Anda di halaman 1dari 6

1.

Tuhan
Mengawali penguraian tentang Tuhan, Fazlur Rahman mengawali ungkapan bahwa Al-
Quran merupakan dokumen untuk umat manusia sekaligus sebagai petunjuk bagi manusia,
Hudan li an-nas (2:185). Dalam Al-Quran, nama Allah, disebutkan lebih dari 2500 kali.
Menurut Rahman manifestasi kehendak Allah dalam bentuk sifat dan substansi disalurkan
lewat alam semesta yang diserap oleh manusia. Karenanya Allah adalah dimensi yang
membuat kemungkinan dimensi-dimensi lain, Allah memberi makna dan memberi kehidupan
pada setiap sesuatu. Rahman dalam tulisannya menyarankan agar sifat-sifat Tuhan dipahami
sejalan dengan konsep Al-Quran mengenai Tuhan.
Penghayatan Rahman terhadap eksistensi Tuhan diawalinya dengan pertanyaan
Mengapa kita harus percaya Tuhan?. Untuk menjawab itu, Rahman memperlihatkan
kebenaran wahyu Al-Quran yang transedental metafisis, yakni masih berada diluar ruang dan
waktu manusia, adalah subtansi kebeneran yang tidak perlu diuji atau dibuktikan. Menurut
Rahman seseorang cukup secara perlahan berusaha untuk menemukannya sehingga secara
perlahan kebenaran bergeser menjadi empiris. Untuk menemukan kebenaran, Rahman
mengutip beberapa ayat-ayat Al-Quran tentang eksistensi Tuhan yang gaib merupakan
langkah awal yang dilakukan secara teologis. Surat-surat tersebut diantaranya (2:3), (5:94),
(21:49), (35:18), (36:11), (57:25), (50:33) dan (67:12). Rahman yakin dalam proses
menemukan sampai pada tujuan menemukan Tuhan akan mencapai keyakinan dan kesadaran
terhadap hal yang gaib.
Meski demikian yang gaib ada yang tidak dapat dipahami dengan sempurna oleh
siapapun kecuali oleh Tuhan sendiri. Pada akhirnya Tuhan dalam hal ini tidak lagi diyakini
sebagai sesuatu yang irrasional, tetapi justru berubah menjadi kebenaran tertinggi The
Master Truth. Begitu kebenaran tertinggi sebagai tujuan Al-Quran sudah tercapai maka
tecapai pula keyakinan dan kesadaran pada yang gaib itu. Eksistensi Tuhan dapat dibaca
melalui Al-Quran yang paralel dengan karir Rasulullah Muhammad SAW. Tuhan adalah
makna realitas melalui penciptaan-Nya, pemeliharaan-Nya dan rezeki-Nya. Tuhan mengutus
Rasul, mewahyukan kitab-Nya dan menujukkan jalan kepada manusia hidayah merupakan
kasih Allah. Jadi iman kepada Allah memperlihatkan hubungan yang logis soal penciptaan-
pemeliharaan dan hidayah. Hubungan logis tersebut didasarkan pada posisi Al-Quran
sebagai subjek dalam menunjukkan cara mengenal adanya Tuhan lewat alam yakni exist
(ada), order (keteraturan) dan contingent (ketergantungan).
2. Manusia Sebagai Individu
Melalui uraian ayat Al-Quran, Fazlur Rahman menegaskan manusia secara alamiah
diciptakan dari tanah. Manusia diciptakan berbeda dengan ciptaan-ciptaan alamiah-alamiah
lainnya karena Allah meniupkan Roh Allah kedalam diri manusia. Kata kunci yang
digunakan dalam ayat Al-Quran tentang peciptaan manusia yang pertama dari turab dan thin.
Kemudian anak dan cucu Adam adalah sulalah min thin, hamma masnun, salsal dan nuthfah.
Dari sini Allah memberikan karakter utama pada manusia yang bersifat biologis (reproduksi
sperma dalam rahim) dan spiritual (ruh). Manusia diposisikan secara utuh, tidak dipisahkan
antara jasmani dan rohani (jiwa atau ruh).
Manusia yang menurut Quran berasal dari Adam, mendapat dampak yang positif
berupa amanah menjalankan kekhalifahan dan dampak negatif berupa godaan syaitan.
Makanya dalam Quran Allah tidak menciptakan manusia dengan permainan abasa dan sia-
sia tetapi agar manusia beridah dan melaksanakan perintah Allah yang outputnya untuk
kepentingan manusia itu sendiri. Manusia sebagai individu kata Rahman merupakan suatu
entitas penting yang berbeda dengan organism fisik. Individu akan terus mengalami
perubahan berdasarkan interaksi sosial dan lingkungan. Makanya berdasarkan ayat Quran
(75:36) Rahman berpendapat manusia tidak boleh dibiarkan tanpa tanggung jawab. Dalam
Quran manusia dihadapakan pada pertanggung jawaban amal perbuatan yang sudah
ditetapkan Allah.
Dalam hal ini Rahman menyarankan agar manusia kembali ke jalan yang benar yakni
Al-Quran sebagai petunjuk mansuia. Al-Quran merupakan determinisme mutlak tentang
tingkah laku manusia. Allah dalam Al-Quran akan memudahkan manusia yang memilih jalan
kebaikan (92:5-10). Dari proses penciptaan, kepemilikan potensi sampai karakter manusia
tetap memerlukan peranan Tuhan. Maka mengingat Allah (zikr Allah) penting unuk
pertahankan pribadi dan diri manusia. Zikr Allah paralel dengan ikrar primordial manusia
yang bersaksi atas Tuhannya (7:172-173). Dari sini, penting bagi manusia untuk mendengar
hati nuraninya, Rahman menyebutnya sebagai taqwa.
Kesadaran yang dipandu oleh hati nurani menjadi faktor penentu wujud perbuatan
manusia. Maka dari itu akar perkataan taqwa adalah waqy yang berarti berjaga-jaga atau
melindungi diri dari sesuatu. Manusia sebagai individu harus takut kepada Allah dengan
pengertian takut pada akibat perbuatan individu yang akan dipertanggung jawabkan di akhirat
nanti. Taqwa muncul karena sadar punya tanggung jawab dunia-akhirat.
3. Manusia Dalam Masyarakat
Manusia menjadi unsur mutlak bagi munculnya masyarakat, sementara tujuan utama
Al-Quran adalah menegakkan sebuah tata masyarakat yang adil dan beretika dimuka bumi
ini. Rahman berpendapat konsep taqwa punya makna didalam konteks sosial
(bermasyarakat). Pada dasarnya ajaran pertama Islam yakni tentang tauhid pada setiap
indivdu manusia. Bersamaan dengan itu Quran juga memotivasi setiap individu untuk
mencari kekayaan dengan memberikan nilai yang tinggi sebagai fadhl Allah (kelimpahan dari
Allah) dan khair (kebaikan). Proses sosial yang ditunjukkan manusia sebagai anggota
masyarakat ini juga dapat berorientasi untuk kedamaian dan kekayaan sebagai rahmat Tuhan
yang paling berharga. Ini menegaskan bahwa setiap kegiatan manusia dalam masyrakat harus
selalu dalam kerangkan pengalaman religius (iman).
Menurut Rahman jika individu melakukan penyalahgunaan kekayaan maka dapat
merugikan diri manusia itu sendiri seperti manusia akan kehilangan nilai luhur sehingga
kekayaannya hanya menjadi upah yang selalu tidak cukup, perjuangan hidup seseorang akan
terus tertuju pada pengumpulan kekyaan dunia tanpa peduli dengan orang miskin dan ibadah,
dan akal akan sempit karena tak peduli kondisi masyarakat sekitar. Rahman juga menjelaskan
dari ayat-ayat Quran, jelas sekali Allah melarang membungkam uang (riba) dan wajib
membayarkan zakat. Keduanya menunjukkan setiap individu dalam masyarkat punya
tanggung jawab religius. Kebijaksanaan ekonomi yang ditunjukkan Quran itu pada dasarnya
untuk mencapai terwujudnya keutuhan komunitas muslim yang dibangun dari tata eknomi
hubungan antara manusia sebagai masyarkat yang dimulai dari periode Makkah dan
Madinah. Sebelum ke masyarkat menguatkan unit keluarga juga menjadi hal penting
mewujudkan masyrakat dan negara. Dalam konteks sosial mencegah kebatilan dan
menegakkan kebenaran Quran mengenal istilah syura (majelis konsultatif) meskipun
menghendaki pluralisme institusi liberal dan kebebesan inidividu yang asasi. Persamaan
derajat dan hak asasi manusia menjadi hal paling prinsip dalam masyarakat. Quran
mengajarkan untuk menguatkan segmen-segmen yang lemah. Quran juga menyerukan
kerjasama diantara kaum-kaum. Karakteristik kaum muslimin adalah menyerukan kebajinak
dan mencegah kebatilan. Quran menghendaki agar kaum muslimin menegakkan sebubah tata
politik di ats dunia untuk menciptakan tata sosial moral yang egalitarian dan adil. Tata sosial
moral ini tentu akan menghinlangkan penyelwengan di atas dunia dan melakukan reformasi
tehadpa dunia. Jihad yang sesuai Quran dalam hal ini memang diperlukan untuk tercapainya
tujuan Allah.
4. Alam Semesta
Al-Quran tidak berbicara banyak tentang kejadian alam (cosmogony) akan tetapi
metafisika penciptaan telah ditegaskan oleh Quran bahwa alam semesta beserta segala
sesuatu yang hendak diciptakan Allah didalamnya tercipta hanya dengan firmanNya jadilah
(Kun). Dari ayat tersebut diketahui ada bukti bukti lain yang sempurna yakni ketetapan
menjalan kepatuhan (ibadah) kepada Allah yang dimiliki makhluk-makhluk yang ada
didalam langit dan bumi serta perbuatan kreasi Allah tidak bersifat berangsur dan dari
kehendakNya yang tidak mengenal durasi berjenjang maka muncullah setiap benda yang
diwujudkan secara berangsur. Di sini bisa diambil kesimpulan sama-sama diciptakan oleh
Allah, tapi alam secara otomatis menaati Allah muslim sedangkan manusia dapat manaati
atau mengingkari Allah dengan kata lain bisa jadi tidak muslim. Segala sesuatu yang ada di
alam menurut Rahman berdasarkan ayat-ayat Al-Quran tunduk pada kehendak Allah dan
memuji Allah.
Keteraturan alam semesta dikendalikan oleh Allah karena keniscayaan hubungan
universalitas ciptaan Tuhan yang bersifat metafisis dengan singularitas ciptaan-Nya yang
bersifat empiris sebagaimana tampak pada proses kelangsungan atau masa yang dapat
dicermati di jagad raya. Memuji dan bertasbih kepada Allah menunjukkan alam jagad raya
identik dengan ketaraturan yang berarti pasrah, patuh dan tunduk pada sunnah Allah. Alam
semesta eksistensinya jangan dipahami sebagai keberadaan yang berdiri sendiri. Allah adalah
tek terhingga dan mutlak menciptakan alam semesta dan bagian-bagiannya yang bersifat
terhingga atau terbatas dan punya potensi-potensi tertentu. Ke dalam ciptaan-Nya ini Allah
menempatkan kekuatan dan hukum tingkah laku yang disebut perintah atau ukuran. Walau
alam semesta ini serba teratur bukan berarti alam menjadi sifat Tuhan. Disnilah terjadi
keajaiban Tuhan. Berdasarkan regulitas yang diberikan Allah, alam semesta memang bersifat
otonom tapi tidak otokratis mengingat ketiadaan ultimasi dan rasionalnya.
Dalam Quran (3:191) dan (38:27) menegaskan alam tidak mungkin tercipta dengan
sendirinya dan diciptakan tanpa sia-sia melainkan sebuah tujuan tertentu. Banyaknya
kejadian alam seperti gempa bumi, banjir, angin topan serta pertanda alam yang bertengangan
dengan hukum alam seperti yang terjadi terhadap nabi Ibrahim dan nabi lainnya merupakan
cara Tuhan menunjukkan kuasanya. Hukum alam harus dipergunakan dan dimanfaatkan bagi
manusia sedangkan hukum moral harus dipatuhi dan diabdi karena Allah.

5. Kenabian dan Wahyu
Gejala dealektis yang melatarbelakangi munculnya kenabian dan wahyu Allah adalah
dasar kepengasihan Allah dan arena ketidakdewasaan manusia. Sebagai manusia yang luar
biasa, nabi memiliki kepribadian yang penuh kepekaan dan ketabahan. Atas dasar bekal itu
nabi memiliki potensi untuk menerima wahyu Allah serta menyampaikannya kepada umat
manusia dengan keuletan yang tidak mengenal rasa takut, sehingga mampu mengalihkan hati
nurani umat manusia dari ketenangan tradisional dan tensi hipomoral ke dalam suatu
keawasan. Nabi dan umat adalah dua objek, nabi bertanggung jawa sebarluaskan wahyu
Allah sementara umat merseponnya (menolak atau menerima). Makanya disebut nabi karena
menyampaikan kabar dari Allah dan diutus untuk mencegah kejahatan serta menyampaikan
kabar gembira kepada umat yang salah (2:119) dan (35:24).
Adapun Rasul berarti utusan yang dikirim Allah kepada umat manusia. Perbedaan
rasul dan nabi tidak terlalu jauh meningingat misi yang dibawa masing-masing. Hanya saja
peran rasul lebih penting ketimbang nabi, seorang nabi dapat berperan sebagai pembantu
(19:51,53). Kisah para nabi dan kaumnya berulangkali disebutkan di Quran. Inti ajaran
kenabian yaitu ikatan keyakinan (aqidah) yang menekankan keesaan Allah (tauhid), misi
kenabian (risalah) dan masalah eskatologi (ukhrawi) seperti kebangitan kembali manusia
(bas) dan pembalasan amal perbuatan (jaza). Tugas penyampai peringatan dan kabar
gembirapara nabi itu mempunyai target tugasnya untuk memperoleh keberhasilan dalam
melaksanakan ajaran Allah tersebut yakni menegakkan kekuasaan Allah, kebajikan diserukan
dan kejahatan dihentikan.
Kenabian dan wahyu mempunyai esesni yang berkaitan makna tentang kehendak
Allah seperti yang terjadi pada nabi Muhammad saat diberi wahyu soal strategi dakwah lewat
keluarga terdekat. Kenabian berawal dari fenomena naturalis dan wahyu membawa prinsip
religius. Oleh karenanya ketika nabi pada waktu tertentu menujukkan perkembangan,
ternyata wahyu menujukkan ke arah lain (75:16-19). Nabi Muhammad diperintahkan agar
menerima proses pewahyuan mulai dari menghimpun bacaan didalam hati, menerima
tafsirnya dan eksplanasinya. Menjadi nabi atau rasul sepenuhnya kehendak Tuhan. Terhadap
Muhammad, tema kenabian dan wahyu terletak pada esensi perintah (amr), dimana ruh Allah
(ruh min amrina) turun kepada hati Muhammad melalui perantara malaikat sehingga menjadi
petunjuk bagi umat manusia. Walau begitu ummul kitab termasuk Al-Quran adalah lebih
tinggi kedudukannya daripada malaikat.
6. Eskatologi
Eskatologi atau ilm al-akhirah adalah unsur-unsur dalam Al-Quran tentang
kehidupan setelah kehidupan dunia yang perlu diketahui. Ide pokok yang mendasari ajaran
Quran tentang hari akhir adalah pernyataan akan tiba saat ketia setiap manusia mendapat
kesadaran unik yang tidak pernah dialami sebelumnya tentang awal perbuatannya. Saat itu
manusia dihadapkan pada keadaan yang telah dan tidak dilakukannya dan mendapat ganjaran
yang perlu sebagai bukti bahwa rahmat Allah tak terbatas. Adanya akhirat individu di dunia
mutlak perlu memiliki taqwa (taat perintah Allah dan jauhi larangan-Nya) dan bersiap bekal
dan amal. Pasalnya di hari akhir nanti semua tabir individu manusia disibakkan (50:22).
Dalam surat At-Takwir (81:1-14) dijelaskan akhirat hanya akan dialami dan dirasakan secara
individual oleh seorang manusia untuk mempertanggungjawabkan dirinya ketika melampaui
alam dunia. Kesendirian di akhirat tidak dapat ditolong oleh siapapun. Maka di hari akhir
nanti diyakini akan ada penyesalan dan frustasi karena tidak memenuhi ajaran Allah (7:10-
14).
Akhirat adalah akibat jangka panjang dari awal perbuatan manusia di atas dunia,
karen aitu Al-Quran terus menerus menyerukan agar manusia persiapkan diri. Kehidupan
akhirat sulit dicapai lewat imajinasi manusia. Bahkan Quran mengungkapkan manusia pda
walanya tidak ada di dunia, kemudian ada dan akan meninggalkannya (2:28). Manusia akan
dibangkitkan lagi saaat meninggalkan dunia dan kemudian nasibnya ditentukan oleh pretasi
amaliyahnya. Hidup kedua ini dimulai dengan al-Bas (kebangkitan) kemudian al-Hasyr
(berkumpul) dan al-Hisab (perhitungan amal). Mereka yang masuk dalam golongan mukmin
dan shalih usai perhitungan amal akan mendapat kenikmatan berupa surga sementara yang
kufur akan masuk neraka. Tapi Fazlur mengatakan Quran tidak menggambarkan sorga dan
neraka bersifat spiritual. Subjek kebahagian dan kesengsaraan adalah manusia priabadi.
Gambaran api yang nyala dan taman surga yang indah dimaksudkan untuk menerangkan efek
perasaan fisik-spiritual yang riil dan berbeda dengan efek psikologis yang ditimbulkan oleh
keterangan tersebut. Quran menjelaskan aspek spiriual dan hukuman dan kebahagiaan itulah
yang penting. Terkait pertanyaan manusia yang sulit menerima fakta kebangkitan kembali
itu, Quran membeberan seperti halnya mencitpakan percikan api dan kayu-kayuan yang
hijau, Allah juga bisa dengan membuat dengan mudah kehidupan dan kematian. Allah juga
dengan mudah menciptakan terang dan gelap silih berganti serta bumi yang subur di musim
semi setelah mati di musim salju.

Anda mungkin juga menyukai

  • Tafsir Asshafat
    Tafsir Asshafat
    Dokumen10 halaman
    Tafsir Asshafat
    Ihsan Ja'far Dalimunthe
    Belum ada peringkat
  • Hasan Al-Bana
    Hasan Al-Bana
    Dokumen31 halaman
    Hasan Al-Bana
    Ihsan Ja'far Dalimunthe
    Belum ada peringkat
  • Minyak Kepentingan
    Minyak Kepentingan
    Dokumen3 halaman
    Minyak Kepentingan
    Ihsan Ja'far Dalimunthe
    Belum ada peringkat
  • Politik Modern Islam
    Politik Modern Islam
    Dokumen10 halaman
    Politik Modern Islam
    Ihsan Ja'far Dalimunthe
    Belum ada peringkat
  • Parpol
    Parpol
    Dokumen29 halaman
    Parpol
    Ihsan Ja'far Dalimunthe
    100% (1)
  • Parpol
    Parpol
    Dokumen29 halaman
    Parpol
    Ihsan Ja'far Dalimunthe
    100% (1)