Anda di halaman 1dari 188

Pemicu 4

Kelompok 6
dr Enny Irawaty

Kelompok 6
Toni Periyanto

405070018 (sekretaris)

Edelyn Christina

405090019

Bill Kartolo

405090020

Maria N.E Bagul

405090051

Yosephine Hibono

405090063

Selvia Shiendynalim S

405090098

Adiprayogo Liemena

405090153 (ketua )

Vita Rona C

405090199

Marni Arta Uli S

405090206

Vivian Otha Vasthi

405090216

Handi Suntama

405090256

Nicky Alexandra

405090263 (penulis)

SUAMI KEJAM
Seorang perempuan berusia 19 tahun di antar
suaminya ke UGD RS dengan keluhan perdarahan
per vaginam sejak 2 hari yang lalu. Dokter yang
bertugas memeriksa pada saat itu menemukan
tanda-tanda kekerasan berupa hematom di
hampir seluruh tubuhnya (dada, punggung dan
keempat ekstremitas), luka bekas ikatan pada
kedua tangannya, beberapa lukas gigitan di kedua
payudara dan sekitarnya. Selain itu pada vagina
terdapat tanda-tanda laserasi sampai ke forniks.

Dokter mencurigai perempuan tersebut telah mengalami kekerasan dalam rumah


tangga. Setelah memberikan pertolongan pertama,dokter pun bertanya kepadanya.
Awalny ia mengelak dan tidak mengakui suaminya telah berbuat kekerasan
terhadapnya sambil menangis ketakutan. Setelah dokter menenangkan dan
membuat suasana nyaman serta mengajakny berbicara lebih mendalam, ia pun
akhirnya mengaku si suami kerap memukul sejak beberapa bulan lalu. Hal ini di
sebabkan karena setelah di pecat dari pekerjaannya, suaminya mulai
mengkonsumsi miras dan berjudi. Bila pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan
kalah judi, ia suka melampiaskan amarah dengan memukul ostrinya. Bahkan
setelah di pukul, suaminya kerap memaksanya berhubungan badan.
Kira-kira dua hari yang lalu, saat ia sedang tidur, suaminya pulang dalam keadaan
mabuk dengan beberapa lelaki tak di kenal. Si suami seketika itu mengikat kedua
tangannya. Ia berteriak minta tolong dan melawan sekuat tenaga sampai kemudian
berhenti setelah di cekoki miras dan obat oleh teman-temannya. Dalam keadaan
setengah sadar tak berdaya, ia mengaku suami dan teman-temannya
memerkosanya.
Dokter menyarankan untuk segera lapor ke polisi sehingga dokter dapat segera
memberikan pengobatan selanjutnya dan membuat visum et repertum. Setelah
tahu istrinya berniat lapor polisi atas saran dokter, si suami langsung marah dan
mengatakan ini bukan kasus pemerkosaan tetapi pertengkaran biasa dalam rumah
tangga sehingga mneyuruh dokter untuk tidak ikut campur urusan rumah
tangganya atau ia tidak segan menuntut dokter tersebut.
Apa yang dapat anda pelajari dari kasus di atas ?

LO 1
Pemeriksaan tanda-tanda korban kejahatan
seksual & kekerasan & etikanya

Pemeriksaaan pada kejahatan sexual


Yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan
korban jangan menunggu terlalu lama
ijin tertulis untuk pemeriksaan
sebaiknya polisi & dokter memeriksa dalam
waktu yang bersamaan
dokter didampingi perawat perempuan / bidan
dokter menjelaskan apa yang akan dilakukan dan
manfaat pemeriksaan tsb

Dua aspek yang perlu diperhatikan :


mengumpulkan bukti-bukti persetubuhan :
- robekan selaput dara
- adanya cairan mani dan atau sel mani
mencari tanda-tanda kekerasan :
- riwayat kehilangan kesadaran
- luka-luka

Anamnesis
- Identitas pasien :Terutama umur (tempat dan tanggal
lahir)
- Pertumbuhan gigi geligi
- Perkembangan sex sekunder
- Alamat
- Riwayat menstruasi
- menars,
- haid terakhir
- siklus haid
- Status perkawinan
- Aktifitas seksual, kapan persetubuhan terakhir,
- apakah menggunakan kondom ?

Mengenai kejadian :
waktu dan lokasinya
kekerasan sebelum kejadian
rincian kejadian
terjadi atau tidak penetrasi
apa yang dilakukan setelah terjadinya
kekerasan seksual

Pemeriksaan fisik
Status generalis :
Keadaan umum : kesadaran, penampilan secara
keseluruhan, keadaan emosional (tenang, sedih /
gelisah)
Tanda vital
Periksa gigi-geligi (pertumbuhan gigi ke 7 & 8)
Pada persetubuhn oral, periksa lecet, bintik
perdarahan / memar pada palatum, lakukan
swab pada laring dan tonsil

Status generalis
-Perkembangan seks sekunder (pertumbuhan
mammae, rambut axilla dan rambut pubis)
-Jika pada baju ada bercak mani (kaku), bila
mungkin pakaian diminta, masukkan dalam
amplop
-Periksa luka-luka seluruh tubuh

Status ginekologi
Posisi litotomi
Periksa luka-luka sekitar vulva, periniuim dan
paha
Jika ada bercak, kerok dengan skalpel dan
masukkan dalam amplop
Rambut pubis disisir, rambut yang lepas
dimasukkan dalam amplop

Jika ada rambut pubis yang menggumpal,


gunting dan masukkan dalam amplop
cabut 3-10 lembar rambut dan masukkan
dalam amplop lain
Periksa selaput dara, besarnya orifisium
Swab daerah vestibulum, buat sediaan hapus

Jika memungkinkan swab forniks posterior,


buat sediaan hapus
Vagina dan besar uterus
Pada persetubuhan dubur, periksa colok dubur
dan lakukan swab, bila perlu proktoskopi

Kuku jari tangan dipotong, masukkan dalam


amplop yang berbeda kanan dan kiri
Tanda kehilangan kesadaran (pemberian obat
tidur / bius) needle marks indikassi
pemeriksaan darah dan urin

Laboratorium
Cairan / sekret vagina
Ambil cairan dari forniks posterior
Atau swab vagina dengan kapas lidi
Buat sediaan hapus, untuk pemeriksaan sperma &
GO
Pemeriksaan darah & urin (bila dicurigai pemberian
obatobatan)
Tes kehamilan (bila dicurigai)

Pemeriksaan pria tersangka


Pemeriksaan golongan darah
Menentukan adanya sel epitel vagina pada
glans penis, menggunakan larutan lugol
Pemeriksaan sekret uretra

Pembuktian Adanya Kekerasan


- Luka2 lecet bekas kuku, gigitan (bite marks),
luka2 memar
- Lokasi : Muka, leher, buah dada,
bagian dalam paha dan sekitar alat kelamin

Luka berat
Perlu ditentukan apakah termasuk yang disebut
dalam K.U.H Pidana pasal 90 atau tidak
Pasal 90
Luka berat berarti:
jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya
maut;
tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencarian;
kehilangan salah satu pancaindera;
mendapat cacat berat;
menderita sakit lumpuh;
terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

IV. Pingsan / Tidak Berdaya

Pingsan / tidak berdaya


Sering disebabkan oleh obat bius / tidur /
penenang
Ambil contoh darah, diperiksa ke lab untuk
menentukan kadar obat itu harus dilakukan
secepat2nya
Dapat juga diambil urine untuk bahan pemeriksaan

Disebabkan penyakit epilepsi


Harus ditentukan, bener ato ngga ada sakit ayan?
Tidak bisa ditentukan kapan ia mendapat serangan

Hasil pemeriksaan
( berdasakan saat pemeriksaan )

Bukti
Sperma

Minggu I
2 hari

Air Mani

3 hari

Robekan
Hymen
Obat-obatan

3 hari

Kehamilan
Stress pasca
perkosaan

Minggu II

Minggu III

Pemeriksaan Laboratorium Pada


Korban Kejahatan Seksual
Jenis
Pemeriksaan
Penentuan
adanya
sperma

Penentuan
adanya air
mani

Barang bukti
yg diperiksa
Cairan vaginal

Metode

Hasil yg diharapkan

Tnp pewarnaan

Sperma yg masih bergerak

Dg pewarnaan
malachitgreen

Bag basis kepala sperma berwrn ungu,


bag hidung merah muda

Pakaian

Pewarnaan Baeeci

Kepala sperma berwrn merah, bag


ekor berwrn biru muda

Cairan vaginal

Reaksi dg adanya asam fosfatase yg berasal dari air mani

Wrn ungu timbul dlm wktu < 30


detik, berarti indikasi besar. Wrn
ungu timbul < 65 detik, indikasi
sedang
Reaksi florence

Adanya kholin dlm air mani


membentuk kristal kholim
peryodida

Reaksi Berberio

Adanya spermin dlm air mani


membentuk spermin pikrat

Jenis
Pemeriksaan

Barang bukti
yg diperiksa
Pakaian

Penentuan
adanya
kehamilan

Metode

Hasil yg diharapkan

Inhibisi asam
fosfatase dg asam
tartrat

Bercak air mani dpt


dibedakan dr bercakbercak lain

Reaksi dg asam
fosfatase

Wrn ungu pd pakaian


menunjukkan mani

Cairan dr sal kemih


(Sekret urethra dan
cairan dr leher
rahim

Sinar UV, visual


perabaan dan
penciuman

Letak air mani dpt


diketahui

Cairan dr ulkus pd
genitalia

Pemeriksaab T. pallidura (Lues, sifilis)


mikroskopis (Dark-field microscope)

Darah

Tes serologi VDRL (+) utk sifilis

Urine

Hemaglutination
inhibition test
(Pregnosticon),
agglutination
inhibition test
(Gravidex)

Adanya kehamilan tdk


terjadi penggumpalan

Jenis
Pemeriksaan
Toksikologis

Barang bukti
yg diperiksa
Darah dan urine

Penentuan gol Cairan vaginal yg


darah
berisi air mani
dan darah

Metode

Thin layer
chromatograph,
mikrodiffusi, dll

Hasil yg diharapkan

Adanya obat-obat yg
dpt menurunkan /
menghilangkan
kesadaran

Serologis (A-B- Gol darah dr air mani


O grouping test) berbeda dg gol darah dr
korban

Layanan kesehatan mental

Hampir semua korban dapat mengatasi trauma


dengan budaya dan sistem support mereka sendiri
Pada layanan kesehatan:
Layanan yang menghormati, kerahasiaan, tidak
menghakimi
Mau mendengar dan suportif, tidak memaksa untuk
berbicara pada kunjungan pertama
Rujuk pada focal point masyarakat yang terlatih untuk
dukungan psikologis selanjutnya

Fase Reaksi Psikolog Terhadap Perkosaan


1.Fase disorganisasi, 2 cara :
Keadaan terekspresi yaitu syok, tidak percaya, takut, rasa
memalukan,marah dan bentuk emosi yang lainnya.
Keadaan terkontrol, dimana perasaan tertutup atau tersembunyi dan
korbantampak tenang

2.Fase menyangkal dan tanpa keinginan untuk bicara tentang


kejadian,diikuti tahap cemas yang meningkat, takut
mengingat kembali, gangguantidur, terlalu waspada dan reaksi
psikosomatik.
3.Fase Reorganisasi dimana kejadian ditempatkan pada
perspektif, beberapa korban tidak benar- benar pulih dan
mengembangkan gangguan stress kronik

Pelayanan klinis
Riwayat dan pemeriksaan
Menunjukkan empati dan tidak mengadili
Korban menceritakan sendiri, jangan lakukan
pengulangan yang tidak perlu
Menjelaskan semuanya yang akan anda lakukan
Jangan melakukan apapun tanpa persetujuan
Mengikuti formulir riwayat dan pemeriksaan
Mendokumentasi semua secara menyeluruh

Perawatan klinis: pengobatan


Merawat komplikasi yang mengancam nyawa terlebih
dahulu
Pencegahan IMS
Sipilis, chlamydia, gonorea (infeksi lain jika umum)
Menggunakan protokol perawatan lokal
Vaksinasi hepatitis B jika ada indikasi
Mencegah penularan HIV
Jika insiden <72 jam dan risiko penularan:
Zidovudine (AZT) + Lamuvudine (3CT) untuk 28 hari

Penanganan medis: bukti forensik


Bukti forensik yang dikumpulkan
selama pemeriksaan klinis
Untuk mengkonfirmasi kontak
seksual yang baru saja terjadi
menunjukkan bahwa telah
digunakan paksaan dan
kekerasan kemungkinan
Mengidentifikasikan pemerkosa
Menguatkan cerita korban
Jenis bukti yang dapat
dikumpulkan

Dokumentasi medis
Luka
Adanya sperma (< 72 jam)
Keadaan pakaian
Pakaian
Benda-benda asing
Rambut asing
Analisa DNA
Darah atau urin untuk uji
toksikologi

LO 2

Visum et Repertum

Visum et Repertum
Menurut Staatsblad tahun 1937 nomor 350 :
Visa Reperta (Visum et Repertum) adalah
laporan tertulis untuk Yustisi yang dibuat
oleh dokter berdasarkan sumpah, tentang
segala hal yang dilihat dan ditemukan pada
benda yang diperiksa menurut
pengetahuan yang sebaik-baiknya.

Visum et Repertum
KUHAP pasal 1 butir ke-28, menyatakan :
Keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.

Dasar hukum pengadaan


Pasal 120 KUHAP
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta
pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus
Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati
yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

Macam-macam Visum et Repertum


1. Visum et Repertum korban hidup:
Visum et repertum definitif dibuat setelah pemeriksaan
selesai, korban tidak perlu dirawat lebih lanjut atau meninggal.
Visum et Repertum sementara dibuat setelah pemeriksaan
selesai, korban masih perlu mendapat perawatan lebih lanjut.
Visum et Repertum lanjutan dibuat bila:
Setelah selesai perawatan korban sembuh.
Setelah mendapat perawatan, korban meninggal.
Perawatan belum selesai, korban pindah RS atau dokter lain.
Perawatan belum selesai, korban pulang paksa atau
melarikan diri

Visum et Repertum Sementara


Dibuat atas permintaan penyidik.
Penatalaksanaan korban belum selesai
perawatannya.
Keterangan tentang cedera korban diperlukan oleh
penyidik.
Perlu dibuat apabila korban pindah tempat
perawatan.
Memuat identitas korban, jenis luka, jenis kekerasan.
Kualifikasi luka belum dapat ditentukan.

Macam-macam Visum et Repertum


2. Visum et Repertum mayat
(Harus dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap)
Tujuan pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan
sebab, cara, dan mekanisme kematian

3. Visum et Repertum pemeriksaan TKP


Hubungan sebab akibat luka yang ditemukan pada tubuh
korban.
Saat kematian korban.
Barang bukti yang ditemukan.
Cara kematian korban jika mungkin.

Macam-macam Visum et Repertum


4.
5.
6.
7.

Visum et Repertum penggalian mayat


Visum et Repertum mengenai umur
Visum et Repertum mengenai barang bukti
Visum et Repertum Psikiatrik

VISUM ET REPERTUM PSIKIATRIK


Menurut Permenkes No.1993/Kdj/U/70, tentang perawatan
penderita penyakit jiwa pasal 15 ayat 2 membedakan
kesaksian ahli jiwa menjadi 2 macam yaitu :
1. Keterangan dokter
2. Visum et Repertum Psikiatrik

Keterangan dokter
Adalah keterangan yang diberikan oleh dokter atas
permintaan jaksa, polisi atau pamong praja dalam
pemeriksaan pendahuluan suatu perkara
pengadilan.
Yang berhak membuat keterangan ini a/ dokter
(tidak harus Psikiater).
Pada prinsipnya setiap dokter yang terdaftar pada
DepKes dan telah mendapat ijin bekerja dari
MenKes,berhak membuatnya.

Syarat pembuatan keterangan dokter


(psikiatrik)
- Harus selesai dalam waktu 3 x 24 jam.
- Bila ada kekuatiran pdrta/terdakwa akan lari, dapat ditempuh
pemeriksaan secara jalan dalam waktu yang sama 3 x 24 jam.
- Bila ternyata penderitan/terdakwa benar sakit jiwa, maka
kepala tempat perawatan harus membuat laporan kepada
hakim PN (keterangan bahwa pdrta/terdakwa menderita
sakit jiwa dan perlu perawatan dan pengobatan segera).

VISUM ET REPERTUM PSIKIATRIK


Adalah suatu persaksian tertulis dalam perkara pidana /
perkara perdata, yang dibuat atas permintaan hakim Ketua
Pengadilan dan mengingat sumpah dokter.
Tentunya persakitan tersebut adalah tentang keadaan kesehatan
jiwa penderita/terdakwa yang berperkara atau yang telah
melanggar hukum.

Yang berhak meminta visum et repertum psikiatrik ialah


Hakim Ketua PN.
Yang berhak membuat visum et repertum psikiatrik ialah ahli
kedokteran jiwa suatu tempat perawatan penderita penyakit
jiwa yang ditunujuk pengawas/Kepala DinKes Propinsi.

Pihak yang berwenang membuat


keterangan ahli
Pasal 133 ayat 1 KUHAP :
Yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik
yang menyakut tubuh manusia dan membuat
keterangan ahli adalah dokter ahli kedokteran
kehakiman (forensik), dokter, dan ahli lainnya
Jadi :
Keterangan yang dibuat oleh dokter ahli
kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli
Keterangan yang dibuat selain ahli kedokteran
kehakiman disebut keterangan

Pihak yang berhak meminta


visum et repertum
Penyidik
pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi wewenang sesuai (UU).
Pangkat terendah : pembantu letnan dua atau komandan
berpangkat bintara di bawah pembantu letnan dua.
Penyelidik pembantu adalah sersan dua.
Hakim pidana
Hakim pidana biasanya tidak langsung minta visum et
repertum pada dokter, tetapi memerintahkan kepada jaksa
untuk melengkapi berita acara pemeriksaan dengan visum et
repertum. Kemudian jaksa melimpahkan permintaan hakim
kepada penyidik.

Pihak yang berhak meminta


visum et repertum
Hakim perdata
Karena di sidang pengadilan perdata tidak ada jaksa,maka
hakim perdata minta langsung visum et repertum kepada
dokter.
Hakim agama
Dasar hukumnya Undang-undang No. 14 tahun 1970
tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman pasal 10.
Hakim agama mengadili perkara yang bersangkutan dengan
agama islam,sehingga permintaan visum et repertum hanya
berkenaan dengan hal syarat untuk berpoligami, syarat untuk
melakukan perceraian dan syarat waktu tunggu seorang janda.

Ketentuan umum dalam pembuatan


Visum et Repertum
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.


Bernomor dan bertanggal.
Mencantumkan nama Pro justitia dibagian atas (kiri atau
tengah)
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tidak menggunakan singkatan terutama pada waktu
mendeskripsikan temuan pemeriksaan.
Tidak menggunakan istilah asing atau istilah kedokteran.
Berstempel instansi pemeriksa tersebut.
Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan.
Hanya diberikan kepada penyidik peminta Visum et
Repertum (instansi).

Format Visum et Repertum


Pembukaan
Pendahuluan
Pemberitaan

PRO JUSTITIA

Identitas
Hasil pemeriksaan

(objektif)

Kesimpulan

Pendapat pemeriksa

(subjektif, ilmiah)
Penutup

Sumpah, ilmiah, tandatangan,


cap, dsb

Bagian-bagian Visum et Repertum


1. PRO JUSTISIA
Kata ini dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et
repertum tidak perlu bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.
2. PENDAHULUAN
Bagian ini memuat antara lain :
Identitas pemohon visum et repertum
Identitas dokter yang memeriksa / membuat visum et repertum
Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya)
Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan
Identitas korban
Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban
dirawat, waktu korban meninggal
Keteranganmengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban
pada dokter dan waktu saat korban diterima dirumah sakit

3. PEMBERITAAN
Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis
kel,TB/BB), serta keadaan umum .
Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada
korban.
Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.
Hasil pemeriksaan tambahan.

Syarat-syarat :
Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang
awam.
Angka harus ditulis dengan huruf (4 cm ditulis empat
sentimeter).
Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka (luka bacok, luka
tembak dll).
Luka harus dilukiskan dengan kata-kata.
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang
dilihat dan ditemukan).

4. KESIMPULAN
Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang
memeriksa, mengenai hasil pemeriksaan sesuai dgn
pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca
indera (pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman
dan perabaan).
Sifatnya subjektif.
5. PENUTUP
Memuat kata Demikianlah visum et repertum ini dibuat
dengan mengingat sumpah pada waktu menerima
jabatan.
Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

Kegunaan V et R
AWAL PENYIDIKAN
BUKTI ADANYA TINDAK PIDANA
BUKTI PENAHANAN
MEMBANTU PENYIDIK dlm hal :
Jenis luka dan penyebabnya
Hubungan ant sebab kematian dan luka-2yang ada
pada tubuh korban.ada hubungan atau tidak
Identitas

MEMBANTU DLM MENENTUKAN JENIS


TUNTUTAN

PERSIDANGAN
UPAYA BUKTI YG SYAH
BAHAN PERTIMBANGAN DLM MEMUTUS
PERKARA

Tujuan Visum et Repertum


Sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan
karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan
berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena
termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk
membuat kesimpulan VeR yang lebih baru

Bantuan dokter pada penyidik :


1. Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)
2. Pemeriksaan korban hidup
3. Pemeriksaan korban mati
4. Penggalian mayat
5. Menentukan umur seorang korban / terdakwa
6. Pemeriksaan jiwa seorang terdakwa
7. Pemeriksaan barang bukti lain (trace
evidence)

Pemeriksaan dokter tersebut sesuai dengan jenis


tindak pidananya, yg diatur dalam KUHP :
Buku kesatu ( Aturan umum ) :
Bab III pasal 44 45, tentang hal yang menghapus,
mengurangi atau memberatkan pidana.

Buku kedua ( kejahatan ) :


Bab XIV pasal 284 290 / 292 295, tentang kejahatan
kesusilaan.
Bab XIX pasal 338 348, tentang kejahatan terhadap
nyawa.
Bab XX pasal 351 355, tentang penganiayaan.
Bab XXI pasal 359 360, tentang meyebabkan mati
atau luka karena kealpaan.

Sanksi Hukum
Sanksi hukum untuk bedah mayat, diatur dalam pasal
82 UU No. 23 tahun 1992 Ayat (1):
Barangsiapa yang tanpa keahlian dan
kewenangannya dengan sengaja melakukan bedah
mayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan atau denda paling banyak
Rp.100.000.000,00,- (seratus juta rupiah).

Tata Cara Permintaan


Visum et Repertum
1. Pasal 133 ayat (2) KUHAP :
1. Permintaan Keterangan ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah
mayat
2. Surat Permintaan Visum et Repertum (SPVR) harus dibuat
dengan menggunakan format sesuai dengan jenis kasus
yang sedang ditangani.
3. SPVR harus ditanda tangani oleh penyidik yang syarat
kepangkatan dan pengangkatannya diatur dalam BAB II
pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 tahun 1983.

4. Korban yang meninggal dunia harus diantar


oleh seorang anggota POLRI dengan
membawa SPVR.
5. Korban yang meninggal dunia harus diberi
label sesuai dengan peraturan yang
tercantum didalam pasal 133 ayat (3) KUHAP
6. Sebaiknya penyidik yang meminta Visum et
Repertum mengikuti jalannya pemeriksaan
bedah jenazah.

Prosedur permintaan VetR korban hidup


Permintaan harus secara tertulis, tdk dibenarkan
secara lisan / telepon / via pos.
Korban adalah barang bukti, maka permintaan VetR
harus diserahkan sendiri oleh polisi bersama-sama
korban/tersangka.
Tidak dibenarkan permintaan V et R ttg sesuatu
peristiwa yang telah lampau, mengingat rahasia
kedokteran (Instruksi Kapolri No.Ins/E/20/IX/75).

Prosedur Permintaan VeR Korban Mati


(mayat):
1. Permintaan harus diajukan secara tertulis, tidak
dibenarkan melalui telepon, lisan atau pos.
2. Korban yang meninggal dunia harus diantar oleh
seorang anggota POLRI dengan membawa SPVR.
3. Korban yang meninggal dunia harus diberi label
sesuai dengan peraturan yang tercantum
didalam pasal 133 ayat (3) KUHAP.
4. Sebaiknya penyidik yang meminta Visum et
Repertum mengikuti jalannya pemeriksaan
bedah jenazah.

KEWAJIBAN PENYIDIK
TERHADAP KELUARGA KORBAN
KUHAP Pasal 134
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan
pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari,
penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib
menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan
tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun
dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan,
penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

SANKSI HUKUM BAGI YANG


MENGHALANG-HALANGI PEMERIKSAAN MAYAT

Pasal 222 KUHP :


Barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.

SANKSI BAGI DOKTER YANG MENOLAK


PERMINTAAN PENYIDIK
Pasal 216 KUHP :
1. Barangsiapa dengan sengaja tidak menurut perintah atau
permintaan keras, yang dilakukan menurut peraturan
Undang-undang oleh Pegawai Negeri yang diwajibkan
mengawasi atau oleh pegawai negeri yang diwajibkan atau
yang dikuasakan mengusut atau memeriksa tindak pidana.
Demikian juga barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan suatu pekerjaan
yang diusahakan oleh salah seorang pegawai negeri itu
untuk menjalankan suatu peraturan undang-undang,
dipidana dengan pidana penjara paling lama empat bulan
dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu
rupiah

2. Yang disamakan dengan pegawai negeri yang


tersebut dalam bagian pertama ayat diatas ini
ialah semua orang yang menurut peraturan
undang-undang selalu atau sementara
diwajibkan menjalankan suatu jabatan umum
apapun juga.
3. Kalau pada waktu melakukan kejahatan itu
belum lagi dua tahun sesudah pemidanaan yang
dahulu menjadi tetap karena kejahatan yang
sama itu juga, maka pidana itu dapat ditambah
sepertiganya.

Larangan untuk jadi ahli (KUHP 168)


Sedarah / garis lurus sampai derajat 3 atau yg
bersama2 dengan terdakwa.
Saudara dari terdakwa/yg bersama-sama
sebagai terdakwa, saudara ibu, bapak, juga
mereka yg punya hubungan perkawinan dan
anak-anak sampai derajat 3.
Suami/istri/meski sudah cerai.

Pencabutan Visum Et Repertum


1. Pencabutan permintaan Visum et Repertum pada
prinsipnya tidak dibenarkan, namun kadang kala
dijumpai hambatan dari keluarga korban yang
keberatan untuk dilaksanakan bedah mayat dengan
alasan larangan Agama, adat dan lain-lain.
2. Bila timbul keberatan dari pihak keluarga, sesuai
dengan ketentuan KUHAP Pasal 134 ayat 2, maka
penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya
tentang maksud dan tujuan bedah jenazah
tersebut.

Lama Penyimpanan
Visum et Repertum

10 tahun
MENGACU PADA PERMENKES NO. 749A TAHUN
1989 TENTANG REKAM MEDIS

30 tahun
MENGACU PADA SISTEM ARSIP NASIONAL

Beberapa peraturan yg harus


diperhatikan
Menurut Standar Pelayanan Medis yang
disusun oleh IDI dan diterbitkan oleh Dek-Kes
RI tahun 1993.
Daerah yg tidak ada dokter SpF maka
pemeriksaan oleh dokter umum (minimal di RS
kelas D).
Daerah yg punya dokter SpF maka
pemeriksaan oleh dokter spesialis Forensik.

Contoh pendahuluan
Yang bertanda tangan di bawah ini, (nama), dokter
umum, atas permintaan dari Polsek dengan nomor
surat // pada hari tanggal bulan ..
tahun bertempat di klinik telah melakukan
pemeriksaan terhadap seorang korban yang menurut surat
permintaan tersebut adalah:
Nama : dst

Contoh pemberitaan atau hasil pemeriksaan


Korban mengaku 2 jam sebelum masuk RS dipukul dengan
menggunakan tangan kosong pada
(anamnesa / wawancara)
Pada korban ditemukan :
Pada dahi kanan ditemukan luka? Tepi luka? Ukuran
luka?
Pada dst
Setelah pencatatan luka-luka selanjutnya diterangkan
pula langkah pemeriksaan penunjang, pengobatan dan
atau tindakan medis

Contoh penutup
Demikianlah Visum et Repertum ini dibuat
dengan sebenarnya berdasarkan keilmuan
saya.

Penutup
Dicantumkan kalimat
demikianlah visum et repertum ini dibuat
dengan mengingat sumpah
Diakhiri dengan tanda tangan dan nama
lengkap dokter

Jakarta, 12 Desember 2012


PRO JUSTICIA
VISUM ET REPERTUM
NO III/X/2012
Yang bertanda tangan di bawah ini dokter Ferdy bagian forensik RS Harapan Jaya,
Jakarta, atas permintaan dari Kepolisisan Sektor Raya Jakarta dengan nomor surat
I/X/2012 tertanggal 10 Desember 2012, maka dengan ini menerangkan bahwa
pada tanggal 10 Desember 2012 Pukul 10.00 WIB bertempat di UGD RS Harapan
Jaya Jakarta telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi XX
yang menurut surat tersebut adalah:
identitas yang diperiksa
Nama : Ani
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Warga Negara : Indonesia
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Agama : islam
Alamat : Jl. Kebon Jeruk No. 13, Jakarta

Hasil pemeriksaan:
1. Korban datang dalam keadaan sadar dan dengan perdarahan pervaginam,
mengaku telah dipukul suaminya dan mengalami kekerasan seksual oleh suami
dan teman-teman suaminya pada tanggal 8 Desember 2012 pukul 23.00 WIB.
2. a. hematom hampir di seluruh tubuhnya (dada, punggung, keempat ekstremitas)
b. luka bekas ikatan di kedua tangannya
c. luka bekas gigitan di kedua payudara dan sekitarnya
d. pada vagina, terdapat tanda-tanda laserasi sampai ke leher rahim
Kesimpulan :
Telah diperiksa seorang perempuan berumur 19 tahun, pada hasil pemeriksaan
ditemukan memar di dada, punggung, dan keempat ekstremitas, luka bekas ikatan
di kedua tangan, luka bekas gigitan di kedua payudara dan sekitarnya, dan tandatanda laserasi pada vagina diduga akibat kekerasan.
Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan
menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai KUHAP.
Dokter Pemeriksa
dr. Ferdy

Alur pemeriksaan korban kejahatan seksual


Korban
Penyidik POLRI
Surat
permintaan
VeR

Dokter
Dokter
+
Penyidik POLRI

Surat Keterangan
Dokter

Dokter
Visum et Repertum

Visum et Repertum

Keterangan:

: Alur normal KUHAP

: Alur ideal pusat penanganan kekerasan

Dokter
Forensik

Penyidik
POLRI

terpadu

: Alur yang sering dijumpai di lapangan

Visum et Repertum

Kasus pemerkosaan
Siapakah penyidik ?
KUHAP Pasal 6 dan KUHAP
Pasal 2
Siapakah ahli ?
KUHAP Pasal 133 Ayat 1

KUHP Pasal 224


9 Bulan Penjara

Penyidik
Mengirimkan surat
permohonan kepada ahli
untuk memeriksa
(KUHAP Pasal 133 Ayat 2)

Ahli Menolak

Ahli Setuju

Pemeriksaan terhadap
korban
Maksimum 1 hari untuk
memberi kesimpulan
KUHAP Pasal 19

Pembuatan Visum et
Repertum sementara yang
diperkuat sumpah
(KUHAP 187)

Kesimpulan Visum et
Repertum sementara

Saksi

Bukan
Keluarga

Keluarga

Disetujui oleh
Tidak
hakim
disetujui oleh
hakim

Diperbolehkan
Tidak
memberi
diperbolehkan
keterangan
memberi
(KUHAP Pasal keterangan
169)
(KUHAP Pasal
168)

Tidak ada bukti


persetubuhan

Ada bukti
persetubuhan

Kasus Pemeriksaan
Terdakwa
dibatalkan lebih lanjut ditahan sampai
Pengadilan
(KUHAP Pasal 21
Ayat 4)
Kesimpulan
penyidikan

Pembuatan Visum et Tidak


Repertum yang
bersedia
diperkuat sumpah memberi
(KUHAP 187)
kesaksian

Bersedia
memberi
kesaksian

Saksi dapat
hadir ke
pengadilan

Saksi tidak
dapat hadir ke
pengadilan

Ahli dapat hadir


ke pengadilan

Keterangan dicatat dan Ahli tidak


dibacakan saat
bersedia
pengadilan
memberi
(KUHAP Pasal 162)
keterangan
Sumpah akan
bersaksi jujur
(KUHAP Pasal 160
Ayat 3)

KUHP Pasal 522


Denda
Rp.9.900,00

Ahli tidak dapat


hadir ke
pengadilan

Ahli bersedia
memberi
keterangan
Sumpah akan
Visum et Repertum Sumpah akan
bersaksi jujur
dibacakan
bersaksi jujur
(KUHAP Pasal 160
(KUHAP Pasal 160
Ayat 3)
Ayat 3)

KUHP 322
Penjara 9 bulan

Keterangan
saksi

KUHP Pasal 50

Keterangan
ahli

Surat Ahli

Keterangan
terdakwa

Apakah alat bukti yang sah ?


KUHAP Pasal 184

Apa dasar kesimpulan sidang ?


KUHAP Pasal 183

Penentuan alat bukti


yang sah

Penentuan kesimpulan
sidang

Bersalah

Tidak
Bersalah

Terdakwa
dibebaskan

Kejahatan seksual dalam kaitan dengan persetubuhan yg


dapat dikenakan hukuman :
Dlm Perkawinan

> 15 thn (ps 284)


Dg persetujuan si
< 15 thn (ps 287)
Diluar Perkawinan

Dg kekerasan
/ancaman kekerasan
(ps 285)
persetujuan si
Si dlm keadaan
pingsan/tdk berdaya
(ps 286)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 23TAHUN 2004
TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.
2. Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah
jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku
kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban
kekerasan dalam rumah tangga

3. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau


ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga
4. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk
memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh
pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara
maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
5. Perlindungan Sementara adalah perlindungan yang
langsung diberikan oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial
atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya penetapan perintah
perlindungan dari pengadilan.
6. Perintah Perlindungan adalah penetapan yang dikeluarkan
oleh Pengadilan untuk memberikan perlindungan kepada
korban.
7. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan.

Pasal 2
(1) Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini
meliputi:
a. suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga
dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan,
dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga;
dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan
menetap dalam rumah tangga tersebut.
(2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c
dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu
selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

ASAS DAN TUJUAN


Pasal 3
Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan
berdasarkan asas:
a. penghormatan hak asasi manusia;
b. keadilan dan kesetaraan gender;
c. nondiskriminasi; dan
d. perlindungan korban.

Pasal 4
Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan:
a. mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah
tangga;
b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;
c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan
d. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis
dan sejahtera.

LARANGAN KEKERASAN DALAM


RUMAH TANGGA
Pasal 5
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga
terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.

Pasal 6
Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a
adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,
atau luka bera

Pasal 7
Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis
berat pada seseorang.

Pasal 8
Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf c meliputi:
a. pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga
tersebut;
b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang
dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain
untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Pasal 9
(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum
yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga
berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam
atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah
kendali orang tersebut

HAK-HAK KORBAN
Pasal 10
Korban berhak mendapatkan:
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau
pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. penanganan secara khusus berkaitan dengan
kerahasiaan korban;
d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum
pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. pelayanan bimbingan rohani

KEWAJIBAN PEMERINTAH DAN


MASYARAKAT
Pasal 11
Pemerintah bertanggung jawab dalam upaya
pencegahan kekerasan dalam rumah tangga.

Pasal 12
(1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11, pemerintah:


a. merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam
rumah tangga;
b. menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang
kekerasan dalam rumah tangga;
c. menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan
dalam rumah tangga;
d. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender
dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan
standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh menteri.
(3) Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait
dalam melakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).

Pasal 13
Untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban,
pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
fungsi dan tugas masingmasing dapat melakukan
upaya:
a. penyediaan ruang pelayanan khusus di kantor
kepolisian;
b. penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial,
dan pembimbing rohani;
c. pembuatan dan pengembangan sistem dan
mekanisme kerja sama program pelayanan yang
melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban; dan
d. memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi,
keluarga, dan teman korban.

Pasal 14
Untuk menyelenggarakan upaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
fungsi dan tugas masing-masing, dapat melakukan kerja
sama dengan masyarakat atau lembaga sosial lainnya.

Pasal 15
Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan
upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:
a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. memberikan perlindungan kepada korban;
c. memberikan pertolongan darurat; dan
d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan
perlindungan

PERLINDUNGAN
Pasal 16
(1) Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam
terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan
kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera
memberikan perlindungan sementara pada korban
(2) Perlindungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak korban
diterima atau ditangani.
(3) Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung
sejak pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), kepolisian wajib meminta surat penetapan
perintah perlindungan dari pengadilan.

Pasal 17
Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat
bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan
pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi
korban.

Pasal 18
Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang
hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan.

Pasal 19
Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah
mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga.

Pasal 20
Kepolisian segera menyampaikan kepada korban tentang:
a. identitas petugas untuk pengenalan kepada korban;
b. kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan
terhadap martabat kemanusiaan; dan
c. kewajiban kepolisian untuk melindungi korban

Pasal 21
(1) Dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada korban,
tenaga kesehatan harus:
a. memeriksa kesehatan korban sesuai dengan
standar profesinya;
b. membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan
terhadap korban dan visum et repertum atas
permintaan penyidik kepolisian atau surat
keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum
yang sama sebagai alat bukti.
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan di sarana kesehatan milik
pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.

Pasal 22
(1) Dalam memberikan pelayanan, pekerja sosial harus:
a. melakukan konseling untuk menguatkan dan
memberikan rasa aman bagi korban;
b. memberikan informasi mengenai hak-hak korban
untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
c. mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat
tinggal alternatif; dan
d. melakukan koordinasi yang terpadu dalam
memberikan layanan kepada korban dengan pihak
kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan
korban.
(2) Pelayanan pekerja sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan di rumah aman milik pemerintah,
pemerintah daerah, atau masyarakat.

Pasal 23
Dalam memberikan pelayanan, relawan pendamping dapat:
a. menginformasikan kepada korban akan haknya untuk
mendapatkan seorang atau beberapa orang pendamping;
b. mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan
atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan
membimbing korban untuk secara objektif dan lengkap
memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang
dialaminya;
c. mendengarkan secara empati segala penuturan korban
sehingga korban merasa aman didampingi oleh
pendamping; dan
d. memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan
fisik kepada korban

Pasal 24
Dalam memberikan pelayanan, pembimbing rohani harus
memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan
memberikan penguatan iman dan taqwa kepada korban.
Pasal 25
Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat
wajib:
a. memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi
mengenai hak-hak korban dan proses peradilan;
b. mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan
membantu korban untuk secara lengkap memaparkan
kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; atau
c. melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum,
relawan pendamping, dan pekerja sosial agar proses
peradilan berjalan sebagaimana mestinya.

Pasal 26
(1) Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan
dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat
korban berada maupun di tempat kejadian perkara.
(2) Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga
atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam
rumah tangga kepada pihak kepolisian baik di tempat
korban berada maupun di tempat kejadian perkara

Pasal 27
Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan
dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh,
atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.

Pasal 28
Ketua pengadilan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)
hari sejak diterimanya permohonan wajib
mengeluarkan surat penetapan yang berisi
perintah perlindungan bagi korban dan anggota
keluarga lain, kecuali ada alasan yang patut.

Pasal 29
Permohonan untuk memperoleh surat perintah perlindungan
dapat diajukan oleh:
a. korban atau keluarga korban;
b. teman korban;
c. kepolisian;
d. relawan pendamping; atau
e. pembimbing rohani.

Pasal 30
(1) Permohonan perintah perlindungan disampaikan
dalam bentuk lisan atau tulisan.
(2) Dalam hal permohonan diajukan secara lisan,
panitera pengadilan negeri setempat wajib
mencatat permohonan tersebut.
(3) Dalam hal permohonan perintah perlindungan
diajukan oleh keluarga, teman korban,
kepolisian, relawan pendamping, atau
pembimbing rohani maka korban harus
memberikan persetujuannya.
(4) Dalam keadaan tertentu, permohonan dapat
diajukan tanpa persetujuan korban

Pasal 31
(1) Atas permohonan korban atau kuasanya, pengadilan
dapat mempertimbangkan untuk:
a. menetapkan suatu kondisi khusus;
b. mengubah atau membatalkan suatu kondisi khusus
dari perintah perlindungan.
(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diajukan bersama-sama dengan proses pengajuan
perkara kekerasan dalam rumah tangga.

Pasal 32
(1) Perintah perlindungan dapat diberikan dalam waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Perintah perlindungan dapat diperpanjang atas
penetapan pengadilan.
(3) Permohonan perpanjangan Perintah Perlindungan
diajukan 7 (tujuh) hari sebelum berakhir masa berlakunya.

Pasal 33
(1) Pengadilan dapat menyatakan satu atau lebih tambahan
perintah perlindungan.
(2) Dalam pemberian tambahan perintah perlindungan,
pengadilan wajib mempertimbangkan keterangan dari
korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan
pendamping, dan/atau pembimbing rohani

Pasal 34
(1) Berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin
timbul,pengadilan dapat menyatakan satu atau lebih
tambahan kondisi dalam perintah perlindungan.
(2) Dalam pemberian tambahan kondisi dalam perintah
perlindungan, pengadilan wajib mempertimbangkan
keterangan dari korban, tenaga kesehatan, pekerja
sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing
rohani.

Pasal 35
(1) Kepolisian dapat menangkap untuk selanjutnya
melakukan penahanan tanpa surat perintah
terhadap pelaku yang diyakini telah melanggar
perintah perlindungan, walaupun pelanggaran
tersebut tidak dilakukan di tempat polisi itu bertugas.
(2) Penangkapan dan penahanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan surat
perintah penangkapan dan penahanan setelah 1 x 24
(satu kali dua puluh empat) jam.
(3) Penangguhan penahanan tidak berlaku terhadap
penahanan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat
(2).

Pasal 36
(1) Untuk memberikan perlindungan kepada korban, kepolisian
dapat menangkap pelaku dengan bukti permulaan yang cukup
karena telah melanggar perintah perlindungan.
(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilanjutkan dengan penahanan yang disertai surat perintah
penahanan dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat)
jam.

Pasal 37
(1) Korban, kepolisian atau relawan pendamping dapat mengajukan
laporan secara tertulis tentang adanya dugaan
(2) Dalam hal pengadilan mendapatkan laporan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pelaku diperintahkan menghadap dalam
waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam guna dilakukan
pemeriksaan.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
oleh pengadilan di tempat pelaku pernah tinggal bersama korban
pada waktu pelanggaran diduga terjadielanggaran terhadap
perintah perlindungan.

Pasal 38
(1) Apabila pengadilan mengetahui bahwa pelaku
telah melanggar perintah perlindungan dan
diduga akan melakukan pelanggaran lebih lanjut,
maka Pengadilan dapat mewajibkan pelaku untuk
membuat pernyataan tertulis yang isinya berupa
kesanggupan untuk mematuhi perintah
perlindungan.
(2) Apabila pelaku tetap tidak mengindahkan
surat pernyataan tertulis tersebut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pengadilan dapat
menahan pelaku paling lama 30 hari.(3)
Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disertai dengan surat perintah penahanan.

KETENTUAN PIDANA
Pasal 44
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling
banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak
Rp45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan seharihari, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah).

Pasal 45
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan
psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau
sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
mata pencaharian atau kegiatan seharihari, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan
atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta
rupiah).

Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual
sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 huruf a dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling
banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah
tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun atau denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah) atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).

Pasal 48
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan
Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak
memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan
daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat)
minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur
atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak
berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua
puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah),
setiap orang yang:
a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
b. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2).

Pasal 50
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat
menjatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan
pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun
pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;
b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah
pengawasan lembaga tertentu.

Pasal 51
Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
44 ayat (4) merupakan delik aduan.
Pasal 52
Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan.
Pasal 53
Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 46 yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau
sebaliknya
merupakan delik aduan

Pemeriksaan tanda-tanda kejahatan


seksual & kekerasan serta etikanya

Anamnesa Pasien :
a.Umum:
- Umur, tempat/tanggal lahir, status perkawinan, siklus haid
- Penyakit kelamin/penyakit kandungan/penyakit lain
- Apa pernah bersetubuh
- Kapan persetubuhan terakhir
- Apakah memakai kondom
b. Khusus:
-Waktu kejadian, tanggal, jam, tempat kejadian
-Apakah korban melawan
-Apakah korban pingsan
-Apa ada penetrasi dan ejakulasi
-Apa yg dilakukan setelah kejadian ( mencuci, mandi, atau ganti pakaian,dll)

Memeriksa pakaian -Robekan, Kancing putus, Bercak darah, Air


mani, Lumpur, Rapi atau tidak
Memeriksa tubuh korban
Umum Penampilan, Keadaan emosional, Tanda bekas hilang
kesadaran,Tanda kekerasan, Tanda perkembangan alat kelamin
sekunder,
Khusus
- Rambut kemaluan yang saling melekat karena air mani mengering
Gunting
- Bercak air mani kerok/swab
- Vulva tanda kekerasan
- Introitus vagina
- Selaput dara
tentukan orifisium, perawan= 2,5cm ; persetubuhan= 9cm
- Frenulum labiorum pudenda
- Vagina dan cervix

Pemeriksaan kandungan dan kebidanan


Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan oleh spesialis obstetriginekologis. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan:
Pemeriksaan area genitalia : rambut pubis yang bertautan,
semen yang mengering/ bercak semen, lakukan swab.
Pada vulva, introitus vagina : tanda bekas kekerasan
(hiperemi, edema, memar, luka lecet); lakukan swab pada
vestibulum.
Periksa jenis hymen, keutuhan hymen. Jika sudah ruptur,
sudah lama atau baru, lokasi ruptur, sampai ke insertio atau
tidak; tentukan besar orificium; ada/tidak deflorasi (tidak
harus ada).
Pada frenulum labiorum pudenda dan commisura labiorum:
utuh/tidak.
Lakukan pemeriksaan dengan speculum jika memungkinkan,
memeriksa vagina dan serviks, ada tidaknya infeksi.
Lakukan swab pada vagina
Jika pada hymen masih utuh, pengambilan sampel dilakukan
sebatas vestibulum.

Pemeriksaan kesehatan mental


Pasien/ korban dirujuk pada seorang psikolog atau
psikiater untuk diperiksa status mentalnya. Pasien
mungkin menderita trauma psikis dan perubahan
tingkah laku. Perujukan dan pemeriksaan ini
berkaitan dengan pelaporan dalam visum et
repertum juga untuk pengobatan.

Pemeriksaan Laboratorium
Tes Penyaring cairan mani Tes fosfatase asam,
visual/taktil,UV
Tes Penentu cairan mani Berberio, Florence, Puranen
Tes Penentu spermatozoa sediaan langsung, Malascheet
Green, Baechii
Tes toksikologi (urin,darah)
Tes kehamilan
Tes kuman Gonorrhea

Pembuktian Adanya Kekerasan


- Luka2 lecet bekas kuku, gigitan (bite marks),
luka2 memar
- Lokasi : Muka, leher, buah dada,
bagian dalam paha dan sekitar alat kelamin

Pemeriksaan laboratoriun pada kasus


kejahatan seksual
Pemeriksaan cairan mani
Semen merupakan cairan agak kental, berwarna putih
kekuningan, keruh dan berbau khas. Dapat
mengandung/ tidak mengandung spermatozoa (pada
azospermia).Mengandung spermatozoa, sel-sel epitel,
dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan
yang disebut plasma seminal yang mengandung
spermin dan beberapa enzim seperti
fosfatase asam. Karena kekhasan kandungan zat ini, zat
ini dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu
cairan atau bercak adalah sperma atau bukan.

Bahan yang diambil dari tubuh korban Cairan mani dalam


vagina untuk membuktikan adanya persetubuhan. Swab
dilakukandengan bantuan spekulum. Dengan cotton but
dilakukan swab pada forniks posterior vagina dan permukaan
mulut rahim
Penentuan ada/ tidaknya spermatozoa
Tanpa pewarnaan
Untuk melihat apakah ada spermatozoa yang masih bergerak
Umumnya 2-3
jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukanspermatozoa
yang bergerak dalam vagina.
Cara pemeriksaan: satu tetes lendir vagina diletakan pada kaca
obyek, dilihat
dengan pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan.
Perhatikan gerakan sperma. Spermatozoa dapat ditemukan 3-6
hari pasca persetubuhan

Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas
sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, methy
lene blue atau malachite green
Malachite green adalah cara yang mudah dan baik digunakan.
Warnai dengan larutan malachite green 1% selama 10-15
menit, lalu cucidengan air mengalir dan setelah itu
lakukakn counterstain dengan EosinYellowish 1% selama 1
menit, terakir cuci lagi dengan air
Terlihat gambaran sperma: kepala (merah), leher( merah m
uda), ekor (hijau)

Penentuan cairan mani (kimiawi)


Reaksi fosfatase asam
Mendeteksi adanya enzim Fosfatase asam dalam
bercak/ cairan
Merupakan reaksi penyaring ada/ tidaknya mani, s
ehingga kharusdikonfirmasi ulang lagi dengan
menggunakan tes penentu
Cara pemeriksaan : Bahan yang dicurigai
ditempelkan pada kertas saringang telah terlebih
dahulu dibasahi dengan akuades selama beberapa
menit.Kemudian kertas saring diangkat dan
disemprotkan dengan reagens.
(+) timbul warna ungu dalam waktu 30 detik
+ palsu dapat ditemukan pada feses, air teh,
kontraseptik, sari buah dan tumbuh-tumbuhan

Reaksi Berberio
Dasar reaksi: menentukan adanya spermin
dalam semen
Merupakan reaksi penentu ada/ tidaknya mani
Reagen yang digunakan larutan asam pikrat
jenuh
(+) kristal spermin pikrat yang kekuningkuningan berbentuk jarum denganujung
tumpul, kadang-kadang terdapat garis refraksi
yang terletak longitudinal

Reakssi florence
Dasar reaksi adalah untuk menentukan ada/
tidaknya kholin.
Cara pemeriksaan: Ekstrak diletakan pada
kaca obyek, biarkan mengering, tutupdengan kaca
penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah
kaca penutup.
(+) kristal kholin-periodida berwarna cokelat,
berbentuk jarum dengan ujungsering terbelah
+ palsu ekstrak jaringan berbagai organ (putih
telur, ekstrak seranggga) akanmemberikan warna
serupa

Pemeriksa bercak mani pada pakaian


Visual
Bercak manu berbatas tegas, dan lebih gelap dari
sekitarnya, bercak yang sudah agak tua berwarna
agak kekuning-kuningan. Pada bahan tekstil yang
tidak menyerap, bercak yang
segar akan menunjukkan permukaan mengkilap da
n translusen, kemudian akanmengering.
Dengan bantuan sinar Ultraviolet bercak semen akan
menunjukkan warna putih
Dengan bantuan lampu wood: dapat ditemukan
bercak putih pada kulit/ tubuh

Taktil
Bercak mani terasa memberi kesan kaku seperti kanji
o pewarnaan baecchi
Untuk mengetahui adanya spermatozoa pada
bercak kain
Dengan jarum diambil 1-2 helai benang, leyakkan
pada gelas obyek dan diuraikansampai serabutserabut saling terpisah. Tutup dengan gelas tutup d
an balsem kanada, periksa dengan mikroskop
pembesaran 400 kali. Serabut pakaian
tidak mengambil warna, spermatozoa dengan
kepala berwarna merah dan ekor merah muda
terlihat banyak menempel pada selaput benang

Pemeriksaan pria tersangka


Cara lugol
Kaca obyek ditempelkan dan ditekankan pada glans
penis, terutama pada bagian kolom, korona serta
frenulum
Kemudian letakkan dengan spesimen menghadap ke b
awah dengan spesimenmenghadap ke bawah dia atas
tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan
agar uap iodium akan mewarnai sediaan tersebut.
Hasil + menunjukan sel-sel epitel vagina dengan
sitoplasma berwarna cokelat karena mengandung
banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari
seorang wanita, perlu ditentukanadanya kromatin
seks (barr body)

Memperkirakan umur.
Merupakan pekerjaan tersulit. Perkiraan umur
dilakukan untuk menetukan apakah seseorang itu
sudah dewasa (diatas 21 tahun), khususnya pada
kasus homoseksual.

Menentukan pantas-tidaknya korban untuk


dinikahkan.
Secara biologis pengertian pantas/tidaknya untuk
dinikahkan adalah jika korban telah siap dibuahi dan
sudah pernah menstruasi.
Secara hukum (Undang-undang perkawinan pasal 7
ayat 1) perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria
sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah
mencapai umur 16 tahun.

Visum et Repertum pada kasus kejahatan


seksual

Pada kasus kejahatan seksual (sexual


assault), contoh visum et repertum yang
akan Aspek medikolegal
Bantuan ilmu kedokteran dalam kasus
kejahatan seksual dalam kaitannya dengan
fungsi penyelidikan ditujukan kepada:
Menetukan adanya tanda-tanda
persetubuhan.

Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin


laki-laki masuk kedalam alat kelamin perempuan,
sebagian atau seluruhnya, dengan atau tanpa terjadinya
pancaran air mani.
Adanya robekan pada hymen hanya akan menunjukkan
adanya benda yang masuk, dengan demikian bukan
merupakan tanda pasti adanya persetubuhan.
Adanya sperma pada liang vagina merupakan tanda pasti
adanya persetubuhan.
Pada pria azoospermia maka pemeriksaan ditujukan
untuk menemuka adanya zat tertentu dalam semen,
seperti asam fosfatase, spermin, dan kholin.
Jika korban hamil, maka jelas ada persetubuhan, namun
harus dipastikan dengan hati-hati apakah oleh tersangka
atau pelaku.

Menentukan adanya tanda kekerasan.


Kekerasan tidak selalu menimbulkan
bekas, tindakan membius pun termasuk
dalam tindakan kekerasan, maka perlu
dilakukan pemeriksaan pada korban.
Faktor waktu sangat berperan, seiring
dengan waktu luka akan sembuh, zat
bius akan dieliminasi dari tubuh. Dengan
demikian keaslian barang bukti/korban
serta kecepatan pemeriksaan perlu
dijaga.

TUGAS DOKTER

Tugas dokter
Tugas dokter bukan menentukan apakah korban telah
diperkosa, melainkan mencari ada/tidaknya bukti berupa
tanda-tanda persetubuhan, kekerasan dan jenis
kekerasan yang menyebabkannya sesuai kejadian.
Dokter harus teliti, waspada, dan curiga, namun tetap
obyektif dan tidak memihak.
Catat setiap penemuan, termasuk hal-hal yang tidak
ditemukan, tetapi relevan dengan keterangan korban.
Jangan menyampaikan kesimpulan atau opini.

Simpan bukti-bukti yang diperoleh dalam tempat


terpisah, disegel, dan diberi label dengan jelas
berisi nama korban, tanggal, nama pemeriksa,
dan dari mana bukti diperoleh.
Di atas segel tulis inisial pemeriksa secara
melintang sehingga bila telah dibuka akan
diketahui.
Barang bukti diserahkan secara langsung pada
polisi (dengan tanda terima) atau disimpan di
tempat terkunci.
Hal ini untuk menjamin bukti dapat digunakan
dengan sah di pengadilan.

Dasar Hukum
Agar kesaksiannya dalam perkara pidana dapat
membantu pengadilan dengan sebaik-baiknya,
dokter perlu mengetahui undang-undang yang
berkaitan dengan tindak pidana tersebut.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
diatur undang-undang tentang kejahatan terhadap
kesusilaan, yaitu:

Pasal 284
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
l. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
I.b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
2. b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan
itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan
pasal 27 BW berlaku baginya.
2. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang
tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu
tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang
karena alasan itu juga.
3. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan
belum dimulai.
5. Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. a

Pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 286
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 287
1. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas
tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum
sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan
pasal 294.

Pasal 288
1. Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seormig wanita yang
diketahuinya atau sepatutnya harus didugunya bahwa yang bersangkutan
belum waktunya untuk dikawin, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara
paling lama delapan tahun.
3. Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.

Pasal 289
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena
melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 290
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal
diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima
belas tahun atau kalau umumya tidak jelas, yang bersangkutan belum
waktunya untuk dikawin:
3. barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak
jelas yang bersangkutan atau kutan belum waktunya untuk dikawin, untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di
luar perkawinan dengan orang lain.

Pasal 292
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama
kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Pasal 293
1. Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau
dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik
tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul
dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya
harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya
dilakukan kejahatan itu.
3. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masingmasing sembilan bulan dan dua belas bulan.

Pasal 294
1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengm anaknya, tirinya, anak
angkatnya, anak di bawah pengawannya yang belum dewasa, atau dengan
orang yang belum dewasa yang pemeliharaanya, pendidikan atau
penjagaannya diannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
2. Diancam dengan pidana yang sama:
1. pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena
jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya
dipercayakan atau diserahkan kepadanya,
2. pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara,
tempat pekerjaan negara, tempat pen- didikan, rumah piatu, rumah sakit,
rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul
dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.

Pasal 295
1. Diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan
sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul
oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah
pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum
dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya
diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang
belum cukup umur, dengan orang lain;
2.
dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa dengan
sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali
yang tersebut dalam butir 1 di atas., yang dilakukan oleh orang yang
diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya
demikian, dengan orang lain.
2. Jika yang RS melakukan kejahatan itu sebagai pencarian atau kebiasaan,
maka pidana dapat ditam sepertiga.

SUMPAH PALSU DAN KETERANGAN


PALSU
Pasal 242
(1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang
menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau
mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian,
dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik
dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya
yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
(2) Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara
pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(3) Disamakan dengan sumpah adalah janji atau penguatan
diharuskan menurut aturan-aturan umum atau yang menjadi
pengganti sumpah.
(4) Pidana pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 4 dapat
dijatuhkan.

Peran dokter dlm proses peradilan


Keterangan Ahli
Pasal 1 butir 28: Keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang
hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan
Pasal 184 : Akan dijadikan alat bukti yang sah di depan
sidang pengadilan
Pasal 186: Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli
nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 187(c): Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal
atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya.
Berdasarkan pasal tersebut keterangan ahli termasuk dalam
alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP.

Peran dokter dlm proses peradilan


Pihak yg berwenang minta keterangan ahli:
KUHAP Pasal 133 ayat (1) : penyidik
KUHAP Pasal 11 : penyidik pembantu

Kategori penyidik KUHAP Pasal 6 ayat (1) PP 27


tahun 1983 Pasal 2.
1) Pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh UU,
pangkat paling rendah Pembantu Letnan Dua. Penyidik
pembantu pangkat paling rendah Sersan Dua.
Jika pegawai negri, penyidik pangkat paling rendah golongan
II/b. Penyidik pembantu II/a.
2) Bila di suatu Kepolisian Sektor tidak ada pejabat penyidik spt
diatas, Kapolsek berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan
Dua dikategorikan sbg penyidik k/ jabatannya.

Peran dokter dlm proses peradilan


Pihak yg berwenang minta keterangan
ahli:
Kategori penyidik
Surat Keputusan Pangab No : Kep/04/P/II/1983 tentang
Penyelenggaraan Fungsi Kepolisian Militer

Pasal 4 huruf c : Polisi militer sebagai penyidik


Pasal 6 ayat c : Provoost dalam membantu
Komandan/Ankum dalam penyidikan perkara
pidana, tetapi penyelesaian selanjutnya
diserahkan kepada POM atau POLRI

Peran dokter dlm proses peradilan

Permintaan keterangan ahli

Permintaan oleh penyidik secara tertulis & jelas jenis


pemeriksaan yang diminta
(KUHAP Pasal 133 ayat (2) terutama untuk korban mati)

Ditujukan kepada instansi kesehatan atau instantsi khusus, bukan


individu dokter yang bekerja dalam instansi itu

Jenasah harus diperlakukan baik,


diberi label identitas, penyidik
wajib memberitahu keluarga
pemeriksaan yg akan dilakukan

Korban yg masih hidup sebaiknya


diantar petugas kepolisian guna
kepastian identitas

Peran dokter dlm proses peradilan


Kewajiban dokter sbg saksi ahli:
Wajib memberikan keterangan ahli
Pasal 120 KUHAP
Pasal 179 ayat (1) KUHAP

Wajib mengucapkan sumpah atau janji


Jenis bantuan ahli:
Membuat terang suatu perkara pidana, mengumpulkan
bukti-bukti yang memerlukan keahlian khusus.
Memberikan petunjuk yang lebih kuat mengenai pelaku
tindak pidana.
Membantu hakim dalam menjatuhkan putusan dengan
tepat terhadap perkara yang diperiksanya.

Peran dokter dlm proses peradilan


Bantuan dokter sbg saksi ahli (forensik):
Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Pemeriksaan korban hidup
Pemeriksaan korban mati
Penggalian mayat
Menentukan umur seorang korban / terdakwa.
Pemeriksaan jiwa seorang terdakwa
Pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence).
Pemeriksaan Toksikologi
Pemeriksaan Histopatologi.
Pemeriksaan Antropologi
Pemeriksaan/ teknik superimposisi
Pemeriksaan Laboratorium Forensik Khusus

Peran dokter dlm proses peradilan


Saksi ahli tidak sah bila:
Keluarga sedarah dalam garis lurus
keatas /kebawah sampai derajat
ketiga dari terdakwa / yg bersamasama sebagai terdakwa.
Saudara dari terdakwa / yg bersamasama sebagai terdakwa, saudara ibu
atau bapak, juga mereka yg
mempunyai hubungan karena
perkawinan dan anak-anak saudara
terdakwa sampai derajat ketiga.
Suami / istri terdakwa meskipun
sudah bercerai atau yg bersamasama sebagai terdakwa.

Kesimpulan
Telah diperiksa seorang perempuan berumur 19 tahun, pada
hasil pemeriksaan ditemukan memar di dada, punggung, dan
keempat ekstremitas, luka bekas ikatan di kedua tangan, luka
bekas gigitan di kedua payudara dan sekitarnya, dan tandatanda laserasi pada vagina diduga akibat kekerasan.
Dokter tidak bisa dituntut mengintervensi rumah tangga (UU
KDRT no 23 tahun 2004 pasal 15)
Pada kasus, dokter harus memeriksa adanya tanda-tanda
kekerasan & persetubuhan

Saran
Sebaiknya dokter melapor jika pasien tidak
berani melapor

Anda mungkin juga menyukai