Anda di halaman 1dari 13

PELETAKAN DAN UKURAN SAMPLING DENGAN METODE

MINIMUM AREA

LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN


Disusun untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah Ekologi Tumbuhan

KELOMPOK 8 :
Aprilia Dyah Fitriani

140410120002

Faris Muladi

140410120010

Annisa Maryani

140410120012

Irina Anindya M

140410120013

Dini Sugiarti

140410120014

Tassa Rachmahati

140410120057

Amalia Solichah

140410120089

Rd. Willy Wiguna Gumbira

140410120093

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
SUMEDANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau

komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuhtumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan
penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis,
diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun
komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi
kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (GreigSmith, 1983).
Dari segi floristis ekologis pengambilan sampling dengan cara random
sampling hanya mungkin digunakan apabila lapangan dan vegetasinya homogen,
misalnya padang rumput dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk keperluan
penelitian ekologi hutan lebih tepat dipakai systematic sampling, bahkan
purposive sampling pun boleh digunakan pada keadaan tertentu. Luas daerah
contoh vegetasi yang akan diambil datanya sangat bervariasi untuk setiap bentuk
vegetasi mulai dari 1 dm2 sampai 100 m2. Suatu syarat untuk daerah pengambilan
contoh haruslah representatif bagi seluruh vegetasi yang dianalisis. Keadaan ini
dapat dikembalikan kepada sifat umum suatu vegetasi yaitu vegetasi berupa
komunitas tumbuhan yang dibentuk oleh populasi-populasi. Sifat komunitas akan
ditentukan oleh keadaan individu-individu tadi, dengan demikian untuk melihat
suatu komunitas sama dengan memperhatikan individu-individu atau populasinya
dari seluruh jenis tumbuhan yang ada secara keseluruhan. Ini berarti bahwa daerah
pengambilan contoh itu representatif bila didalamnya terdapat semua/ sebagian
besar dari jenis tumbuhan pembentuk komunitas tersebut (Soemarto, 2001).
Dengan demikian pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat
suatu luas tertentu, dan daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari
vegetasi secara keseluruhan.yang disebut minimum area (Odum, 1998). Dalam
praktikum kali ini akan akan dilakukan penentuan minimum area di kawasan zona
industri Arboretum UNPAD.

BAB II
METODE PENELITIAN

2.1

Alat dan Bahan


No.

2.2.

Nama Alat / Bahan

Fungsi

1.

Alat tulis

Mencatat data hasil pengamatan

2.

Buku catatan lapangan

Mencatat data hasil pengamatan

3.

Kamera

Dokumentasi

4.

Kertas milimeter blok

5.

Meteran

6.

Soil tester

7.

Tali rafia

Thermohygrometer

Menggambarkan grafik hasil


pengamatan
Mengukur jarak antar plot kecil
Mengukur kelembaban tanah dan pH
tanah
Menandai ukuran tiap plot kecil
Mengukur kelembaban udara dan suhu
udara

Metode Umum
Metode yang digunankan pada praktikum ini adalah metode kuadrat yang

tidak permanen dengan pola bertingkat, yaitu semakin lama semakin membesar
ukuran plotnya. Untuk metode pengumpulan data pada praktikum ini digunakan
metode minimum area, yaitu suatu metode untuk menentukan luas minimum
suatu daerah. Oleh karena itu pada umumnya suatu vegetasi akan didominasi oleh
spesies tumbuhan tertentu saja. Hal ini dapat dianalisa dengan metode luas
minimum dan jumlah minimum ini (Harun,1993). Cara kerja metode ini adalah
dengan membuat plot sementara untuk mengetahui data kehadiran vegetasi,
meliputi struktur dan komposisi tumbuhan yang ada pada daerah tersebut.

2.3

Prosedur Pengambilan Data


Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode kuadrat yang

tidak permanen dengan pola bertingkat yaitu semakin membesar ukuran plotnya.
Ukuran sampling untuk minimal area ini adalah pembuatan plot sementara dan

hanya untuk mengetahui data kehadiran vegetasi, meliputi struktur dan komposisi
tumbuhan yang ada pada daerah tersebut. Pada praktikum ini menggunakan jalur
transek yang telah ditetapkan, tetapi dianggap saja belum terbentuk transek.
Pertama dimulai dengan pembuatan petak kuadrat empat bujur sangkat 0,5 m x
0,5 m. Penentuan plot pertama pada tempat dengan kondisi lahan yang memiliki
kerapatan vegetasi dan jumlah jenis yang banyak. Kemudian jumlah semua jenis
tumbuhan yang berada pada kuadrat tersebut dicatat dan dihitung. Selanjutnya
ukuran petak kuadrat diperluas 2x lipat ukuran semula (0,5 m x 1,0 m), lalu
dicatat penambahan jenis tumbuhan setelah area diperluas. Penambahan ukuran
luas petak kuadrat dengan cara yang sama yaitu 2x lipat ukuran semula (1,0 m x
1,0 m), (1,0 m x 2,0 m), dst. Tidak ada penambahan ukuran petak kuadrat jika
jumlah pertambahan jenis tumbuhan tidak lebih dari 10%.

2.4

Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode Cain dengan

menggambarkan grafik dari data yang dihasilkan. Ukuran minimal petak contoh
ditentukan pada suatu luasan dimana 10% dari luas total petak contoh
menghasilkan hanya 10% jumlah spesies dari jumlah total spesies yang tercatat.
Caranya adalah pertama, tentukan titik koordinat (x,y), dimana x = 10% x luas
total petak contoh, dan y = 10% x jumlah kumulatif jenis yang dicatat. kedua, buat
sebuah garis yang menghubungkan titik tersebut dengan tiitk koordinat (0,0).
Ketiga, buat sebuah garis sejajar terhadap garis yang pertama tersebut yang
menyinggung secara tangensial terhadap species-area curve. Kemudian titik
singgung ini diproyeksikan pada sumbu X, sehingga didapatkan ukuran minimal
petak contoh. Digunakan kriteria 10% peningkatan ukuran petak contoh yang
menyebabkan hanya peningkatan 5% jumlah jenis. Titik ini dapat dicari dengan
cara membuat sebuah garis yang melalui titik koordinat (0,0) dengan sebuah titik
koordinat (x,y) dimana x= 100% dari ukuran totoal petak contoh dan y = 50% dari
jumlah total jenis yang tercatat. Kemudian sebuah titik singgung antara sebuah
garis sejajar dengan garis tersebut dan species-area curve diproyeksikan pada
sumbu-x untuk memperoleh ukuran minimal petak contoh (Kusmana, 1997).

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1

Hasil

Tabel 1. Data Hasil Plot 4


Tanggal

: 7 Oktober 2014

Lokasi

: Transek 3 (tanaman industri)


PETAK CONTOH NO.

NO

JENIS

0,5x

0,5x

1,0x 1,0x

2,0x

2,0x

4,0x

4,0x

8,0x

0,5

1,0

1,0

2,0

2,0

4,0

4,0

8,0

8,0

Centrosoma sp.

Tithonia diversifolia

Salvia sp.

Stachytapheta
jamaicensis

Spesies 2

Calliandra sp.

Spesies 3

Pennisetum purpureum

Spesies 4

10

Pachitachis sp.

11

Annona muricata

Total Spesies
Pertambahan jumlah

11

11

50

16,7

28,6

22,2

spesies

Tabel 2. Data Hasil Plot 5


Tanggal

: 7 Oktober 2014

Lokasi

: Transek 3 (tanaman industri)


PETAK CONTOH NO.

NO

JENIS

0,5x

0,5x

1,0x 1,0x

2,0x

2,0x

4,0x

0,5

1,0

1,0

2,0

2,0

4,0

4,0

Salvia sp.

Pennisetum purpureum

Stachytapheta

jamaicensis

Centrosoma sp.

Thunbergia alata

Total Spesies

Pertambahan jumlah

50

66,7

spesies

Tabel 3. Data Hasil Plot 6


Tanggal

: 7 Oktober 2014

Lokasi

: Transek 3 (tanaman industri)


PETAK CONTOH NO.

No

JENIS

0,5x

0,5x

1,0x 1,0x

2,0x

2,0x

4,0x

4,0x

8,0x

0,5

1,0

1,0

2,0

2,0

4,0

4,0

8,0

8,0

Tectona grandis

Centrosoma sp.

Thunbergia alata

Pennisetum purpureum

5
6

Stachytapheta
jamaicensis
Spesies 6

Moringa oleifera

Spesies 7

Caliandra sp.

Duranta erecta

9
10

Total Spesies
Pertambahan jumlah

10

10

100

25

20

0,17

14,2

25

spesies

%
Grafik Plot 4

Grafik Plot 5

Grafik Plot 6

Keterangan
Sumbu X : Luas Area (m2)
Sumbu Y : Jumlah Spesies

3.2

Pembahasan
Praktikum kali ini melakukan analisa vegetasi dengan menggunakan

metode minimum area. Analisa vegetasi sendiri merupakan cara mempelajari


susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi ata masyarakat tumbuhtumbuhan. Analisa vegetasi ditujukan untuk mempelajari tegakan hutan dan
tegakan tmbuhan bawah. Konsep dan metode analisis vegetasi sangat tergantung
keadaan vegetasi dan tujuan analisis. Metode yang digunakan harus disesuaikan
dengan struktur dan komposisi vegetasi (Irwan, 2007).
Luas minimum adalah daerah minimal yang mencerminkan kekayaan
komunitas atau vegetasi. Metodenya disebut luas minimal. Luas minimum atau
kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis
suatu vegetasi yang menggunakan petak. Luas minimum digunakan untuk
memperoleh luasan petak yang dianggap representative dengan suatu tipe
vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari (Agustina, 2000).
Hal yang utama dilakukan dalam pengukuran luas minimum adalah
menentukan terlebih dahulu daerah vegetasi yang representatif bagi seluruh
vegetasi yang dianalisis. Untuk bentuk plot persegi dimulai dengan membuat
sebuah plot (bidang datar) persegi pada suatu tegakan dengan luas terkecil yaitu
0,5 x 0,5 m, kemudian diperluas menjadi 0,5 x 1 m; 1,0 x 1,0 m; 1,0 x 2,0 m; 2,0 x
2,0 m; 2,0 x 4,0 m; 4,0 m x 4,0 m; 4,0 x 8,0 m; 8,0 x 8,0 m; 8,0 x 16,0 m; 16,0 x
16,0 m dan seterusnya. Setiap penambahan spesies baru yang terdapat di dalam
luas ketentuan tersebut dicatat dan dihitung persentase pertambahannya. Jika
dalam tiga kali pengambilan data persentase konstan dibawah 10% maka
pengambilan data dapat dihentikan.
Digunakannya petak minimal area karena daerah lapangan terbuka
tumbuhannya bersifat homogen, oleh karena itu bebas menempatkan petak contoh
dimana saja, karena peluang menemukan jenis berbeda tiap petak contoh relatif
kecil. Prinsip untuk penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar

individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus
cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa
duplikasi atau pengabaian.
Fajri (2012) mengatakan bahwa luas minimum area pulau pulau di
Indonesia memiliki nilai yang berbeda-beda. Untuk Pulau Jawa, luas minimum
area adalah sebesar 10 x 10 m. Untuk Pulau Kalimantan sebesar 20 x 20 m. Luas
minimum area untuk hutan tropika di wilayah Kalimantan sebesar 20 x 20 m,
hutan Kerangas di Serawak sebesar 2,5-2,6 ha, hutan Dipteracarpaceae di Filipina
sebesar 1,0 2,2 ha, hutan hujan campuran di Liberia sebesar 3,7 4,9 ha (Irwan,
2007).
Untuk membantu prosedur analisa digunakan grafik. Pembuatan grafik
dapat melalui dua metode yanng berbeda, yaitu metode Rice dan metode Cain.
Metode Rice digunakan dengan cara menghitung 95% dari total keanekaragaman,
dan dari hasil perhitungan ini ditarik garis lurus dan dibuat agar bersinggungan
dengan garis spesies tanpa mengubah sudut garis. Sedangkan metode Cain
menghitung 10% dan 5% dari total keanekaragaman dan hasil hitungan ini
disinggungkan dengan kurva. Garis yang bersinggungan ini kemudian ditarik
garis lurus ke bawah, sehingga didapatkan nilai minimum area yang representatif.
Lokasi pengamatan pada transek 3 plot 4, 5, dan 6 memiliki karakteristik
semak dan tumbuhan yang memiliki tinggi sekitar 1, 5 m. Tumbuhan yang
terdapat pada lebih dari satu plot adalah Centrosoma sp., Pennisetum purpureum,
dan Stachytapheta jamaicensis.
Berdasarkan hasil pengamatan pada plot 4 di luas petak 0,5 x 0,5
ditemukan Centrosoma sp., Tithonia diversifolia, Salvia sp. dan Stachytapheta
jamaicensis, sedangkan di petak 0,5 x 1,0 tidak ditemukan adanya penambahan
spesies. Pada petak 1,0 x 1,0 ditemukan penambahan 2 spesies yaitu Calliandra
sp. dan Spesies 2, persentase penambahan jumlah spesies sebesar 50%. Pada
luasan petak 1,0 x 2,0 tidak ditemukan adanya penambahan jumlah spesies. Pada
luasan petak 2,0 x 2,0 terdapat penambahan satu spesies yaitu spesies 3,
persentase pertambahan jumlah spesies 16,7%, sedangkan pada petak 2,0 x 4,0
tidak terdapat penambahan spesies. Pada petak 4,0 x 4,0 ditemukan 2 spesies
tambahan yaitu Pennisetum purpureum dan spesies 4, persentase penambahan

spesies sebesar 28,6%. Pada luasan petak 4,0 x 8,0 ditemukan tambahan 2 spesies
yaitu Pachistachis sp. dan Annona muricata, persentase penambahan spesies
sebesar 22,2%.
Pada plot 5 di luas petak 0,5 x 0,5 ditemukan Salvia sp. dan Pennisetum
purpureum, sedangkan di petak 0,5 x 1,0 tidak ditemukan adanya penambahan
spesies. Pada petak 1,0 x 1,0 ditemukan tambahan 1 spesies yaitu Stachytapheta
jamaicensis, persentase penambahan jumlah spesies sebesar 50%,. Pada luasan
petak 1,0 x 2,0 tidak ditemukan adanya penambahan jumlah spesies. Pada luasan
petak 2,0 x 2,0 terdapat tambahan 2 spesies yaitu Centrosoma sp. dan Thunbergia
alata, persentase pertambahan jumlah spesies 66,7%, sedangkan pada petak 2,0 x
4,0 dan 4,0 x4,0 tidak terdapat penambahan spesies.
Pada plot 6 di luas petak 0,5 x 0,5 ditemukan Tectona grandis dan
Centrosoma sp. sedangkan di petak 0,5 x 1,0 ditemukan adanya penambahan 2
spesies yaitu Thunbergia alata dan Pennisetum purpureum dengan persentase
penambahan spesies sebesar 100%. Pada petak 1,0 x 1,0 ditemukan tambahan 1
spesies yaitu Stachytapheta jamaicencis, persentase penambahan jumlah spesies
sebesar 25%. Pada luasan petak 1,0 x 2,0 tidak ditemukan adanya penambahan
jumlah spesies. Pada luasan petak 2,0 x 2,0 terdapat tambahan satu spesies yaitu
spesies 6, persentase penambahan jumlah spesies 20%, sedangkan pada petak 2,0
x 4,0 terdapat 1 tambahan spesies yaitu Calliandra sp. Dengan persentase
penambahan spesies 16,7%. Pada petak 4,0 x 4,0 ditemukan 1 spesies tambahan
yaitu Duranta erecta, persentase penambahan spesies sebesar 14,2%. Pada luasan
petak 4,0 x 8,0 ditemukan tambahan 2 spesies yaitu Moringa oleifera dan Spesies
7 dengan persentase penambahan spesies sebesar 25%.
Dari hasil grafik yang telah dibuat dengan menggunakan metode Cain,
total keanekaragaman tumbuhan yang didapatkan pada plot 4 sebanyak 11 jenis,
plot 5 sebanyak 5 jenis, dan plot 6 sebanyak 10 jenis. Seperti halnya menurut
Irwan (2007), bahwa titik berat analisis vegetasi terletak pada komposisi spesies,
maka dalam menetapkan besarnya atau banyaknya petak-petak sampling perlu
digunakan suatu kurva (lengkung) spesiesnya. Kurva spesies tersebut diperlukan
untuk luas atau besar minimum suatu petak yang dapat mewakili tegakan dan

10

jumlah minimal petak-petak sampling kecil yang diperlukan agar hasilnya


mewakili tegakan.
Minimum area pada plot 4 dan 5 adalah 8 m2, sedangkan pada plot 6
adalah 16 m2. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa plot 6 dengan
luas minimum area 16 m2 dapat mewakili ketiga plot jika dibandingkan dengan
plot 4 dan plot 5. Namun, untuk area tanaman industri plot ini belum dapat
mewakili, karena dari ketiga plot hanya satu plot yang memenuhi kriteria luas
minimum area. Diketahui pula bahwa luas minimum area untuk pulau Jawa
adalah sebesar 10 x 10 m (Fajri dan Amiril, 2012). Jika dibandingkan dengan
hasil yang diperoleh luas minimum area di lokasi pengamatan jauh lebih kecil.
Hal ini dapat disebabkan karena kawasan tempat pengamatan yang dilaksanakan
di Arboretum Unpad Jatinangor merupakan kawasan ekosistem buatan yang
penyebaran keanekaragaman jenisnya tidak terjadi secara sendirinya melainkan
ada campur tangan dari manusia.
Menurut Dombois (1974), daerah minimal tergantung pada jenis
komunitas dan variasi dalam batas yang luas. Berikut adalah nilai-nilai empiris
untuk vegetasi zona iklim :
Hutan (termasuk stratum pohon)

200-500 m2

(vegetasi rendah)

50-200 m2

Padang rumput kering

50-100 m2

Semak landai

10-25 m2

Hay meadow

10-25 m2

Fertilized pasture

5-10 m2

Komunitas rumput agrikultur

25-100 m2

Komunitas lumut

1-4 m2

Komunitas lichen

0,1-1 m2

11

BAB IV
KESIMPULAN

Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:


1) Sampling yang paling ideal adalah dipilih dari lokasi dengan tingkat
keanekaragaman yang paling tinggi
2) Luas minimum area yang didapat sesuai dengan grafik yang dibuat adalah
4x4 m untuk plot 4 dan plot 5, sedangkan untuk plot 6 seluas 4x8 m\
3) Komposisi vegetasi sudah mewakili daerah pengamatan karena dengan
luas minimum yang didapat sudah didapatkan nilai yang konstan

12

DAFTAR PUSTAKA

Agustina. 2002. Penentuan Luas Minimum. Laporan UIN Sunan Gunung Djati.
Bandung.
Dombois, D.M. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Wiley &
Sons. New York.
Fajri, M. 2012. Kajian Ekologi Paraskorea malaanonan Merr. Di Hutan Penelitian
Labanan Kabupaten Beran, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian
Dipterokarpa. Vol. 6, No. 2.
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology. Volume
9. Oxford: Blackwell Scientific Publications.
Harun.1993. Ekologi Tumbuhan. Bina Pustaka. Jakarta.
Irwan, Z.D. 2007. Buku Ajar (e-learning) Ekologi Tumbuhan INHERENT-USU.
Universitas Sumatera Utara Press. Medan.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. PT Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Odum, 1998. Dasar Dasar Ekologi. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Soemarto,

2001.

Komunitas

Vegetasi.

http://fp.uns.ac.id/~hamasains/ekotan%203.htm. Diakses pada tanggal 20


Oktober 2014. Pukul 22 : 31 WIB.

13

Anda mungkin juga menyukai