Anda di halaman 1dari 7

PRO KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA TIDAK

DIKENAKAN PAJAK BUMI BANGUNAN

(KELOMPOK 9)

Dennada Ayuwan Permata I. 120110110027

Selvi Septi Putri 120110110153

Abiyoga A. Pramudya 120110110039

Suci Megyanti Setiawan 120110110163

Maria Oktavia S 120110110047

Anissa Sarah 120110110193

Muhammad Fachrizal 120110110083

Humam Ahwazi Eastrawan 120110110210

M. Faizal Reza 120110110094

Satria Kresna Wibawa 120110110220

Arie Indra Rivaldi 120110110101

Fadhila Ayu Arvianda 120110120062

Fira Rahmadania 120110110104

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG

Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya kami dapat
merampungkan makalah berjudul Pro Kontraktor Kontrak Kerjasama Tidak Dikenakan Pajak
Bumi Bangunan sebagai tugas mata kuliah Akuntansi Minyak dan Gas Bumi.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai PSC Taxation,
serta penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang diberikan pada
pertemuan sebelumnya.
Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini dan mohon maaf atas hal tersebut. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk
memberikan kritik dan saran. Pada akhir kata semoga makalah ini dapar bermanfaat bagi
pembaca. Atas perhatiannya, kami mengucapkan. Terimakasih.

Bandung, November 2014

ALASAN PRO KONTRAKTOR KONTRAK KERJASAMA TIDAK


DIKENAKAN PAJAK BUMI BANGUNAN :
1. Pengenaan pajak bumi bangunan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama
(KKKS) menghambat eksplorasi.

Dengan adanya pengenaan PBB kepada KKKS, menyebabkan penghambatan


eksplorasi yang nantinya akan menyebabkan penurunan produksi. Ini disebabkan
pengenaan PBB yang terlalu tinggi dan banyak kontraktor mengalami kesulitan untuk
membayarnya, karena artinya modal yang diperlukan diawal terlalu besar sedangkan
resiko kegagalan produksi masih ada (research and development).

Untuk kontraktor yang sudah menjalankan operasinya, perubahan peraturan


perpajakan ini sangat dirasakan menyusahkan, karena kontraktor harus mengeluarkan
dananya yang begitu besar hanya untuk membayar PBB. Kejadian ini dapat
menyebabkan banyak kontraktor menunda operasinya, membatalkan kontraknya dan
bahkan hingga kontraktor gulung tikar dari Indonesia.

Dengan adanya PBB Migas yang di terapkan di Indonesia, membuat para KKKS
sangat berhati-hati dalam menggunakan uang mereka karena PBB sendiri sangat
memberatkan KKKS akibatnya eksplorasipun terhambat. Saking besarnya biaya PBB
melebihi biaya pengeboran, hal ini tentu menghambat perusahaan operator/ Kontraktor
Kontrak Kerjasama (KKKS) untuk melakukan eksplorasi karena belum mendapatkan
hasil tetapi sudah mengeluarkan uang sedemikian besar." Itu biaya bayar PBB lebih
besar dari biaya ngebor misal ngebor US$ 15 juta diatas itu. Mereka belum ada uang,"
tutur Muliawan. Selanjutnya, PBB seharusnya dikenakan ketika memang eksplorasi
sudah berhasil, bukan sebelum eksplorasi dilakukan.

2. Ketidakadilan pengenaan pajak kepada KKKS.


Perhitungan yang mengacu berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2010 itu
menyatakan

perusahaan-perusahaan

migas

harus

membayar

PBB

dengan

memperhitungkan seluruh luas wilyah kerja lepas pantai walaupun belum dimanfaatkan
seluruhnya. Aturan pengenaan PBB kepada KKKS oleh pemerintah sangatlah tidak

sesuai , dikarenakan perhitungan PBB Eksplorasi di hitung per blok (1 blok = 100 Km),
maka tidaklah adil jika kontraktor hanya menggunakan kurang dari 100 Km tapi
dikenakan biaya senilai 1 blok. Dan peraturan ini sangat dirasakan tidak adil, karena
biasanya pembayaran PBB hanya dilakukan oleh seseorang atau perusahaan yang
memiliki tanah atau bangunan tersebut, sedangkan sekarang kondisinya adalah kontraktor
tidak memiliki tanah dan bangunan tersebut, kontraktor hanya mengolah lahan saja yang
nanti sebagian besar hasil produksinya akan diberikan kepada negara juga.
Jumlah PBB yang harus dibayarkan KKKS terkadang melebihi anggaran kegiatan
eksplorasi di blok migas itu. "Akhir juni 2013. Direktorat Jenderal pajak mengeluarkan
tagihan PBB unluk 2012, dan 2013 terhadap 15 perusahaan hulu migas yang melakukan
eksplorasi di 20 blok migas lepas pantai, dengan jumlah mencapai Rp2,6 triliun," katanya
di Jakarta, Kamis Sehingga dapat dikatakan peraturan pengenaan PBB ini sangatlah tidak
adil.

3. Aturan pengenaan PBB menambah resiko KKKS.


Walaupun PBB nantinya akan masuk kedalam cost recovery, tapi tetap saja, pengenaan
PBB yang terlalu besar di awal (sebelum produksi) menyebabkan kontraktor tidak
mampu untuk bertahan di industri migas di Indonesia. Dan juga mengingat resiko yang
diambil kontraktor menjadi jauh lebih besar, karena masih adanya indikasi bahwa
eksplorasi tidak berhasil, maka kemungkinan tidak di recover pembayaran PBB tersebut
menjadi sebuah ketakutan besar bagi para kontraktor. Karena bisa dilihat cost and benefit
yang dirasakan sangat jauh berbeda. Sehingga investor tidak akan bertahan dalam industri
migas di Indonesia.

4. Adanya PBB justru memberatkan investor dan bisa menghambat investasi migas.
Pemerintah perlu meninjau kembali ketentuan perpajakan untuk eksplorasi dan produksi
migas. Pada saat eksplorasi, investor migas harus menanggung sendiri risiko eksplorasi.
KKKS jelas merasa keberatan karena pajak PBB sangat besar meskipun PBB hanya
dikenakan pada wilayah eksplorasi saja. Seperti yang dikutip dari ipa.or.id, menurut
Presiden Indonesian Petroleum Associaton (IPA) Lukman Mahfoedz, tagihan yang

disampaikan ke perusahaan migas sangat besar. Misalnya, pada akhir Juni 2013, Ditjen
Pajak mengeluarkan tagihan PBB tahun 2012 dan 2013 sebesar Rp 2,6 triliun. Jumlah
tersebut sangat besar, dan ditambah lagi dengan biaya eksplorasi lainnya. Jika eksplorasi
tidak berhasil maka KKKS akan menanggung sendiri biaya eksplorasi tanpa adanya
penggantian dari pemerintah. Biaya eksplorasi saja sudah besar apalagi ditambah dengan
PBB yang jumlahnya tidak sedikit pula.

5. Mengakibatkan produksi minyak tak kunjung bertambah.


Karena biaya PBB yang begitu besar , yaitu pajak yang dibayar tidak sesuai dengan luas
wilayah yang digunakan, sehingga menghambat perusahaan Kontraktor Kontrak
Kerjasama (KKKS) untuk melakukan eksplorasi karena belum mendapatkan hasil tetapi
sudah mengeluarkan uang sedemikian besar. PBB Migas menghambat kinerja perusahaan
migas, sehingga peningkatan yang ditargetkan sebanyak 25.000 barel sulit dicapai.
Kegiatan tambahan tersebut membutuhkan tambahan investasi dari perusahaan, serta
mempertimbangkan keekonomian bagi negara dan perusahaan, yang mana menghambat
target produksi.

6. Adanya PBB membuat investor enggan menginvestasikan uangnya di Indonesia


PBB untuk migas di Indonesia cukup tinggi, hal ini membuat para investor yang ingin
berinvestasi di Indonesia berfikir dua kali. KKKS membayar PBB, sedangkan wilayah
tersebut bukan milik KKKS namun KKKS harus membayar karena akan membantu
eksplorasi di Indonesia. KKKS disini membantu Indonesia untuk mengeksplorasi
minyak, namun KKKS juga harus membayar pajak karena akan menggunakan tanah di
Indonesia. Padahal, dalam sistem ini pemerintah Indonesia merupakan pemilik dan
pemegang kuasa penuh atas bangunan, tanah, maupun isinya. Sementara kontraktor
migas dalam kerangka PSC tidak memiliki hak atas itu semua. Sektor migas
membutuhkan insentif bukannya biaya-biaya yang tinggi, insentif tersebut perlu untuk
menarik investor asing ke Indonesia.

7. Investasi Hulu Migas Menurun


Tiga isu terkait penerapan PBB adalah masalah keberatan PBB 2012-2013 yang belum
diputuskan. Lalu pengenaan PBB pasca diterbitkan PER 45/2013 yang mencakup
penerapan PBB atas objek tubuh bumi pada tahapan eksplorasi serta royalty pada tahapan
eksploitasi.
Hal-hal tersebut berpotensi menyurutkan iklim investasi hulu migas. Antara lain,
penurunan kegiatan eksplorasi yang otomatis akan mempengaruhi potensi penemuan
cadangan migas baru di Indonesia.
Terkait hal tersebut, industry migas menyarankan pemerintah dapat segera mengatasinya.
Pemerintah diharapkan dapat mengabulkan keberatan terhadap tagihan pajak 2012/2013
serta memberikan insentif terhadap kegiatan eksplorasi melalui pengecualian tagihan
PBB untuk blok eksplorasi dan eksploitasi yang di award setelah 2010. Selain itu,
pemerintah diharapkan merevisi UU atau menerbitkan PMK baru yang mendukung untuk
kegiatan ekplorasi ke depan.

8. Definisi PBB tubuh bumi belum diperoleh kesepakatan


Yang masih menjadi masalah, definisi PBB tubuh bumi yang hingga saat ini belum
diperoleh kesepakatan. Apakah meliputi seluruh wilayah kerja atau hanya beberapa saja
yang menjadi prospek KKKS.

9. Belum tercantum dalam kontrak awal


Apabila sebelum KKS ditandatangani, pihak KKS telah diberitahu mengenai besaran
pajak yang harus dibayarkan per meternya, maka akan mudah bagi KKKS melakukan
penghitungan keekonomian lapangan. Apabila ekonomis maka KKKS akan melanjutkan
proses ke penandatanganan kontrak kerja sama. Yang terjadi saat ini adalah, kontrak telah
ditandatangani tahun 2008 dan pajak baru dikenakan saat ini

10. Salah satu pilihan untuk menarik minat para investor.


Terdapat banyak pilihan untuk menarik minat para investor. Salah satunya dengan cara
menghapus pajak eksplorasi migas. Upaya seperti ini juga sudah terbukti sukses
dilakukan badan pengawas industri hulu migas Kolombia, Agencia Nacional De
Hidrocarburos (ANH). Lembaga serupa SKK Migas ini bahkan sudah melakukan
berbagai reformasi dalam sistem hulu migasnya sejak 2003. ANH bahkan diberikan
kewenangan melakukan lelang Wilayah Kerja (WK), yang di Indonesia masih berada di
Kementerian ESDM.

Kesimpulan :
Semua peristiwa tersebut yang menyebabkan para investor takut untuk bertahan di industri migas
di Indonesia dan menyebabkan para investor akan pergi dan mengembangkan operasinya di
negara lain. Sehingga untuk jangka panjang, Indonesia akan mengalami penurunan produksi
migas yang sangat signifikan yang akan berdampak besar pada perekonomian negara juga.
Karena dapat dikatakan industri migas menyumbang pendapatan negara yang lumayan besar, dan
bisa dipertanyakan jika jumlah pendapatan negara berkurang artinya Indonesia akan mengalami
krisis ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai