Anda di halaman 1dari 5

ANEMIA MAKROSITIK

Kompetensi 3A
Nama
NIM
Email

: Nuriah
: 0907101010120
: nuriahjn@gmail.com

1. Definisi
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah
merah, kuantitas hemoglobin dan volume packed red blood cells (hematokrit) per
100 ml darah (price and Wilson, 2006). Anemia terjadi pada orang dewasa jika
nilai hematokrit kurang dari 41% (hemoglobin <13,5 g/dl) pada pria atau 37%
(hemoglobin <12 g/dl) pada wanita (Tierney et al., 2003). Anemia makrositik
merupakan anemia dengan karakteristik mean corpuscular volume (MCV) di atas
95 fL (Hoffbrand et al., 2005).
2. Epidemiologi
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Dee Pee, dkk pada
tahun 2002 melakukan penelitian tentang prevalensi anemia pada bayi usia 4-5
bulan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur menunjukkan 37% bayi
memiliki kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL dan 71% memiliki kadar Hb di
bawah 11 g/dL (Gunadi et al., 2009).
3. Etiologi
Ada beberapa penyebab anemia makrositik yang dapat dibagi secara luas
berdasarkan gambaran eritroblas yang sedang berkembang dalam sumsum tulang
menjadi megaloblastik dan non megaloblastik. Penyebab anemia megaloblastik
adalah sebagai berikut (Hoffbrand et al., 2005):
a) Defisiensi vitamin B12
b) Defisiensi folat
c) Kelainan metabolism vitamin B12 atau folat, misalnya transkobalamin II,
nitrat oksida, obat antifolat
d) Defek sintesis DNA lain yaitu defisiensi enzim congenital, misalnya orotic
aciduria dan defisiensi enzim didapat, misalnya alcohol, terapi
hidroksiurea, sitosin arabinosida.

Penyebab makrositosis selain anemia megaloblastik adalah alkohol, penyakit hati,


miksedema, sindrom mielodisplastik, obat sitotoksik, anemia aplastik, kehamilan,
merokok, retikulositosis, myeloma,neonatus.

4. Patofisiologi
Penyebab paling umum anemia makrositik adalah anemia megaloblastik,
yang merupakan terganggunya sintesis DNA. Meskipun sintesis DNA terganggu,
sintesis RNA tidak terpengaruh, sehingga ke penumpukan komponen sitoplasma
dalam sel perlahan membagi. Hal ini menghasilkan sel yang lebih besar dari
normal. Kromatin nuklir sel-sel ini juga memiliki penampilan yang berubah.
Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam
folat yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi
dan pembelahan inti (Maakaron, 2012)
Peran utama asam folat dan vitamin B12 ialah dalam metabolit intraseluler.
Adanya defisiensi kedua zat tersebut akan menghasilkan tidak sempurnanya
sintesis DNA pada tiap sel, di mana pembelahan kromosom sedang terjadi.
Jaringan-jaringan yang memiliki pergantian sel yang sangat cepat akan mengalami
perubahan yang sangat dramatis, antara lain adalah system hemapoeisis yang
sangat sensitif pada defisiensi dan menyebabkan anemia megaloblastik (Sunarto,
2010).

5. Gambaran Klinis
Awitan biasanya lambat dengan gejala dan tanda anemia yang memburuk
secara perlahan. Pasien tampak pucat dan mungkin ikterik ringan karena
pemecahan hemoglobin berlebihan akibat peningkatan eritropeisis inefektif dalam
sumsum tulang, perubahan sel mukosa, menyebabkan glositis (lidah berwarna
merah-daging dan nyeri), stomatitis angularis dan gangguan gastrointestinal lain
seperti anoreksia dan diare (Hoffbrand et al., 2005; Tierney et al., 2003). Purpura
akibat trombositopenia dan pigmentasi melanin yang tersebar luas (penyebab
belum jelas) adalah gambaran yang lebih jarang ditemukan. Banyak pasien
asimtomatik yang terdiagnosis setelah pemeriksaan hitung darah (yang dilakukan
karena alasan lain) menunjukkan adanya makrositosis (Hoffbrand et al., 2005).

Defisiensi vitamin B12 juga bisa berakibat pada timbulnya sindrom


neurologis komplek. Nervus perifer biasanya terpengaruh palig awal, dan
pertama-tama pasien mengeluhkan parestesia (mati rasa). Selanjutnya kolumna
posterior

akan

terganggu

dan

pasien

mengeluhkan

adanya

gangguan

keseimbangan. Pada kasus yang lebih berat, fungsi serebral dapat berubah
sedemikian rupa sehingga bisa terjadi demensia dan perubahan neuropsikiatrik
lain yang mungkin mendahului perubahan hematologis (Tierney et al., 2003).

6. Diagnosa
Anamnesis klinis dan pemeriksaan fisik dapat mengarah pada defisiensi
vitamin B 12 atau folat sebagai penyebab. Gambaran yang sangat penting adalah
bentuk makrosit (oval pada anemia megaloblastik), adanya neutrofil dengan
hipersegmentasi, leucopenia dan trombositopenia pada anemia megaloblastik dan
gambaran sumsum tulang. Pemeriksaan vitamin B12 dan folat langsung mengarah
pada diagnosis ini (Hoffbrand et al., 2005).

7. Diagnosis banding
Diagnosis banding dari anemia makrositik adalah sebagai berikut
(Maakaron, 2012):

Alkoholisme

Anemia hemolitik

Hipotiroidisme

Sindrom Mielodisplastik

8. Pemeriksaaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Anemia bersifat mekrositik (MCV >95 fL dan sering mencapai 120-140 fL
pada

kasus

berat)

dan

makrosit

berbentuk

oval.

Hitung

retikulosit

memeperlihatkan hasil yang rendah, dan jumlah leukosit serta trombosit total
mungkin menurun sedikit, khususnya pada anemia berat. Sumsum tulang biasanya
hiperselular dan eritroblas berukuran besar serta menunkukkan kegagalan
pematangan inti dengan inti yang memepertahankan pola kromatin berlubang-

lubang, halus dan berbercak, tetapi hemoglobinisasinya normal. Adanya


metamielosit raksasa dan berbentuk abnormal adalah khas pada penyakit ini.
Bilirubin indirek, hidroksibutirat dan laktat dehidrogenase (LDH) serum
semuanya meningkat akibat pemecahan sel sumsum tulang (Hoffbrand et al.,
2005).
Pemeriksaan kadar vitamin B12 serum, folat serum, dan folat eritrosit
ditunjukkan oleh tabel dibawah ini (Hoffbrand et al., 2005):
Pemeriksaan

Nilai normal

Vit. B12 serum


Folat serum
Folat eritrosit

160-925ng/l
3,0 15,0 g/l
160-640 g/l

Hasil pada
Defisiensi Vit. B12 Defisiensi folat
Rendah
Normal
Normal/meningkat
Rendah
Normal/rendah
Rendah

9. Komplikasi
Komplikasi pada anemia makrositik adalah (Hoffbrand et al., 2005):

Neuropati (hanya pada defisiensi vitamin B12)

Defek tabung saraf pada janin terkait pada defisiensi folat atau vitamin
B12

Penyakit kardiovaskular

10. Penatalaksanaan
Evaluasi biasanya dapat dilakukan dengan rawat jalan. Pengobatan
tergantung pada etiologi makrositosis, keberadaan dan tingkat keparahan anemia,
gejala dan temuan fisik. Setelah studi laboratorium yang sesuai diperoleh, pasien
dengan gejala anemia dapat menjalani transfusi dengan packed red blood cells
(RBCs) (Maakaron, 2012).
Pasien kekurangan vitamin B-12 atau folat memerlukan pemberian vitamin
yang sesuai. Terapi penggantian Folat 1 mg/hari dapat diresepkan pada pasien
dengan defisiensi folat. Intramuskular vitamin B-12 suntikan (1000 g)
(Maakaron, 2012). Jika asam folat dosis besar (misalnya 5mg sehari) diberikan
pada defisiensi vitamib B12, akan menyebabkan terjadinya respons hematologik
tetapi dapat memperburuk neuropati. Karena itu, folat tidak boleh diberikan
sendiri kecuali jika defisiensi besi telah disingkirkan (Hoffbrand et al., 2005).

Pasien akan merasa lebih baik dalam waktu 24-48 jam setelah pemberian
terapi vitamin yang benar disertai nafsu makan yang meningkat dan rasa nyaman.
Respon retikulosit dimulai pada hari kedua atau ketiga dengan puncaknya pada
hari ke-6-7. Hemoglobin meningkat 2-3 g/dl tiap 2 minggu. Hitung leukosit dan
trombosit menjadi normal dalam 7-10 hari, dan sumsum tulang membetuk
normoblas dalam waktu sekitar 48 jam (Hoffbrand et al., 2005).
Mengobati keganasan, penyakit granulomatous, dan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) sesuai dengan standar yang sesuai untuk masing-masing. Jika obat
diperkirakan menjadi penyebab anemia makrositik, terutama jika hemolisis
terjadi, hentikan pemberian obat tersebut Rawat Inap mungkin diperlukan untuk
mengobati beberapa penyebab macrocytosis, leukemia terutama akut. Rawat jalan
tindak lanjut tergantung pada penyebab macrocytosis tersebut (Maakaron, 2012).

REFERENSI
Gunadi, D; Lubis, B; Rosdiana, N. 2009. Terapi dan Suplementasi Besi pada
Anak. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 3.
Hoffbrand, AV; Pettit, JE; Moss, PAH. 2005. Hematologi. EGC. Jakarta.
Maakaron,

JE.

2012.

Macrocytosis.

http://emedicine.medscape.com/article/203858
Price, SA andWilson, LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. EGC. Jakarta.
Sunarto. 2009. Anemia Megaloblastik. Dalam: Sudoyo et al.(eds) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid ke-2. Edisi ke-4. Internal Publishing Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
Tierney, LM; McPhee, SJ; Papadakis, MA. 2003. Diagnosis dan Terapi
Kedokteran (Penyakit Dalam). Salemba Medika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai