Anda di halaman 1dari 3

Apa itu Pemanasan Global ( Global Warming )?

Mungkin anda pernah membayangkan berada di dalam mobil yang tertutup rapat pada siang hari. Sinar matahari
dengan leluasa dapat memasuki ruangan mobil melalui kaca mobil, sehingga menyebabkan udara di dalam
mobil menjadi lebih panas. Udara di dalam mobil menghangat, karena panas sinar matahari yang masuk tidak
dapat leluasa keluar. Sehingga panas tersebut terperangkap di dalam mobil.

Demikian halnya dengan pemanasan global. Matahari memancarkan radiasinya ke bumi menembus lapisan
atmosfer bumi. Radiasi tersebut akan dipantulkan kembali ke angkasa, namun sebagian gelombang tersebut
diserap oleh gas rumah kaca, yaitu CO2, CH4, N2O, HFCs dan SF4 yang berada di atmosfer. Sebagai akibatnya
gelombang tersebut terperangkap di dalam atmosfer bumi. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang, sehingga
menyebabkan suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat. Peristiwa inilah yang sering disebut dengan
pemanasan global.
Apakah Penyebab Pemanasan Global?
Pemanasan global merupakan fenomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia di seluruh dunia,
pertambahan populasi penduduk, serta pertumbuhan teknologi dan industri. Oleh karena itu peristiwa ini
berdampak global. Beberapa aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global terdiri dari:
Konsumsi energi bahan bakar fosil. Sektor industri merupakan penyumbang emisi karbon terbesar, sedangkan
sektor transportasi menempati posisi kedua. Menurut Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (2003),
konsumsi energi bahan bakar fosil memakan sebanyak 70% dari total konsumsi energi, sedangkan listrik
menempati posisi kedua dengan memakan 10% dari total konsumsi energi. Dari sektor ini, Indonesia
mengemisikan gas rumah kaca sebesar 24,84% dari total emisi gas rumah kaca.
Indonesia termasuk negara pengkonsumsi energi terbesar di Asia setelah Cina, Jepang, India dan Korea
Selatan. Konsumsi energi yang besar ini diperoleh karena banyaknya penduduk yang menggunakan bahan
bakar fosil sebagai sumber energinya, walaupun dalam perhitungan penggunaan energi per orang di negara
berkembang, tidak sebesar penggunaan energi per orang di negara maju. Menurut Prof. Emil Salim, USA
mengemisikan 20 ton CO2/orang per tahun dengan jumlah penduduk 1,1 milyar penduduk, Cina mengemisikan
3 ton CO2/orang per tahun dengan jumlah 1,3 milyar penduduk, sementara India mengemisikan 1,2 ton
CO2/orang dengan jumlah 1 milyar penduduk.

Dengan demikian, banyaknya gas rumah kaca yang dibuang ke atmosfer dari sektor ini berkaitan dengan gaya
hidup dan jumlah penduduk. USA merupakan negara dengan penduduk yang mempunyai gaya hidup sangat
boros, dalam mengkonsumsi energi yang berasal dari bahan bakar fosil, berbeda dengan negara berkembang
yang mengemisikan sejumlah gas rumah kaca, karena akumulasi banyaknya penduduk.
Sampah. Sampah menghasilkan gas metana (CH4). Diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas
metana. Sampah merupakan masalah besar yang dihadapi kota-kota di Indonesia. Menurut Kementerian Negara
Lingkungan Hidup pada tahun 1995 rata-rata orang di perkotaan di Indonesia menghasilkan sampah sebanyak
0,8 kg/hari dan pada tahun 2000 terus meningkat menjadi 1 kg/hari. Dilain pihak jumlah penduduk terus
meningkat sehingga, diperkirakan, pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan mencapai 500 juta kg/hari atau 190
ribu ton/tahun. Dengan jumlah ini maka sampah akan mengemisikan gas metana sebesar 9500 ton/tahun.
Dengan demikian, sampah di perkotaan merupakan sektor yang sangat potensial, mempercepat proses
terjadinya pemanasan global.
Kerusakan hutan. Salah satu fungsi tumbuhan yaitu menyerap karbondioksida (CO2), yang merupakan salah
satu dari gas rumah kaca, dan mengubahnya menjadi oksigen (O2). Saat ini di Indonesia diketahui telah terjadi
kerusakan hutan yang cukup parah. Laju kerusakan hutan di Indonesia, menurut data dari Forest Watch
Indonesia (2001), sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran hutan, perubahan
tata guna lahan, antara lain perubahan hutan menjadi perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-
besaran, misalnya perkebunan kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh pemegang Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan kerusakan seperti tersebut diatas, tentu
saja proses penyerapan karbondioksida tidak dapat optimal. Hal ini akan mempercepat terjadinya pemanasan
global.
Menurut data dari Yayasan Pelangi, pada tahun 1990, emisi gas CO2 yang dilepaskan oleh sektor kehutanan,
termasuk perubahan tata guna lahan, mencapai 64 % dari total emisi CO2 Indonesia yang mencapai 748,61
kiloTon. Pada tahun 1994 terjadi peningkatan emisi karbon menjadi 74%.
Pertanian dan peternakan. Sektor ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca
melalui sawah-sawah yang tergenang yang menghasilkan gas metana, pemanfaatan pupuk serta praktek
pertanian, pembakaran sisa-sisa tanaman, dan pembusukan sisa-sisa pertanian, serta pembusukan kotoran
ternak. Dari sektor ini gas rumah kaca yang dihasilkan yaitu gas metana (CH4) dan gas dinitro oksida (N20). Di
Indonesia, sektor pertanian dan peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 8.05 % dari total gas
rumah kaca yang diemisikan ke atmosfer.
Dampak Pemanasan Global
Sebagai sebuah fenomena global, dampak pemanasan global dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia,
termasuk Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan, menempatkan Indonesia dalam kondisi yang
rentan menghadapi terjadinya pemanasan global. Sebagai akibat terjadinya pemanasan global, Indonesia akan
menghadapi peristiwa :
Pertama, Kenaikan temperatur global, menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan selatan, sehingga
mengakibatkan terjadinya pemuaian massa air laut, dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini akan menurunkan
produksi tambak ikan dan udang, serta terjadinya pemutihan terumbu karang (coral bleaching), dan punahnya
berbagai jenis ikan. Selain itu, naiknya permukaan air laut akan mengakibatkan pulau-pulau kecil dan daerah
landai di Indonesia akan hilang. Ancaman lain yang dihadapi masyarakat yaitu memburuknya kualitas air tanah,
sebagai akibat dari masuknya atau merembesnya air laut, serta infrastruktur perkotaan yang mengalami
kerusakan, sebagai akibat tergenang oleh air laut.
Kedua, Pergeseran musim sebagai akibat dari adanya perubahan pola curah hujan. Perubahan iklim
mengakibatkan intensitas hujan yang tinggi pada periode yang singkat serta musim kemarau yang panjang. Di
beberapa tempat terjadi peningkatan curah hujan sehingga meningkatkan peluang terjadinya banjir dan tanah
longsor, sementara di tempat lain terjadi penurunan curah hujan yang berpotensi menimbulkan kekeringan.
Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut yang makin
tajam. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kekerapan terjadinya banjir atau kekeringan. Kondisi ini akan
semakin parah apabila daya tampung badan sungai atau waduk tidak terpelihara akibat erosi.
Kedua peristiwa tersebut akan menimbulkan dampak pada beberapa sektor, yaitu :
Kehutanan. Terjadinya pergantian beberapa spesies flora dan fauna. Kenaikan suhu akan menjadi faktor
penyeleksi alam, dimana spesies yang mampu beradaptasi akan bertahan dan, bahkan kemungkinan akan
berkembang biak dengan pesat. Sedangkan spesies yang tidak mampu beradaptasi, akan mengalami
kepunahan. Adanya kebakaran hutan yang terjadi merupakan akibat dari peningkatan suhu di sekitar hutan,
sehingga menyebabkan rumput-rumput dan ranting yang mengering mudah terbakar. Selain itu, kebakaran hutan
menyebabkan punahnya berbagai keanekaragaman hayati.
Perikanan. Peningkatan suhu air laut mengakibatkan terjadinya pemutihan terumbu karang, dan selanjutnya
matinya terumbu karang, sebagai habitat bagi berbagai jenis ikan. Suhu air laut yang meningkat juga memicu
terjadinya migrasi ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu secara besar-besaran menuju ke daerah yang
lebih dingin. Peristiwa matinya terumbu karang dan migrasi ikan, secara ekonomis, merugikan nelayan karena
menurunkan hasil tangkapan mereka.
Pertanian. Pada umumnya, semua bentuk sistem pertanian sensitif terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim
berakibat pada pergeseran musim dan perubahan pola curah hujan. Hal tersebut berdampak pada pola
pertanian, misalnya keterlambatan musim tanam atau panen, kegagalan penanaman, atau panen karena banjir,
tanah longsor dan kekeringan. Sehingga akan terjadi penurunan produksi pangan di Indonesia. Singkatnya,
perubahan iklim akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional.
Kesehatan. Dampak pemanasan global pada sektor ini yaitu meningkatkan frekuensi penyakit tropis, misalnya
penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (malaria dan demam berdarah), mewabahnya diare, penyakit kencing tikus
atau leptospirasis dan penyakit kulit. Kenaikan suhu udara akan menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin
pendek sehingga nyamuk makin cepat untuk berkembangbiak. Bencana banjir yang melanda akan
menyebabkan terkontaminasinya persediaan air bersih sehingga menimbulkan wabah penyakit diare dan
penyakit leptospirosis pada masa pasca banjir. Sementara itu, kemarau panjang akan mengakibatkan krisis air
bersih sehingga berdampak timbulnya penyakit diare dan penyakit kulit. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) juga menjadi ancaman seiring dengan terjadinya kebakaran hutan.
Selain dampak diatas, tercatat beberapa kejadian luar biasa yang mengindikasikan terjadinya pemanasan global,
yaitu :
1. Tahun 2005 merupakan tahun terpanas. NASA melaporkan bahwa temperatur rata-rata global telah
meningkat 0,060 C.
2. Pencairan Artik terbesar terjadi di tahun 2005. Hasil foto salah satu satelit menunjukkan area yang
tertutup es permanen merupakan area tersempit pada akhir musim panas tahun 2005.
3. Tahun 2005 merupakan tahun dengan air di Karibia terpanas, lebih lama dari yang pernah terjadi dan
menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) besar-besaran di sepanjang wilayah mulai
dari Karibia hingga Florida Keys, Amerika Serikat.
4. Tahun 2005 tercatat sebagai tahun dengan nama badai terbanyak. Terdapat 26 nama badai yang
melampaui daftar nama resmi. Pada tahun ini juga terdapat sekitar 14 badai, yang disebut sebagai badai
hebat (hurricane), karena memiliki kecepatan angin melebihi 119 km/jam. Rekor tahun sebelumnya hanya
12 badai dalam setahun. Tahun 2005 juga merupakan tahun dengan kategori 5 badai terbanyak dengan
kecepatan angin 249 km/jam. Tahun 2005 merupakan tahun yang mengalami kerugian termahal akibat
badai.
5. Tahun 2005 merupakan tahun terkering yang pernah terjadi sejak beberapa dekade lalu di Amazon,
Amerika Selatan. Dan Amerika bagian barat menderita akibat kekeringan yang panjang.

Anda mungkin juga menyukai