merupakan virus DNA, virus
- hepatitis C (HCV) juga berkaitan erat dengan karsinoma
- hepatoselular. Secara umum, mekanisme kanker hati
- terkait-HCV serupa dengan yang dijelaskan untuk
z HBV. Kematian sel hati yang luas disertai regenerasi-
- nya, dan terganggunya regulasi pertumbuhan merupa-
kan faktor yang penting. Tidak seperti HBV, HCV tidak
; mengandung protein X.
l HEL/COBACTER PYl.OF?/
H. pylori, yang semula diduga merupakan penyebab
ulkus peptikum, sekarang disangka menjadi penyebab
karsinoma lambung dan limfoma lambung. Limfoma
lambung berasal dari sel B, dan karena sel B yang meng-
alami transformasi secara normal terdapat di zona
marginal lolikel limfoid, maka tumor ini juga disebut
sebagai MALToma (marginal zone-associated lymphoma;
Bab 12). Patogenesis tumor ini melibatkan gastritis
kronik yang menyebabkan terbentuknya folikel limfoid
di mukosa lambung. Diperkirakan inieksi H. pylori
menyebabkan terbentuknya sel T reaktif-H. pylori, yang
sebaliknya menyebabkan proliferasi poliklonal sel B.
Seiring dengan waktu, muncul tumor sel B monoklonal
di sel B yang berproliferasi, mungkin akibat akumulasi
mutasi pada gen pengendali pertumbuhan. Pada awal
peijalanan penyakit, eradikasi H. pylori menyembuh-
kan" limfoma dengan menghilangkan stimulus
antigenik terhadap sel T.
Selain limfoma sel B, H. pylori sekarang dilaporkan
berkaitan eratdengan patogenesis kanker epitel
lambung. Di sini skenario tampaknya adalah terjadi
gastritis kronik, diikuti oleh atrofi lambung, metapla
sia, displasia, dan kanker pada sel mukosa. Rangkaian
ini memerlukan waktu beberapa dekade dan terjadi
hanya pada 3% pasien yang terinfeksi.
Walaupun H. pylori menyebabkan tiga penyakit
(tukak peptik, limfoma lambung, dan karsinoma
lambung), ketiganya jarang timbul pada pasien yang
sama. Karena sebab yang tidak diketahui, pasien

? V
dengan ulkus duodenum (bukan tukak lambung)
hampir tidak pernah mengalami karsinoma lambung.
Eksklusi semacam ini bahkan lebih(membingungl<an
dibandingkan dengan patogenesis penyakit terkait-H.
pylori.
tv RERTAHANAN PEJAIVIU
% _.-.- NIELAWAN TUIVIOR:
"|l\/IUNITAS TUIVIOR
Transformasi ganas, seperti telah dibicarakan,
berkaitan dengan perubahan genetik yang rumit, yang
sebagian mungkin menyebabkan ekspresi protein yang
dianggap asing (non-scf bukan-diri) oleh sistem imun.
Gagasan bahwa tumor bukan seluruhnya seU' (diri)
diajukan oleh Ehrlieh, yang menggagas bahwa di-
kenalinya sel tumor autolog oleh sistem imun mimgkin
merupakan "mel<anisme positif" yang mampu meng-
enyahkan sel yang mengalami transformasi. Kemudian,
Lewis Thomas dan McFarlane Burnet merumuskan
konsep ini dengan mengajukan istilah survcilnns imzm
untuk mengacu pada pengenalan dan penghancuran
sel tumor bukan-diri saat sel tersebut muncul. Kenyata-
an bahwa kanker tetap timbul mengisyaratkan bahwa
surveilans imun tidak berjalan sempurna; namun,
kenyataan bahwa sebagian tumor dapat lolos dari
surveilans tersebut tidak menutup kemungkinan
bahwa kemunculan tumor lainnya mungkin telah
tercegah. Qeberapa pertanyaan tentang imunitas tumor
perlu dil<aji: Bagaimana sifat antigen tumor? Sistem
efektor pejamu mana yang dapat mengenali sel tumor?
Apakah imunitas tumor efektif terhadap neoplasma
yang muncul spontan?
Antigen Tumor
Antigen yang memicu respons imun terbukti pada
banyak tumor eksperimental dan pada kanker manusia.
Antigen tersebut secara garis besar dapat digolongkan
7 menjadi dua kategori: antigen spesifil<tum0r, yang
hanya terdapat pada sel tumor dan tidal< pada sel nor-
mal, dan antigen terkait-tumor, yang terdapat pada sel
tumor dan beberapa sel normal. Studi eksperimental
pada model murine dan penelitian tentang limfosit yang
menginfiltrasi tumor pada manusia mengungkapkan
pentingnya peran sel T sitotol<sil< CD8+ (CTL) pada
imunitas tumor. Seperti telah diketahui, CTL mengenali
antigen peptida spesifik yang disajikan di permukaan
sel oleh molekul kompleks histokompatibilitas mayor
(MHC) kelas I. Sifat antigen tumor yang dikenalicleh
CTL digambarkan pada Gbr. 6-34 dan dijelaskan
berikut ini.
Antigen Kanker-Testis. Antigen golongan ini
dikode oleh gen yang pada jaringan dewasa inaktif
kecuali di testis (yang memunculkan nama tersebut).
Walaupun terdapat di testis, protein tersebut tidak di-
ekspresikan di permukaan sel karena sperma tidak

_ Z BAB 6 NEOPLASMA I 227
mengekspresikan antigen MHC l. Oleh karena itu,
demi kepentingan praktis, antigen golongan ini bersifat
spesifik-tumor. Protolipe antigen ini adalah famili gen
MAGE. Walaupun spesifik-tumor, antigen MAGE tidak
khas untuk tumor individual. MAGE-1 diekspresikan
pada 37% melanoma serta pada karsinoma paru, hati,
lambung, dan esofagus dalam jumlah bervariasi. Anti-
gen serupa yang disebut GAGE, BAGE, dan RAGE
dilaporkan ditemukan pada tumor lain.
Antigen Spesifik-jaringan. Antigen dalam kate-
gori ini sebaiknya dianggap sebagai antigen spesifik-
diferensiasi, dan antigen ini diekspresikan pada sel
tumor serta sel padanannya yang tidal< mengalami
transformasi. Yang termasuk antigen kategori ini _
adalah MART-1, gp100, dan tirosinase. Peptida yang
berasal dari protein ini diekspresikan pada melanosit
normal dan melanoma. Oleh karena itu, sel Tsitotoksik
yang ditujukan pada antigen ini tidak saja akan me-
rusak sel melanoma, tetapi juga sel normal yang me-
ngandung melanin. Karena melanin terdapat di retina
dan otak, imunisasi dengan antigen ini perlu diper-
timbangkan baik-baik.
Antigen yang Terbentuk dari Perubahan Z
Mutasional pada Protein. Antigen dalam kategori _
ini berasal dari onkoprotein mutan dan protein
supresor tumor. Antigen tumor unik dapat timbul dari
produk gen B-katenin, RAS, TP53, dan CDK4, yang
sering mengalami mutasi pada tumor. Karena protein
mutan hanya terdapat di tumor, peptida protein ter-
sebut diekspresikan hanya pada sel tumor. Namun,
karena banyak tumor memiliki mutasi yang sama, anti-
gen semaeam ini dimiliki oleh banyak tumor yang
berlainan. Walaupun kita dapat memicu pembentukan
sel Tsitotoksik terhadap antigen ini, in vivo sel ini tidak l
menimbulkan respons spontan. _
Antigen yang Ekspresinya Berlebihan. Anti-
gen-antigen tumor ini adalah prod uk gen normal yang
ekspresinya berlebihan akibat amplifikasi gen atau
mutasi lain. Ke dalam kategori ini masuk protein HER-
2 (neu), yang ekspresinya berlebihan pada 30% kanker _
payudara dan ovarium. Walaupun terdapat pada sel
ovarium dan payudara normal, kadar antigen ini
umumnya terlalu rendah untuk dapat dikenali oleh
sel T.
Antigen Virus. Antigen yang berasal dari virus n
onkogenik seperti HPV dan EBV dapat menjadi sasaran
sel T CD8+. Antigen tumor semacam ini sama-sama
dimiliki oleh tumor sejenis dari pasien yang berlainan.
Antigen ini dapat menjadi sasaran yang efektif untuk
imunoterapi karena ticlak diekspresikan pada sel nor-
mal. [
Antigen Tumor Lainnya. Musin dapat meng- E `
hasilkan antigen spesifil<tumor. Pada sebagian kanker,
seperti yang berasal dari pankreas, ovarium, dan
payudara, ku rangnya glikosilasi musin menghasilkan
epitop yang semula tertutup oleh karbohidrat. Oleh
karena itu, antigen ini, demi kepentingan praktis,
adalah antigen spesifik-tumor. Antigen MUC-1 ter-
masuk dalam kategori ini.

dengan ulkus duodenum (bukan tukak lambung)
hampir tidak pernah mengalami karsinoma lambung.
Eksklusi semacam ini bahkan lebih(membingungl<an
dibandingkan dengan patogenesis penyakit terkait-H.
pylori.
tv RERTAHANAN PEJAIVIU
% _.-.- NIELAWAN TUIVIOR:
"|l\/IUNITAS TUIVIOR
Transformasi ganas, seperti telah dibicarakan,
berkaitan dengan perubahan genetik yang rumit, yang
sebagian mungkin menyebabkan ekspresi protein yang
dianggap asing (non-scf bukan-diri) oleh sistem imun.
Gagasan bahwa tumor bukan seluruhnya seU' (diri)
diajukan oleh Ehrlieh, yang menggagas bahwa di-
kenalinya sel tumor autolog oleh sistem imun mimgkin
merupakan "mel<anisme positif" yang mampu meng-
enyahkan sel yang mengalami transformasi. Kemudian,
Lewis Thomas dan McFarlane Burnet merumuskan
konsep ini dengan mengajukan istilah survcilnns imzm
f untuk mengacu pada pengenalan dan penghancuran
sel tumor bukan-diri saat sel tersebut muncul. Kenyata-
T an bahwa kanker tetap timbul mengisyaratkan bahwa
surveilans imun tidak berjalan sempurna; namun,
kenyataan bahwa sebagian tumor dapat lolos dari
surveilans tersebut tidak menutup kemungkinan
bahwa kemunculan tumor lainnya mungkin telah
tercegah. Qeberapa pertanyaan tentang imunitas tumor
perlu dil<aji: Bagaimana sifat antigen tumor? Sistem
efektor pejamu mana yang dapat mengenali sel tumor?
Apakah imunitas tumor efektif terhadap neoplasma
yang muncul spontan?
Antigen Tumor
Antigen yang memicu respons imun terbukti pada
banyak tumor eksperimental dan pada kanker manusia.
Antigen tersebut secara garis besar dapat digolongkan
7 menjadi dua kategori: antigen spesifil<tum0r, yang
hanya terdapat pada sel tumor dan tidal< pada sel nor-
mal, dan antigen terkait-tumor, yang terdapat pada sel
tumor dan beberapa sel normal. Studi eksperimental
pada model murine dan penelitian tentang limfosit yang
menginfiltrasi tumor pada manusia mengungkapkan
pentingnya peran sel T sitotol<sil< CD8+ (CTL) pada
imunitas tumor. Seperti telah diketahui, CTL mengenali
antigen peptida spesifik yang disajikan di permukaan
sel oleh molekul kompleks histokompatibilitas mayor
(MHC) kelas I. Sifat antigen tumor yang dikenalicleh
CTL digambarkan pada Gbr. 6-34 dan dijelaskan
berikut ini.
Antigen Kanker-Testis. Antigen golongan ini
dikode oleh gen yang pada jaringan dewasa inaktif
kecuali di testis (yang memunculkan nama tersebut).
Walaupun terdapat di testis, protein tersebut tidak di-
ekspresikan di permukaan sel karena sperma tidak

_ Z BAB 6 NEOPLASMA I 227
mengekspresikan antigen MHC l. Oleh karena itu,
demi kepentingan praktis, antigen golongan ini bersifat
spesifik-tumor. Protolipe antigen ini adalah famili gen
MAGE. Walaupun spesifik-tumor, antigen MAGE tidak
khas untuk tumor individual. MAGE-1 diekspresikan
pada 37% melanoma serta pada karsinoma paru, hati,
lambung, dan esofagus dalam jumlah bervariasi. Anti-
gen serupa yang disebut GAGE, BAGE, dan RAGE
dilaporkan ditemukan pada tumor lain.
Antigen Spesifik-jaringan. Antigen dalam kate-
gori ini sebaiknya dianggap sebagai antigen spesifik-
diferensiasi, dan antigen ini diekspresikan pada sel
tumor serta sel padanannya yang tidal< mengalami
transformasi. Yang termasuk antigen kategori ini _
adalah MART-1, gp100, dan tirosinase. Peptida yang
berasal dari protein ini diekspresikan pada melanosit
normal dan melanoma. Oleh karena itu, sel Tsitotoksik
yang ditujukan pada antigen ini tidak saja akan me-
rusak sel melanoma, tetapi juga sel normal yang me-
ngandung melanin. Karena melanin terdapat di retina
dan otak, imunisasi dengan antigen ini perlu diper-
timbangkan baik-baik.
Antigen yang Terbentuk dari Perubahan Z
Mutasional pada Protein. Antigen dalam kategori _
ini berasal dari onkoprotein mutan dan protein
supresor tumor. Antigen tumor unik dapat timbul dari
produk gen B-katenin, RAS, TP53, dan CDK4, yang
sering mengalami mutasi pada tumor. Karena protein
mutan hanya terdapat di tumor, peptida protein ter-
sebut diekspresikan hanya pada sel tumor. Namun,
karena banyak tumor memiliki mutasi yang sama, anti-
gen semaeam ini dimiliki oleh banyak tumor yang
berlainan. Walaupun kita dapat memicu pembentukan
sel Tsitotoksik terhadap antigen ini, in vivo sel ini tidak l
menimbulkan respons spontan. _
Antigen yang Ekspresinya Berlebihan. Anti-
gen-antigen tumor ini adalah prod uk gen normal yang
ekspresinya berlebihan akibat amplifikasi gen atau
mutasi lain. Ke dalam kategori ini masuk protein HER-
2 (neu), yang ekspresinya berlebihan pada 30% kanker _
payudara dan ovarium. Walaupun terdapat pada sel
ovarium dan payudara normal, kadar antigen ini
umumnya terlalu rendah untuk dapat dikenali oleh
sel T.
Antigen Virus. Antigen yang berasal dari virus n
onkogenik seperti HPV dan EBV dapat menjadi sasaran
sel T CD8+. Antigen tumor semacam ini sama-sama
dimiliki oleh tumor sejenis dari pasien yang berlainan.
Antigen ini dapat menjadi sasaran yang efektif untuk
imunoterapi karena ticlak diekspresikan pada sel nor-
mal. [
Antigen Tumor Lainnya. Musin dapat meng- E `
hasilkan antigen spesifil<tumor. Pada sebagian kanker,
seperti yang berasal dari pankreas, ovarium, dan
payudara, ku rangnya glikosilasi musin menghasilkan
epitop yang semula tertutup oleh karbohidrat. Oleh
karena itu, antigen ini, demi kepentingan praktis,
adalah antigen spesifik-tumor. Antigen MUC-1 ter-
masuk dalam kategori ini.

230 I BAB 6 NEOPLASMA
lmunosurveilans
Karena mekanisme antitumor beragam dan masih
berupa kemungklnan, apakah ada bukti bahwa ber-
bagai mekanisrne tersebut bekerja in vivo untuk
mencegah munculnya neoplasma? Argumen paling
kuat tentang keberadaan imunosurveilans adalah
meningkatnya frekuensi kanker pada pejamu dengan
defisiensi imun. Sekitar 5% orang dengan imuno-
defisiensi kongenital mengidap kanker, suatu angka
yang besamya sekitar 200 kali lipat dibandingkan
dengan orang tanpa imunodefisiensi. Secara analog,
penerima canglcok organ yang rnengalami imuno
l \ supresi dan pasien AIDS juga memperlihatkan
` peningkatan angka keganasan. Perlugdlcatat bahwa
sebagian besar (tetapi tidak semua) neoplasma ini
adalah limforna, sering berupa limfoma sel B aktif. Yang
terutama llustratif alalah gangguan limfoproliferalif
terkait-X. Apabila anak lelaki pengidap gangguan ini ,
terjangkit infeksi EBV, infeksi tidak bermanifestasi '
sebagai mononukleosis infeksiosa swasirna seperti l
biasanya, tetapi berkembang menjadi mononuklcosis l
infekslosa bentuk kronik dan 1<adangl<adang fatal atau,
yang lebih parah, limfoma maligna. l
Sebagian besar kanker terjadi pada orang yang tidak
menderita imunodefisiensi yang nyata. Apabila It
memang terdapat imunosurveilans, bagaimana kanl<er li
ini dapat menghindari sistem imun pada pejamu 8
irnunokompeten? Beberapa mekanisme pelolosan-diri U
` diajukan: _ l
I Pertumbuhan berlebihan selektlf vnrinn yang un
negatf-antigen. Saat progresi tumor, berbagai sub- E
klona yang sangat imunogenik akan tereliminasl.
I Hilang atau berkurangnya ekspresi antigen histo m
knmpntibilitas. Sel tumor mungkin gagal meng
ekspreslkan antigen leukosit manusla (HLA) kelas bl
l dalam kadar memadai, sehingga lolos clari e
serangan sel Tsilqtoksik. Namun, sel semacam ini tel
dapatmemicu aktlvai sel NK. ng
I Tiduk udnnya kvstimulasi. Sensitisasi sel T mem- nm
butuhkan dua sinyal,satu oleh peptida asing yang Em
clisajikan oleh MHC dan yang lain oleh molekul m
kostimulatorik (Bab 5); walaupun mungkin meng- gl)
ekspresikan antigen peptida bersama dengan au
molekul kelas I, sel tumor sering tidak mengel<spresi sec
kan molekul kostimulatorik, seperti B7-1. Hal ini
tidak saja menghambat sensitisasi, tetapi juga me- Ef,
nyebabkan sel T anergik atau mengalami apoptosis.
Untuk mengatasi masalah ini, dilakukan upaya ]
untuk mengimunisasi pasien kanker dengan sel ban
tumor autolpg yang ditransfeksikan dengan B7-1. jeni:
Dalam pendekatan lain, sel dendritik, yang di- loka
ketahui mengekspresikan molekul kostimulatorik akti
dengan kadar tinggi, dipulsakan dengan peptida perc
A tumor dan diinfuskan ke tubuh pasien.' alan
I Imunosuprcsi. Banyak agen onkogenik (mlsal, zat Kan]
klmia dan radiasi pengion) menekan respons imun atau
pejamu. Tumor atau produk tumor juga dapat L
bersifat imunosupresif. Sebagai contoh, transform- dang
ing grcwthjrwtor (TGF)-B, yang dikeluarkan dalam
jumlah besar oleh banyak tumor, mcrupakan imuno-
supresan kuat. Pada beberapa kasus, respons imun
yang dipicu oleh tumor (misal, aktivasi sclTregula-
torik) dapat menghambat imunitas tumor. Mcka-
nisme ccrdik lainnya yang digunakan otch tumor
adalah dengan meugckspresikan tigan Fas, yang /
mengikat Fas di pcrmukazm scl T dan mcngirim
siuyal kcmatian ke sel imun.
TGANIBARAN KLINIS
NEOPLASNIA

""GAl\/IBARAN KLINIS
NEOPLASl\/IA
Akhirnya, hal utama neoplasma tcrlctak pada cfek-
nya pada manusia. Setiap tumor, bahkzm yangjinak,
dapat menycbabkan morbiditas dan morlalilas. Sctiap
pcrtumbuhan baru mcmerlukan pemcriksaun yang
cermat untuk mens-ntukan apakah pertumbuhan
tersebut suatu kankcr. Perbedaan ini menjadi sangat
panting pada benjolau di payudara pcrcmpuan. Kankcr
dan banyak gangguan jinak lainnya pada payudara
perempuan bcrmanifestasi sebagai massa yang dapat
diraba. Walaupun evaluasi klinis mungkin meng
isyaratkan salah satunya, "massa payudara yang jelas
jinak adalah massa yang sudah dicksisi dan sccara
anatomis dibuktikan dcmil<ian"; hal ini juga berlaku
untuk scmua neoplasma. Namun, terdapat keaclaan
yang harus "mereclam" kepatuhan terhadap diktum
ini dcngan penilaian klinis. Lipoma subkutis, misalnya,
cu kup sering di temukan dan mudah dikenali berdasar-
kan konsistensinya yang lunak. Kecuali apabila
menimbulkan rasa tidak nyaman, terkena trauma, atau
secara estetis mengganggu, lesi kecil biasanya hanya
ciicbscrvasi untuk mengctahul ada tidaknya pcm-
nesaran. Beberapa contoh lain mungkin dupat d iajukzm,
zetapi cukup dikatakan bahwa dcngnn scdikit pu
1gcuunIian, scmrm massa nurmcrluknn cvnlunsi
rnntomik. Selain kekhawatiran yang dilimbulkan 0leh
neoplasma ganas, lesi jinak juga dapat menimbulkan
>anyak cfek mcrugikan. Pembahasan berikut mcngulas
1) efek suatu h.un0r pada pcjamu, (2) penentuan derajat
an stadium klinis kanker, dan (3) diagnosis neoplasma
acara laboratorium.

_ menekan dan menghancurkan kelenjar normal di
sekitarnya dan menimbulkan hipopituitarisme. Lcio-
mioma sebesar 0,5 cm pada dinding arteria renalis
dapat menyebabkan iskemia ginjal dan hipertensi bera t.
Karsinoma yang juga kecil pada duktus koledokus
dapat memicu obstruksi saluran empedu yang fatal.
Pembentukan hormon ditemukan pada neoplasma
- jinak dan ganas yang muncul di kelenjar endokrin.
Adenoma dan karsinoma yang berasal dari sel B pulau
Langerhans pankreas sering menyebabkan hiper-
insulinisme, kadang-kadang fatal. Secara analog,
beberapa adenoma dan karsinoma l<ortel<s adrenal
menghasilkan kortikosteroid yang memengaruhi
pasien'(misal, aldosteron, yang memicu retensi natrium,
hipertensi, dan hipokalemia). Aktivitas hormon se-
macam ini lebih sering berkaitan dengan tumor jinak
berdiferensiasi baik dibandingkan dengan karsinoma
padanannya.
Ulserasi melalui suatu permukaan disertai per-
darahan atau infeksi sekunder tidak perlu dikomentari
lebih jauh, tetapi beberapa konsekuensi yang kurang
nyata perlu disinggung. Neoplasma jinak atau ganas
yang menonjol ke dalam lumen usus dapat terpe-
rangkap oleh tarilcan peristaltik sehingga neoplasma
dan pangkalnya masuk ke dalam segmen usus di
sebelah hi_lir intususepsi (Bab 15)yang menyebab-
kan ulserasi mukosa atau, yang lebih parah, obstruksi
atau infark usus.
KAKEKSIA KANKEFR V
Banyak pasien kanker menderita penyusutan
progrcsif lemak tubuh dan massa tubuh nonlemak,
disertai melemahnya tubuh secara mencolok, anorek-
sia, dan anemia. Sindrom mengurusnya tubuh ini
disebut knkcksia. Perburukan yang lambat ini biasanya
diakhiri oleh timbulnya infeksi. Secara umum terdapat _
korelasi antara ukuran dan luas penyebaran kanker
dengan keparahan kakeksia. Kanker kecil lokalisata
umumnya tenang dan tidak menyebabkan kakeksia,
tetapi terdapat banyak pengecualian.
Penyebab kakeksia pada kanker beragam. Anorek- A
sia merupakan masalah yang sering ditemukan pada l
a pasien kanker, bahkan pada mercka yang tidak men- a
, derita tumor di saluran cerna. Menurunnya asupan 4
makanan dilaporkan berkaitan dengan kelainan 1
pengecapan dan pada kontrol pusat nafsu makan, l
tetapi penurunan asupan kalori saja belum cukup I
untuk menjelaskan kakeksia pada keganasan. Pada {
pasien kanker, pengeluaran kalori tetap linggi, dan laju T
_ metabolisme basal meningkat, walaupun asupan c
makanan berkurang. l-lal ini berbeda dengan penurun- r
an laju rnetabolisme yang terjadi sebagai respons 2
adaptasi terhadap kelaparan. Dasar dari berbagai p
kelainan metabolik ini masih belum sepenuhnya h
dipahami. Faktor tertentu di dalam darah misalnya r
TNF dan lL1, yang dikeluarkan oleh makrofag aktif, lt
mungkin berperan. TNF menekan nafsu makan dan l<

BAB 6 NEOPLASMA I 231
li menghambat kerja lipoprotein lipase, yang meng- y
- hambat pembebasan asam lemak bebas dari lipopro-
s tein. Sualu faktor pemobilisasi protein yang menyebab
t. kan terurainya protein otot rangka melalui jalur
s ubikuitin-proteosom pernah ditemukan dalam serum
pasien kanker. Pada hewan sehat, penyuntikan zat ini
a menyebabkan penurunan berat akut tanpa menimbul-
. kan anoreksia. Molekul lain dengan efek lipolitikjuga
1 dapat ditemukan. Belum ada pengobatan yang
- memuaskan bagi kakeksia kanker selain menghilang-
i kan penyebab yang mendasari, yaitu tumomya. .
T SINDFKOIVI PAFKANEOPLASTIK N
Kompleks gejala selain kakeksia yang terjadi pada
l pasien dengan kanker dan tidak dapat dijelaskan oleh
penyebaran tumor lokal atau jauh atau oleh pengeluar-
an hormon yang berasal dari jaringan tempat tumor
berasal disebut sebagai sindrom pnrnneoplastik.
Sindrom ini muncul pada 10% sampai 15% pasien
dengan kanker, dan sindrom ini perlu dikenali karena
beberapa alasan:c
I Sindrom mungkin mencerminkan manifestasi pa-
ling dini suatu neoplasma samar. _
I Pada pasien yang mengidapnya, sindrom ini
mungkin menimbulkan masalah yang signifikan
dan dapat mcmatikan.
I Sindrom mungkin mirip penyakit metastatis dan
mengacaukan pengobatan.
Sindrom paraneoplastik sangat beragam dan
berkaitan dengan tumor yang berbeda-beda (Tabel 6-
6). Sindrom tersering adalah hiperkalsemia, sindrom
Cushing, dan endokarditis trombotik nonbakterialis; `
neoplasma yang paling sering berkaitan dengan
sindrom ini dan sindrom lain adalah kanker bronko-
_ genik dan payudara serta keganasan darah. Sindrom
Cushing sebagai suatu fenomena paraneoplastik
biasanya berkaitan dengan pembentukan secara
ektopik ACTH atau polipeptida mirip-ACTH oleh
kanker. I-Iiperkalsemia, yaitu sindrom paraneoplastik
lainnya yang sering ditemukan, diperantarai oleh
banyak faktor. Faktor yang paling penting mungkin
adalah sintesis suatu protein terkait-hormon paratiroid
(PTI-lrP) oleh sel tumor, `terutama karsinoma sel skua-
mosa paru. Walaupun secara struktural mirip dengan
hormon paratiroid, PTI-lrP dapat dibedakan dengan
pemeriksaan tertentu. Yang juga sering diduga ber-
peran adalah faktor yang berasal dari tumor, seperti
TGF-0:, suatu faktor polipeptida yang mengaktifkan
osteoklas, dan bentuk aktif vitamin D. Kemungkinan
mekanisme lain yang berperan dalam hiperkalsemia
adalah penyakit metastatik yang luas di tulang, tetapi
perlu dicutnt bahwn hiperkalsemiu yang terjadi akibat
metustnsis ke tulnng bukanlnh suatu sindrom para-
rreoplastik. Kadang-kadang satu tumor dapat memicu
beberapa sindrom secara bersamaan. Sebagai contoh,
karsinoma bronkogenik dapat menghasilkan produk

BAB 6 NEOPLASMA I 233
= Penilaian ini biasanya didasarkan pada pemeriksaan dara, misalnya, diagnosis potong-beku
memungkinkan `
klinis dan radiografik (computed tomography dan mag- kita menentukan apakah lesi ganas dan mungkin
me-
netic resonance imaging) dan pada beberapa kasus merlukan eksisi luas atau pengambilan sampel
kelenjar
eksplorasi bedah. Saat ini digunakan dua metode getahbening ketiak untuk mernperkirakanpenyebaraii.
penentuan stadium: sistem TNM (T, tumor primer; N, Pasien dihindarkan dari biaya dan trauma operasi
be-
keterlibatan kelenjar getah bening regional; M, rnetasta- rikutnya. Di tangan yang kompeten dan
berpengalam-
sis), dan sistem A]C (American joint Committee). Pada an, diagnosis potong-beku akurat, tetapi terdapat
sistem TNM, T1, T2, T3, dan T4 menjelaskan ukuran keadaan tertentu yang memerlukan uraian
histologik
lesi primer yang makin besar; NO, N1, N2, dan N3 me- yang lebih rinci dengan metode rutin yang
memakan
nunjukkan keterlibatan progresif kelenjar getah bening; waktu. Dalam hal ini, walaupun merupakan
kekurang-
serta MO dan M1 menunjukkan ada atau tidaknya me- an, kita sebaiknya menunggu beberapa hari
daripada
tastasis jauh. Pada metode A]C, kanker dibagi menjadi melakukan pembedahan yang tidal< adekuat atau
tidak
stadium 0 sampai IV, menggabungkan ukuran lesi perlu.
primer dan adanya penyebaran kelenjar dan metasta- Aspirasi ja rumhalus terhadap tumor adalah N
sis jauh. Contoh aplikasi kedua sistem penentuan sta- pendekatan lain yang semakin populeri Tindakan
ini
dium ini dikutip pada bab selanjutnya. Perlu dicatat berupa aspirasi sel dari suatu massa diikuti oleh pe-
bahwa dibundingkan dengan penentuan derajat, meriksaan sitologik apusan. Prosedur ini paling sering
penentuan stadium terbukti lebih bermanfaat secara diterapkan pada lesi yang teraba di payudara,
tiroid,
klinis. ` kelenjar getah bening, dan kelenjar liur. Teknik pen-
citraan modern memungkinl<an metode ini diperluas
Diagnosis Kanker ke struktur yang lebih dalam, seperti hati, pankreas,
_ dan kelenjar getah bening panggul. Teknik ini meng-
Seca re Laboratons hilangkan kebutuhan terhadap pembedahan dan
M ETC D E M O R FO LO G I K ` in-zgala risiko terkaimya. Walaupun merniliki beberapa
endala, seperti ukuran sampel yang kecil dan kesalah-
Pada sebagian besar kasus, diagnosis kanker secara an pengambilan sampel, di tangan yang
berpengalam-
laboratoris tidaklah sulit. Kedua kutub pada spektrum an metode ini dapat menjadi tel<nil< yang andal,
cepat,
jinak-ganas tidak menimbulkan masalah; namun, di dan bermanfaat.
tengah-tengah terletak "daerah tak-bertuan"; didaerah Apusan sitologik (Papnnicalaou) rnerupakan
tersebut orang bijak akan melintas dengan hari-hati. metode lain untuk deteksi kanker. Pendekatan ini
Dokter cenderung meremehkan kontribusi yang mereka digunakan secara luas untuk menemukan
karsinoma
berikan dalam diagnosis suatu neoplasma. Data klinis serviks, sering pada stadium in situ, serta banyak
merup*akan hal yang tak-ternilai bagi diagnosis pato- bentuk lain keganasan, seperti karsinoma endo-
logik. Perubahan yang dipicu oleh radiasi di kulit atau metrium, karsinoma bronkogenik, tumor kandung
mukosa dapat serupa dengan yang terdapat pada kemih dan prostat, dan karsinoma lambung;_untul<
kanker. Potongan yang diambil dari fraktur yang me- identifikasi sel tumor di dalam cairan abdomen,
pleura,
nyembuh dapatmirip dengan osteosarkoma. Evaluasi sendi, dan serebrospinalis; dan, yang lebih jarang,
laboratorik terhadap suatu lesi sesuai dengan spesimen neoplasma bentuk lain. Sel neoplastik kurang
kohesif
yang diserahkan untuk diperiksa. Oleh karena itu, dibandingkan dengan sel lain sehingga terlepas l<e
spesimen harus adekuat, representatif, dan diawetkan dalam cairan atau sekresi (Gbr. 6-36). Sel yang
rontok
dengan benar, , tersebut dievaluasi untuk mencari gambaran anapla-
Terdapat beberapa cara mengambil sampel, ter- sia yang menunjukkan asalnya. Bukti terbaik manfaat _
masuk eksisi atau biopsi, aspirasi jarurn-halus, dan metode sitologis adalah keberhasilan pengendalian
apusan sitologik. Apabila lesi tidak dapat dieksisi, pada kanker serviks.
pemilihan tempat untuk biopsi pada lesi yang besar Imunohistokimia merupakan pemeriksaan tambah-
perlu diperhatikan bahwa batas lesi mungkin tidak an yang sangat bermanfaat dalam histologi rutin.
representatif, sedangkan bagian tengah mungkin Deteksi sitokeratin oleh antibodi monoklonal spesifik
umumnya nekrotik. Seperti limfoma diseminata (yaitu yang dilabel oleh peroksidase lebih menunjukkan
diag-
mengenai banyak kelenjar getah bening), kelenjar di nosis karsinoma tidak berdiferensiasi bukan
limfoma
regio inguinal yang mendapat drainase dari banyak sel besar. Demikian juga, deteksi antigen spesifik-
bagian tubuh sexing mengalamiperubahan reaktif yang prostat (PSA) pada endapan metastatik oleh
imuno-
rnungkin menutupi adanya neoplasma. Kadang histokimia memungkinkan kita mendiagnosis secara
kadang diperlukan diagnosis potong-beku untuk, pasti tumor primer di prostat. Deteksi reseptor estro-
misalnya, menentukan sifat suatu lesi di payudara atau gen dan HER-2 (neu) secara imunohistokimiawi
me-
mengevaluasi tepi suatu kanker yang diangkat untuk mungkinkan kita menentukan prognosis dan meng-
inemastikan agar seluruh neoplasma sudah diangkat. arahkan intervensi terapi pada kanker payudara.
Metode tersebut yang menggunakan sampel dibekukan Flow cytometry sekarang digunakan secara rutin
dengan cepat dan dipotong, memungkinkan evaluasi dalam klasifikasi leukemia dan limioma. Pada
metode
histologik dalam hitungan menit. Pada biopsi payu- ini, digunakan antibodi fluoresen terhadap molekul

E
DIAGNOSIS I\/IOLEKU LAFI
Kini semakin banyak teknik molekular yang diguna
kan untuk mendiagnosis tumor dan memperkirakan
perilakunya. Karena setiap sel T dan sel B memiliki
susunan gen reseptor antigen yang unik, deteksi gen
reseptor sel Tatau imunoglobulin dengan reaksi rantai
polimerase (PCR) memungkinkan kita membedakan `
antara proliferasi monoklonal (neoplastik) dan poli-
k1onal(reaktif).Transkrip BCR-/IBL dengan PCR dapatn
menjadi tanda tangan molekular pada leukemia mieloid
kronik. Teknik fluorescent in situ hybridization (FISH)
(Bab 7) bermanfaat untuk mendeteksi karakteristik
translokasi pada banyak tumor, termasuk sarkoma
Ewing serta beberapa leukemia dan limfoma. Metode
FISH dan PCRjuga clapat cligunakan untuk memper-
Iihatkan amplifikasi berbagai onkogen, seperti H ER2
dan N-M YC. Onkogen ini, seperti telah dibahas, mem-
berikan informasi mengenai prognosis untuk kanker
payudara clan neuroblastoma. Pemanfaatan teknik A
molekular yangjuga mulai mencuat adalah mendeteksi _
penyakit residual minimal setelah pengobatan. Sebagai [
contoh, deteksi transkrip BCR-A BL dengan PCR meng- _
hasilkan perkiraan tentang sisa leukemia pada pasien -
yang diobati untuk leukemia mieloid kronik.
PENENTUAN PROFIL
IVIOLEKULAFI TUl\/IOFI
Salahsatu kemajuan paling menarik dalam analisis '
molekular tumor adalah DN/I-micronrrny analysis.?
Teknik-ini mcmungkinkan kita mengukur secara ber- {
samaan kadarbeberapa ribu gen. Prinsip dari apa yang._
clisebut sebagai teknologi chip gen ini diperlihatkanti;
pada Gambar 6-37 clan akan dijelaskan secara singkat.;
Seperti dapat dilihat, proses climulai dengan"
ekstraksi mRNA dari dua sumber (misal, normal dan
ganas, normal dan praneoplastik, atau dua tumor dari
jenis histologik yang sama). Salinan cDNA pada _
mRNA disintesis in vitro dengan nukleotida berlabel a
fluoresen. Untai cDNA berlabel fluoresen dihibridisasi-w
kan ke probe DNA spesifik-sekuens yang direkatkan
ke suatu bahan padat, misalnya chip silikon. Sebuahi
chip I cm dapat menganclung ribuan probe yang ditata i
dalam rangkaian kolom dan baris. Setelah hibridisasi, S
digunakan pemindai laser beresolusi tinggi untuk {
mendeteksi sinyal tluoresen dari masing-masing titik. J
lntensitas fluoresensi darisetiap titik setara dengan .
tingkat ekspresi mRNA semula yang digunakan untuk `j
menyintesis cDNA yang terhibridisasi ke titik tersebut. I
Oleh karena itu, untuk setiap sampel dapat diperoleh
ekspresi ribuan gen, dan dengan menggunakan alat
bioinformatika ini, kaclar relatifekspresi gen di berbagai
sampel dapat dibandingkan. Pacla dasarnya, dihasil
kan suatu profil molekular untuk setiapjaringan yang -
dianalisis. I
Analisis semacam ini berhasil mengungkapkan
bahwa limfoma sel B besar yang secara tenotipe identik
(Bab 12) dari pasien yang berbecla adalah heterogen

Cambar 6-37 _ I
Ilustcasl skematik cDNA microarray analysis. mRNA diekstraksi
Q gari sampei, ditranskripslkan terbalik menjadi cDNA, dan dilabel
dengan molekui fiuoresen. Pada kasus yang dicontohkan, molekul
rfiuoresen merah digunakan untuk cDNA normal, dan molekul hijau
dlgunakan untuk cDNAtumor. Kedua cDNA yang teiah berlabel
dicampur dan diaplikasikan ke suatu chip gen, yang mengandung
ribuan probe cDNA mewakiti gen-gen yang telah diketahui. cDNA
beriabel akan berhibridisasi ke titik-titik yang mengandung sekuensi
komplementer. Hibridisasi dideteksi dengan pemindaian chip oleh
laser, dan hasiinya oibaca dalam satuan intensitas fiuoresensi
rnerah atau hijau. Pada contoh yang diperlihatkan, titikA memiliki
fluoresensi merah yang kuat yang menunjukkan bahwa banyak
cDNAdari sel neoplastik terhibridisasi ke gen A. Oleh karena itu,
genAtampaknya mengalami peningkatan (up-regu/ation) pada sel
tumor. (Sumbangan dari RobertAnders, MD, PhD, Chief Resident,
- Department of Pathology, University of Chicago, Chicago.)
dalam kaitmmya dengan elcpresi gen limfoma tersebut.
Bagaimanapun, dapat dideteksi kelompok ekspresi gen
sehingga tumor yang secara fenotipe serupa dapat
digolong-golongkan lagi menjadi subkategori yang
angka kesintasannya berbeda-beda. Penentuan profil
molekular semacam ini menunjukkan bahwa alat

Anda mungkin juga menyukai