NASKAH PUBLIKASI
DIAJUKAN OLEH :
Jauhar Latifah Iip
06.55291.00917.11
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh :
Jauhar Latifah Iip
06.55291.00917.11
Disetujui oleh :
PEMBIMBING Utama,
PEMBIMBING Pendamping,
Dengan ini saya selaku Dosen Pembimbing Utama Skripsi mahasiswa berikut :
Nama
NIM
: 06.55291.00917
Judul Skripsi : Analisa Yuridis Tentang Peredaran Jamu Cap Akar Dewa Di
Kota Samarinda Yang mengandung Bahan Kimia Obat (Menurut
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan)
Setuju Naskah Publikasi Skripsi yang disusun oleh mahasiswa bersangkutan
dipublikasikan dengan/tanpa*) mencantumkan nama Pembimbing Utama sebagai
penulis pendamping.
Demikian untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
*)
Dengan ini saya selaku Dosen Pembimbing Utama Skripsi mahasiswa berikut :
Nama
NIM
: 06.55291.00917
Judul Skripsi : Analisa Yuridis Tentang Peredaran Jamu Cap Akar Dewa Di
Kota Samarinda Yang mengandung Bahan Kimia Obat (Menurut
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan)
Setuju Naskah Publikasi Skripsi yang disusun oleh mahasiswa bersangkutan
dipublikasikan dengan/tanpa*) mencantumkan nama Pembimbing Utama sebagai
penulis pendamping.
Demikian untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
*)
Pendahuluan
baik
secara
fisik,
mental,
spiritual
maupun
sosial
yang
digunakan untuk
memulihkan atau
memelihara kesehatan.
Tradisional,
Obat
Herbal
Terstandar,
Fitofarmaka
dilarang
mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat, dan
narkotika atau psikotropika. Berdasarkan observasi lapangan
yang
penulis lakukan, sampai saat ini Jamu cap Akar Dewa masih beredar di
Kota Samarinda khususnya di Pasar Tradisional Ijabah, Pasar Pagi, Pasar
Merdeka, Pasar Sungai Dama, sehingga masih banyak masyarakat yang
mengkonsumsi produk ini. Oleh karena itu di perlukan pegawasan dalam
hal ini lembaga yang berwenang melakukan pengawasan adalah Balai
Besar Obat dan Makanan. Berdasarkan uraian yang telah penulis
kemukakan pada latar belakang masalah, maka dalam hal ini yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.Bagaimana upaya pengawasan yang dilakukan oleh Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Samarinda terhadap peredaran
Jamu cap Akar Dewa yang mengandung Bahan Kimia Obat di Kota
Samarinda? 2. Apa upaya hukum yang dilakukan oleh Balai Besar
Pengawasan Obat Dan Makanan (BBPOM) Samarinda terhadap Peredaran
Jamu cap Akar Dewa yang mengandung Bahan Kimia Obat di Kota
Samarinda?
Tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengawasan
yang di lakukan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM)
Samarinda terhadap peredaran Jamu Cap Akar Dewa yang mengandung
Bahan Kimia Obat di Kota Samarinda. Serta upaya hukum yang dilakukan
oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Samarinda
terhadap pelanggaran atas peredaran Jamu
2
Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung , Halaman 52.
Pembahasan
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan yang cepat dan
signifikan pada industri makanan dan obat terutama obat tradisional.
Seiring dengan perubahan gaya hidup yang terjadi dalam keseharian
masyarakat berdampak pula pada kesehatan, sehingga kebutuhan
masyarakat
masyarakat
mereka
menggunakan
obat
ataupun
obat
berdasarkan
hasil
pengawasan
yang
dilakukan
oleh
Badan
kimia
obat
Warning/Peringatan
(piroksikam),
Nomor
Sebagai
terlampir
HM.03.05.1.43.09.12.6081
pada
public
Tanggal
19
sarana
distribusi,
pengambilan
sampel,
uji
laboratorium,
Kimia Obat yang 0,3% adalah Jamu Cap Akar Dewa yang positif
mengandung Bahan Kimia Obat piroksikam.5
Berdasarkan hasil wawacara dengan Ibu Yanti Wijaya, selaku
Kepala Seksi Layanan Informasi Konsumen, diperoleh informasi bahwa
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Melakukan pengawasan sesuai
dengan jadwal yang ditentukan yaitu dilakukan pada setiap bulan secara
rutin. Pengawasan yang dilakukan Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan yaitu seluruh wilayah Kalimantan Timur. Khususnya untuk
pengawasan terhadap obat tradisional/ jamu cap akar dewa yang
mengandung bahan kimia obat di daerah kota Samarinda, Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan disarana-sarana
distribusi/penjualan seperti di Toko-toko Obat dan di Pasar-pasar
Tradisional. Dalam pelaksanan upaya pengawasan, Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan melakukan pemeriksaan secara langsung kepada
pemilik toko yang menjual produk jamu cap akar dewa yang
mengandung bahan kimia obat, serta Balai Besar pengawas Obat dan
Makanan memberikan informasi berupa Public Warning kepada penjual
yang isinya berupa daftar obat tradisional yang mengandung bahan kimia
obat, jika dalam pemerisaksaan terdapat pelanggaran maka obat
tradisional yang mengandung bahan kimia tersebut akan ditarik dari
peredaran. kendala-kendala yang dihadapi oleh Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran
jamu cap Akar Dewa yang mengandung bahan kimia obat diantaranya,
5
Hasil Uji Laboratorium yang dilakuan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
samarinda, Pada Tahun 2012
penegakan
hukum.
4.
Faktor
masyarakat
5.
Faktor
Kebudayaan.
Dalam hal peredaran jamu cap akar dewa yang mengandung
bahan kimia obat, upaya hukum yang dilakukan Balai Besar Pengawas
Obat
sanksi
adminisratif
yaitu
pada
saat
berita acara yang disaksikan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan dan pihak penjual tersebut dan penjual harus menbuat surat
pernyataan yang isinya tidak akan menjual atau mengedarkan jamu cap
akar dewa yang mengandung bahan kimia obat yang disertai dengan
materai Rp.6000;-. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan akan
mencabut izin usaha bagi produsen yang menjual jamu cap akar dewa
yang mengandung bahan kimia obat.
Selain sanksi adminisratif pelaku usaha juga dapat dikenakan sanksi
pidana, terkait dengan peredaran obat tradisional/jamu cap akar dewa
yang mengandung bahan kimia obat, dimana pada Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat tradisional termasuk
dalam sediaan farmasi seperti yang diatur pada pasal 1 ayat (4) yang
berbunyi: Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetik. Kemudian dalam pasal 105 ayat (2) mengatur bahwa:
Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetik serta alat
kesehatan
harus
memenuhi
standar
dan/atau
persyaratan
yang
ditentukan.
Sehigga pelaku usaha dapat dikenakan sanksi pidana pasal 196
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang berbunyi
: setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar
kesehatan dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan,
dan mutu sebagaimana dimaksud dalam pasal 98 ayat (2) dan ayat (3)
Penutup
Dari yang telah diuraikan sebelumnya pada pembahasan, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Upaya pengawasan yang
dilakukan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Samarinda
terhadap peredaran jamu cap akar dewa di Kota Samarinda masih
belum efektif, karena menurut soerjono Soekanto efektivitas penegakan
hukum ditentukan oleh lima faktor kelima faktor itu tidak berdiri sendiri,
melainkan satu kesatuan yang harus sejalan pada pelaksanaanya. Apabila
seluruh faktor terintegrasi dengan baik, maka proses penegakan hukum
akan efektif. faktor-faktor tersebut; faktor hukumnya sendiri, faktor
penegakan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung
penegakan hukum, faktor masyarakat, faktor kebudayaan. Dalam hal
peredaran jamu cap Akar Dewa masih ditemukan pedagang yang
menjual jamu cap Akar Dewa di Kota Samarinda, karena adanya
berbagai kendala seperti dari segi penegak hukum yaitu keterbatasan
jumlah sumber daya manusia dengan kompetensi pengawas dan
penyidik, keterbatasan jumlah staf Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan (BBPOM) secara menyeluruh sehingga penguji diperbantukan di
bidang lain sehingga mengurangi waktu kerja sampel. Dari segi
Masyarakat yaitu Masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang obat
tradisional yang beresiko terhadap kesehatan. 2. Upaya hukum yang
dilakukan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Samarinda
terhadap peredaran jamu cap akar dewa di Kota Samarinda berupa
sanksi adminisratif,yaitu dengan peringatan tertulis dan pembinaan
pemusnahan produk
tidak
memenuhi
standar
kesehatan
dan/atau
persyaratan
lama
10
(sepuluh)
tahun
dan
denda
paling
banyak
usaha
yang
masih
memproduksi
obat
tradisional
yang
mengandung bahan kimia obat padahal izin edar telah dicabut maka
pelaku usaha dikenakan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan yang berbunyi: Setiap orang yang sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp1.5000.000.000,00 (satu milyar lima
ratus juta rupiah).
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis menyampaikan saran
sebagai berikut:1 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan selaku
instansi yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan
diharapkan ke depannya lebih meningkatkan intensitas pengawasan
Daftar Pustaka
Abdussalam, R, 1997, Penegakan Hukum di Lapangan Oleh Polri, Gagas Mitra
Catur Gemilang, Jakarta.
Johan Nasution, Bahder, 2008, Metode Penelitian Hukum, CV. Mandar Maju,
Bandung.
Muhammad, Abdul Kadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Nasution, Az, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen; Suatu Pengantar, Diadit
Media, Jakarta.
Poerwadarminta, 2006, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta.
Siagian P, Sondang, 2007, Fungsi-Fungsi Manajerial, PT. Bumi Aksara,
Jakarta.
Sidabalok, Janus, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Republik Indonesia, Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
Nomor
Tahun
1999
Tentang