Anda di halaman 1dari 3

SEDIKITNYA ada dua alasan mengapa sejumlah negara mengadakan kerja sama keamanan

atau membentuk alainsi. Pertama, karena ada sesuatu yang perlu diamankan. Dalam hal
negara-negara Teluk Persia, yang diamankan adalah emas hitam alias minya. Enam negara
Dewan Kerja Sama Teluk (GCC-Gulf Cooperation Council) terdiri Arab Saudi Qatar,
Kuwait, Bahrain, Oman dan Uni Emirat Arab (UEA).
Perang Teluk yang melibatkan puluhan negara adalah contoh paling akhir untuk
menjelaskan bagaimana minyak harus diamankan. Seluruh dunia termasuk, negara adidaya
Amerika Serikat, Jepang dan Masyarakat Eropa Eropa kalang kabut tatkala Irak benar-benar
menguasai ladang minyak Kuwait yang kaya raya. Bagi negara industri, minyak adalah darah
yang menghidupkan ekonominya. Oleh sebab itu kekuasaan atas minyak bisa membahayakan
eksistensi negara Barat umumnya. Kesimpulannya, Irak harus diusir dengan cara apa pun dari
Kuwait.
Alasan kedua, GCC bersedia membentuk pasukan gabungan untuk menjaga
keamanan karena ada yang disebut musuh bersama Perasaan terancam kalau-kalau
kekayaannya tiba-tiba lenyap karena diambil negara lain, menghinggapi sebagian besar
anggota GCC. Kemakmuran yang kini dinikmati sekitar 23 juta penduduk GCC bisa lenyap
seketika dan berganti dengan penderitaan bila minyak di tangannya direbut.
Secara implisit GCC mendefinisikan musuh bersama adalah Irak dan Iran, bukan Israel.
Irak dicantumkan sebagai sumber ancaman karena penyerbuan ke Kuwait dan fakta bahwa
Presiden Saddam Hussein masih berkuasa sekaligus berambisi. Bahkan sampai kini hampir
dua tahun setelah kalah di Perang Teluk, Baghdad masih mampu bersilat lidah untuk
menghindari perintah yang dicantumkan dalam resolusi Dewan Keamanan PBB yang intinya
melucuti seluruh persenjataan pembunuh massal milik regim Saddam.
Kecerdikan Irak menyembunyikan persenjataannya yang konon disimpan di bawah tanah,
dianggap anggota GCC sebagai suatu bahaya laten. Sebagai catatan saja, Irak tidak pernah
menarik klaimnya atas Kuwait sebagai propinsi ke-19.
Iran adalah negara kedua yang jadi perhatian Seikh dan raja minyak di Teluk Persia.
Bukan karena Iran juga kaya minyak, tetapi negara tetangga yang berpenduduk lebih dari 59
juta ini sering berlawanan dalam kebijakan politiknya. Jika GCC dekat dengan AS,
sebaliknya Teheran menentang kehadiran AS di Teluk.

Peninsula Shield
Untuk menciptakan rasa aman, GCC membentuk pasukan gabungan yang disebut
Peninsula Shield (Perisai Jazirah). Menurut catatan, pasukan ini sudah ada sejak 1983 dengan
markas di Khafr Bateen, Arab Saudi.
Kekuatan pasukan ini sekitar 10.000 personel dengan tugas utama sebagai kekuatan
penggetar. Sejauh ini kegiatan pasukan ini adalah latihan bersama, koordinasi komando dan
tukar menukar data intelijen.

Sultan Qaboos dari Oman mengusulkan peningkatan jumlah pasukan ini sampai 100.000
personel namun tidak mendapat sambutann pada KTT GCC ke-13 yang berlangsung di Abu
Dhabi 21-23 Desember.
Proposal Oman ini juga tidak disinggung dalam deklarasi akhir pertemuan para menteri
pertahanan baru-baru ini di Kuwait. Pertemuan itu hanya merekomendasi Peninsula Shield
sebagai inti pasukan gabungan di masa depan. Namun media massa Kuwait menyebutkan
GCC merencanakan meningkatkan kekuatan pasukan gabungan 15 tahun mendatang.
Saat ini dipertahankan jumlah sampai 10.000 pasukan gabungan sebagai pilihan terbaik
dari tiga pilihan yang ada. Dua alternatif lainnya adalah pembentukan pasukan independen
baru dan setiap negara berkonsentrasi pada pengembangan angkatan bersenjatanya.
Menhan UEA Sheikh Mohammad bin Rashid mengatakan, Pembentukan pasukan
gabungan teluk atau angkatan bersenjata bukanlah tugas sulit namun juga tidak segera
dibutuhkan. Perang pembebasan Kuwait membuktikan bahwa masalah serius dan keputusan
menentukan tidak memerlukan berbagai studi, komite-komite atau konferensi. Teknologi
modern adalah salah satu elemen penting dalam menggabungkan upaya dan memajukan
langkah bersama. Anggota GCC mampu menggabungkan dan mengkoordinasikan langkah
dalam beberapa hari.

Efektivitas
Apakah dengan jumlah 10.000 serdadu cukup untukmenggetarkan kekuatan luar,
katakanlah Irak atau Iran? Jika melihat perkembangan kedua negara ini, efektivitas 10.000
tentara ini sangat diragukan. Lebih-lebih setelah muncul konflik intern di perbatasan QatarArab Saudi, pasukan ini tampak kurang berperan. Sebaiknya Qatar yang menjalin hubungan
lebih banyak dengan Iran, mengancam mundur dari Peninsula Shield.
Bandingkan pula kekuatan personel Irak yang lebih dari setengah juta tentara dan Iran
yang mencapai satu juta orang, Sedangkan kekuatan GCC bila digabung semuanya hanyalah
sekitar 200 ribu sampai 300 ribu tentara. Walaupun dilengkapi peralatan canggih pasukan
teluk ini masih harus diuji di lapangan.
Lalu siapa penjamin keamanan minyak milik anggota GCC? pilihan jatuh ke negara
adidaya Amerika Serikat. Pengalaman Perang Teluk membuktikan kekuatan penggetar
10.000 pasukan Teluk tak berdaya sama sekali dan tidak efektif. Irak dengan segudang
senjata dan segudang sumber daya manusia dengan mudahnya mencaplok Kuwait.
Namun ketika AS dan negara Eropa terlibat, barulah keamanan minyak di teluk terjamin.
AS dan sekutunya tidak lagi mendapat tantangan dari timur seperti dilakukan Uni Soviet pada
masa perang dingin.
Jika melihat situasi ini maka keberadaan perisai Jazirah lebih terkesan sebagai simbol
solidaritas GCC, di samping itu terkesan pula sebagai simbol adanya perhatian terhadap
masalah pertahanan dibandingkan sebagai kekuatan nyata untuk menggetarkan musuh
bersama. Bahkan peningkatan kekuatan sampai 100.000 pun misalnya, tampaknya masih

belum mampu menggetarkan Irak atau Iran yang berpengalaman dengan perang modern
selama tahun 1980-1988.
Keamanan minyak terutama dijamin dengan keperkasaan militer AS yang menempatkan
sejumlah kapal induk dan pangkalan militer di seputar Teluk Persia. Negara-negara Barat
tampaknya masih bisa menjamin suplai minyak dari teluk sedikitnya sampai tahun 2000
sebelum alternatif energi lainnya ditemukan.
Keberadaan pasukan gabungan ini mungkin bermanfaat untuk menunjukkan betapa
kuatnya solidaritas dan kompaknya GCC dalam koordinasi komando militer. Ada pun cara
menghadapi ancaman nyata tampaknya masih banyak berlindung ke dalam payung keamanan
AS dan sekutunya. ***
Sumber: Kompas

Anda mungkin juga menyukai