Anda di halaman 1dari 10

()

99. Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku akan pergi menghadap kepada
Tuhanku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.

Saat mengucapkan kalimat tersebut di ayat 99, nabi Ibrahim a.s. yang mendapat
gelar khallullh (kekasih Allah) memiliki masalah berkaitan dengan banyaknya
kendala dan gangguan yang dirasakannya saat berdakwah kepada umatnya.
Bukan hanya saat berdakwah saja kendala dan gangguan itu muncul, demikian
juga saat beribadah sehari-hari. Kelaliman Namrudz dan sebagian rakyatnya
membuat suasana tidak nyaman. Terakhir kali nabi Ibrahim a.s. telah
diselamatkan Allah SWT dari upaya pembakaran hidup-hidup terhadap dirinya.[2]
Oleh sebab itu Ibrahim memutuskan untuk berhijrah ke suatu negeri untuk dapat
berdakwah dan menyembah Allah SWT dengan lebih leluasa. Menurut al-Biqai,
nabi Ibrahim a.s. bahkan diyakini sebagai manusia pertama yang berhijrah di
muka bumi ini.[3] Tentang kemana Nabi Ibrahim pergi dan sebelum pergi ia
berada di mana, tidak ada sedikitpun penjelasan ataupun isyarat yang
disebutkan oleh al-Quran.[4] Karenanya akan lebih baik jika siapapun yang
membaca ayat ini lebih menyelaminya untuk mengambil dan mempraktikkan
nilai-nilai apa yang ada di dalamnya.

Dengan keyakinan penuh bahwa Allah SWT pasti akan memberinya petunjuk,
maka berangkatlah Ibrahim berhijrah menuju Allah SWT. Hal ini menunjukkan
bahwa hidayah itu perlu dicari dan disongsong. Tanpa adanya kemauan keras
untuk mengupayakan petunjuk itu, maka seseorang seperti menanti suatu
ketidakpastian belaka. Seperti banyak orang yang telah mengerti akan wajibnya
shalat, puasa, zakat, dan haji. Namun karena pengetahuan itu tidak
ditindaklanjuti dengan melakukannya dengan sepenuh hati maka jangan
berharap bahwa Allah SWT akan menggerakkannya melakukan semua itu tanpa
kesadaran dirinya.

Hijrah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s., jauh setelah itu juga dilakukan oleh
anak keturunannya, Nabi Muhammad s.a.w. saat memutuskan berhijrah dari
Makkah ke Madinah atas perintah Allah SWT karena di Makkah beliau
mendapatkan banyak sekali kendala yang menghambat pertumbuhan dakwah
Islamiah.
()

100. Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orangorang yang saleh.

Selanjutnya, untuk kepentingan dakwah, diperlukan generasi penerus


yang akan menggantikannya. Adapun Ibrahim yang sudah sekian lama tidak
mendapatkan keturunan, dengan segenap hati dan kerendahan diri memohon
kepada Allah SWT kiranya dikaruniai keturunan yang shalih. Mengapa keturunan
yang shalih? Karena hanya keturunan yang shalih sajalah yang akan dapat
melanjutkan cita-cita orang tua mereka dalam berdakwah menyebarkan ajaran
agama Allah SWT. Karena hanya anak shalih sajalah yang mampu merekam
dengan baik kebaikan dan segala jasa kedua orang tuanya untuk kemudian
mendoakan mereka dan melanjukan hal-hal baik yang pernah mereka lakukan.

Nabi Ibrahim, karena kedekatannya dengan Allah SWT memohon


kepadanya dengan lirih dan tanpa memakai y al-nid yang berfungsi sebagai
penyeru. Dan demikianlah ajaran Islam. Karena faktor kedekatan itulah maka
dalam banyak doa, kalimat yang berfungsi sebagai panggilan yang sering
diterjemahkan dengan Ya atau wahai tidak digunakan karena akan dapat
disalahpahami bahwa Allah SWT tampaknya jauh. Dan memang hal itu tidak
dibutuhkan sehingga tidak perlu juga dalam terjemahan makna ayat itu
ditambahkan kata Ya atau wahai karena justru tidak akan selaras dengan
maksud Allah SWT berfirman dengan uslb[5] yang seperti itu.

()

101. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.

Doa nabi Ibarahim a.s. dikabulkan Allah SWT. Maka dikaruniakanlah


kepadanya seorang anak yang penyantun lagi sabar yang kelak akan menjadi
bahan perdebatan di kalangan umat beragama. Dari kalangan umat Nasrani
meyakini bahwa anak yang dimaksud adalah nabi Ishaq a.s. Sedangkan kalangan
Muslimin meyakini bahwa anak yang dimaksud adalah nabi Ismail a.s. Tentang
perselisihan pendapat ini akan penulis jelaskan kemudian dengan mengutip
beberapa pendapat dari para mufassir yang masyhur.

Nabi Ibrahim a.s. adalah sosok yang oleh Allah SWT juga disebut halm.[6] Putera
yang menjadi kabar gembira baginya juga disebut halm. Makna kata yang terdiri
dari huruf h, lm dan mm bisa berarti tidak tergesa-gesa dan bisa juga berarti
mimpi. Imam al-Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Mujam Mufradat Alfazh alQuran memaknai kata itu dengan ( kekuatan dan
karakter diri dalam menahan kobaran amarah).[7] Jadi makna kata halm di ayat
tersebut berarti seseorang yang memiliki kekuatan dan karakter menahan diri
dari amarah,[8] yang selanjutnya dimaknai sebagai penyantun atau penyabar.[9]

Seseorang, menurut al-Biqai, akan menjadi halim bila berpijak kepada ilmu
yang karuniakan Allah dan diupayakan oleh diri dan oleh walinya. Tanpa ilmu,
seseorang tidak akan mampu mencapai al-hilm. Selanjutnya kedalaman ilmu
seseorang itulah yang akan menjadi sebab adanya al-hilm dalam diri seseorang.
[10] Terkait ayat tersebut di atas, ada pendapat menarik dari Ibn Suud
sebagaima dikutip oleh Muhammad Ali al-Shabuni dalam kitab tafsirnya Shahwah
al-Tafasir. Allah SWT, menurut Ibn Suud, mengumpulkan tiga kegembiraan
sekaligus bagi nabi Ibrahim dengan adanya berita tersebut. Pertama, bahwa
anak yang akan dikaruniakan kepadanya adalah berjenis laki-laki. Kedua, bahwa
anak tersebut akan hidup sehingga remaja. Ketiga, bahwa anak yang akan
dikaruniakan itu akan menjadi seorang yang halm.[11]

Anak yang halm yang dimaksud Allah SWT di ayat itu, menurut keterangan Abu
al-Fida al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya Tafsir al-Quran al-Azhim adalah
Ismail a.s. Ibn Katsir mengedepankan beberapa argumentasi. Pertama, Ismail
adalah anak pertama yang dilahirkan dan menjadi kabar gembira bagi Ibrahim.
Kedua, Ismail juga lebih tua dari Ishaq. Ismail lahir ketika nabi Ibrahim berusia
delapan puluh enam tahun sedangkan Ishaq lahir saat usia nabi Ibrahim
sembilan puluh sembilan tahun.[12] Jumhur ulama juga mengemukakan hal
serupa, bahwa anak yang menjadi kabar gembira tersebut adalah Ismail a.s.
dengan argumentasi sedudah sempurna kisah penyembelihan barulah Allah SWT
memberi kabar gembira kedua dengan seorang anak bernama Ishaq yang akan
menjadi nabi dari orang-orang yang shalih.[13] Kabar gembira kedua itu
tertuang dalam surat al-Shaffat ayat 112. Menurut Ibn Katsir, bahwa nabi Ismail
lebih tua dari nabi Ishaq pun sesungguhnya telah menjadi kesepakatan para Ahli
Kitab yang masih menjunjung tinggi kejujuran. Namun dalam kenyataannya para
ahli kitab dari kalangan Nasrani membelokkan kebenaran yang terdapat dalam
kitab suci mereka, yang menurut Ibn Katsir karena perasaan dengki terhadap
nabi Muhammad s.a.w. yang nota-bene berbapak moyang kepada nabi Ismail.
Karena perasaan dengki itu mereka mengedepankan ketokohan nabi Ishaq yang
adalah bapak moyang mereka dalam peristiwa penyembelihan tersebut, bukan
nabi Ismail. Jika ada sebagian ulama Muslim yang juga berpandangan serupa,
menurut pengarang kitab yang terkenal dengan judul Tafsir Ibn Katsir ini, adalah
tidak mendasarkan diri kepada kitab al-Quran dan sunnah Rasulullah s.a.w.
Mereka justeru lebih senang mendasarkan diri kepada periwayatan yang
bermuara kepada keterangan para rahib-rahib (pendeta) dari kalangan Ahli
Kitab, padahal al-Quran dan al-Sunnah memberikan petunjuk yang benar bahwa
yang di-qurbankan itu adalah nabi Ismail a.s.[14]

Kehadiran seorang anak adalah anugerah yang amat besar yang patut disyukuri.
Oleh sebab itu istilah yang Allah SWT pakai adalah pemberian kabar gembira (fa
bassyyarnhu). Apalagi untuk nabi Ibrahim a.s. yang telah sekian lama
menantikan hadirnya keturunan yang akan meneruskan misi Allah SWT di muka
bumi ini dalam tugasnya sebagai khalifah Allah SWT. Dan lagi, nabi Ibrahim a.s.

telah berdoa siang dan malam dengan segenap hati dan perasaan serta
senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan permohonan
mendapatkan keturunan yang shalih seperti tersebut di ayat 100 di atas.

Menambahkan sedikit penjelasan kalimat fa bassyyarnhu. Kata bassyara (fil


mdhi, kata kerja bentuk lampau) terambil dari al-basyarah yang berarti kulit
luar atau kulit ari. Menurut Abdurrahman al-Tsaalabi, seseorang jika diberi
informasi baik berupa kabar baik ataupun buruk biasanya akan tampak
pengaruhnya di kulit luar wajahnya. Kebanyakan penggunaan kata bisyrah
adalah untuk kabar yang baik. Namun terkadang juga digunakan untuk kabar
buruk, hal mana dapat diklarifikasi dalam al-Quran surat Ali Imran ayat 21.[15]
Demikian penjelasan Abdurrahman al-Tasaalabi dalam kitab tafsir Al-Jawahir alHisan fi Tafsir al-Quran.[16]

()

102. Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersamasama Ibrahim, Ibrahim berkata: Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku sedang menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa
pendapatmu! Ia menjawab: Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orangorang yang sabar.

Allah SWT ingin menegaskan bahwa segala karunia berupa kenikmatan adalah
milik Allah SWT semata. Adapun manusia hanya dititipi sebagian dari karunia itu
supaya mereka mau membesarkan Allah dengan taat dan bersyukur kepadaNya. Jika seseorang telah dipinjami sesuatu oleh orang lain dan orang itu ingin
mengambil kembali barang yang dipinjamkan, sungguh tidak etis jika dia
menahan dan tidak mau mengembalikan barang pinjaman itu. Seharusnya ia
mengucapkan terimakasih atas segala kebaikan atas peminjaman tersebut.
Begitu logikanya.

Demikian juga Ismail yang bagi nabi Ibrahim adalah merupakan titipan Allah
SWT. Selanjutnya Allah SWT berkenan menguji nabi Ibrahim dengan meminta
Ismail untuk dipersembahkan kepada-Nya ketika ia telah dewasa[17] dengan
perintah untuk menyembelihnya, sesuatu yang oleh hawa nafsu manusia
dianggap amat sangat ekstrem. Tentu berbeda jika Allah SWT mengujinya
dengan kematian Ismail secara wajar, dan bukan perintah untuk
menyembelihnya. Apalagi perintah Allah SWT bagi Ibrahim tersebut adalah
melalui mimpi.[18] Adapun mimpi bagi seorang nabi adalah juga bernilai wahyu.
Muhammad Kaab menyatakan bahwa para Rasul Allah SWT itu didatangi wahyu

Allah SWT dalam kondisi terjaga maupun tertidur karena para nabi itu hanya
tertidur matanya dan tidak tertidur hatinya.[19] Meskipun mimpi itu bagi
seorang nabi adalah wahyu namun akan lebih mudah jika perintah itu
disampaikan Allah SWT dalam keadaan terjaga. Apalagi perintah ini terkait
dengan penyembelihan terhadap putera kesayangan yang telah dinanti-nantikan
sekian lamanya.

Nabi Ibrahim a.s., dengan perintah yang demikian itu, ia tetap patuh dan
selanjutnya mengkomunikasikannya dengan Ismail yang hal itu sekaligus
menjadi ujian bagi Ismail juga. Ibrahim yakin siapa adanya puteranya, Ismail.
Namun beliau ingin mengetahui dan mendengar langsung bagaimana jawaban
Ismail yang hal itu akan menjadi satu persaksian yang akan dipersaksikan di
hadapan Allah SWT dan para Malaikat-Nya. Wahai anakku, sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku sedang menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa
pendapatmu! Dan seperti yang nabi Ibrahim duga bahwa akhirnya nabi Ismail
yang selama ini mendapat pendidikan dan pengawasan yang baik darinya
menjawab, Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
Jawaban ini sungguh mencengangkan meskipun telah diprediksi oleh nabi
Ibrahim a.s. Betapa tidak, Ismail tidak menjawabnya dengan kalimat,
Sembelihlah diriku! namun menjawabnya dengan kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu!. Artinya Ismail ingin menyampaikan hal lain di balik
kalimatnya itu bahwa perintah apa pun yang diperintahkan Allah SWT kepada
ayahnya terhadap dirinya hendaknya dilaksanakan sebaik-baiknya, baik berupa
penyembelihan terhadap dirinya atau bahkan yang lebih dari itu kalau ada maka
Ismail akan terima dengan ikhlas dan penuh kesabaran dalam menjalankan
perintah Allah SWT. Karena itulah maka Ismail memungkasi kesediannya dengan
kerendahan hati memohon ridha Allah dan restu ayahnya serta menguatkan
tekad kiranya apa yang dilakukannya benar-benar tulus di hadapan Allah SWT,
insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Terkait
dengan hal itu Al-Shabuni mengemukakan satu pertanyaan, Adakah remaja
yang telah sampai usia baligh dapat menyamai kesantunan dan kesabaran
Ismail yang ketika soal penyembelihan itu dikemukakan oleh bapaknya lalu ia
menjawab, Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar?[20]
()

103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya
atas pelipis(nya),

Bagi orang yang beriman, betapapun berat perintah yang diberikan


kepada mereka, mereka meyakini adanya kebaikan (hikmah) di balik perintah

tersebut bagi yang menjalankannya. Apa yang diperintahkan Allah SWT pasti
berujung pada kebaikan, dunia dan akhirat. Demikian halnya, sesuatu yang
dilarang pasti karena adanya kemadharatan di dalamnya bagi manusia, di dunia
dan akhirat. Demikian halnya nabi Ibrahim dan Ismail yang memahami dengan
baik hikmah tersebut selanjutnya berserah diri kepada Allah SWT dalam
menjalankan perintah-Nya, termasuk perintah untuk menyembelih putera
tercintanya sendiri.

Selanjutnya nabi Ibrahim meletakkan Ismail dalam keadaan berbaring


dengan memiringkan tubuhnya dan meletakkan pelipisnya dengan penuh
keyakinan pada satu tempat yang mantap dan keras agar tidak bergerak
sehingga memudahkan proses penyembelihan. Hal demikian dilakukan karena
melandaskan diri kepada sikap ihsan. Dan selanjutnya, demikianlah tuntunan
memperlakukan binatang sembelihan di dalam Islam. Binatang dihadapkan ke
kiblat. Lalu dibaringkan ke sebelah rusuknya yang kiri sekira tidak
memungkinkannya bergerak dan supaya memudahkan bagi yang
menyembelihnya. Untuk kemudian disembelih dengan menggunakan pisau atau
alat penyembelih yang tajam sehingga mempercepat kematian dan
menghindarkannya dari ketersiksaan setelah sebelumnya menyebut nama Allah
SWT, membaca shalawat atas nabi Muhammad s.a.w., membaca takbir,
membaca doa diterimanya qurban, dan dengan memotong dua urat yang ada di
kiri kanan leher agar lekas mati. Adapun binatang yang panjang lehernya, sunat
disembelih di pangkal lehernya.
()
( )

104. Dan kami panggil dia: Wahai Ibrahim! 105. Sesungguhnya engkau telah
membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik.

Dengan perintahnya tersebut Allah SWT ternyata hanya ingin mengetahui


ketaatan dan kesungguhan nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah-Nya.
Setelah nabi Ibrahim membenarkan mimpi itu[21] dan benar-benar ikhlas
menerima keputusan Allah SWT itu maka Allah SWT berkenan memanggil nabi
Ibrahim dan menjelaskan beberapa hal penting. Di antara hal penting itu adalah
tentang balasan-balasan yang baik bagi mereka yang selalu berbuat baik dan
mengupayakannya semaksimal yang ia bisa meskipun berat dirasa.

Berdasarkan pengertian dari ayat tersebut maka dapat diambil satu pengertian
lain bahwa balasan Allah SWT itu pada prinsipnya diberikan kepada hamba
setelah hamba tersebut diuji Allah SWT dan lulus melewati ujian tersebut.
Dengan ujian tersebut Allah SWT akan mengetahui mana saja hamba-hamba-

Nya yang benar imannya dan hamba-hambanya yang tidak benar (dusta)
keimanannya.[22] Hamba-hamba Allah SWT yang memahami arti ujian dalam
hidup mereka akan selalu berupaya mendapat hasil yang baik dari ujian tersebut
dengan menyelesaikan ujian tersebut sebaik-baiknya. Hanya mereka yang lulus
dari ujian Allah SWT sajalah yang berhak mendapat sebutan al-muhsinn sesuai
dengan firman-Nya di atas, Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik.

()

106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

Menegaskan penjelasan sebelumnya terkait dengan adanya ujian Allah


SWT bagi hamba-Nya, nabi Ibrahim a.s. dan puteranya Ismail, Allah SWT
menegaskannya di ayat 106 ini. Allah SWT sendiri menyebutkan bahwa perintah
yang diberikan-Nya kepada nabi Ibrahim dan Ismail merupakan ujian yang nyata
dan sekaligus sangat luar biasa berat.

Betapa tidak, Nabi Ibrahim a.s. telah berdoa siang dan malam berharap kepada
Allah SWT kiranya dikaruniai keturunan dan menantikan kehadiran sang buah
hati dalam masa yang tidak sebentar yang menurut sebagian sumber yang
dikutip, penantian itu berlangsung selama tiga belas tahun.[23] Dan setelah
karunia itu terwujud dan cukup menjadi sumber kesenangan dan kebanggaan
hati nabi Ibrahim sehingga dia tumbuh dewasa, ternyata diminta kembali oleh
Allah SWT dan itupun harus dengan jalan sembelih oleh tangan nabi Ibrahim
sendiri. Bukan dengan kematian yang wajar dimana Allah SWT mencabut
nyawanya, bukan melalui tangan ayahandanya sendiri. Namun nabi Ibrahim a.s.
dan Ismail sebagaimana disebutkan tadi telah menerima ujian yang berat
tersebut dengan penuh keridhaan menjalankan perintah tersebut sebagai bukti
bahwa kecintaan mereka berdua kepada Allah SWT adalah mengalahkan
kecintaan kepada yang lainnya. Karena mereka telah menerima ujian tersebut
dengan penuh keridhaan maka Allah SWT berkenan untuk menggantikannya
dengan kenikmatan yang tiada tara.
()

107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan nabi Ibrahim dan Ismail a.s. maka Allah
SWT melarang nabi Ibrahim menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban.
Allah SWT menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing) yang gemuk.

Peristiwa Inilah yang selanjutnya menjadi dasar disyariatkannya ibadah


qurbn[24] yang dilakukan pada hari raya haji dan tiga hari sesudahnya (ayym
al-tasyrq). Dan peristiwa itu sekaligus menunjukkan sikap Islam yang menolak
dengan tegas atas dikorbankannya manusia oleh sebagian bangsa ataupun
masyarakat tertentu yang pernah ada dan tetap ada saat itu karena manusia
tidak boleh dikorbankan sebagai persembahan.

Masih berpegangan kepada nash ayat tersebut di atas, bahwa hewan yang
dijadikan qurban yang disembelih sebagai rasa syukur itu pun haruslah binatang
yang sehat dan tidak memiliki cacat fisik dan penyakit. Dan al-Quran cukup
menyebutnya dengan sebutan ( sembelihan yang besar) karena
penjelasannya akan dijelaskan oleh Nabi Muhammad s.a.w. dengan sunnah
qauliyyah (perkataan) maupun sunnah filiyyah (perbuatan)-nya dalam
melaksanakan ibadah qurban tersebut. Hewan yang matanya rusak, sakit,
pincang dan kurus yang tidak bergajih lagi, maka tidak sah dijadikan korban.[25]
Sedangkan untuk usia hewan itu Nabi Muhammad s.a.w. menjelaskan yaitu yang
telah berganti gigi atau disebut musinnah. Atau kalau tidak maka yang baru
berumur 1 tahun lebih atau biasa disebut jazah.[26]
()

108. Dan Kami tinggalkan (abadikan) untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di
kalangan orang-orang yang datang kemudian.

Ibadah qurban itu sendiri, oleh umat nabi Muhammad s.a.w., dilakukan
pada tanggal 10 dzulhijjah dan hari ke sebelas hingga ke tiga belas yang disebut
dengan hari-hari Tasyriq (ayym al-tasyrq).[27] Jadi apa yang dilakukan oleh
nabi Muhammad dan kaum Muslimin pada dasarnya adalah napak tilas terhadap
peristiwa-peristiwa terkait dengan nabi Ibrahim a.s. dan Ismail a.s. seperti
tersebut dalam penjelasan terdahulu itu. Sebuah peristiwa yang melambangkan
keimanan, kecintaan ketundukan, kepatuhan, dan kesabaran yang luar biasa dari
hamba-hamba Allah SWT terhadap Tuhannya. Karenanya ia berhak mendapatkan
pujian Allah SWT berupa salam kesejahteraan.

()

109. (yaitu) Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.

Nama nabi Ibrahim a.s., hingga saat ini, bahkan tetap terpatri di atas
lisan kaum Muslimin di mana pun mereka berada. Dalam sehari, paling tidak lima
kali nama beliau disebut dalam shalawat di shalat fardhu lima waktu. Bahkan

shalawat itu berikutnya diabadikan dalam nama yang indah, shalawt


Ibrhimiyyah. Barangkali, di samping agama-agama yang mengklaim diri
sebagai millah Ibrahim, hanya Islamlah satu-satunya agama yang tetap
mengenang beliau khallullh a.s. dalam shalat dan haji yang dilakukan oleh
kaum Muslimin.
()

110. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat


baik.

Selalu ada balasan (al-jaz) yang baik bagi orang yang melakukan
kebaikan karena mencari keridhaan Allah SWT. Ada banyak balasan melimpah
bagi orang-orang yang tidak hanya sekedar mengharapkan balasan di dunia.
Karena sesungguhnya lebih dari itu ada tujuan akhir yang lebih mulia yang
seharusnya diupayakan untuk didapatkan, yaitu keridhaan Allah SWT. Jika
keridhaan Allah SWT adalah tujuan akhir yang ingin didapatkan oleh hambahamba Allah SWT maka segala sesuatu tidak akan mampu menghalangi niat itu.
Demikian pula tidak ada yang mampu menghalangi orang-orang yang baik (almuhsinn) tersebut mendapatkan balasan yang baik dari Allah SWT karena
mereka benar-benar yakin dan percaya akan adanya Allah SWT berikut janji-janjiNya.
()

111. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

Nabi Ibrahim a.s. adalah sosok yang beriman dan membenarkan setiap
apa yang Allah SWT beritakan kepadanya. Keimanan itu telah melewati ujian
yang cukup berat. Allah SWT telah mengujinya dengan meminta puteranya
tercinta untuk disembelih sebagai persembahan kepada-Nya. Dan atas
persetujuan puteranya, nabi Ibrahim a.s. telah mengikhlaskan diri untuk
melakukan apa yang Allah SWT tetapkan bagi diri dan puteranya. Karena itulah
Allah SWT memujinya sebagai hamba-Nya yang benar-benar beriman kepadaNya dan akan terus berada di kelompok hamba-hamba-Nya yang beriman
dengan benar.

Terkait pemakaian kata ibd seperti tersebut di atas telah pernah penulis
jelaskan ketika menjelaskan ayat 186 surat al-Baqarah. Bukan tanpa alasan jika
Allah SWT memilih untuk memakai kata ibd yang merupakan bentuk jamak
dari kata abdun yang berarti hamba. Dalam bahasa Arab, kata abdun memiliki

dua jamak taksr[28]: ibd dan abd. Menurut bahasa Arab, kata ibd
digunakan untuk menunjukkan hamba-hamba yang selalu berusaha menetapi
ketaatan dan kebaikan. Sedangkan kata abd, biasa digunakan untuk
menunjukkan hamba-hamba yang tidak memiliki keinginan untuk taat kepada
Allah SWT dengan motif pembangkangan.

Untuk umat nabi Muhammad s.a.w., Allah SWT tidak meminta mereka
untuk menyembelih putera-puteri mereka untuk dipersembahkan kepada-Nya
seperti halnya nabi Ibrahim as. Allah SWT hanya meminta mereka yang mampu
menyembelih seekor kambing setahun sekali sebagai bukti dan ungkapan
kecintaan mereka kepada Allah SWT dan kepedulian terhadap sesama. Atau
apakah kambing yang seekor itu barangkali dianggap lebih berharga
dibandingkan banyaknya kenikmatan yang mereka milki selama ini yang notabene asalnya adalah dari Allah SWT juga?

Anda mungkin juga menyukai