Anda di halaman 1dari 10

Pendahuluan

Modernisasi atau pembaharuan dalam dunia barat mengandung arti pikiran, aliran,
gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan
sebagainya. Biasa usaha modernisasi ini dilakukan sebagai bentuk penyesuaian suasana baru
yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Jika di barat, penyesuaian tersebut merasuk ke dalam agama-agama Katolik atau
Protestan yang kemudian dikenal dengan sekularisasi masyarakat di barat, hal yang serupa
juga terjadi dalam dunia dan masyarakat Islam. Pada abad ke-18 dan 19 ide-ide baru seperti
rasionalisme, nasionalisme, demokrasi masuk kedalam dunia Islam. Hal ini tentu membawa
persoalan tersendiri. Pemimpin Islam pun mencoba pikiran dan gerakan yang mencoba
menyesuaikan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern itu.
Secara garis besar sejarah Islam dibagi menjadi tiga periode besar yakni klasik,
pertengahan dan modern. Periode klasik (650-1250 M) merupakan zaman kemajuan dan
dibagi dalam dua fase. Fase pertama adalah fase ekspansi, intergrasi dan puncak kemajuan
(650-1000 M). Di zaman inilah daerah Islam meluas melalui Afrika Utra sampai Spanyol di
barat dan melalui Persia sampai India di Timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan
khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damsyik dan berakhir
di Baghdad. Pada masa itu pula berkembang dan memuncak ilmu pengetahuan baik dalam
bidang agama maupun non agama serta kebudayaan Islam.1
Pada zaman inilah banyak menghasilkan ulama-ulama besar seperti Imam Malik,
Imam Abu Hanifah, Imam Syafii dan Imam Ibnu Hambal dalam bidang hukum, Imam AlAsyari, Imam Al-Matruidi, pemuka-pemuka Mutazilah seperti Wasil bin Ata, Abu AlHuzail, An-Nazzam dan AL-Jubbai dalam bidang teologi, Al-Hallaj, Abu Yazid Al-Bustami
dalam bidang tasawwuf, Al-Kindi, Alfarabi dalam bidang filsafat dan Ibnu Sina, Ibnu
Hayyan, Ar-Razi dalam bidang ilmu pengetahuan.
Sementara fase kedua, adalah fase disintegrasi (1000-1250 M). Di masa inilah
keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah, kekuasaan Khalifah menurun dan
akhirnya Baghdad dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu di tahun 1258 M. Khilafah sebagai
lambing kesatuan politik umat Islam pun berangsur hilang.2
Periode pertengahan (1250-1800) juga dibagi kedalam dua fase. Fase pertama yakni
fase kemunduran (1250-1500 M). Di zaman ini desentralisasi dan disintegrasi bertambah
meningkat. Perbedaaan antara Sunni-Syiah, Arab-Persia makin meningkat. Dunia Islam pun
terbagi mejadi dua, bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Irak, Suriah, Palestina, Mesir dan
Afrika Utara dengan Mesir sebagai pusat, bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia Kecil,
Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai pusat. Zaman ini pengaruh ilmu pengetahuan

1
2

Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam. PT Bulan Bintang : Jakarta, 1975, hal.5
Ibid, hal 5

kurang sekali bahkan umat Islam di Spanyol banyak dipaksa masuk Kristen atau diusir
keluar.3
Fase kedua, yakni fase tiga kerajaan besar (1500-1800 M) yang dimulai dengan
zaman kemajuan (1500-1700 M) dan zaman kemunduran (1700-1800 M). Tiga kerajaan
besar yang dimaksud adalah Kerajaan Usmani (Ottoman Empire) di Turki, Kerajaan Safawi
di Persia dan Kerjaan Mughal di India. Pada masa kemajuan, ketiga kerajaan besar ini
mempunyai kejayaan masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjid dan
gedung-gedung indah yang didirikan di zaman ini masih dapat dilihat di Istanbul, Tibriz,
Isfahan serta kota-kota lainnya di Delhi, India dan Iran.
Sementara periode yang serig dibilang banyak kalangan sebagai periode modern pada
tahun 1800 M dan seterusnya. Zaman ini disebut-sebut sebagai zaman kebangkitan kembali
umat Islam. Jatuhnya Islam ke tangan barat menyadarkan umat Islam bahwa di barat telah
timbul peradaban baru yang lebih maju dan merupakan ancaman bagi umat Islam.
Pembahasan
Kerajaan Usmani
Bedasarakan kajian literatur yang dilakukan penulis pemikiran pembaharuan atau
modernisasi sebetulnya telah terjadi sejak zaman kerajaan Usmani. Pasalnya diabad ke-17
kerajaan Usmani mulai mengalami kekalahan-kekalahan dalam peperangan dengan negaranegara Eropa. Tentara besar yang dikirim untuk menguasai Wina berhasil dipukul kalah di
tahun 1683. Perjanjian Carlowitz yang ditantangani tahun 1699 membuat kerajaan Usmani
terpaksan menyerahkan Hongaria kepada Austria, daerah Polandia kepada Polandia dan Azov
kepada Rusia.
Padahal sejak penaklukan Konstantinopel pada 1453 yang dipimpin oleh Raja
Muhammad II (Sultan Muhammad Al-Fatih) yang kemudian dia diberi gelar sang penakluk
(1451-1481 M) kerajaan Usmani mengangkangi Asia dan Eropa.4
Kekalah-kelahan yang banyak menimpa kerajaan Usmani membuat raja-raja dan
pemuka kerajaan Usmani menyelediki sebab-sebab kekalahan dan rahasia keunggulan lawan
dalam hal ini barat. Kerajaan Usmani pun mulai melirik keamjaun Eropa, terutama kemajuan
di Perancis, sebagai negara yang disebut paling maju saat itu. Eropa pun mempunyai arti
penting bagi pemuka-pemuka Usmani, Orang-orang barat yang dikategorikan kafir dan
rendah pun sudah mulai dihargai.
Bahkan kerajaaan Usmani mulai mengirim duta-duta ke Eropa untuk mempelajari
suasana kemajuan dari jarak dekat di Eropa. Salah satu yang dikirim adalah Celebi Mehmed
(1720).5 Mehmed pergi ke Paris sebagai duta indtruksi mengunjungi pabrik-pabrik, bentengbenteng pertahanan dan institusi Perancis lainnya dan memberikan laporan.
3

Ibid, hal 5
Philip K. Hitti History of Arab. PT Serambi Ilmu Semesta : Jakarta, 2010. Hal 906
5
Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam. PT Bulan Bintang : Jakarta, 1975, hal.6
4

Dalam bukunya Sefaretname, duta ini antara lain bertugas untuk memberikan laporan
tentang kemajuan teknik, organisasi, angkatan perang modern, rumah-rumah sakit,
observatorium, peraturan karantina, kebun binatang, adat istiadat dan sebagainya. Setahun
setelahnya (1721) anaknya, Said Mehmed dikirim lagi ke Paris dan laporan-laporannya di
tindaklanjuti oleh Sultan Ahmad III (1703-1730) untuk memulai pembaharuan di Kerajaan
Usmani.
Tak hanya berkunjung, kerajaan Usmani pun dikunjungi oleh ahli-ahli dari Eropa. Di
tahun 1717 misalnya,seorang perwira Perancis bernama De Rochefort datang ke Istanbul
dengan usul pembentukan suatu korps artileri dan tawaran untuk memberikan pelajaran dan
meatih tentara Usmani dalam ilmu kemiliteran modern. Di tahun 1729, datang lagi utusan
dari Perancis Comte de Bonneval yang kemudian masuk Islam dan mengganti na,a dengan
Humbraci Pasya. Kepadanya diserahkan tugas melatih tentara dengan menggunakan alat
modern. Humbraci Pasya dibantu oleh utusan Irlandia dan Skotlandi yang kemudian kerajaan
Usmani memiliki pasukan militer modern dan bermuara dibentuknya sekolah teknik militer
pada tahun 1734 M.6
Tak hanya melakukan modernisasi dibidang militer, pada bidang non militer pun
kerjaaan Usmani mengalami pembaharuan. Adalah Ibarahim Mutafakkira (1670-1754), asli
dari Hongari yang ditangkap saat perang dan masuk Islam membuka usaha percetakan
pertama di Istanbul. Pada tahun 1727 fatwa yang dikeluarkan oleh ulama percetakan hanya
boleh mencetak buku-buku kedokteran, astronomi, ilmu alam dan sejarah. Sedangkan untuk
Al-Quran, hadits dan Fiqh masih dibatasi.7 Tak hanya mencetak, Ibrahim Mutafarrika juga
pandai mengarang buku soal ilmu alam dan ilmu politik dan militer dari Eropa dan Rusia
yang saat itu juga melakukan pembaharuan yang dijalanakn oleh Peter Yang Agung (16821725 M).
Usaha Ibrahim Mutafarrika untuk memperkenalkan ilmu pengetahuan modern dan
kemajuan barat kepada pembaca di kerajaan Usmani pun membentuk lembaga-lembaga
penerjemahan. Tapi sayang usaha-usaha pembaharuan tersebut tidak terlalu membawa
perubahan yang siginikan karena faktor internal kerajaan Usmani sendiri.
Sesudah Sultan Sulaiman yang dikenal oleh rakyatnya dengan sebutan Al-Qanuni
(pembuat undang-undang)8 kerajaan Usmani senantiasa mempunyai raja atau sultan yang
lemah. Wewenang Sultan jauh merosot dan berdampak pada keuangan negara yang lemah
sehingga belanja yang diperlukan untuk pembaharuan tak cukup. Padahal pada zaman Sultan
Sulaiman berhasil menyulap Tukri menjadi negeri yang indah akan arsitketur. Salah satu
karya agungnya adalah masjid Sulaimaniyah.
Usaha-usaha modernisasi itu sendiri mendapat tantangan keras dari dua golongan
yang berpengaruh dalam masyrakat. Dari satu pihak tantangan dilancarkan oleh tentara tetap
yang dikenal dengan nama Yeniseri (sebutan untuk pasukan militer Usmani). Dalam
6

Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam. PT Bulan Bintang : Jakarta, 1975, hal.8
Ibid, hal 9
8
Philip K. Hitti. History of Arab. PT Serambi Ilmu Semesta : Jakarta, 2010. Hal 910
7

sejarahnya Yeniseri dibentuk pada abad ke-14 M dari anak-anak non-muslim di daerah-daeah
yang tunduk dibawah kerajaan Usmani. Mereka dibawa ke Istanbul dan disana diberi didikan
Islam serta didikan Islam dan disipilin militer. Tapi sayang, Kerajaan Usmani yang akhirnya
menfokuskan orientasinya pada kekuatan militer tersebut membuat blunder terhadap
kerajaannnya. Mulai abad 17 M Yeniseri menguasai susasana politik di kerajaan Usmani.
Sultan-sultan yang tidak disukai mereka jatuhkan dan mereka bunuh. Salah satu korbannya
adalah Sultan Salim III (1789-1807 M). Saat itu Sultan Salim III ingin melakukan
modernisasi termasuk pada militer, tapi mendapat pertentangan dari Yeniseri dan kemudian
dibunuh.9
Tantangan lain selain dari militer datang dari kalangan ulama. Ide-ide baru yang
didatangkan dari Eropa banyak ditentang oleh ulama karena dinilai bertentangan dengan
paham tradisional umat Islam. Salah satunya adalah ide demokrasi yang meghendaki adanya
pemilihan langsung raja atau parlemen oleh rakyat. Menurut para ulama zaman itu, ide
tersebut tidak sesuai dengan tradisi pemerintahan kerajaan Islam. Menurut tradisi Islam versi
ulama, raja atau Sultan punya kekuasaan aboslut dengan garis keturunan, sedangkan ulama
diangkat oleh Sultan sebagai pembantu. 10
Ditambah lagi banyak masyarkat Eropa terutama dari Eropa Timur yang mengkritisi
dan menentang Islam. Manuver ini pun dicurigai oleh para ulama dan akhirnya mulai
membatasi modernisasi dari barat. Pembaharuan atau modernisasi yang berasal dari barat
dicurigai untuk merusak Islam. Bahkan tak sedikit ulama yang menganggap pendidikan barat
akan menimbulkan intelegensia baru yang akan menyaingi ulama Islam. Dalam tradisi Islam
hanya ulama yang merupakan golongan intelegensia yang berpengaruh.11
Tak hanya antipasti yang dibangun ulama terhadap baratm ulama pun menolak soal
percetakaan yang dibawa masyarakat barat di kerajaan Usmani. Ulama menganggap jika
penulis manuskrip kehilangan sumber rezekinya lantaran adanya percetakan. Ulama dan
kaum Yeniseri pun menjalin kerjasama untuk melawan modernisasi dari barat.12
Modernisasi kedua pun dimulai pada periode setelahnya (1808-1830 M) setelah
Sultan Mahmud II berhasil menumpaskan pasukan Yeniseri pada tahun 1826. Dibawah
Sultan Mahmud II ini kemudian banyak membawa perubahan besar pada Turki yang
memasuki politik komtemporer.
Kerajaan Mughal
Pada abad ke 17 M Kerajaan Islam Mughal India dilanda konflik internal dan
eksternal yang berakibat terus mengalami kemunduran hingga abad ke 18. Internal adalah
soal perebuatan kekuasaan oleh saudara-saudara raja. Sementara dari eksternal Inggris dan

Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam. PT Bulan Bintang : Jakarta, 1975, hal.9
Ibid, hal 10
11
Ibid hal 10
12
Ibid hal 11
10

Persia berhasil memperoleh banyak wilayah India. Delhi, Pesyawar dan Lahore berhasil
direbut Persia pada tahun 1739.13
Suasana tersebut meyadarkan banyak pemimpin-pemimpin Islam di India akan
kelemahan umat Islam. Usaha pembaharuan pun mulai dilakukan, salah satunya oleh Syah
Waliyullah (1703-1762 M). Berlatar belakang keturunan pemilik dan guru madrasah, Syah
pun pergi berhaji dan belajar dengan ulama Makkah Madinah selama satu tahun. Salah satu
bukunya yang terkenal adalah Hujjatul Balighah. Menurut pemikirannya perubahan sistem
kekhilafahan menjadi kerjaaan merupakan faktor kemunduran umat Islam. Sistem khalifah
menurutnya adalah sistem demokratis sedangkan kerajaan adalah otokratis.14
Dalam sejarah, raja-raja Islam pada umumnya mempunyai kekuasaan absolut.
Besarnya pajak yang harus dibayar oleh para petani, buruh, pedagang mereka tentukan
sendiri. Pajak tinggi yang harus dibayar rakyat menurut Syah membawa pada kelemahan
umat Islam. Pasalnya hasil dari pajak tinggi itu bukan dipergunakan untuk kepentingan umat
melainkan untuk hidup mewah para raja dan bangsawan. Syah pun menyatakan pendapatnya
untuk merubah sistem otoriter kerajaan dan kembali lagi pada sistem khilafah yang
demoratis.
Perpecahan umat Islam lainnya menurut Syah karena adanya aliran-aliran mazhab
dalam Islam. Pertentangan yang semakin tinggi antara Sunni-Syiah, Muktazilah-Asyariah
serta Maturidiah, sufi-syariah membuat umat Islam saling bermusuhan bahkan pengusiran
yang dilakukan kaum Sunni terhadap Syiah. Syah pun mencoba untuk melakukan dialog dan
memediasi antar faksi-faksi aliran Islam tersebut. Tak hanya itu, Syah pun menyatakan jika
perpecahaan umat Islam terjadi karena bersikeras pada taklid atau mengikut pada penafsiran
ulama di masa lalu. Menurut Syah kehidupan masyarakat bersifat dinamis, maka perlu ijtihad
para ulama sebagaimana yang diajarkan Ibnu Taymiyah.
Syah pun mendobrak pelarangan penerjemahan Quran pada zamannya. Menurutnya
banyak masyarakat India yang tak paham dengan isi Al-Quran yang berakibat tidak member
peruabahan apapun pada kehidupan duniawai masyarakat Islam di India. Lambat laun,
ditengah kerasnya pertentangan, usaha Syah menerjemahakan membuahkan hasil. Bermula
dari menerjemahkan Al-Quran ke bahasa Persia yang dikenal banyak oleh mayarakat Islam
terdidik di India, Syah pun berhasil membuat terjemahan berbahasa Urdu yang kemudian
digunakan sampai sekarang.
Kerajaan Safawi
Berbeda dengan dua kerajaan besar lainnya yakni Usmani dan Mughal, kerajaan
Safawi menyatakan Syiah sebagai Mazhabnya. Makanya Safawi disebut-disebut peletak
pertama terbentuknya negara Iran dewasa ini.15 Kerajaan Safawi berasal dari sebuah tarekat
di Ardabil, sebuah kota di Azerbeijan. Tarekat ini diberi nama tarekat safawiyah yang
13

Badri Yatim. Sejarah Perdaban Islam. Rajawali Pers : Jakarta, 2010. Hal 159
Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam. PT Bulan Bintang : Jakarta, 1975, hal.14
15
Badri Yatim. Sejarah Perdaban Islam. Rajawali Pers : Jakarta, 2010. Hal 138
14

diambil dari nama pendirinya Safi Al-Din (1252-1334 M). Nama Safawi terus dipertahankan
sampai tarekat ini digunakan sebagai alat dan gerakan politik. Safi merupakan keturunan dari
imam Syiah keenam, Musa Al-Kazhim.
Awalnya tarekat Safawiah hanya memerangi gerakan-gerakan ahlu bidah tapi
kemudian menjadi gerakan keagamaan yang tersebar di Persia, Syiria dan Anatolia. Di
negeri-negeri di luar Persia, Safi Al-Din menempatkan seorang wakil yang tujuannya untuk
memimpin murid-muridnya yang kemudian diberi nama khalifah.16
Suatu ajaran agama yang dipegang fanatic biasanya kerap kali menimbulkan
keinginan di kalangan penganut ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karenanya lama kelamaan
murid-murid tarekat Safawiah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dan menentang
siapapun yang berseberangan dengan Syiah.17
Kecenderungan memasuki dunia politik mendapat wujud konkritnya pada
kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti Safawi mempeluas gerakannya dengan
menambahkan gerakan politik pada kegiatan keagamaan yang sering menimbulkan konflik
salah satnya dengan penguasa bangsa Turki Kara Koyunlu. Dari sini, konflik perebutan
kekuasaan dimulai sampai akhirnya berada di tangan Ismail yang kemudian
memproklamirkan dirinya sebagai raja pertama dinasti Safawi. Dia disebut juga sebagai
Ismail I.
Ismail I berkuasa lebih kurang 23 tahun (1501-1524 M) dan berhasil menguasai
seluruh wilayah Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur. Karena ambsiusnya Ismail pun
akhirnya mencoba menguasai Turki Usmani tetapi gagal dan malah beberapa wilayah dinasti
Safawi sempat dikuasai oleh Kerajaan Usmani. Tetapi Kerajaan Safawi kembali bangkit
dibawah raja Abbas I (1588-1628 M). Abbas berhasil mengembalikan daerah kekuasaannya
yang hilang. Kepiawaian Abbas dalam memimpin tak hanya dibidang politik tapi juga
berhasil membangun peradaban baik bidang ekonomi, seni dan ilmu pengetahuan. Walau
setelah Abbas wafat dan Safawi terus alami kemunduran peradaban Safawi utamanya
dibidang arsitektur dan kerajinan tangan seperti permadani Persia turut serta berperan besar
dalam peradaban Islam zaman itu.18
Arabia
Di Arabia, mucul aliran Wahabiah yang dicetuskan oleh Muhammad Abdul Wahhab
(1703-1787 M). Munculnya aliran ini sebetulnya bukanlah reaksi terhadap situasi politik di
kerajaan Usmani dan Mughal India. Aliran ini awalnya muncul menanggapi paham tauhid
yang mulai rusak semenejak abad ke-13 M. Diantara paham tauhid yang dianggap jauh
melenceng adalah permintaan tolong terhadap wali, syeikh dan kekuatan gaib. Selain itu
menyebut nama nabi, syeikh atau malaikat sebagai peranatara doa, memperoleh pengetahuan
selain dari Quran, Hadits dan Qiyas, menafsirkan Quran berdasarkan Takwil merupakan

16

Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III, Bulan Bintang : Jakarta, 1981. Hal 60
Badri Yatim. Sejarah Perdaban Islam. Rajawali Pers : Jakarta, 2010. Hal 139
18
Ibid hal 145
17

kufur dan sesat. Islam yang murni menurut aliran ini adalah Islam yang dipraktekkan oleh
Nabi Muhammad SAW serta para tabiin sampai abad ke 3 Hijiriah.
Tapi semakin jauh, Muhammad Abdul Wahab bukanlah hanya seorang teoris, tetapi
juga pemimpin yang aktif berusaha mewujudkan pemikirannya. Dia pun mendapat sokongan
dari Muhammad bin Suud dan putranya Abdul Aziz di Nejd (kemudian dikenal Arab Saudi).
Paham wahabiyah mulai tersebar dan golongannya bertambah banyak hingga tahun 1773
mereka berhasil meduduki Riyadh. Walau di tahun 1787 Muhammad Abdul Wahab wafat
tetapi ajaran-ajarannya tetap hidup.
Bahkan setelah itu, segala hal yang berpotensi mendekati syirik dan sesat dihancurkan
oleh golongan Wahabiah ini. Seperti menyerang kota Karbala yang merupakan kuuran cucu
Nabi Muhammad SAW, Hussein. Selang beberapa lama mereka serang juga Madinah dan
menghancurkan kubah dan hiasan di atas kuburan nabi. Dari Madinah mereka menuju
Mekkah dan mengganti kain sutra Kabah. Gerakan ini membuat cemas kerajaan Usmani di
Istanbul. Sultan Mahmud II pun memerintahkan Khedewi Muhammad di Mesir untuk
mematahkan gerakan Wahabiah ini dan berhasil merebut Mekkah dan Madianah. Tapi
kemudian berhasil lagi diambil alih oleh kekuasaan Wabiah dibawah Abdul Aziz dan meluas
tak hanya Mekkah dan Madinah tetapi Jeddah. Mulai saat itu aliran Wahabiah mempunyai
kedudukan kuat di dua tanah suci itu sampai sekarang.
Tiga Aliran Pembaharuan Usmani
Gerakan pembaharuan di Kerajaan Usmani dalam perjalanan sejarahnya melahirkan
tiga aliran perubahan, pertama golongan Islam yang mengambil bentuk-bentuk pembaharuan
dari barat, kedua golongan barat yang ingin mengambil barat sebagai model pembaharuan
dan ketiga golongan nasionalis yang tidak menjadikan barat dan Islam sebagai dasar
melainkan nasionalisme turki.19
Aliran barat
Sebagaimana dijelaskan diawal, masuknya aliran barat setelah Kerajaan Usmani
terpukul mundur dari Wina. Pembaharuan dimulai dengan saling mengirimkan duta dan
cendekiawan. Tokoh terkemuka untuk aliran barat ini adalah Tewfik Fikret (1867-1951 M)
dan Abdullah Jewdat (1869-1932 M).20
Abdullah Jewdat memandang perluanya perubahan sosial di tatanan masyarakat
Turki Usmani. Ia melihat kelemahan Kerajaan Usmani karena kepatuhan kepada para ulama
yang semua ajarannya dianggap Islam. Akibatnya masyarakat dibuat buta dan terbelenggu
oleh tradisi syariat dalam berbagai kehidupan. Menurut mereka ilmu peradaban barat yang
paling mujarab mengobatinya.21

19

Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam. PT Bulan Bintang : Jakarta, 1975, hal.119
Ibid, hal 120
21
Niyazi Berkes, The Develeopment of Securalism in Turkey, McGill University Press : Montreal 1964 hal 337
20

Begitupun dengan ekonomi, Turki menurut mereka harus megambil sistem


kapitalisme dan individualism ala barat. Kalau diamati, pandangan aliran barat ini sangat
membenci ulama yang bersikeras pada paham ke-Islaman. Salah seorang tokoh aliran barat
ini, Kilczadi Hakki mengatakan musuh terbesar Islam bukan Eropa tetapi di biro Syaikh AlIslam, yang berisi para ulama. Menurut mereka ajaran agama seharusnya melakukan
penekanan pada duniawi bukan akhirat.
Aliran barat ini juga berpanandangan jika rendahnya status wanita merupakan salah
satu faktor kelemahan kerajaan Usmani. Tak tanggung-tanggung, aliran ini menegaskan agar
kerudung dan poligami harus dihilangkan dan status wanita harus ssejajar dengan pria dalam
segala aspek kehidupan.
Aliran islam
Syariat islam menurut aliran ini bukan menjadi penghalang bagi kemajuan Kerajaan
Usmani. Faktor kelemahannya justru karena syiariat Islam tidak dijalankan sepenuhnya.
Menurut konstitusi 1876 kerajaan Usmani, agama kerajaan adalah agama Islam tapi kerajaan
usmani tidak sepenuhnya menerapakan syaiat Islam. Makanya meneurut aliran ini hukum
Tuhan-lah yang harus menjadi undang-undang dasar. Sedangkan yang berhak
berikan
penafsiran adalah ulama bukan parlemen. Aliaran ini masih sepakat jika negara diatur oleh
ulama. 22
Konsep din-u-delvet yang berarti menyatukan agama dan negara keharusan sedangkan
pemisahan tidak mungkin terjadi. Makanya soal wanita pun menurut aliran ini kebebasan
yang diberikan oleh barat bukan meningkatkan status wanita, justru malah sebaliknya.
Larangan hijab justru wanita akan mengalami dekadensi moral dan mengumbar nafsu.
Wanita pun menurut aliran ini punya sifat emosional. Jika saja wanita diberikan hak untuk
menggugat ke mahkamah dalam hal menuntut cerai maka semua wanita akan pergi ke
mahkamah. Makanya salah satu tokoh aliran Islam Said Halim mengatakan peradaban
berulang kali jatuh karena diserahkan ke wanita.
Terakit ekonomi, aliran ini menolak kapitalisme, sosialisme dan kominusme. Menurut
mereka ekonomi tetap memeperhatikan kaidah dasar ekonomi yang sesuai Islam. Sedangkan
madrasah tradisional harus dipertahankan. Disatu sisi harus diperkuat ke-Islamannya, disisi
lain juga memasukkan pendidikan barat. Aliran ini kemudian dikenal dengan kelompok SiratAl-Mustakim dengan tokoh utama Mekmed Akif.23
Aliran nasionalis
Pada mulanya masyrakat Kerajaan Usamani dikelompokkan berdasarkan agamanya
masing-masing yang kemudian dikenal millet. Ada millet Islam, Yahudi, Kristen dan
sebagainya. Ketika faham nasioanlisme barat berkembang sistem millet terancam. Millet
kristen di eropa timur misalnya, memprotes diskrimanasi terhadap mereka karena faktor

22
23

Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam. PT Bulan Bintang : Jakarta, 1975, hal.123
Ibid hal 124

millet itu. Dengan dukungan negera eropa mereka menuntut hak otonomi penuh dari
kekuasaan Turki.24
Zia Gokalp, pemikir nasionalis Turki menegaskan nasionalisme disadarkan bukan atas
bangsa sebagaiamana yang diakui oleh pan-Turkisme, tetapi atas dasar kesamaan budaya.
Kebudayaan yang membedakan satu bangsa dengan bangsa lain, tetapi Zia tidak
menyebutkna batasan yang jelas. Tokoh aliran nasionalis Turki lainnya, Halide Edib yang
menegaskan jika nasioanlisme Turki terbatas pada kerajaan usmani dan batasan geografinya
adalah republik Turki sekarang ini.25
Faktor kemunduran kerajaan Usmani menurut aliran ini karena umat Islam enggan
mengakui adanya peruabahan sesauai perkembangan zaman. Aliran ini menolak ajaran barat
secara radikal tapi tak mau menerima ajaran tradisional Islam yang menghambat kemajuan.
Makanya menurut mereka harus ada pemisahan ibadah dan mualamalah. Ibadah diurus oleh
ulama dan muamalah menjadi urusan negara. Mualamalah merupakan adat kebiasaan yang
dikukuhkan oleh wahyu, adat bisa berubah sesuai zaman. Makanya syariat yang berkaitan
dengan muamalah harus diubah pula. Dengan kata lain syariat harus bersifat dinamis.26
Kekuasaan legislatif menurut aliran ini harus dialihkan kepada parlemen, begitu pula
dengan mahkamah syariah dialihkan ke kementerian kehakiman. Pun demikian dengan
madrasah yang dikuasi ulama (Syaikh Al-Islam) berpindah ke kementerian pendidikan. Ini
yang mereka maksud pemisahan agama dan negara. Aliran nasionalis ini tidak bisa dibilang
sekuler seperti aliran barat karena negara masih mengurusi madrasah
Terakit masalah wannita, menurut aliran ini harus dilibatkan dalam semua kegiatan
terutama dalam kegiatan sosial politik. Poligami menrut aliran ini harus dihapuskan dan
mendapat hak yang sama soal hal cerai dan hak waris.27

24

Ibid, hal 125


Ibid, hal 126
26
Ibid, hal 127
27
Ibid, hal 127
25

Daftar Pustaka
Berkes, Niyazi. The Develeopment of Securalism in Turkey, McGill University Press :
Montreal 1964
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III, Bulan Bintang : Jakarta, 1981
Hiiti, Philip K. History of Arab. PT Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2010
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam. PT Bulan Bintang : Jakarta, 1975
Yatim, Badri. Sejarah Perdaban Islam. Rajawali Pers : Jakarta, 2010.

Anda mungkin juga menyukai