Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Hasan Al-Banna adalah sosok kepribadian yang cemerlang, pengaruhnya
masih terus menerangi sejarah dakwah Islam, manusia tidak mungkin dapat
melupakan

sumbangsi

beliau,

dirinya

senantiasi

disandingkan

dengan

pengaruhnya yang besar pada dakwah Islam di abad dua puluh. Ia adalah manusia
sejarah yang selalu jadi perdebatan, ada kelompok yang mencintainya dan ada
kelompok yang membencinya, orang yang mencintainya akan menceritakan dan
menuliskan kebaikannya, sementara orang yang membencinya, akan memusuhi
dan mencibirnya.
Hasan Al-Banna telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk dakwah
Islam, untuk kemanusiaan dan kebebasan. Saaat meninggal dan kemudiaan
diisukan dibunuh Hasan telah meninggalkan gerakan dakwah yang telah
membumi di seantero dunia, dan dunia Islam pada khususnya. Gerakan Ikhwanul
Muslimin dijadikan sumber manhaj dan metode bagi mereka yang ingin beramal
Islami fi sabilillah.
Ketika Hasan Al-Banna memproklamirkan lahirnya dakwah
Ikhwanul Muslimin tahun 1928 M., Mesir dan belahan dunia Islam
saat itu berada dalam keterpurukan, kebodohan, dan kerusakan
yang besar pada seluruh sisi kehidupan, dan Mesir secara khusus
sangat butuh pada gerakan tersebut, gerakan yang membalik
neraca dan merubah perjalanan sejarah Mesir.
Pada makalah ini kami berusaha membagi ke dalam beberapa pembahasan
yang akan menjabarkan profil singkat Hasan Al-Bana, perjalanan Dakwah Hasan
Al-Banna, kondisi yang melatar belakangi berdirinya Hasan Al-Banna mendirikan
Ikhwanul Muslimin, serta ideologi dan metode perbaikan yang digunakan oleh
Hasan Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Hasan Al-Bana
Hasan Al-Banna dilahirkan di kota Mahmudiyah, Distrik Bahirah Mesir
pada 14 Oktober 1906 M. Orangtua Hasan adalah seorang ulama besar pada
masanya, yaitu Syaikh Ahmad Abdur Rahman Al-Banna, yang banyak berkarya di
bidang ulumul hadits. Diantara karyanya yang terkenal adalah kitab Al Fath Ar
Rabbany li Tartib Musnad Al-Imam Ahmad. Disamping menulis kitab-kitab
hadits, ayah Hasan juga bekerja memperbaiki jam.1
Sejak kecil Hasan Al-Banna sudah ditempa oleh keluarganya memperdalam ilmu
di berbagai tempat khususnya ilmu agama. Pertama kali Hasan menggali ilmu di
Madrasah Ar Rasyad, kemudian melanjutkan di Madrasah Idadiyah di kota
Mahmudiyah tempat dia dilahirkan. Pada usianya yang masih muda, Hasan AlBanna sudah memiliki perhatian yang besar terhadap persoalan dawah. Ia pun
mampu beraktifitas untuk menegakkan amar maruf nahi mungkar. Bersama
teman-temannya di sekolah, dibentuklah perkumpulan Akhlaq Adabiyah dan
Al-Manil Muharramat. Banyak kalangan menilai kemampuan Hasan untuk
menlakukan dawah Islamiyah sudah terlihat sejak muda.
Usia berlanjut, pada tahun 1920 Hasan melanjutkan pendidikannya di
Darul Muallimin Damanhur, hingga menyelesaikan hafalan Quran diusianya
yang belum genap 14 tahun. Di usia yang masih muda tersebut, Hasan tercatat
sudah juga terlibat aktif melawan penjajahan Inggris. Pada tahun 1923 ia
melanjutkan pendidikannya di Darul Ulum Kairo. Pendidikannya di Darul Ulum
diselesaikan pada tahun 1927 M dan menduduki rangking pertama di Darul Ulum
serta rangking kelima di seluruh Mesir dalam usianya yang baru menginjak 21
tahun.2
1 Hasan Al-Banna, Memoar Hasan Al-Banna, Untuk Dakwah dan Para
Dainya. Era Intermedia : Solo. 2007. Hal 10
2 Ibid. hal 12

Semenjak di Darul Ulum Kairo, Hasan Al-Banna semakin giat melakukan dakwah
di berbagai tempat, baik di perkumpulan-perkumpulan majelis talim, kedai kopi
sampai di klab-klab. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Darul Ulum Kairo,
ia bekerja sebagai guru Ibtidaiyah (setingkat SD) di Ismailiyah selama 19 tahun.
Hasan Al-Banna menikah dengan putri salah seorang tokoh Ismailiyah Al Haj
Husain As Shuly. Ia kemudian dikaruniai 5 orang anak, 4 orang anak perempuan
yaitu Wafa, Sinai, Raja dan Hajar, satu anak laki-laki Ahmad Saiful Islam yang
kemudian banyak melanjutkan jejak ayahnya dibidang dakwah.3
Perpindahan Al Banna dari tempat kelahirannya Mahmudiyah ke Damanhur
kemudian ke Kairo membuatnya banyak mengetahui permasalahan situasi dan
kondisi umat Islam. Berbeda dengan Mahmudiyah, daerah yang tenang dan
menjaga tradisi Islam dan ajarannya, di ibukota Mesir, Kairo, Hasan banyak
menemukan penyimpangan dan kerusakan moral. Diantaranya banyak surat kabar,
majalah dan sarana informasi lainnya yang menyebarkan pemikiran yang
bertentangan dengan ajaran Islam dan pornografi. Ia pun melihat kemungkaran di
mimbar politik, masing-masing partai hanya mementingkan golongannya dan
cenderung menjadi ajang permusuhan dan perpecahan ummat.
Begitupun yang terjadi di Perguruan Tinggi di Kairo. Hasan menilai
banyak kampus yang malah menjadi tempat revolusi perlawanan terhadap akhlaq,
menentang agama dan memusuhi tradisi yang baik. Disaat yang sama kondisi
muslimin di luar Mesir pun sangat mengelisahkannya. Turki yang tadinya menjadi
pusat Khilafah Islamiyah, pada tahun 1924 M sudah berubah menjadi negara
sekuler. Selain Mesir, negeri-negeri Islam di seluruh penjuru bumi saat ini
kebanyakan dalam keadaan terjajah. Alhasil perekonomian ummat Islam pun
dikuasai oleh orang-orang asing kaum penjajah.4
Atas fakta tersebut, menurut catatan sejarah, Hasan pun ingin mewujudkan
keinginannya untuk mendirikan kembali Khilafah Islamiyah, mengusir penjajah
dan mengangkat martabat umat Islam.

Hasan Al-Banna mulai melakukan

3 Ibid. hal 15
4 Ibid. hal 18

aktifitasnya dengan menemui para pemimpin, tokoh masyarakat dan para ulama.
Sebagai langkah awal, Hasan pun datang menemui Syeikh Ad Dajawi dan Syeikh
Muhammad Saad yang merupakan salah satu ulama terkemuka di Mesir. Dari
pertemuan itu, gerakan mengembalikan kejayaan Islam pun semakin banyak
mendapat dukunga. Diantara pada ulama yang bergabung adalah Syeikh
Muhammad Khudlori Husain, Syeikh Abdul Aziz Jawis, Syeikh Abdul Wahab
Najjar, Syeikh Muhammad Ahmad Ibrahim, Syeikh Abdul Aziz Khuli, dan Syeikh
Muhammad Rasyid Ridho. Sementara dari kalangan tokoh terkemuka seperti
Ahmad Taimur Pasya, Nasim Pasya, Abu Bakar Yahya Pasya, Abdul Aziz
Muhammad Pasya, Mutawalli Ghonim Bik, dan Abdul Hamid Said Bik.5
Perkumpulan ini berhasil menerbitkan majalah Al-Fath yang dipimpin oleh AsSayid Muhibuddin Khattib dengan pimpinan redaksinya Syeikh Abdul Baki Surur.
Perkumpulan dan kegiatan ini terus berlangsung sampai Hasan Al Banna lulus
kuliah dari Darul Ulum dan terus menggerakkan beberapa orang pemuda sehingga
terbentuklah Jamiyyah Syubanul Muslimin. Hasan Al Banna juga berhasil
mengumpulkan beberapa ulama dan tokoh masyarakat terkemuka, dan
terbentuklah Jamaah Islamiyah yang menyeru untuk menghadapi arus gelombang
kehidupan materialis, membatasi kegiatan maksiat dan kekufuran.6
2.2 Sejarah Ikhwanul Muslimin
Hasan Al Banna melihat aktifitas jamaah yang sudah dibangunnya itu
tidak cukup, dimana kegiatannya terbatas pada menyampaikan ceramah atau
nasehat di masjid-masjid dan menulis artikel di majalah-majalah, Menurut Hasan,
harus ada kader yang siap berdawah ke berbagai lapisan masyarakat diluar
masjid.7

5 Ibid. hal 19
6Amer Syammakh. Ikhwanul Muslimin, Siapa Kami dan Apa Yang Kami
Inginkan?. Era Intermedia: Jakarta. 2011

7 Hasan Al-Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimi. Era


Intermedia : Solo. 2010. Hal 45

Hasan AlBanna pun melirik para mahasiswa AlAzhar dan Darul Ulum. Ia
kemudian mengumpulkan beberapa orang rekannya untuk berlatih berpidato,
khotbah di masjid, berdawah di warung-warung kopi dan tempat-tempat umum,
kemudian pergi ke kampung-kampung. Diantara mereka yangg terlibat dalam
aktivitas ini adalah Syeikh Muhammad Madkur, Syeikh Hamid Askari dan Syeikh
Ahmad Abdul Hamid. Dawah Hasan Al Banna mendapat sambutan dari para
pengunjung warung-warung kopi dan jamaah Zawiyah sehingga sebagian diantara
mereka bertanya kepadanya tentang apa yang harus dilakukan demi agama dan
tanah air. 8
Hingga akhirnya pada Maret 1928 M, datanglah 6 orang laki-laki yang tertarik
dengan dawah Hasan Al-Banna, mereka adalah: Hafiz Abdul Hamid (tukang
bangunan), Ahmad Al Hushor (tukang cukur), Fuad Ibrahim (tukang gosok
pakaian), Ismail Izz (penjaga kebun), Zaki Al Maghribi (tukang rental dan
bengkel sepeda), dan Abdurrahman Hasbullah (supir).9
Mereka pun meminta Hasan Al-Banna menjadi pimpinan mereka. Lalu mereka
berbaiat kepadanya untuk bekerja demi Islam dan mereka bermusyawarah
tentang nama perkumpulan mereka. Imam Al Banna berkata : Kita ikhwah dalam
berkhidmat untuk Islam, dengan demikian kita Al Ikhwanul Muslimin.
Kemudian mereka menjadikan kamar di suatu rumah sewaan yang sangat
sederhana sebagai Kantor Jamaah dengan mengambil nama Madrosah At
Tahzab. Disanalah Hasan Al-Banna mulai meletakkan manhaj tarbawi bersama
pengikut-pengikutnya. Manhaj tarbawi pada waktu itu adalah Al-Quranul Karim
(tilawah dan hafalan), As Sunnah An Nabawiyah (menghafal sejumlah hadits),
pelatihan khutba dan Pelatihan mengajar untuk umum. Setelah beberapa bulan
jumlah pengikut jamaah menjadi 76 orang, kemudian terus bertambah. Sebidang
tanah untuk dibangun diatasnya markas jamaah pun terwujud. Markas ini

8 Ibid. Hal 46
9 Ibid. hal 47

kemudian diberi nama Darul Ikhwanul Muslimin yang terdiri dari 1 masjid, 1
sekolah untuk putra, 1 sekolah untuk putri, dan nadi (tempat pertemuan) ikhwan.10
Pada bulan Oktober tahun 1932 M, Hasan Al-Banna dimutasi kerja oleh
Pemerintah ke Kairo sebagai guru di Madrasah Abbas I, Distrik Sabtiah.
Perpindahan kerja ini menjadi peluang baginya untuk membawa dawah ke Kairo
ibukota Mesir. Di Kairo Hasan Al Banna dan ikhwan memilih rumah di jalan Nafi
No.24 sebagai Markaz Amm pertama mereka dan kemudian banyak berpindahpindah.
Di Kairo disamping banyaknya partai politik yang bersaing untuk menjadi
partai yang berkuasa, didapati pula banyak organisasi Islam dan non Islam. Di
tengah-tengah kehidupan Kairo, dawah ikhwan terus meluncur membuktikan
keberadaannya, efektifitasnya dan menarik banyak pengikut dan pendukungnya
serta membuka syubah-syubah baru. Dawah di Kairo belum sampai satu tahun
Hasan Al-Banna telah mampu menyebarkan dawah di seluruh kota Kairo dan
telah membuka syubah-syubah baru lebih dari 50 kabupaten, dimana ia
mendatangi perkampungan negeri Mesir untuk berdawah. 11
Selama dekade pertama dari eksistensinya, Ikhwan memusatkan pembaharuannya
dibidang moral dan sosial. Pergerakan ini banyak menjadi sokongan umum untuk
perbaikan kehidupan sosial dan pendidikan. Pendirian rumah sakit umum, masjid,
sekolah, pusat kerajinan banyak terwujud. Pada tahun 1949 markas Ikhwan
mempunyai lebih kurang dua ribu cabang di seluruh Mesir dengan anggotanya
lebih kurang lima ribuan lebih. Watak lengkap tentang ikhwan tercermin dalam
pesan-pesan salafiyah, berhaluan Sunni. Hasan Al-Bana seperti juga Rasyid Ridha
berseksimpulan bahwa westernisasi itu berbahaya bagi Mesir dan Islam.12

10 Ibid. hal 50
11 Ibid. hal 52
12 John L Esposito. Islam dan Politik. Bulan Bintang : Jakarta. 1990. Hal
184

Westernisasi dianggap menjadi biang keladi hancurnya eknomi, politik dan sosial
umay Islam. Obatnya menurut Hasan Al-Bana tidak lain adalah kembali kepada
Islam yang murni. Berbeda dengan gerakan modernis Islam lainnya yang masih
kompromi terhadap barat, Hasan Al Banna menegaskan metode Islam Sufficiency
yakni kesempurnaan dan kelengkapan ajaran Islam. Mengikuti gerakan
revivalisme Islam pada abad-19, Hasan mengajak umat Islam kembali pada AlQuran dan Sunnah sebagai sumber primer bagi pembentukan pemerintahan yang
berdasarkan Islam. Banyak yang mengatakan gerakan Hasan ini sama dengan
gerakan purifikasi Islam Muhammad bin Abdul Wahhab di Saudi yang mengajak
umat Islam harus kembali kepada tata hidup masa Rasulullah Muhammad SAW
yang sangat normatif serta masa kekhalifahan setelahnya.13
Dibawah kemepimpinannya yang kharismatik, Ikhwan berkembanga menjadi
organisasi keagamaan dan politik. Melalui indoktrinasi ideologi yang ketat,
Ikhwan berhasil menarik kalangan saudagar, guru, dokter, sarjana hukum, hakim,
pejabat sipil dan militer serta mahasiswa. Ikhwan pun makin progresif dalam
perjuangan politik khusunya anti Inggris dan Israel. Tujuannya adalah
membangun negara Islam di Mesir.
Dalam waktu kurang dari dua puluh tahun, Ikhwan tumbuh dari sebuah
asosiasi kecil, di kota Ismailiyah, menjadi sebuah kekuatan politik yang besar
dengan banyak cabang yang tersebar di seluruh Mesir. Hasan Al-Banna
memperkenalkan sebuah struktur kerja yang hebat dalam mengatur Ikhwan.
Berbagai cabang Ikhwan di setiap provinsi dipimpin oleh sebuah dewan
administrasi (maktab idari) terdiri dari anggota Dewan Eksekutif (majlis idari)
dari cabang pusat di provinsi, serta wakil-wakil dari seluruh cabang di provinsi
itu. Dewan administrasi yang pada gilirannya dihubungkan bersama melalui
kantor pusat Ikhwan (al-Markaz al-amm), terletak di Kairo. Markas dibagi
menjadi beberapa komite khusus dan departemen: Komite Umum, Komite
Pendidikan, Departemen Tenaga Kerja, Departemen Kepanduan, Departemen

13 Ibid. hal 185

Propaganda, Departemen Pembinaan Keluarga, Departemen Sosial, Departemen


Komunikasi dengan DuniaMuslim, dan Departemen Persaudaraan Muslimah.14
Kepemimpinan Ikhwan sendiri dibagi menjadi tiga bagian: Majelis Pendiri terdiri
dari seratus anggota yang mewakili berbagai provinsi dan cabang, (Majelis ini
adalah badan pembuatan kebijakan yangmenetapkan kebijakan umum), kekuasaan
eksekutif ditugaskan ke Kantor Eksekutif (al-maktab al-tanfidhi), yang terdiri dari
dua belas anggota dan dipimpin oleh alamm al-Murshid; yang anggotanya dipilih
oleh sebuah komite khusus, yang dikenal sebagai Komite Keanggotaan (maktab
udwiyah). Komite ini juga bertanggung jawab untuk menyelidiki semua tuduhan
yang dibuat terhadap anggota Majelis Pendiri, dan jika perlu mendisiplinkan
mereka.15
Pendekatan Hasan dalam gerakan Ikhwan bertujuan untuk menetralkan
nasionalisme lokal dengan mempertimbangkan semua orang Islam untuk menjadi
satu tanah air Islam (Wathan). Jika tidak dalam satu negara Islam, maka
alternatifnya adalah sebuah asosiasi negara-negara Muslim (Hayatu Ummam
Islamiah). Sikap ini disejajarkan dengan sikap Hasan Al-Banna yang berusaha
untuk mengecilkan arti perbedaan antara kelompok-kelompok Islam.
Namun, situasi semakin memburuk pada saat Desember 1948 sewaktu
pemerintahan Farouk membekukan dan melarang Ikhwan atas insiden rangkaian
kekeran yang akhinrya memakan korban kepala kepolisian Kairo. Banyak tokoh
dan pimpinan Ikhwan yang ditangkap kecuali Hasan Al-Banna. Tak lama setelah
itu seorang mahasiswa kedokteran hewan berusia 23-tahun yang merupakan
anggota Ikhwan membunuh Perdana Menteri Nurashi Pasha, namun tuduhan
pembunuhan ini dibantah oleh Hasan dan Ikhwanul Muslimin. Walau begitu
pemerintah Mesir tetap bertindak respresif terhadap anggota Ikhwan. Sebagai
akibatnya gerakan Ikhwan pun berubah menjadi gerakan bawah tanah dan
sebagian dibuang ke tempat-tempat pengasingan. Pada 12 Februari 1949 Hasan
14Taufiq Al-Waiy. Pemikiran Politik Kontemporer Al-Ikhwan Al-Muslimin. Era
Intermedia : Jakarta. 2003. Hal 95

15 Ibid. hal 97

Al-Banna dibunuh oleh anggtoa polisi rahasia Mesir sewaktu meninggalkan


kantornya di Kairo.16
Sewaktu hukum darurat perang dicabut kembali pada bulan Mei 1952, Ikhwan
muncul kembali. Namun, dukungan Ikhwan terhadap pemimpin Jamal Abdul
Nasser dalam revolusi Juli 1952 ditarik kembali karena Ikhwan menilai Naseer
tidak bermaksud ingin mendirikan negara Islam ataupun mengikutsertakan
Ikhwan dalam pemerintahan.Konflik antarar Ikhwan dan pemerintahan Naseer
semakin memuncak saat ada isu tuduhan pembunuhan yang dilancarkan Ikhwan
untuk Naseer namun gagal terjadi. Momentum itu pun dimanfaatkan pemerintah
untuk menghabisi jaringan Ikhwan di Mesir. Pemahaman Hasan Al-Banna
kemudian menjadi watak negara Islam dan gerakan masyakrat Islam di Mesir dan
belahan bumi lainnya. Salah satunya adalah Sayyid Qutub.
2.3 Gerakan Dakwah Hasan Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin
Prinsip dakawah Ikhwanul Muslimin, pertama adalah dakwah salafiyah
yang berarti mengajak untuk kembali kepada Islam, kembali kepada sumbernya
yang murni dari Al-Quran dan As-Sunah. Kedua adalah Thariqah sunniyah
karena mereka membawa jiwa mereka untuk beramal dengan sunah yang suci,
khususnya dalam masalah akidah dan ibadah, semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan.17
Adapun yang ketiga Haqiqah shufiyah karena mereka mengetahui bahwa asas
kebaikan adalah kesucian jiwa, kejernihan hati, kelapangan dada, kontinyuitas
amal, berpaling dari ketergantungan makhluk, cinta karena Allah dan jalinan
ukhwah dalam jalan Allah. Keempat, haiah siyasiyah karena mereka menuntut
perbaikan hukum dari dalam dan meluruskan persepsi terkait dengan hubungan
umat Islam terhadap bangsa-bangsa lain di luar negeri dan men-tarbiyah bangsa
agar memiliki kemulian, kehormatan dan sesanggup mungkin mempertahankan
nasionalismenya.

Kelima,

Jamaah

riyadhiyah

karena

mereka

sangat

16 Amer Syammakh, Op Cit, hal 130


17 Hasan Al-Bana. Mudzakarratu Ad-Dawah wa Ad-daiyah. Maktabah Alilm :
Kairo. 2003. Hal 80

memperhatikan kesehatan fisik, mereka memahami bahwa seorang mukmin yang


kuat lebih baik dari seorang mukmin yang lemah dan bahwa beban Islam tidak
mampu dipikul kecuali dengan kekuatan jasad, hati yang bergelora dengan iman
dan kecerdasan yang memiliki pemahaman yang benar. Keenam, rabithah ilmiyah
tsaqafiyah: karena ilmu dalam Islam adalah kewajiban yang ditekankan untuk
menuntutnya. Hasan menegaskan negara hanya bangkit dengan iman dan ilmu.
Ketujuh, Syirkah iqtishadiyah karena Islam sangat memperhatikan pendistribusian
harta dan memperolehnya. Terakhir adalah Fikrah Ijtimaiyah karena mereka
sangat menaruh perhatian terhadap penyakit masyarakat, mereka berusaha
menemukan jalan untuk mengobatinya dan menyembuhkan umat dari penyakitpenyaki tersebut.18
Dalam gerakan dakwahnya, Ikhwanul Muslimin juga berjuang untuk membentuk
dan menghidupkan kembali negara Islam, agar tegak di tengah manusia
pemerintah muslim, yang didukung oleh umat muslim, yang mengatur seluruh
aspek kehidupannya dengan syariat Islam, yang telah diperintahkan Allah kepada
Rasul-Nya dalam Kitab-Nya.
Metode yang dilakukan oleh Hasan Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin
dalam melakukan perubahan di masyarakat yaitu dengan metode bertahap
(tadarruj), metode pengenalan (tarif), pembentukan (takwin) dan pembebanan
atau penugasan (taklif). Perubahan yang dimulai dari pembentukan pribadi
Muslim, kemudian pembentukan keluarga muslim yang menyakini ide-ide dan
ideologi islam serta mengamalkan dan mendakwahkannya, lalu penyadaran sosial
atau pembentukan masyarakat Muslim, dan terakhir membebaskan negara dari
pengaruh asing (pembentukan negara Muslim) dan menjadi soko guru peradaban
(khilafah).19
Muara dakwah Ikhwan adalah menegakkan sistem hukum dalam negeri, sebagai
perwujudan dari firman Allah SWT, Dan hendaklah kamu memutuskan perkara
di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
18 Ibid. hal 82
19 Ibid. hal 120

10

mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya
mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. [QS. Al-Maidah: 49].
Kemudian, menegakkan sistem hubungan Internasional, yang terwujud
dalam Al-Quran firman Allah: (Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu
(umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu). [QS.
Al-Baqarah: 143]. Lalu, menegakkan sistem kerja pada hukum peradilan yang
berpijak dari ayat yang mulia: (Maka demi Tuhanmu, sekali-kali mereka tidaklah
beriman hingga mereka menjadikankamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan
sepenuhnya). [QS. An-Nisa: 65].
Menegakkan sistem pertahanan dan kemiliteran yang mewujudkan
pertahanan umum: (Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan
ataupun merasa berat dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah).
[QS. At-Taubah: 41]. Menegakkan sistem ekonomi yang mandiri untuk kekayaan
alam dan harta benda. Negara dan tiap individu menjadi asasnya. Allah berfirman:
(Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang tidak sempurna akalnya,
harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan). [QS. An-Nisa: 5]. Sistem pengajaran dan pendidikan untuk
membrantas kebodohan dan kegelapan, sesuai dengan pesan wahyu yang pertama
kali turun dari Kitab Allah: (Bacalah dengan menyebut Nama Tuhanmu yang
menciptakan).

[QS.

Al-Alaq:

1].

Menegakkan

sistem

keluarga

dan

kerumahtanggaan untuk menciptakan putra dan putri muslim serta lelaki muslim,
untuk mewujudkan firman Allah: (Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri
dan keluargamu dari api Negara yang bahan bakarnya dari manusia dan batu).
[At-Tahrim: 6]. Menegakkan aturan yang mengatur prilaku individu yang
mewujudkan kesuksesan yang dicita-citakan, sesuai dengan firman Allah:
(Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya). [QS. AsSyams: 9]. Menciptakan spirit umum, yang tertanam dalam diri tiap individu,

11

umat, pejabat maupun rakyat, yang berpijak dari firman Allah: (Dan carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bagianmu dari kehidupan duniawi, dan berbuat
baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan jangalah kamu
berbuat kerusakan di muka bumi). [QS. Al-Qashash: 77].20
Tahapan-tahapan ini yang dikenal dalam istilah Ikhwanul Muslimin sebagai
maratib al-amal (tahapan kerja) dimana pada tahap pribadi dan keluarga menjadi
kewajiban setiap anggota dari Ikhwanul Muslimin sementara tahapan berikutnya
yakni sosial dan penegakan hukum dan negara Islam adalah tugas Jamaah.
2.4 Karakteristik Dakwah Ikhwanul Muslimin
Adapun karakteristik dakwah Ikhwanul Muslimin yang membedakannya
dengan dakwah-dakwah lain, yaitu :21
1. Menjauhi ttik-titik khilafiyah, karena Ikhwan dalam hal ini, berkeyakinan
bahwa perbedaan dalam hal-hal yang furu [cabang] adalah sesuatu yang pasti
terjadi, karena asas-asas Islam yang terdapat ayat-ayat, hadits-hadits, dan amalanamalan, yang akal dan pemahaman berbeda dalam menafsirkannya. Oleh karena
itu perbedaan juga terjadi di kalangan para sahabat sendiri Dan hal tersebut
masih berlangsung dan senantiasa berlangsung hingga hari kiamat.
2. Jauh dari dominasi pembesar dan tokoh, hal tersebut agar tak seorang pun dari
mereka memanfaatkan dakwah ini untuk mencapai sasaran dan ambisi pribadinya,
atau mengarahkan dakwah ini bukan pada tujuan dakwah yang sebenarnya. Juga
agar warna dakwah yang putih bersih ini tidak bercampur oleh warna lain dari
warna-warna dakwah yang digembar-gemborkan oleh mereka para pembesar.
3. Menjauhi partai-partai dan golongan, hal ini dikarenakan banyaknya
pertentangan dan saling merendahkan sesama mereka, yang tidak sesuai dengan
20 Ibid. hal 123
21 Hasan Al-Bana. Majmuaturrasail Hasan Al-Bana. Daar Ad-Dawah : Kairo.
2009. Hal 68

12

ukhuwah Islamiyah. Dakwah Islamiyah secara umum bersifat menghimpun dan


bukan memecah-belah.
4. Bertahap dalam langkah, karena keyakinan Ikhwan bahwa setiap dakwah mesti
memiliki tiga fase; fase pertama yaitu fase penyampaian, pengenalan, penyebaran
fikrah, dan sampainya dakwah kepada khalayak dari seluruh lapisan masyarakat.
Kemudian fase kedua yaitu fase pembentukan; pada fase ini dilakukan
penyeleksian terhadap aktifis, menyiapkan aktifis, mengkoordinasikan dan
memobilisasi untuk berinteraksi dengan objek dakwah. kemudian setelah itu
semua, memasuki fase ketiga yaitu fase pelaksanaan, kerja dakwah dan
produktifitas yang optimal.
5. Mengutamakan kerja, para aktifis Ikhwan telah melakukan segala aktivitas
perbaikan yang telah memberi dampak lebih baik dan positif. Namun meraka
dalam melakukan kerja tersebut, para aktifis Ikhwan tidak pernah mengembargemborkan hasil kerjanya, juga tidak sombong dengan produktifitasnya, dan tidak
menyebut-nyebutnya, meski kontribusi tersebut nyata dari hasil kerja mereka,
apalagi jika sampai menyebut sesuatu yang dibuat-buat. Hal tersebut dilakukan
para aktifis Ikhwan, karena kekhwatiran, amal-amal mereka ternodai, dirusak dan
dibinasakan oleh adanya kotoran riya.
6. Sambutan pemuda kepada dakwah, para pemuda di berbagai tempat menerima
dakwah Ikhwan, mereka meyakini, mendukung, membela, mengikat janji setia
kepada Allah untuk kebangkitan dan beramal dengannya.
7. Cepat berkembang di pedesaan dan perkotaan, dakwah Ikhwan tidak terbatas
pada kerja dan pelaksanaan perintah dari pemimpinnya. Tetapi orang-orang yang
berafiliasi pada dakwah Ikhwan, di berbagai tempat, mereka senantiasa
bersungguh-sungguh dan beramal memberikan pelayanan sosial. Mereka telah
mendirikan berbagai proyek kebajikan, ekonomi, dan sosial.
2.5 Hasan Al- Banna memandang Islam dan Politik
Hasan Al-Banna adalah seorang mujahid dakwah yang tidak hanya mewariskan
Ikhwanul Muslimin yang kini menjadi gerakan Islam terbesar di dunia. Ia juga

13

mewariskan pemikiran-pemikiran yang sangat berharga bagi dunia Islam, tidak


hanya bagi Ikhwan. Kontribusi pemikirannya telah memenuhi ruang sejarah
tersendiri yang sampai kini terus dikaji dan diadopsi banyak gerakan Islam.
Begitupun pemikirannya dalam bidang politik.
Melalui buku At-Tarbiyah As-Siyasiyah Hasan Al-Banna, ada delapan
pilar soal cara pandang Hasan terhadap politik. Pertama, memadukan antara Islam
dan politik (agama dan negara). Kedua, membangkitkan kesadaran wajib
membebaskan tanah air Islam. Ketiga, membangkitkan kesadaran wajib
mendirikan pemerintahan islami. Keempat, menegakkan eksistensi umat Islam.
Kelima, menyadarkan kewajiban persatuan Islam. Keenam, menyambut sistem
perundang-undangan. Ketujuh, mengkritisi multipartai dan kepartaian dan terkahir
melindungi kelompok minoritas dan unsur asing.22
Dalam hal memadukan antara Islam dan politik (agama dan negara), Hasan AlBanna berusaha keras mengajarkan umat Islam tentang syumuliyatul Islam
(kesempurnaan Islam). Apalagi di awal dakwahnya, masyarakat Mesir masih
memahami Islam secara parsial. Bahwa Islam adalah rukun iman dan rukun Islam.
Sementara politik, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain tidak masuk dalam urusan
din Islam. Hasan Al-Banna dalam banyak kesempatan sangat menekankan
pentingnya kembali pada syumuliyatul Islam. Hasan ingin menghilangkan
pemikiran sempit yang mengurung Islam dalam ritual tertentu. Ia ingin membina
umat Islam dengan pemahaman dan cakrawala luas yang bisa menggiring
terbentuknya pribadi Islam yang diidamkan. Sementara poin kedua yakni
membangkitkan kesadaran wajib membebaskan tanah air Islam merupakan pilar
kedua dalam tarbiyah politik Hasan Al-Banna. Memperkuat kesadaran dan
memicu sentimen wajib membebaskan tanah air Islam dari penjajahan dan
penguasaan asing. Meskipun saat itu Mesir sendiri masih berada di bawah
penguasaan Inggris, Hasan Al-Banna juga berpikir jauh ke negara-negara lain
yang harus dibebaskan dari penjajahan dan penguasaan asing, termasuk Indonesia.
Tentu saja ini adalah implikasi dari pemahaman bahwa umat Islam adalah satu
22 Yusuf Al-Qardhawi, Tarbiyah Politik Hasan Al-Banna, Referensi
Gerakan Dakwah di Kancah Politik. Tarbawi Press : Jakarta. 2007. Hal
120

14

tubuh dan tanah air Islam tidak dibatasi oleh sekat-sekat geografis, melainkan
seluruh bumi di mana di atasnya dikumandangkan syahadat. Upaya menyadarkan
umat ini juga ditunjukkan secara faktual dengan keterlibatan Ikhwan mengusir
penjajah dari Mesir dan Sudan, pengiriman mujahidin ke Palestina, sampai
menekan pemerintah agar mendukung kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.23
Adapun soal membangkitkan kesadaran wajib mendirikan pemerintahan
islami menurut Hasan adalah tujuan utama dalam menegakkan eksistensi umat
Islam agar hidup dengan aqidah dan syariat Islam. Untuk itu, setelah
membebaskan negara dari penjajahan dan penguasaan asing, target berikutnya
adalah mendirikan pemerintahan yang islami. Eksistensi umat Islam tidak bisa
tegak kecuali jika belenggu penjajahan di segala aspek, baik ekonomi, politik,
undang-undang, dan sebagainya bisa dibebaskan, lalu diatur dengan sistem Islam.
Dari sini kita mengetahui, bahwa mendirikan pemerintahan Islami merupakan
kewajiban, sekaligus kebutuhan yang mau tidak mau harus ditunaikan. Atas dasar
inilah sampai saat ini Ikhwan di berbagai negara berupaya merealisasikan tarbiyah
politik Hasan Al-Banna untuk mendirikan pemerintahan islami baik dengan
mendirikan partai politik atau metode lain. Namun demikian, mendirikan
pemerintahan Islami ini bukan hanya tugas Ikhwan dan siapapun yang berhasil
mendirikan perlu didukung bersama.24
Pilar keempat, yakni menegakkan eksistensi umat Islam adalah menegakkan
eksistensi umat Islam agar mampu mengatur kehidupan masyarakat Islam di
wilayah negaranya dan juga dunia internasional dalam satu ikatan di bawah panji
Islam. Islam telah membuktikan tegaknya eksistensi umat dalam skala besar,
mengumpulkannya dengan aqidah yang satu, syariat yang satu, nilai-nilai yang
sama, adab yang sama, pemahaman dan syariah yang sama serta dalam satu kiblat.
Cukuplah mempersatukan umat dengan tiga perkara: pertama, kesatuan referensi
(wihdatul marajiiyah), semuanya berhukum dengan syariah Islam yang bersandar
pada Al-Quran dan Sunnah; kedua, kesatuan tanah air Islam (wihdatu darul
23 Ibid. Hal 121
24 Ibid. hal 123

15

Islam), meskipun terdiri dari banyak negara yang jaraknya berjauhan; ketiga,
kesatuan kepemimpinan (wihdatul qiyadah as-siyasiyah), yang diwujudkan
dengan khalifah sebagai pemimpin tertinggi.25
Pilar kelima, menyadarkan kewajiban persatuan Islam yaitu membangun
kesadaran wajib mempersatukan umat. Pilar ini merupakan tuntutan wajib dalam
Islam sekaligus tuntutan aksiomatik secara duniawi. Dalam hal ini tidak ada
kontradiksi antara persatuan Islam dan nasionalismeyang kita kenal. Persatuan
Islam juga tidak menganulir paham kebangsaan atau kesukuan. Dalam risalah
dakwatuna, Hasan Al-Banna telah menjelaskan bagaimana sikapnya terhadap
berbagai paham termasuk nasionalisme dan kebangsaan. Meskipun istilahnya
sama, tetapi ada berbagai varian yang dimaksudkan dengan satu istilah itu. Dan
karenanya, kita tidak boleh menggeneralisasinya.26
Pilar keenam, menyambut Sistem Undang-undang dan Parlementer berarti tetap
menerima hukum positif. Tapi slogan Al-Quran dusturuna menjadikan undangundang tetap menempatkan Al-Quran sebagai rujukan tertinggi, kepadanyalah
kita kembalikan segala urusan. Maka aturan-aturan di bawahnya tidak boleh
bertentangan dengan Al-Quran. Dengan demikian, boleh bagi umat Islam untuk
membuat aturan-aturan yang lebih detail yang merupakan pejabaran dari AlQuran untuk diimplementasikan dalam kehidupan praktis, serta aturan-aturan
detail lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan Aqidah dan syariat Islam.27
Pilar ketujuh, mengkritisi Multipartai dan Kepartaian adalah ketidaksetujuan
Hasan dengan partai-partai yang ada di Mesir saat itu serta ketidaksetujuannya
terhadap multipartai. Hasan Al-Banna melihat bahwa banyaknya partai justru
membawa mafsadat bagi umat karena yang terjadi adalah perpecahan umat akibat
sikap fanatik pada partai. Di samping itu, partai-partai yang ada juga tidak
mewakili umat secara benar, bahkan cenderung dibangun hanya untuk meraih
25 Ibid. Hal 125
26 Ibid. hal 128
27 Ibid. hal 130

16

kekuasaan tanpa memiliki basis ideologi Islam. Tidak banyak perbedaan program
dari semua partai, tetapi semuanya ingin berkuasa dan mendapatkan keuntungan
materi. Karenanya, Hasan Al-Banna lebih setuju pada konsep partai tunggal agar
rakyat -Mesir khususnya, saat itu- bisa bersatu dan lebih mudah mencapai tujuan.
Pada pilar ke-7 inilah Hasan mendapat banyak kritik. Karena partai tunggal justru
mendatangkan madharat yang lebih besar bagi umat, terutama munculnya
dikatorisme seperti yang kemudian terjadi di Mesir saat Gamal Abdul Naser
melancarkan revolusi lalu menghapus partai-partai dan menghimpun rakyat di
bawah jargon persatuan nasional. Faktor ini mungkin belum disadari oleh Hasan
Al-Banna sebelumnya.28
Pilar terakhir, perlindungan bagi Kaum Minoritas dan Orang Asing, menegaskan
Islam agama rahmatan lil alamin. Islam pada dasarnya melindungi siapa saja
yang tidak memusuhi Islam. Apalagi jika pihak non muslim itu tunduk di bawah
naungan negara Islam. Ini sangat berbeda dengan paham kelompok-kelompok
garis keras yang cenderung mengambil langkah kekerasan sebagai prioritas utama
dalam bersikap menghadapi orang asing. Dalam fakta sejarah, dijealaskan
perlindungan Nabi kepada kaum Yahudi Madinah, perlindungan Umar pada
Nasrani Palestina, juga perlindungan Shalahudin Al-Ayubi pada Nasrani Palestina,
dan lain-lain. Saat Islam memegang kekuasaan, kaum minoritas akan terlindungi,
karena Islam adalah rahmatan lil alamin.29
Dalam pemikiran politiknya Hasan al-Banna juga membahas soal Urubah
(Arabisme), Wathaniyah (Patriotisme), Qaumiyah (Nasionalisme), dan Alamiyah
(Internasionalisme).30
Urubah (Arabisme) memiliki tempat tersendiri dan peran yang berarti dalam
dakwah Hasan al-Banna. Bangsa Arab adalah bangsa yang pertama kali menerima
kedatangan Islam. Dia juga merupakan bahwa yang terpilih. Hal ini sesuai dengan
28 Ibid. hal 132
29 Ibid. hal 136
30 Ibid. Hal 137

17

apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw, Jika bangsa Arab hina, maka hina
pulalah Islam. Arabisme menurut al-Banna adalah kesatuan bahasa. Ia berkata
dalam Muktamar Kelima Ikhwan,Bahwa Ikhwanul Muslimin memaknai kata
al-Urubah (Arabisme) sebagaimana yang diperkenalkan Rasulullah Saw yang
diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dari Muadz bin Jabal ra, Ingatlah, sesungguhnya
Arab itu bahasa. Ingatlah, bahwa Arab itu bahasa.
Menurut al-Banna, Arab adalah umat Islam yang pertama, yang
merupakan bangsa pilihan. Islam, menurutnya, tidak pernah bangkit tanpa
bersatunya bangsa Arab. Batas-batas geografis dan pemetaan politis tidak pernah
mengoyak makna kesatuan Arab dan Islam. Islam juga tumbuh pertama kali di
tanah Arab, kemudian berkembang ke berbagai bangsa melalui orang-orang Arab.
Kitabnya datang dengan bahasa Arab yang jelas, dan berbagai bangsa pun bersatu
dengan namanya.
Dalam riwayat Ibnu Asakir, dengan sanad dari Malik bahwa Rasulullah
Saw bersabda: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan itu satu, bapak itu
satu, dan agama itu satu. Bukanlah Arab di kalangan kamu itu sebagai bapak atau
ibu. Sesungguhnya, Arab itu adalah lisan (bahasa), maka barangsiapa yang
berbicara dengan bahasa Arab, dia adalah orang Arab. Dalam hadits ini, tulis
Hasan al-Banna, kita mengetahui bahwa bangsa-bangsa Arab yang membentang
dari Teluk Persi sampai Maroko dan Mauritania di Lautan Atlantik, semuanya
adalah bangsa Arab. Mereka dihimpun oleh akidah serta dipersatukan oleh bahasa
dan teritorial yang satu. Tidak ada yang memisahkan dan membatasinya. Menurut
al-Banna, ketika kita beramal untuk Arab, berarti kita juga beramal untuk Islam
dan untuk kebaikan dunia seisinya.31
Atas dasar ini, Yusuf AlQardhawi menyimpulkan beberapa unsur dari pemikiran
al-Banna bahwa berbangga dengan Arabisme tidak termasuk fanatisme dan tidak
berarti merendahkan pihak lain.Arabisme dengan tujuan untuk membangkitkan
Islam demi tersebarnya Islam adalah dibolehkan.

31 Ibid. Hal 140

18

Sementara berbicara masalah Wathaniyah (Patriotisme) banyak definisi


tentang patriotisme. Ada yang menyebut sebagai kecintaan yang mendalam
terhadap bangsa, negara dan tanah air.

Dalam memaknai Wathaniyah

(patriotisme), ada tiga arti yang dikemukakan oleh Hasan al-Banna, yaitu:
Pertama, Patriotisme Kerinduan (Cinta Tanah Air). Al-Banna berkata: Jika yang
dimaksud dengan patriotisme oleh para penyerunya adalah cinta negeri ini,
keterikatan padanya, kerinduan padanya, dan ikatan emosional dengannya, maka
hal itu sudah tertanam secara alami dalam fitrah manusia di satu sisi, dan
dianjurkan Islam di sisi lainnya. Kedua, Patriotisme Kemerdekaan dan
Kehormatan (Kemerdekaan Negeri). Al-Banna berkata: Jika yang mereka
maksudkan dengan patriotisme adalah keharusan berjuang untuk membebaskan
tanah

air

dari

cengkeraman

perampok

imperialis,

menyempurnakan

kemerdekaannya, dan menanamkan kehormatan diri dan kebebasan dalam jiwa


putra-putra bangsa, maka kami sepakat dengan mereka tentang itu. Ketiga,
Patriotisme Kebangsaan (Kesatuan Bangsa). Al-Banna berkata: Jika yang mereka
maksudkan dengan patriotisme adalah mempererat ikatan antara anggota
masyarakat suatu Negara dan membimbingnya ke arah memberdayakan ikatan itu
untuk kepentingan bersama, maka kami pun sepakat dengan mereka.32
Patriotisme juga memiliki prinsip tersendiri di mata Hasan al-Banna. Ia
mengatakan: Suatu kekeliruan bagi orang-orang yang menyangka bahwa
Ikhwanul Muslimin berputus asa terhadap kondisi negeri dan tanah airnya.
Sesungguhnya kaum Muslimin adalah orang-orang yang paling ikhlas berkorban
bagi negara, habis-habisan berkhidmat untuknya, dan menghormati siapa saja
yang mau berjuang dengan ikhlas dalam membelanya. Dan anda tahu sampai
batas mana mereka menegakkan prinsip patriotisme mereka, serta kemuliaan
macam apa yang mereka inginkan bagi umatnya. Hanya saja, perbedaan prinsip
antara kaum muslimin dengan kaum yang lainnya dari para penyeru patriotisme
murni adalah bahwa asas patriotisme Islam adalah akidah IslamiyahAdapun
tentang patriotisme Ikhwanul Muslimin, cukuplah bahwa mereka menyakini
dengan kukuh bahwa sikap acuh terhadap sejengkal tanah yang ditinggali seorang
32 Ibid. hal 145

19

muslim yang terampas merupakan tindakan kriminal yang tidak terampuni, hingga
dapat mengembalikannya atau hancur dalam mempertahankannya. Tidak ada
keselamatan bagi mereka dari siksa Allah kecuali dengan itu.
Al-Banna juga mengkiritik pandangan tentang patriotisme yang hanya
berpikir untuk membebaskan regionalnya saja. Seperti dalam kasus masyarakat
Barat yang lebih cenderung pada pembangunan unsur fisik dalam tatanan
kehidupannya, ini tidak dikehendaki oleh Islam. Adapun kami, kata beliau, kami
percaya bahwa di pundak setiap muslim terpikul amanah besar untuk
mengorbankan seluruh jiwa, darah, dan hartanya demi membimbing umat
manusia menuju cahaya Islam. Dari sini, kita mendapatkan gambaran bahwa
tujuan hidup seorang muslim tidaklah hanya dibatasi oleh region-region tertentu,
akan tetapi dalam skala yang lebih luas adalah untuk seluruh umat manusia.
Adapaun soal Qaumiyah (Nasionalisme) menurut Hasan al-Banna ada tiga
unsur nasionalisme, yaitu: nasionalisme kejayaan, nasionalisme umat, dan berkata
tidak pada nasionalisme jahiliyah. Tentang nasionalisme kejayaan, Al-Banna
mendukung nasionalisme yang berarti bahwa generasi penerus harus mengikuti
jejak para pendahulunya dalam mencapai kejayaannya. Ini adalah maksud yang
baik, menurutnya dan mendukung. Hal ini sejal dengan sabda Rasululllah Saw
yang berbunyi, Manusia seperti tambang. Yang terbaik di antara mereka di masa
jahiliahnya adalah juga yang terbaik di masa Islam, jika mereka memahami.33
Menurutnya, jika yang dimaksud dengan nasionalisme adalah anggapan bahwa
suatu kelompok etnis atau sebuah komunitas masyarakat adalah pihak yang paling
berhak memperoleh kebaikan-kebaikan yang merupakan hasil perjuangannya,
maka ia benar adanya. Jika yang mereka maksudkan dengan nasionalisme adalah
bahwa setiap kita dituntut untuk bekerja dan berjuang, bahwa setiap kelompok
harus mewujudkan tujuannya hingga kita bertemudengan izin Allahdi medan
kemenangan, maka inilah pengelompokan terbaik. Semua makna nasionalisme ini
adalah indah dan mengagumkan, tidak diingkari oleh Islam. Itulah tolak ukur
terbaik menurut al-Banna.
33 Ibid. Hal 160

20

Nasionalisme Islam bersumber dari hadits Nabi: Orang muslim itu


saudara muslim yang lain. Sedangkan sabdanya yang lain mengatakan: Orangorang muslim itu satu darah, orang-orang yang berada di atas bekerja untuk
menyantuni yang lain, dan mereka bersatu untuk melawan musuhnya.Ini berarti
bahwa nasionalisme Islam tidak terbatas pada negara saja. Islam datang untuk
menghapus budaya jahiliyah. Nasionalisme yang jahiliyah haruslah ditinggalkan
oleh umat Islam. Ia berkata bahwa jika yang dimaksudkan dengan nasionalisme
adalah menghidupkan tradisi jahiliyah yang sudah lapuk, menegakkan kembali
peradaban yang telah terkubur dan digantikan oleh peradaban baru yang telah
eksis dan bermanfaat, atau melepaskan dirinya dari ikatan Islam dengan klaim
demi nasionalisme dan harga diri kebangsaan, maka pengertian nasionalisme
seperti ini adalah salah.34
Terakhir Hasan juga membircakan konsep Alamiyah (Internasionalisme). Allah
SWT berfirman dalam al-Quran surat al-Anbiya ayat 107: Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Ayat ini
berarti bahwa diutusnya nabi Muhammad Saw adalah ditujukan untuk seluruh
umat manusia dari seluruh suku bangsa. Rahmatan LilAlamin adalah konsep
yang menjelaskan tentang internasionalisme Islam yang tidak mengenal sekatsekat teritori. Internasionalisme menurut Hasan al-Banna inheren dalam Islam,
oleh karena Islam adalah agama yang diperuntukkan untuk seluruh umat manusia.
Adapun dakwah kita disebut internasional, karena ia ditujukan kepada seluruh
umat manusia. Manusia pada dasarnya bersaudara; asal mereka satu, bapak
mereka satu, dan nasab mereka pun satu. Tidak ada keutamaan selain karena
takwa dan karena amal yang dipersembahkannya, meliputi kebaikan dan
keutamaan yang dapat dirasakan semuanya, demikian tulisnya.35
Konsep internasionalisme merupakan lingkaran terakhir dari proyek politik alBanna dalam program ishlahul ummah (perbaikan umat). Dunia, tidak bisa tidak,
bergerak mengarah ke sana. Persatuan antar bangsa, perhimpunan antar suku dan
34 Ibid. hal 162
35 Ibid. Hal 170

21

ras, bersatunya sesama pihak yang lemah untuk memperoleh kekuatan, dan
bergabungnya mereka yang terpisah untuk mendapatkan hangatnya persatuan,
semua itu merupakan pengantar menuju terwujudnya kepemimpinan prinsip
internasionalisme untuk menggantikan pemikiran rasialisme dan kesukuan yang
diyakini umat manusia sebelum ini. Dahulu memang harus meyakini ini untuk
menghimpun unsur-unsur dasar, lalu harus dilepaskan kemudian untuk
menggabungkan berbagai kelompok besar, setelah itu terwujudlah kesatuan total
di akhirnya. Langkah ini, menurutnya memang lambat, namun itu harus terjadi.
Untuk mewujudkan konsep ini juga Islam telah menyodorkan sebuah
penyelesaian yang jelas bagi masyarakat untuk keluar dari lingkaran masalah
seperti ini. Langkah pertama kali yang dilakukan adalah dengan mengajak kepada
kesatuan akidah, kemudian mewujudkan kesatuan amal. Hal ini sejalan dengan
ayat dalam al-Quran surat Asyura 13: Dia telah mensyariatkan bagi kamu
tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nabi Nuh dan apa yang
telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Nabi
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah
belah tentangnya.
Dalam Risalah Pergerakan, Hasan al-Banna berharap pada negerinya yaitu
Mesir yang mendukung upaya dakwah Islamiyah, menyatukan seluruh bangsa
Arab untuk kemudian melindungi seluruh kaum muslimin di penjuru bumi.
Namun, harapan ini tetaplah belum membuahkan hasil maksimal karena sejak
Hasan al-Banna wafat sampai sekarang Mesir belum menjadi sentrum dari
kesatuan umat Islam sedunia. Malah, pada beberapa kasus, seperti masalah invasi
Israel ke Gaza Palestina (2009), Mesir banyak mendapat kecaman karena tidak
kooperatif dengan aktivis pergerakan Islam namun dekat dan bahkan pada titik
tertentu, mendapatkan intervensi dari Barat.
2.6 Konsepsi Pemerintahan dan Kekuasaan Negara
Sikap pemikiran Hasan Al-Banna (ikhwanul Muslimin) terhadap
pemerintahan, berkaitan erat dengan pemahaman akan esensi Islam dan
Aqidahnya.

Islam

sebagimana

yang

dipersepsikan

Ikhwanul

Muslimin-

22

menjadikan pemerintahan sebagai salah satu pilarnya.Ikhwan memandang bahwa


pemerintahan Islam memiliki kaidah-kaidah yang tercermin dalam ulasan AlBanna ketika membicarakan tentang problematika hukum di mesir dan
bagaimana memecahkannya-berupa karakteristik atau pilar-pilar pemerintahan
Islam. Ia berpendapat bahwa pilar-pilar itu ada tiga, yaitu :36
1. Tanggung jawab pemerintah, dalam arti bahwa ia bertanggungjawab
kepada Allah dan rakyatnya. Pemerintahan, tidak lain adalah praktek
kontrak kerja antara rakyat dengan pemerintah, untuk memelihara
kepentingan bersama.
2. Kesatuan umat. Artinya, ia memiliki sistem yang satu, yaitu Islam. Dalam
arti, ia harus melakukan amar maruf nahi munkar dan nasihat.
3. Menghormati aspirasi rakyat. Artinya, di antara hak rakyat adalah
mengawasi para penguasa dengan pengawasan yang seketat-ketatnya,
selain memberi masukan tentang berbagai hal yang dipandang baik untuk
mereka.

Pemerintah

harus

mengajak

mereka

bermusyawarah,

menghormati aspirasi mereka, dan memperhatikan hasil musyawarah


mereka.
Hasan Al-Banna (ikhwanul Muslimin) menggambarkan sifat-sifat pemerintahan
Islam dalam prinsip yang diberi nama Teori Pembatasan Kekuasaan Pemerintah
yang. Pemerintahan islam didasarkan kepada tiga prinsip utama, yaitu:37
1. Menentukan batas-batas kekuasaan pemerintah. Penguasa tidak boleh
melanggarnya, dan jika melakukan pelanggaran itu, kerjanya dianggap
tidak sah. Kekuasaanya dibatasi dengan berbagai komitmen dan kewajiban
yang telah digariskan. Ia harus mengikuti syariat yang tidak membolehkan
penguasa kecuali hal-hal yang dibolehkan untuk setiap indivdu, juga
mengharamkan untuknya sesutau yang diharamkan atas setiap individu.
2. Pertanggungjawaban pemerintah atas segala pelanggaran dan
kesalahannya.
36 Rizq Jabir. Negara dan Politik Menurut Hasan Al-Banna. Jakarta : LV
Esya. 1991. Hal 149
37 Ibid. Hal 152

23

3. Otoritas rakyat untuk menurunkan pejabat. Islam telah menegaskan


kekuasaan rakyat atas pemerintah.
Menurut Hasan Al-Banna (Ikhwanul Muslimin) menggambarkan bahwa sumber
kekuasaan adalah satu, yaitu kehendak rakyat, kerelaan dan pilihan mereka secara
bebas dan suka rela. Artinya, ikhwan meyakini bahwa rakyat adalah sumber
kekuasaan.
Hasan Al-Banna berpendapat bahwa sistem politik atau pemerintahan
diselenggarakan sesuai dan dalam kerangka landasan-landasan tertentu yaitu,
Syura (musyawarah), hurriyah (kebebasan), musawah (persamaan), adl
(keadilan), taah (kepatuhan), dan amar maruf nahi munkar. Hasan Al-Banna
berpendapat bahwa anggota syuro terdiri atas, pertama, para ahli fiqh yang
mujtahid, yang pernyataan-pernyataannya diperhitungkan dalam fatwa dan
pengambilan hukum. Kedua, pakar yang berpengalaman dalam urusan publik.
Ketiga, Semua orang memiliki kepemimpinan terhadap orang lain. Mereka ini
disebut dengan ahlul halli wal aqdi.

2.7 Karya-karya Hasan Al-Banna


Hasan Al-Bana memang bisa dibilang jarang menulliskan idenya pada
sebuah buku. Hasan pernah ditanya alasannya soal itu, namun dia menjawab
dirinya lebih suka mencetak generasi ketimbang mencetak buku. Menurut Hasan
mencetak gereraasi tak akan pernah mati, sementara buku bisa dengan mudah
dimusnahkan. Beberapa buku yang merupakan hasil karyanya adalah, Muzakirat
ad-Daawah wa-Daiyiah (Catatan Dakwah dan pendakwah) yang berisi
kehidupan pribadi dan gerakan Ikhwanul Muslimin. Kedua, Risaail-Al-ImamuSyahid. Buku ini ialah himpunan beberapa makalah yang disusunnya pada waktu
waktu tertentu sepanjang hayatnya. Buku ketiga Syarahan syarahan Imam Hasan
AI Banna yang berisi kuliah-kuliah Hasan Al-Banna. Keempat Maqalat Hasan
Al-Banna yang berisi himpunan nasihat nasihat dan arahan arahan Imam Hasan

24

Al-Banna kepada sahabat-sahabat dan para anggota Ikhwanul Muslimin. Kelima


Al-Mathurat yang berisi himpunan doa-doa dan zikir yang disusun oleh
Hasan Al-Banna sendiri. Terakhir adalah Maghrib yang bersi pembaharuan ikrar
mereka kepada Allah dalam.menjalankan dakwah Islamiah.38
2.8 Peran Ikhwanul Muslimin Di Luar Mesir
Peranan dan perhatian al-Banna dan Ikhwanul Muslimin tidak hanya berhenti
pada Mesir saja. Isu-isu dunia Islam juga menjadi perhatian serius Hasan alBanna, termasuk Indonesia sebagai negeri dengan penduduk Muslim terbesar di
dunia. Data ini juga diperkuat dari data-data dari Ikhwanul Muslimin sendiri
melalui portal resmi sejarah Ikhawanul Muslimin ikhwanwiki.com di antaranya:39
1. Ikhwanul Muslimin membentuk bidang Khusus terkait dengan Hubungan
Dunia Islam, bidang ini menjadi tempat bagi mahasiswa asing di Mesir
baik di Al-Azhar maupun yang lainnya. Disebutkan bahwa Mahasiwa
Indonesia yang tinggal di asrama Buuts tidak diijinkan oleh (Pihak
kedutaan Indonesia yang dikuasai oleh Penjajah Belanda) untuk menerima
kiriman bantuan dari keluarga mereka mahasiswa-mahasiswa tersebut
mengingkari tindakan-tindakan perjuangan nasional untuk yang dilakukan
oleh keluarga mereka di Indonesia. Dalam kondisi ini mahasiswa
Indonesia pun mendapat dukungan materi dan moril dari bidang hubungan
dunia Islam Ikhanul Muslimin.
2. Selain itu, Ikhwanul Muslimin juga banyak melakukan aksi-aksi
demonstrasi mendukung perjuangan dan permaslahan dunia Arab dan
Islam (Palestina melawan Israel, Suriah, Libanon, Libya, Pakistan dan
Indonesia).
38 Ruslan, Abdul Muiz Usman. Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin.
Solo : Era Intermedia. 2000. Hal 78
39 Ikhwanwiki.com Tarikh Al-Ikhwan fi Andunisia:
http://www.ikhwanwiki.com/index.php?title=%D8%AA
%D8%B5%D9%86%D9%8A%D9%81:%D8%A7%D9%84%D8%A5%D8%AE
%D9%88%D8%A7%D9%86_%D9%81%D9%8A_%D8%A5%D9%86%D8%AF
%D9%88%D9%86%D9%8A%D8%B3%D9%8A%D8%A7 teakhir diakses 25 Mei
2015.

25

3. Dukungan Hasan Al-Banna juga dibuktikan dengan surat yang dikirim


oleh Al-Banna ke Liga Arab yang menuntut untuk mendukung perjuangan
rakyat Indonesia dan mengakui kemerdekaannya dan hal tersebut terbukti
dengan keputusan Liga Arab yang mengakui negara Indonesa dan
Pakistan.
4. Selain mendirikan Bidang Hubungan Dunia Islam, perhatian Ikhwanul
Muslimin atas permasalahan Indonesia juga banyak disinggung di dalam
pertemuan-pertemuan

yang

diadakan

oleh

Ikhwanul

Muslimin

sebagaimana dikatakan oleh Syaikh al-Shawwaf bahwa dalam Hadits alTsulatsa (Majelis hari Selasa)Hasan Al-Banna banyak membahas tentang
negeri-negeri Islam, lanjut menurut Syaikh Shawwaf tokoh-tokoh negaranegara Islam juga selalu diundang untuk datang ke Kantor Pusat Ikhwanul
Muslimin.
5. Pada 16 Oktober 1945 sejumlah ulama di Mesir dan Dunia Arab dengan
inisiatif sendiri membentuk Lajnatud Difaian Indonesia (Panitia
Pembela Indonesia). Ikhwanul Muslimin yang berpusat di Mesir dan
dipimpin oleh Hasan Al Banna saat itu menjadi unsur utama gerakan ini.
Sementara peran internasional Ikhwanul Muslimin yang mendukung kemerdekaan
Indonesia dibuktikan dalam konferensi-konferensi serta surat yang dikirim oleh
Ikhwanul Muslimin yang ditujukan kepada Sekjen PBB dan juga surat buat
perwakilan Belanda di Mesir yang memprotes serangan Belanda ke Indonesia. Di
antara isi surat tersebut berbunyi bahwa serangan barbar Belanda atas rakyat
Indonesia adalah bentuk permusuhan terhadap dunia Arab dan Islam pada
khususnya dan permusuhan terhadap kemanusiaan secara umum. Tidak hanya itu,
Ikhwanul Muslimin juga mengirim surat ke PBB yang mengecam serangan brutal
Belanda terhadap rakyat Indonesia dan menyeru agar PBB bertindak cepat untuk
menghentikan serangan yang dilakukan Belanda. Peran dan perhatian Hasan AlBanna terhadap Indonesia dan dunia Islam adalah bagian dari ideologi Islam yang
diyakininya dimana Islam tidak dibatasi oleh sekat-sekat geografis dan negara.
Sampai hari ini pun gerakan ikhwanul Muslimin banyak diterapkan di gerakangerakan mahasiswa, pemuda dan masyarakat diseluruh negara, khususnya yang
berpenduduk mayoritas muslim. Salah satunya di Indoensia dan negara-negara

26

Asia Selatan dan Timur Tengah lainnya. Tak hanya organisasi, ikhwanul muslimin
juga banyak mengilhami pembentukan partai politik di negara-negara Islam
seperti partai keadilan sejahtera (PKS) di Indonesia.
2.9 Terlibat Dalam Politik Aktif Di Mesir
Ikhwanul Muslimin bergerak secara bergerilya pada tahun 1950-an, dan
selama beberapa dekade berada di bawah penindasan para penguasa Mesir,
menyebabkan banyak anggotanya melarikan diri ke luar negeri, sementara yang
lain dipenjara. Tahun 1980-an, Ikhwan menyatakan mengingkari kekerasan dan
berusaha untuk bergabung dengan proses politik arus utama, tetapi dilarang oleh
rezim mantan Presiden Mesir, Hosni Mubarak. Meski demikian, Ikhwanul tumbuh
sepanjang dekade itu, sebagai bagian dari pertumbuhan di dalam Islam. Invasi
pimpinan AS ke Irak tahun 2003 memicu lonjakan dalam keanggotaannya.
Tahun 2005, Ikhwan berhasil memenangkan 20 persen kursi dalam
pemilihan parlemen Mesir. Mubarak lalu menindak Ikhwanul, memenjarakan
ratusan anggotanya.40
Ikhwanul Muslimin tercatat sebagai kelompok oposisi tertua dan terbesar di
Mesir. Ikhwanul mendapat dukungan luas di kalangan kelas menengah Mesir, dan
anggotanya mengontrol banyak organisasi profesional negara itu. Sampai tahun
2011, Ikhwanul Muslimin dianggap ilegal karena undang-undang Mesir melarang
semua partai berdasarkan agama. Namun, pada Desember tahun 2011, partai
politik dari Ikhwanul Muslimin yang dikenal dengan nama Partai Kebebasan dan
Keadilan mendominasi dan memenangkan sekitar setengah kursi yang
diperebutkan di parlemen.
Kelompok itu awalnya tidak mengajukan calon presiden. Namun akhirnya
Muhammad Mursi tampil dan terpilih sebagai presiden dalam pemilihan secara
demokratis pertama di Mesir. Mursi berkuasa pada 30 Juni 2012 tetapi sejak itu
pula popularitasnya terjerembab. Pemerintahannya gagal menjaga ketertiban saat
40 Mursi, Ikhwanul Muslimin dan harapan rakyat Mesir.
http://internasional.kompas.com/read/2013/07/04/1556514/Mursi.Ikhwa
nul.Muslimin.dan.Harapan.Rakyat.Mesir diakses pada 24 Mei 2015

27

ekonomi ambruk dan kejahatan melonjak, termasuk serangkaian serangan seksual


terbuka terhadap perempuan di jalan-jalan Mesir. Kekacauan itu pun mengusir
banyak wisatawan dan investor dari negara itu.
Pengadilan Mesir membubarkan Partai Kemerdekaan dan Keadilan, yang
merupakan sayap politik Ikhwanul Muslimin. Keputusan itu akan secara efektif
mencegah pelarangan gerakan Islam untuk berpartisipasi secara formal di pemilu
legislatif yang akan digelar selanjutnya. Mursi, bahkan menghadapi empat
tuduhan kriminal yang berbeda di pengadilan. Pengadilan pun memerintahkan
bahwa aset Partai Kemerdekaan dan Keadilan akan diambil alih oleh negara.

BAB III
KESIMPULAN
Hassan al-Banna mendirikan Ikhwanul Muslimin, salah satu organisasi
dari abad ke-20 terbesar dan paling berpengaruh dalam sejarah Islam revivalis.
Kepemimpinan Al-Banna adalah penting bagi pertumbuhan ikhwanul muslimin
selama tahun 1930-an dan 1940-an. Gerakan Ikhwan Muslimin membawa
perubahan besar kepada dunia perpolitikan Arab. Ia telah menegakkan semula
kebenaran dan kekuatan Islam dan menakutkan bagi kerajaan Mesir yang sudah
melenceng saat itu dan juga penjajah seperti Inggris. Sampai hari ini, gerakan
Ikhwanul Muslimin tetap ditakuti karena gerakannya yang mengakar sehingga

28

seringkali

lawan-lawan

politiknya

menggunakan

cara

apapun

untuk

membungkamnya.
Hasan Al-Banna merupakan tokoh kharismatis yang begitu dicintai oleh
pengikutnya. Cara memimpin jamaahnya bagai seorang syaikh sufi memimpin
tarekatnya. Banna dalam segi gerakan sangat memperhatikan fungsi setiap
komponen organisasi. Unit terkecil yakni usrah (keluarga) menurutnya memiliki
tiga tiang. Yang pertama adalah saling kenal, yang akan menjamin persatuan.
Kedua, anggota usroh harus saling memahami satu sama lain, dengan saling
menasehati. Dan yang ketiga adalah memperlihatkan solidaritas dengan saling
membantu. Bagi Hasan Al-Banna al-usroh merupakan mikrokosmos masyarakat
Muslim ideal, di mana sikap orang beriman terhadap satu sama lain seperti
saudara, dan sama-sama berupaya meningkatkan segi religius, sosial, dan kultural
kehidupan mereka.
Hasan Al-Banna dengan segala kegigihannya telah berjuang untuk
menegakkan tatanan Islam. Ia merupakan figur yang dengan keikhlasannya telah
memperjuangkan nilai-nilai Islam. Usahanya yang tak kenal lelah dalam
membangun masyarakat muslim yang berawal dari keluarga dapat menjadi contoh
untuk membuat gerakan dakwah melalui tatanan sosial yang paling kecil itu dan
menjadi gerakan politik yang bermuara pada berdirinya negara yang sesuai asas
Islam. Terbukti, sampai hari ini pun gerakan ikhwanul Muslimin banyak
diterapkan di gerakan-gerakan mahasiswa, pemuda dan masyarakat diseluruh
negara, khususnya yang berpenduduk mayoritas muslim. Salah satunya di
Indoensia, Turki, Syiria dan negara-negara Asia Selatan dan Timur Tengah
lainnya. Walaupun impian tentang menyatukan negara Islam belum tercapai,
gerakan Ikhwanul Muslimin tetap mendapatkan banyak dukungan.

29

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Al-Waiy, Taufiq. Pemikiran Politik Kontemporer Al-Ikhwan Al-Muslimin. Era Intermedia
: Jakarta. 2003
Al-Banna. Hasan. Majmuaturrasail Hasan Al-Bana. Daar Ad-Dawah : Kairo. 2009
Al-Banna, Hasan. Memoar Hasan Al-Banna, Untuk Dakwah dan Para Dainya. Era
Intermedia : Solo. 2007
Al-Banna. Hasan. Mudzakarratu Ad-Dawah wa Ad-daiyah. Maktabah Alilm : Kairo.
2003

30

Al-Banna. Hasan. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimi. Era Intermedia : Solo. 2010
Esposito, John L. Islam dan Politik. Bulan Bintang : Jakarta. 1990
Jabir, Rizq. Negara dan Politik Menurut Hasan Al-Banna. Jakarta : LV Esya. 1991
Qardhawi, Yusuf. Tarbiyah Politik Hasan Al-Banna, Referensi Gerakan Dakwah di
Kancah Politik. Tarbawi Press. 2007
Ruslan, Abdul Muiz Usman. Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. Era Intermedia :
Solo. 2000
Syammakh, Amer. Ikhwanul Muslimin, Siapa Kami dan Apa Yang Kami Inginkan?. Era
Intermedia : Jakarta. 2011
Internet :
Mursi,

Ikhwanul

Muslmin

dan

Harapan

Rakyat

Mesir.

http://internasional.kompas.com/read/2013/07/04/1556514/Mursi.Ikhwanul.Muslimin.dan
.Harapan.Rakyat.Mesir. diaskses pada 24 Mei 2015
Tarikh Al-Ikhwan fi Andunisia: http://www.ikhwanwiki.com/index.php?title=
%D8%AA%D8%B5%D9%86%D9%8A
%D9%81:%D8%A7%D9%84%D8%A5%D8%AE%D9%88%D8%A7%D9%86_
%D9%81%D9%8A_%D8%A5%D9%86%D8%AF%D9%88%D9%86%D9%8A
%D8%B3%D9%8A%D8%A7 diakses pada 25 Mei 2015.

31

Anda mungkin juga menyukai