Anda di halaman 1dari 4

Keterkaitan antara BI Rate dan Inflasi

Febrian Bagus Setiawan


Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan
Email: febz.setya@gmail.com
Abstraksi: kebijakan Moneter di Indonesia terutama dijalankan oleh Bank Indonesia. Tujuan dari kebijakan
moneter adalah stabilisasi nilai rupiah salah satunya melalui stabiliasi inflasi. Instrumen utama yang digunakan
adalah BI rate. BI menerapkan Inflation Targeting Framework untuk mencapai sasaran inflasi yang telah
ditetapkan pemerintah dalam jangka waktu tertentu. BI rate digunakan untuk mengarahkan level inflasi tetap
mengarah pada sasaran inflasi. Hasil analisis regresi menunjukkan ada hubungan yang positif antara inflasi dan
BI rate. Kesimpulannya, keterkaitan antara BI rate dan Inflasi sangat erat dan positif. Kebijakan moneter yang
diterapkan saat ini sudah tepat
Kata Kunci: BI rate, Inflasi, Moneter

PENDAHULUAN

PEMBAHASAN

Tujuan utama dari suatu kebijakan perekonomian


yang diterapkan oleh pemerintah adalah
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikatorindikator yang dapat dilihat untuk mengukur hal
tersebut antara lain adalah besaran GDP dan laju
pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai hal
tersebut kebijakan perekonomian yang diambil
secara garis besar ada 2 macam yaitu kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter.

Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate)

Kebijakan moneter merupakan kebijakan dalam


mengatur uang yang beredar di suatu negara. Di
Indonesia, Lembaga yang berwenang dalam
mengambil langkah-langkah kebijakan moneter
adalah Bank Indonesia (BI). Kebijakan moneter BI
sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang
Bank Indonesia adalah menjada stabilitas nilai
rupiah. Kestabilan yang dimaksud disini mencakup
kestabilan rupiah terhadap harga barang dan jasa
dan kestabilan rupiah terhadap mata uang asing.
Kestabilan rupiah terhadap harga barang dapat
diindikasikan dengan besaran inflasi. Inflasi yang
rendah dan stabil akan menjaga rupiah pada level
yang stabil juga.
Pemerintah kemudian menetapkan besaran sasaran
inflasi dalam kurun waktu tertentu. Kebijakan yang
ditempuh oleh BI bertujuan untuk menjaga tingkat
inflasi tetap pada jalurnya. Kebijakan utama yang
ditempuh adalah menetapkan BI Rate.
Adanya hubungan antara penetapan BI rate sebagai
instrumen utama dalam menjaga level inflasi tetap
sejalan dengan sasaran inflasi
menjadi latar
belakang dalam penulisan mengenai pengaruh BI
Rate terhadap tingkat inflasi ini.

BI Rate didefinisikan sebagai suku bunga acuan


yang menjadi cerminan kebijakan moneter bank
sentral (Bank Idonesia) yang diumumkan ke
publik. BI rate diumumkan setiap bulan. BI rate
digunakan sebagai patokan bagi suku bunga
pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau
lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia.
Misalnya jika BI rate naik dari 6.50% menjadi
6.75%, maka bunga pinjaman maupun simpanan di
bank dan lembagai keuangan lainnya juga bisa
naik. Patokan ini hanya bersifat rujukan dan bukan
merupakan peraturan, sehingga tidak mengikat
ataupun memaksa.
Penetapan respon kebijakan moneter biasa
dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG)
triwulanan (Januari, April, Juli dan Oktober) untuk
berlaku selama triwulan berjalan. Apabila
diperlukan, perubahan BI Rate juga dapat
dilakukan dalam RDG bulanan. Dalam setiap RDG
triwulanan yang dilakukan asesmen menyeluruh
terhadap kondisi makroekonomi, prakiraan inflasi,
dan penentuan respon kebijakan moneter.
Dalam RDG bulanan, review atas perkembangan
inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter dan
likuiditas di pasar dilakukan untuk memonitor dan
menilai apakah sesuai dengan prakiraan yang
dilakukan dalam RDG triwulanan. Perubahan BI
Rate dilakukan dalam kelipatan 25 bps (perubahan
dapat 25, 50 ataupun 75 bps sesuai dengan situasi
moneter yang terjadi).

Inflasi
Inflasi adalah proses kenaikan harga-haga umum
barang-barang
secara
terus
menerus
(Nopirin:1987). Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila
kenaikan
tersebut
meluas
kepada
atau
mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari
barang-barang lain.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur
tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen
(IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menunjukkan pergerakan harga dari paket barang
dan jasa yang dikonsumsi masyarakat (BI).
Inflasi dapat terjadi dari sisi permintaan (demand
pull inflation, penawaran (cost push inflation) dan
ekspektasi. Demand pull inflation terjadi karena
adanya kenaikan permintaan agregat sedangkan
disisi lain kondisi full employment menyebabkan
total hasil produksi sudah berada pada titik puncak
dan hanya kenaikan harga yang dapat terjadi. Cost
push inflation terjadi karena adanya penurunan
pada penawaran agregat sebagai akibat dari
kenaikan biaya produksi. Ekspektasi inflasi
dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat terhadap
kemungkinan nilai inflasi dalam pengambilan
keputusan ekonomi mereka. Ekspektasi inflasi
paling mudah dilihat fenomenanya ketika
menjelang hari raya, kenaikan UMR dan kenaikan
gaji PNS. Meskipun diperkirakan jumlah barang
akan memenuhi jumlah permintaan dan kenaikan
upah tidak terlalu signifikan, namun harga-harga
sudah merangkak naik.
Kebijakan Moneter BI
Untuk mencapai tujuan moneter yaitu menjaga
kestabilan nilai rupiah yang salah satu indikatornya
adalah kesetabilan tingkat inflasi, BI melakukan
kebijakan moneter. Kebijakan moneter yang
ditempuh oleh BI adalah membentuk sebuah
kerangka kerja target inflasi (Inflation Targeting
Framework). BI mengumumkan sasaran inflasi
yang hendak dicapai dalam periode menengah.
Sasaran inflasi tersebut ditetapkan oleh pemerintah
untuk meningkatkan kredibilitas BI. Kemudian BI
rate sebagai instrumen utama dalam kebijakan
moneter diarahkan untuk menjaga agar tingkat
inflasi tetap on track pada sasaran inflasi yang
ingin dicapai.

Apabila proyeksi inflasi telah melampaui sasaran


maka BI rate akan dinaikkan sehingga akan
mengurangi likuiditas uang yang ada di pasar dan
sebaliknya apabila proyeksi inflasi masih dibawah
target maka BI rate akan diturunkan sehingga
likuiditas uang akan meningkat.
ITF juga dapat difungsikan untuk menjaga tingkat
ekspektasi masyarakat terhadap inflasi. Pemerintah
sebagai lembaga yang kredibel dalam menjaga
inflasi masih mempunyai pengaruh dalam
membentuk tingkat ekspektasi inflasi masyarakat
melalui pengumuman target inflasi.
Batasan kebijakan BI rate terhadap inflasi
BI rate tidak akan memiliki pengaruh besar
terhadap inflasi yang terjadi karena faktor yang
bersifat kejutan dan temporer. Sementara inflasi
juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal
dari sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan
(shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan
adanya gangguan panen atau banjir Dari bobot
dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang
dipengaruhi oleh faktor kejutan diwakili oleh
kelompok volatile
food dan
administered
prices yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot
IHK.
Perkembangan BI Rate dan Inflasi
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu BI
rate dan tingkat Inflasi. Data yang digunakan
adalah data dari tahun 2005-2013. Periode ini
dipilih karena merupakan periode dimana
Indonesia telah melewati masa krisis tahun 1998
dan juga dimulainya penggunaan IFT.
Pada tahun 2005 tingkat inflasi mencapai 17,11%
yoy dan BI rate 12,75%. Tingginya tingkat inflasi
ini disebabkan karena kenaikan harga minyak dunia
yang berakibat pada kebijakan pemotongan subsidi
BBM. Pada tahun 2006 hingga tahun 2007 tingkat
inflasi dan BI rate cenderung turun dan stabil.
Inflasi dan BI rate kembali naik pada tahun 2008
dikarenakan krisis ekonomi global yang berimbas
pada perekonomian Indonesia. Iflasi berada pada
level 11,06% dan BI rate pada level 9,00%. Setelah
itu Inflasi dan BI rate mulai turun dan cenderung
stabil hingga semester 1 2013.

Grafik.1
Tingkat Inflasi dan BI rate

Keterkaitan antara BI rate dan Inflasi


Grafik 1 menunjukkan bahwa ada hubungan positif
antara tingkat inflasi dan BI rate. Kenaikan Iflasi
akan direspon oleh BI dengan menaikkan tingkat
suku bunga. Untuk membuktikan hubungan ini
secara matematis digunakan uji statistik regresi
linier sederhana dengan bantuan aplikasi SPSS.
November 2013
April 2013
September 2012
Februari 2012
Juli 2011
Desember 2010
Mei 2010
Oktober 2009
Maret 2009
Agustus 2008
Januari 2008
Juni 2007
November 2006
April 2006
September 2005

20.00%
18.00%
16.00%
14.00%
12.00%
10.00%
8.00%
6.00%
4.00%
2.00%
0.00%

lebih disebabkan karena faktor administred price


yaitu kenaikan harga BBM dan krisis keuangan
global.

BI Rate

Tingkat Inflasi

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa BI rate


cenderung mengikuti tingkat Inflasi. Kenaikan dan
penurunan tingkat inflasi yang akan direspon
dengan kenaikan dan penurunan BI rate.

Untuk melihat bagaimana respon BI rate terhadap


Inflasi dapat kita bandingkan antara tingkat inflasi
bulan X dengan BI rate bulan X+1(RDG
dilaksanakan bulanan, BI rate diumumkan tiap
bulan). Uji statistik regresi menggunakan BI rate
sebagai dependent variable dan tingkat Inflasi
sebagai independen variable.
Tabel. 2
Hasil Korelasi Inflasi dan BI Rate 1

Tabel. 1
Perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi

Tabel. 3
Hasil Korelasi Inflasi dan BI Rate 2
2005

6 +1%

17,11

2006

8 +1%

6,60

2007

6 +1%

6,59

2008

5 +1%

11,06

2009

4,5 +1%

2,78

2010

5+1%

6,96

2011

5+1%

3,79

2012

4.5+1%

4,30

4.5+1%
2013*
*hingga juli 2013

8,61

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kebijakan


suku bunga yang ditempuh oleh BI sudah cukup
tepat pada kondisi dimana tidak tidak ada faktor
kejutan (shock). Pada tahun 2005, 2008, dan 2013
dapat dilihat bahwa inflasi cenderung tinggi hal ini

Pada Kolom R Square Tabel 2 terdapat angka


0,794 artinya bahwa tingkat memberikan kontribusi
sebesar 0,794 atau 79,4% terhadap besaran BI rate.
Artinya 20,6% hasil BI rate dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak terangkum dalam analisis ini.
Dari uji regresi Tabel 3 dapat kita lihat bahwa
terdapat korelasi yang positif antara tingkat inflasi
dan BI rate ditunjukkan dengan Beta 0.891 dan
signifikansi 0.000.

Persamaan regresi yaitu:


Y= 4,446 + 0,460X
Koefisien regresi bernilai positif sebesar 0,46.
Menujukkan bahwa ketika ada kenaikan tingkat
inflasi maka akan direspon dengan kenaikan BI
rate.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa BI rate dan Inflasi memiliki
hubungan yang positif. BI rate akan merespon
kenaikan inflasi dengan kenaikan tingkat suku
bunga. Begitu juga sebaliknya ketika inflasi turun.
Hal ini menunjukkan kebijakan moneter yang
ditempuh oleh BI sudah sesuai kecuali untuk inflasi
yang disebabkan oleh faktor shock.
REFERENSI

Mankiw, N. Gregory.1998.Principles of
Economics. Harcout Brace & Company.
Terjemahan
Haris
Munandar.2000.
Pengantar Ekonomi Jilid I. Erlangga.
Jakarta

Nopirin. 1987.Ekonomi Moneter. BPFE.


Yogyakarta

Iswara, Glan.1985.Ringkasan Bacaan


Pilihan
Ekonomi
Moneter.
BPFE.Yogyakarta

www.bi.go.id

www.bps.go.id

Anda mungkin juga menyukai