FOURNIER GANGRENE
II.1 Definisi
Fournier gangrene adalah sebuah bentuk fasciitis nekrotikan di daerah perineum dan
genitalia eksterna oleh polimikrobia yang sinergis. Hal ini dapat berkembang menjadi infeksi jaringan
lunak yang berat yang menyebar dengan cepat sepanjang fasia yang dapat menyebabkan nekrosis
kulit, jaringan lunak subkutan, dan fasia yang berhubungan dengan sepsis sistemik. Jika hal ini tidak
didiagnosis secara cepat pada fase awal dan ditangani dengan tepat, dapat terjadi morbiditas yang
signifikan dengan lama perawatan di rumah sakit yang semakin lama dan bahkan dapat
menimbulkan kematian.1,2,3,4
Pada tahun 1764, Baurienne menggambarkan suatu keadaan gangrene yang fulminan di
daerah perineum pria. Tetapi, Jean Alfred Fournier, seorang ahli penyakit kulit dan venerologist
berkebangsaan Perancis, yang menjadi terkenal karena keadaan ini ketika, pada tahun 1883, ia
menuliskan serial kasus lima pasien pria muda dimana gangrene di daerah genitaia muncul tanpa
adanya faktor etiologi yang jelas.1,2,3,4 Ketika pengetahuan akan penyakit ini meningkat dari tahun
ketahun, hal ini menjadi jelas bahwa fournier gangrene paling banyak diderita pria tua (dekade ke 5
dan dekade ke 6) dan sebagian besar kasus memiliki sebab yang dapat diidentifikasi.5,6
Awalnya penyakit Fournier gangrene ditemukan pada laki-laki berusia muda, tetapi sekarang
dikatakan bahwa penyakit Fournier gangrene ini dapat mengenai semua umur dan jenis kelamin.2
Penyakit Fournier gangrene pada wanita dilaporkan berhubungan dengan infeksi dari luka
episiotomi dan abses Bartholin.7 Penyakit Fournier gangrene sangat jarang terjadi pada anak-anak.
Hanya 80 kasus dari fasciitis nekrotikans yang dilaporkan di literatur. Fournier gangrene dapat
mengenai seluruh bagian tubuh dari anak-anak, tetapi pada anak baru lahir trunkus dan perineum
adalah bagian tubuh yang paling sering terkena. Seperti pada orang dewasa, bayi preterm dan berat
badan lahir rendah dengan gangguan status imunitas dan bayi dengan higiene lokal yang buruk
memiliki resiko lebih besar untuk terkena penyakit ini.8 Penyakit ini merupakan penyakit yang
mengancam nyawa yang membutuhkan diagnosis tepat dan terapi pembedahan yang segera. Angka
mortalitas menurun dengan tindakan bedah dan intervensi medis yang tepat, tetapi pada pasien
tertentu, angka mortalitas dapat masih setinggi 50%. 2
Gambar II.1 Fournier Gangrene sebelum dan sesudah dilakukan tindakan debridemen9
II.3 Etiologi
Faktor etiologi atau faktor yang dapat diidentifikasi pada lebih dari 90% kasus harus segera
diketahui, karena hal tersebut dapat menentukan terapi dan prognosis. Pada kasus-kasus idiopatik,
penyebab mungkin dikaburkan oleh proses nekrosis dari penyakit tersebut.4
Saat ini penyebab penyakit ini telah diketahui, diantaranya 13-50% adalah infeksi dari
kolorektal dan 17-87% sumber infeksi dari urogenitalia, sedang yang lain dari trauma lokal atau
infeksi kulit di sekitar genitalia.11 Semua proses dimana terdapat sebuah infeksi yang virulen dan
sinergis yang memiliki akses menuju ke jaringan lunak subkutan perineum dapat menjadi lokasi awal
dari infeksi ini. Penyebab infeksi ini bisa berasal dari daerah urogenital, anorektal, kutaneus atau
retroperitoneal. Daerah urogenital adalah daerah yang paling banyak menjadi penyebab infeksi,
dimana striktur uretra adalah yang paling sering menjadi penyebab infeksi tersebut. Pengetahuan
akan anatomi daerah perineum, daerah urogenital, dan perut bagian bawah adalah penting untuk
memahami etiologi dan patogenesis dari infeksi fulminan ini.1,2,3 Penyebab Fournier gangrene
tercantum pada tabel 2.1. infeksi dapat berasal dari daerah yang disebutkan, dengan penyebaran
sepanjang fasia yang menyebabkan fasciitis yang berproliferasi. 4,5
Diabetes mellitus paling sering dihubungkan menjadi penyakit sistemik yang mendasari
Fournier gangrene, mengenai dua-pertiga pasien dengan Fournier gangrene. Pasien diabetes
memiliki insiden lebih tinggi terkena infeksi saluran kemih, karena sistopati dengan stasis urin.
Hiperglikemia menurunkan imunitas seluler dengan denurunkan fungsi fagositik. Hal ini menurunkan
kemotaksis leukosit pada daerah radang, adhesi neutrofil, dan pengrusakan oksidatif intraseluler
dari patogen. Penyembuhan luka juga dihambat karena kelainan epitelisasi dan deposisi kolagen.
Selain karena hiperglikemia, pasien diabetes juga memiliki penyakit mikrovaskuler, yang berperan
secara signifikan kepada patogenesis penyakit Fournier gangrene. Keadaan lain yang dapat menjadi
kelinan dasar pada pasien Fournier gangrene dapat dilihat pada tabel II.2.
Abses prostat
Insersi protesa penis
Alat cincin konstriksi pada pasien disfungsi ereksi
Trauma
Kauterisasi kutil (warts) di daerah genitalia
Sirkumsisi
Manipulasi pada kasus parafimosis yang lama
Trauma non iatrogenik
Gigitan hewan, serangga atau manusia
Abses skrotum
Hidrocelle yang terinfeksi
Hidrocelectomi
Vasektomi
Balanitis
Fimosis
Anorektal
Abses intersfingter di daerah ischiorektal atau perianal
Biopsi mukosa rektum
Pengikatan hemorrhoid
Dilatasi anus
Keganasan sigmoid atau rektum
Divertikulitis
Perforasi rektum karena benda asing
Colitis iskemia
Stenosis anus
Kutaneus
Hidradenitis supurativa
Folikulitis
Pressure sore pada skrotum
Infeksi pada luka post pembedahan di daerah skrotum
Selulitis di daerah skrotum
Pyoderma gangrenosum
Abses di daerah femoral pada pengguna obat intravena
Retroperitoneum
Abses psoas
Abses perinephric
Appendisitis dan abses appendix
Pancreatitis dengan nekrosis lemak retroperitoneal
Lain-lain
Hernia inguinalis
Filariasis di daerah endemis
Hernia richter tang terstrangulasi
Walaupun Fournier gangrene adalah sebuah kondisi yang predominan diderita oleh laki-laki
berusia tua, hal ini dapat muncul pada semua umur, dan diperkirakan 10% kasus muncul pada
wanita. Penyebab spesifik pada wanita termasuk blok nervus pudendus atau episiotomi pada
persalinan pervaginam, septic abortion, histerektomi, dan abses batholin dan vulva. 4,7
Gambaran prominen pada pasien dengan Fournier gangrene adalah sebagian besar memiliki
kelainan sistemik yang mendasari yang menyebabkan penyakit vaskular atau penekanan imunitas,
yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi polimikrobial (tabel 2.2). Fournier gangrene sering
menjadi penanda adanya penyait dasar seperti diabetes mellitus, tuberkulosis urogenital, syphilis,
atau HIV.4
Menurut penelitian yang dilakukan oleh El Awadi et al di Rumah Sakit Mansoura, Mesir,
dikatakan bahwa Fournier gangrene berhubungan dengan fungsi sel T yang inadekuat yang
menunjukkan pengenalan mikroba yang buruk oleh tubuh dan toleransi efektor sel T yang
berhubungan dengan anergi sel T, apoptosis, decoy reseptor interleukin atau pelepasan sitokin
inhibitor. Fournier gangrene konsisten dengan dissinansi imunologis yang ditandai dengan (i)
peningkatan IFN (menstimulasi sitokin innate dan sitokin Th2, subset Th2 dari CD4 sel Th) (ii)
peningkatan ICAM-1 (pengenalan sel T dan kostimulasi, migrasi dan homing) (iii) peningkatan IL-2
(ekspansi klonal dari CD4 sel T yang terlibat). Fournier gangrene juga mempolarisasikan respon imun
Th2.12
Morbiditas sistemik penyakit Fournier gangrene berhubungan dengan pelepasan sitokinsitokin, memicu perluasan kerusakan sel endotelial dan sel parenkim. Sedangkan morbiditas lokal
adalah dikarenakan radang intravaskuler yang maligna. 12
Hubungan antara angka morbiditas dengan IL-2 serum, IFN, dan fungsi sel T mungkin
berhubungan dengan pelepasan mediator cascade yang maladaptif yang bekerja secara autokrin dan
parakrin, memicu proses autodestruksi melalui hipoksia hipoksik dan hipoksia sitotoksik, apoptosis
(anti- untuk sel radang, dan pro- untuk sel inang) dan toleransi imun (supresi Th1 dan eksitasi Th2). 12
Fournier gangrene berhubungan dengan disfungsi imun. Pada pasien Fournier gangrene
yang mampu bertahan hidup memiliki level IL-2 yang lebih rendah dari pada pasien yang tidak
mampu bertahn hidup, hal ini mungkin berhubungan dengan fungsinya dalam mencegah dan
melawan infeksi yang mematikan yang diformulasikan sebagai nilai ambang batas dan ditambahkan
kepada skoring yang dibuat Laor et al, FGSIS-IL-2. 12
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan El Awadi et al adalah bahwa penyakit Fournier
gangrene menunjukkan respon imun maladaptif dari T helper 2 dengan proses gangren lokal yang
berhubungan dengan ketidakseimbangan status metabolik. Pasien dengan penyakit komorbid akan
mengalami gangrene yang lebih luas dibandingkan dengan pasien tanpa penyakit komorbid.12
Diabetes mellitus paling sering dihubungkan menjadi penyakit sistemik yang mendasari
Fournier gangrene, mengenai dua-pertiga pasien dengan Fournier gangrene. Pasien diabetes
memiliki insiden lebih tinggi terkena infeksi saluran kemih, karena sistopati dengan stasis urin.
Hiperglikemia menurunkan imunitas seluler dengan denurunkan fungsi fagositik. Hal ini menurunkan
kemotaksis leukosit pada daerah radang, adhesi neutrofil, dan pengrusakan oksidatif intraseluler
dari patogen. Penyembuhan luka juga dihambat karena kelainan epitelisasi dan deposisi kolagen.
Selain karena hiperglikemia, pasien diabetes juga memiliki penyakit mikrovaskuler, yang berperan
secara signifikan kepada patogenesis. Meskipun diabetes mellitus meningkatkan resiko terjadinya
fournier gangrene, hal ini tidak meningkatkan mortalitas. 4
Alkoholisme kronis, malnutrisi, sirhosis hati, higiene personal yang jelek umum didapatkan
pada pasien Fournier gangren. Kondisi-kondisi lain yang menyebabkan depresi imunitas yang dapat
menjadi predisposisi perkembangan Fournier gangrene termasuk penggunaan steroid, transplantasi
organ, kemoterapi untuk keganasan seperti leukemia, dan juga infeksi HIV. 4, 11 Peningkatan insiden
HIV berbanding lurus dengan peningkatan insiden Fournier gangren, terutama di Afrika. Fournier
gangren mungkin muncul pertama pada kondisi pasien dengan infeksi HIV. Faktor resiko teermasuk
hitung CD4 dibawah 400, kemoterapi untuk sarkoma kaposi, dan abses femoral pada administrasi
obat-obatan intravena. Pasien HIV positif dengan Fournier gangren yang muncul pada usia muda
memiliki spektrum bakteri penyebab yang luas.4, 11 Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan
oleh Kishore et al, dikatakan bahwa tidak ada korelasi antara keparahan penyakit Fournier gangrene
dengan kejadian gagal ginjal akut.13 Trauma lokal dan pembedahan di daerah genitalia eksterna
adalah faktor resiko lebih lanjut.4
II.4 Mikrobiologi
Menurut penelitan yang dilakukan oleh Marua et al di Meksiko, mikroba yang menjadi agen
penyebab terbanyak dari Fournier gangrene adalah Escherichia coli, walaupun 6 dari 10 kasus
disebabkan oleh infeksi polimikrobial, yang mana membutuhkan pemberian beberapa jenis
antibiotika sejak awal, dengan beberapa modifikasi sesuai dengan hasil kultur.9
Salah satu karakteristik Fournier gangren adalah penyakit ini disebabkan oleh infeksi
polimikrobial, dengan rata-rata empat organisme berbeda yang ditemukan di biakan kultur. Bakteri
aerob, anaerob, gram positif dan gram negatif, jamur, dan bahkan mikobakteria dapat ditemukan
pada penyakit ini. Organisme yang paling banyak ditemukan di kultur adalah Escherichia coli,
Bacteroides, beta-hemolytic streptococci, Staphylococcus spp, dan Proteus. Selain ditemukan di
lumen traktus gastrointestinal, bakteria ini juga merupakan flora normal yang komensal di lipatan
kulit dan folikel rambut perineum. Bakteria dengan spektrum beragam ini berlaku secara sinergis
untuk memproduksi dan menimbulkan fasciitis necrotikan yang fulminan. 4
Organisme-organisme anaerob bertanggung jawab pada pembentukan gas subkutan yang
ditandai dengan adanya krepitus yang ditemukan saat palpasi. Infeksi clostridial, umumnya
berhubungan juga dengan pembentukan gas, tidak umum ditemukan, tetapi harus dicurigai ketika
ada penyebab di daerah kolorektal. 4
Adalah sangat penting untuk mengambil kultur untuk mengidentifikasikan organisme
penyebab, karena hal ini menentukan pilihan antibiotik yang tepat untuk penanganannya. Karena
sulitnya melakukan kultur organisme anaerobik, aspirat subkutaneus harus didapatkan, dan pada
saat awal debridemen, sedikit jaringan yag terinfeksi harus dikirim untuk kultur anaerobik.
Pemeriksaan mikrobiologi harus meliputi pengecatan acid fast untuk Mycobacterium tuberculosis
dan kultur infeksi jamur. 4
Kalorin et al melalui penelitiannya mengidentifikasikan penyakit infeksi genitoperitoneum
yang berhubungan dengan komunitas yang disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus resisten
methicilin (community associated methicilin resistant Staphylococcus aureus). Community associated
methicilin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah sebuah epidemi baru yang dapat muncul
pada individu yang tidak memiliki faktor resiko yang berhubungan dengan infeksi MRSA tradisional.
Abses skrotum dan fournier gangrene adalah satu diantara banyak penyakit yang merupakan akibat
dari infeksi CA-MRSA. Temperatur yang tinggi dan kelembaban yang tinggi, dan tindakan mencukur
rambut pubis dapat meningkatkan resiko terkena infeksi di daerah genitoperineum. Jika pada
pengecatan gram dari pus atau jaringan luka dalam yang menunjukkan kuman kokus gram positif
yang bergerombol, sesuai dengan gambaran bakteri staphylococcus, maka harus segera dimulai
terapi empiris dengan vancomycin, linezolid, daptomycin, atau tigecycline sambil menunggu hasil
kultur bakteri dan sensitifitas anti bakteria. Pada penyakit Fournier gangrene, pemeriksaan
pengecatan gram dapat membedakan antara infeksi multibakterial dan juga apakah bakteri
penyebabnya adalah streptococcus atau staphylococcus. Terapi antibiotika empiris harus segera
diberikan berdasarkan pengecatan gram tersebut, dan terapi antibiotika tersebut dapat dimodifikasi
setelah terdapat hasil pemeriksaan kultur dan tes sensitifitas anti bakterial. Insiden infeksi bakteri
CA-MRSA di daerah genitoperitoneum semakin meningkat, hal ini membutuhkan kewaspadaan lebih
dari ahli urologi dalam hal penatalaksanaannya.14
Bacteroides fragilis
Peptococcus
Fusobacterium
Clostridium perfringens
Mycobacteria
Mycobacterium tuberculosis
Jamur
Candida albicans
II.5 Patogenesis
Patogenesis Fournier gangren di tandai dengan infeksi polimikroba aerob dan anaerob
dengan trombosis vaskuler dan nekrosis jaringan, di tingkatkan dengan pertahanan tubuh inang yang
buruk karena satu atau lebih kelainan sistemik yang mendasari.4
Organisme aerob menyebabkan koagulasi intravaskular dengan menginduksi agregasi
platelet dan fiksasi komplemen, sedangkan organisme anaerob memproduksi heparinase. Trombosis
vaskullar menyebabkan nekrosis jaringan dan penurunan klirens metabolit bakteri yang toksik, yang
sejalan dengan proliferasi bakteria anaerob. 4
Hipoksia jaringan menyebabkan pembentukan radikal bebas oksigen (anion superoksida,
hidrogen peroksida, radikal hidroksil), yang memiliki peran penting pada patogenesis. Efek-efek yang
ditimbulkan radikal bebas meliputi kerusakan membran sel yang dapat menyebabkan kematian sel,
penurunan produksi ATP yang menyebabkan penurunan penggunaan energi, dan kerusakan DNA
yang menyebabkan penurunan produksi protein. 4
Organisme-organisme anaerob mengsekresikan beragam enzim dan toksin. Lecithinase,
collagenase, dan hyaluronidase menyebabkan kerusakan fasia. Mereka memproduksi hidrogen
insoluble dan nitrogen, yang menyebabkan pembentukan gas di jaringan subkutaneus, secara klinis
teraba sebagai krepitus. Bakteria aerob memproduksi CO2, yang terlarut dan jarang menyebabkan
akumulasi gas subkutan. 4
Endotoksin dilepaskan dari dinding sel bakteri gram negatif. Aktivasi makrofag dan aktivasi
komplemen diikuti dengan pelepasan sitokin pro-inflamasi yang pada akhirnya dapat menyebabkan
syok septik. Berdasarkan asal infeksi, beragam jalur penyebaran dapat dijelaskan dengan
mengetahui anatomi dari lapang fasia dan adhesinya. Infeksi yang berasal dari penyebab urogenital,
contohnya pada pasien dengan striktur uretra dan infeksi saluran kemih yang menyebabkan abses
parauretra, akan menyebar dari korpus spongiosum dengan cara menembus tunika albuginea dan
fasia bucks dan akan menyebar dibawah fasia dartos dan fasia coles menuju ke fasia scarpa,
10
11