Anda di halaman 1dari 9

SESAK NAFAS

Skenario I
Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan sesak
nafas, penderita terlihat pucat dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah.

Status Pasien
Laki-laki, 25 tahun
Sesak napas
Pucat dan kebiruan (sianosis)
Nadi cepat dan lemah

PENANGANAN AWAL KEGAWATDARURATAN


1. Primary Survey
a. Cek Kesadaran
Kesadaran pasien pertama kali diperiksa dengan cara AVPU.
Awake : pada tahap ini kita nilai apakah pasien sadar atau tidak dengan hanya
melihat. Jika pasien tidak sadar, maka lanjutkan ke poin verbal V.
Verbal : pada tahap ini kita nilai kesadaran pasien dengan cara memanggilmanggil pasien dengan nama pasien jika diketahui namanya. Ini
dilakukan juga dengan menggoyang-goyang tubuh pasien atau dengan
menepuk-nepuk

pundah

pasien.

Semakin

lama

kita

mencoba

memanggil dan menepuk pundak pasien maka kekuatan panggilan dan


tepukannya harus makin keras. Jika psien tidak sadar juga, maka
lanjutkan ke poin pain P.
Pain : pada tahap ini kita menilai kesadaran pasien dengan memberikan
rangsangan nyeri. Rangsangan nyeri dapat diberikan di bagian putih
kuku dengan menekan bagian kuku tersebut basanya pasien akan
merasakan nyeri. Rangsangan nyeri juga bisa diberikan di bagian
tengah sternum atau di bagian atas mata. Jika dengan rangsangan
nyeri tersebut pasien masih belum sadar, maka pasien dinyatakan
berada dalam kondisi unrespons U.
Unresponsive : kondisi dimana pasien bisa dikatakan tidak sadar.

Cek kesadaran ini kita lakukan secara singkat dan cepat. Setelah itu kita
lanjutkan untuk memeriksa airway pasien.

b. Airway
Pemeriksaan airway dilakukan dengan pertama kali melakukan control spine.
Control spine dapat dilakukan dengan memasang colar neck rigid atau
semirigid.
Airway diperiksa dengan 3 tahap, yaitu:
1) Look
a) Lihat mulut pasien, apakah ada darah yang keluar dari mulut atau tidak.
Kemudian lihat juga hidung psien apakah ada darah yang keluar melalui
hidung atau tidak.
b) Lihat juga apakah ada sumbatan berupa benda padat di mulut atau di
hidung pasien yang membuat pasien tidak bernapas atau sulit bernapas.
2) Listen
a) Dengarkan apakah pasien bernapas atau tidak.
b) Jika pasien bernapas, dengarkan apakah ada bunyi tambahan saat
pasien bernapas atau tidak. Bunyi napas tambahan yang biasa muncul
adalah snoring, gurgling, crowing sound. Snoring biasanya terjadi akibat
saluran napas pasien tertutupi oleh pangkal lidah pasien yang jatuh ke
belakang. Gurgling biasanya terjadi akibat saluran napas pasien
tertutupi oleh cairan. Crowing sound terjadi biasanya karena saluran
napas pasien mengalami edema. Biasanya edema terjadi di laring atau
trakhea yang bisa menyebabkan suara tersebut.
3) Feel
a) Rasakan hembusan napas pasien, apakah hembusan napasnya
adekuat atau idak.
b) Kemudian raba trakhea pasien rasakan apakah trakhea pasien masih
berada di tengah atau tidak. Ini dilakukan dengan cepat.

Setelah melakukan tahapan-tahapan di atas, maka segala sesuatu yang kita


temukan kita tangani. Seperti:
1) Obstruksi total jalan napas

Hal ini bisa disebabkan oleh benda asing yang padat yang menutupi jalan
napas pasien. Pasien mungkin masih akan kelihatan bernapas tapi tanpa
ventilasi.
Penanganannya:
a) Lakukan hemlich manuever.
b) Pada pasien yang tidak sadar, kita lakukan Abdominal thrust dalam
keadaan pasien berbaring.
c) Jika benda asing tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan cara di atas,
maka lakukan tindakan airway defenitif. Dengan catatan kita tahu lokasi
dari obstruksi tersebut.
d) Jika lokasi obstruksinya berada di atas krikoid maka lakukan
krokotiroidotomi. Tapi jika obstruksinya berada di abawah krokoid maka
lakukan trakheostomi. Namun hal ini hanya bertahan sementara. Dan
perlu tindakan lebih lanjut lagi

2) Obstruksi partial jalan napas


Bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a) Cairan/darah
Hal ini bisa diketahui dengan mendengar suara napas pasien. Maka
akan terdengar suara snoring.
Penanganannya:

Tanpa alat
Lakukan log roll position
Ini akan membantu cairan yang ada dalam mulut pasien jatuh
searah dengan arah gravitasi.
Kemudian lakukan finger swap untuk membantu membersihkan
sisanya.

Dengan alat
Gunakan suction (nasofaring atau orofaring)
Pasang ETT

b) Pangkal lidah jatuh ke belakang

Bila penderita mengalami penurunan kesadaran, maka biasanya


pangkal lidah pasien akan jatuh ke belakang dan akan menimbulkan
suara snoring.
Penanganannya:

Lakukan chin-lift maneuver jika pasien tidak mengalami cedera


cervical.

Jika pasien mengalami cedera cervical, maka lakukan teknik jaw


thrust.

Selanjutnya

airway

dapat

dipertahankan

dengan

memasang

orofaringeal tube atau nasofaringeal tube.

c) Penyempitan di laring atau trakhea (karena terjadi edema)


Penyempitan di laring atau trakhea karena edema bisa terjadi pada
pasien yang mengalami luka bakar atau mengalami keracunan.
Penanganannya:

Lakukan krikotiroidotomi atau lakukan trakheostomi.

c. Breathing
Breathing dapat diperiksa dengan cara, look, listen and feel.
1) Look
a) Lihat juga gerakan cuping hidung ada atau tidak.
b) Lihat apakah ada tanda-tanda sianosis atau tidak.
c) Buka baju pasien dan lihat pengembangan dada pasien. Bandingkan
antara kiri dan kanan. Apakah gerakan kedua dinding dada tersebut sama
saat inspirasi dan ekspirasi atau tidak. Jika gerakan kedua dada tidak
simetris, maka curigai terjadi Tension pneumothoraks, flail chest.
d) Lihat juga apakah ada retraksi antar sela iga di kedua dinding dada
pasien atau tidak. Jika ada retraksi, maka curigai terjadi Tension
pneumothoraks.
e) Lihat juga apakah ada jejas di dinding dada pasien atau tidak. Jika ada,
maka curigai ada Tension pneumothoraks, flail chest, atau hemothoraks
masif.
f) Lihat juga apakah ada tanda-tanda penggunaan otot-otot bantu napas.

2) Listen
a) Dengarkan frekuensi napas pasien dan irama napas pasien.
b) Dengarkan apakah napas pasien sampai di paru-paru atau tidak.

3) Feel
a) Rasakan hembusan napas pasien sudah adekuat atau tidak.
b) Lakukan perabaan pada dinding dada pasien. Rasakan apakah ada
massa di dinding dada pasien atau tidak.
c) Rasakan juga apakah ada krepitasi atau tidak.
d) Lakukan juga perkusi pada dinding dada pasien.
e) Lakukan juga vocal fremitus untuk menilai perambatan suara ke dinding
dada pasien. Jika vocal fremitus meningkat biasanya disebabbkan oleh
pneumonia. Sedangkan apabila vocal fremitus menurun, biasanya
disebabkan oleh pneumothoraks atau hemothoraks.

Jika didapatkan kelainan pada breathing seperti pasien tidak dapat bernapas
spontan, maka yang dilakukan adalah memberikan bantuan napas tekanan
positif. Dapat dilakukan dengan:

Tanpa alat
Dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
Mouth to mouth
Dilakukan dengan memberikan napas bantuan melalui mulut pasien.
Bantuan napas diberikan sebanyak 2 kali. Usahakan mulut penolong
dan penderita tidak bersentuhan dengan dilapisi plastik yang sudah
diberikan lubang di tengahnya untuk jalan udara masuk.
Mouth to mask
Ini dilakukan dengan memberikan udara bertekanan positif ke mulut
pasien dengan menggunakan masker.
Mouth to nose
Penolong memberikan bantuan napas melalui hidung pasien.

Dengan alat

Menggunakan Bag Valve Mask (BVM). Dengan alat ini juga kita
memberikan udara bertekanan positif melalui mulut dan hidung pasien.

Setelah pasien bernapas spontan tapi masih sesak napas, maka kita dapat
memberikan oksigen. Pemberian oksigen dapat dilakukan melalui beberapa
cara, yaitu:

Kanul nasal
Melalui kanul nasal, oksigen yang dapat dialirkan dapat diatur dengan
kecepatan aliran antara 1-6 liter per menit untuk menambah oksigen dari
udara kamar yang diinspirasi pasien. Konsentrasi oksigen yang diinspirasi
pasien atau disebut fraksi oksigen inspirasi (FiO2) tergantung dari
kecepatan aliran dan ventilasi semenit pasien dengan demikian tidak dapat
dikendalikan, tetapi maksimal FiO2 yang dicapai tidak lebih dari 0,44
(FiO2=40%). Peningkatan kecepatan aliran oksigen 1 liter per menit akan
meningkatkan konsentrasi oksigen sebesar 4%. Pemberian aliran yang
lebih tinggi, tidak akan memberikan FiO2 yag tinggi, malah berakibat
mengeringkan dan mengiritasi mukosa nasal. Oleh karena itu, kanul nasal
disebut alat suplementasi oksigen sistem aliran rendah.

Sungkup muka sederhana


Dikenal juga sebagai sungkup muka Hudson mempunyai lubang tempat
pipa saluran masuk O2 di dasarnya dan lubang-lubang kecil di sekeliling
sungkup muka. Oksigen dapat dialirkan dengan kecepatan 6-10 liter per
menit dengan FiO2 yang dicapai sekitar 0,35-0,6. Bila kecepatan aliran
oksigen kurang dari 6 liter per menit akan terjadi penumpukan CO2 akibat
terjadi dead space mekanik. Alat ini termasuk sistem oksigen sedang aliran
tinggi.

Sungkup muka non-rebreathing


Sungkup muka ini terdiri atas sungkup muka sederhana yang dilengkapi
dengan kantong reservoir oksigen pada dasar sungkup muka dan satu
katup satu arah yang terletak pada lubang disamping sungkup satu lagi
katup satu arah terletak antara kantong reservoir dan sungkup muka.

Kecepatan aliran oksigen pada sungkup ini sebesar 9-15 liter per menit
dapat memberikan konsentrasi oksigen sebesar 90-100%. Agar berfungsi
semestinya, harus dijaga agar kantong reservoir mengembang-mengempis
tidak kolaps.

Sungkup muka partial rebreathing


Sungkup muka ini terdiri dari sungkup muka sederhana dengan kantong
reservoir pada dasar sungkup. Oksigen mengalir ke kantong reservoir
terus-menerus. Ketika ekspirasi sepertiga awal gas ekspirasi masuk ke
kantong reservoir bercampur oksigen yang ada. Jadi saat inspirasi pasien
menghisap kembali sepertiga gas ekspirasinya.

Sungkup muka Venturi


Sungkup muka ini terdiri dari sungkup muka dan mixing jet. Dengan alat ini
FiO2 yang diberikan dapat dikendalikan. Oksigen yang diberikan dapat
diatur berkisar 28%, 35%, dan 40% dengan kecepatan aliran 4-8 liter per
menit, dan 45-50% dengan kecepatan aliran 10-12 liter per menit.

d. Circulation
Ada 3 penentuan klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik ini, yakni tingkat kesadaran, warna kulit, dan
nadi pasien.

Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan
mengakibatkan penurunan kesadaran.

Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma
yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang
dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya wajah pucat keabu-abuan dan
kulit ekstremitas yang pucat, merupakan tanda hipovolemia.

Nadi

Periksa kekuatan nadi, kecepatan dan irama nadi. Nadi yang tidak cepat,
kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo-volemia. Nadi yang
cepat dan

kecil merupakan tanda hipovolemia, walaupun dapat

disebabkan keadaan yang lain. Kecepatan nadi yang normal bukan


jaminan bahwa normovolemia. Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan
tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi arteri besar
merupakan tanda diperlukannya resusitasi segera.

Penanganan:
Jika pasien ditemukan dalam keadaan syok atau memiliki tanda-tanda syok
maka yang dapat kita lakukan adalah:
1) Lakukan posisi syok, yaitu kaki ditinggikan dengan sudut 45. Hal ini
dilakukan untuk mengalirkan darah yang ada di ekstremitas bawah agar
cepat kemkbali ke jantung. Agar jantung bisa mengalirkan darah yang
mengandung oksigen ke otak. Sehingga otak tidak kekurangan oksigen
dalam waktu yang lama.
2) Jika posisi ini tidak mendukung, maka lakukan resusitasi cairan. Cairan
yang bisa digunakan adalah cairan kristaloid. Jika pasien bereada dalam
derajat syok tiga atau empat pertimbangkan untuk melakukan transfusi.
Cairan yang digunakan adalah Ringer Laktat sebagai pilihan pertama.
Sedang larutan NaCl sebagai pilihan kedua. Karena walaupun NaCl
fisiologis merupakan cairan pengganti yang baik namun cairan ini memiliki
potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini semakin
bertambah bila fungsi ginjalnya kurang baik.
Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai
bolus. Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa dan 20 mL/kg BB
pada anak. Ini sering membutuhkan penambahan pemasangan alat pompa
infuus (mekanikal atau manual). Respon penderita terhadap pemberian
cairan ini dipantau, dan keputusan pemeriksaan diagnostik atau terapi lebih
lanjut akan tergantung pada respon ini.
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan
pada evaluasi awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah cairan dan
darah yang mungkin diperlukan adalah mengganti setiap milliliter darah
yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan

resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang interstitial dan


intraseluler. Ini dikenal sebagai hokum 3 untuk 1 (3 for 1 rule). Namun
lebih penting untuk menilai respon penderita kepada resusitasi cairan dan
bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluaran
urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Bila sewaktu resusitasi, jumlah
cairan yang diperlukan untuk memulihkan atau mempertahankan perfusi
organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang
yang teliti dan perlu penyebab lain untuk syoknya.
Jika resusitasi untuk derajat syok tiga dan empat lakukan dengan 2 IV Line.
3) Perhitungkan juga memakai obat jika resusitasi tersbut tidak berhasil. Obat
yang biasa dipakai adalah adrenalin. Dosis yang digunakan adalah 1 mg (1
ml dari 1:1000) dalam 500 mL NaCl 0,9% atau D5W, diberikan mulai 1
g/menit IV, sampai ada respon.

e. Disability
1) Lakukan pemeriksaan kesadaran kembli dengan GCS.
2) Lakukan pemeriksaan pupil. Lihat apakah pupilnya midriasis atau miosis.
Dan bandingkan kiri dan kanan apakh sama (isokor) atau tidak sama
(anisokor).

f. Environtment/Exposure
Cegah hipotermi dengan cara:
1) Pakaikan selimut.
2) Ganti baju pasien yang kotor.
3) Cairan yang dipakai resusitasi, adalah cairan yang hangat.

Anda mungkin juga menyukai