Anda di halaman 1dari 11

SOAL UJIAN MIKROBIOLOGI

NAMA : T. ARDIAN SYAH PUTRA, SPd


KELAS

: B2

Soal
1. Terdapat berita di Surat Kabar, bahwa terdapat 8 orang
siswa SD mengalami muntah-muntah dan buang air besar
setelah mengkonsumsi bubur di kantin sekolah. Sebagai
mahasiswa yang sudah memperoleh materi mikrobiologi
terapan, lakukanlah apa dan bagaimana Anda menyikapi hal
ini.
Jawab :
Makanan jajanan merupakan salah satu makanan yang sangat
dikenal dan umum dikonsumsi oleh masyarakat, tidak terkecuali anak
sekolah. Hasil dari beberapa penelitian di Indonesia, penelitian Hermina
(2000) menunjukkan bahwa sebagian murid SD membeli sendiri makanan
jajanan disekolah dan dikonsumsi sebelum masuk kelas. Hasil survey
Badan POM RI tahun 2008 menunjukkan bahwa 78 % anak sekolah jajan
di

lingkungan

sekolah,

baik

dikantin

maupun

dari

penjaja

jajan

dilingkungan sekolah (Robi, 2011). Frekuensi jajan makanan utama siswa


3-5 kali/minggu sebesar 44 %, makanan ringan > 11 kali/minggu sebesar
66 % dan 30 % siswa memiliki frekuensi jajan minuman 6-8 kali/minggu
(FEMA IPB,2011).
Kebiasaan jajan pada anak sekolah dapat memberikan dampak
positif, jika dapat menambah atau melengkapi gizi dari anak tersebut. Tapi
juga bisa memberikan dampak negatif jika tidak terjamin kualitas dan
keamanannya bagi anak sekolah.
Hal inilah yang terjadi pada kasus 8 orang anak SD yang mengalami
muntah-muntah dan buang air besar setelah mengkonsumsi bubur di
kantin sekolah. Dalam kasus ini perlu disikapi dan di kaji dengan lebih
serius oleh pemerintah dan badan yang berkaitan dengan hal tersebut,

karena kasus tersebut adalah salah satu dampak negatif dari adanya
jajanan disekolah.
Dalam kasus ini salah satu hal yang perlu diteliti adalah makanan
berupa bubur yang dikonsumsi oleh siswa SD tersebut, dari gambaran
kasus tersebut bisa kita diagnosis bahwa 8 siswa SD tersebut mengalami
keracunan dari makanan yang dimakan.
Kajian secara mikrobiologi terapan yang bisa dilakukan adalah
dilakukan penelitian tentang bubur yang akan dikaji secara biologis.
Makanan

yang

telah

dihinggapi

mikroorganisme

itu

mengalami

penguraian sehingga dapat mengurangi nilai gizi dan kelezatannya


bahkan makanan yang telah mengalami penguraian dapat menyebabkan
sakit bahkan kematian. Bakteri

yang tumbuh di dalam makanan

mengubah makanan tersebut menjadi zat organik yang berkurang


energinya. Populasi mikroba pada berbagai jenis bahan pangan umumnya
sangat

spesifik,

lingkungan

dan

tergantung
cara

dari

jenis

penyimpanannya

bahan
dalam

pangannya,
batas-batas

kondisi
tertentu

kandungan mikroba pada bahan pangan adalah berpengaruh terhadap


ketahanan bahan pangan tersebut. Faktor-faktor yang

mempengaruhi

pertumbuhan mikroba dalam pangan dapat bersifat fisik, kimia atau


biologis yang meliputi :
1. Faktor intrinsik, merupakan sifatfisik, kimia dan struktur yang dimiliki
oleh bahan pangan tersebut, seperti kandungan nutrisi, pH, senyawa
mikroba.
2.

Faktor ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan pada penganan dan

penyimpanan bahan pangan seperti suhu, kelembaban, susunan gas di


atmosfer.
3.

Faktor implisit, merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba itu

sendiri.
4.

Faktor pengolahan, karena perubahan mikroba awal sebagai akibat

pengolhan bahan pangan, misalnya pemansan, pendingan, radiasi dan


penambahan bahan pengawet.
Makanan masak contohnya bubur merupakan campuran bahan
yang lunak dan sangat disukai oleh bakteri. Bahaya terbesar dalam

makanan masak adalah adanya bakteri patogen dalam makanan akibat


terkontaminasinya makanan sewaktu dalam proses pengolahan atau
kontaminasi silang melalui wadah maupun penjamah makanan, kemudian
dibiarkan dingin pada suhu ruang. Kondisi yang optimum bagi bakteri
patogen dalam makanan siap saji akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlipat ganda dalam jangka waktu antara 1-2 jam. Depkes RI (1999)
menyebutkan bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan
dengan suasana yang cocok untuk pertumbuhan bakteri diantaranya
adalah suasana makanan yang banyak protein dan banyak air, pH normal
(6,8-7,5) serta suhu optimim 10 C-60 C (Jenie, 1998).
Bakteri melakukan multiplikasi proses doubling (penggandaan),
setiap sel membelah menjadi dua sel identik yang terus mengulang
menjadi proses tersebut menjadi empat sel, kemudian memproduksi
menjadi delapan sel dan seterusnya. Periode antara pembelahan sel
dikenal sebagai waktu generasi atau waktu doubling.
Waktu ini cukup pendek, biasanya sekitar 20 menit dan kadang
lebih pendek lagi. Ini berarti bahwa dengan kondisi yang tepat, satu jenis
bakteri dapat menggandakan diri dengan sangat cepat (Adams dan
Motarjemi, 1999). Bakteri yang menyebabkan gejala sakit atau keracunan
disebut bakteri patogen. Gejala penyakit disebabkan oleh patogen timbul
karena bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan
dapat berkembang biak di dalam saluran pencernaan dan menimbulkan
gejala sakit perut, diare, muntah, mual dan gej ala lain. Bakteri patogen
semacam

ini

misalnya Escherichia

coli, Salmonellatyphi

dan Shigella

dysentriae.
Untuk menyebabkan penyakit, jumlah sel bakteri patogen yang
dikonsumsi harus memadai. Dosis infeksius ini bervariasi antarorganisme
dan antarindividu. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan pada
E.coli,

perkiraan dosis infeksi

bermacam-macam

misalnya

Enteropatogenik 106-1010; Enterotoksigenik 106-108; Enteroinvasif 106;

Enterohemoragik 101-103. Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa


diperlukan sejumlah bakteri untuk bisa menyebabkan penyakit, tetapi
pernyataan itu harus dipandang sebagai pendapat mentah. Infeksi yang
terjadi merupakan akibat dari interaksi antara 2 faktor, yaitu kemampuan
bakteri

untuk

menyebabkan

penyakit

dan

kerentanan

individu.

Kerentanan individu terhadap infeksi meliputi usia, kesehatan secara


umum, nutrisi, status imun dan apakah seseorang sedang menjalani
pengobatan (Adams dan Motarjemi, 1999).
Bakteri patogen di dalam makanan juga dapat menyebabkan keracunan
makanan. Hal ini disebabkan oleh tertelannya racun (toksin) yang
diproduksi oleh bakteri selama tumbuh dalam makanan. Gejala keracunan
makanan oleh bakteri dapat berupa sakit perut, diare, mual, muntah atau
kelumpuhan.
keracunan

Bakteri

yang

tergolong

misalnyaStaphylococcus

ke

aureus,

dalam

bakteri

Clostridium

penyebab

perfringens,

Bacillus cereus yang memproduksi racun yang menyerang saluran


pencernaan (Badan POM, 2002).
Escherichia coli : Bakteri Escherichia coli secara normal (komensal)
terdapat pada saluran usus besar/kecil pada anak-anak dan orang dewasa
sehat dan jumlahnya dapat mencapai 109 CFU/g. Bakteri ini dikenal
sebagai mikroba indikator kontaminasi fekal dan dibagi dalam dua
kelompok

yaitu

non

patogenik

dan

patogenik.

Bakteri

ini

dapat

berkembang biak dan memproduksi toksin selama ia tumbuh dalam


makanan. Jika makanan yang telah mengandung bakteri ini masuk
kedalam tubuh kemudian masuk di dalam saluran pencernaan, akan
menimbulkan gej ala sakit perut, mual, muntah dan diare. Waktu inkubasi
E.coli 8 24 jam (rata-rata 11 jam). Ada empat kelompok patogenik
penyebab diare yaitu EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli), ETEC
(Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli)
dan VTEC ( Verotoksin Escherichia coli).

E.coli termasuk bakteri Gram negatif yang tidak membentuk spora,


berbentuk batang anaerob fakultatif dan tergolong ke dalam famili
Enterobacteriaceae dengan suhu optimal bagi pertumbuhannya adalah
37C. Kuman E.coli akan tumbuh pada kisaran pH 4,4-8,5. Nilai aw yang
minimal untuk pertumbuhannya adalah 0,95 ( WHO, 2000).
Staphylococcus aureus : Staphylococcus aureus termasuk bakteri Gram
positif, non motil, berbentuk kokus yang anaerob fakultatif dan tidak
membentuk spora. Suhu pertumbuhannya berkisar antara 7C-48C
dengan pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 37C. Bakteri ini tumbuh
pada kisaran pH 4,0-9,3. Nilai pH optimalnya 7,0-7,5. Kisaran nilai pH
untuk pembentukan enterotoksin lebih sempit dan toksin yang diproduksi
akan lebih sedikit pada pH di bawah 6,0. Pertumbuhan bakteri ini akan
tetap terjadi pada nilai aw 0,83, tetapi pembentukan toksinnya tidak
terjadi pada nilai di bawah 0,86.
Staphylococcus aureus menyebabkan infeksi pada luka, menyebabkan
rasa panas dan bisul-bisul. Bakteri ini juga merupakan salah satu
penyebab umum pada keracunan makanan. Staphylococcus aureus dapat
memproduksi racun yang disebut dengan enterotoksin. Toksin ini dapat
menyerang saluran pencernaan, jika manusia mengkonsumsi makanan
yang telah terkontaminasi bakteri ini. Jika makanan yang mengandung
bakteri ini masuk kedalam tubuh, kemudian masuk di dalam saluran
pencernaan, dapat menimbulkan gejala sakit perut, mual, muntah dan
diare. Waktu inkubasi Staphylococcus aureus 1-8 jam, paling sering antara
2 4 jam. Sumber bakteri Staphyilococcus aureus dapat berasal dari
tangan, rongga hidung, mulut dan tenggorokan pekerja. Hal ini menjadi
kritis jika pekerja yang sedang sakit tenggorokan dibiarkan bekerja.
2. Inovasi

dalam

dilakukan.
terhadap

produksi

Bagaimana
produksi

argumentasi Anda

tempe
Anda

tempe

dan

dapat
dan

nata

masih

melakukan

nata

?.

perlu
inovasi

bagaimana

Jawab:
1. Inovasi pada Tempe
Salah satu inovasi yang bisa dilakukan dalam memproduksi tempe
adalah pembuatan sosis tempe memiliki prospek yang baik mengingat
banyaknya konsumsi tempe di tanah air, sehingga membuka peluang
usaha untuk mengolah tempe menjadi aneka makanan olahan yang lebih
variatif dan menarik seperti sosis tempe ini.
Tempe adalah sumber protein dalam pembuatan sosis tempe. Tempe
merupakan makanan yang kaya manfaat diantaranya adalah melancarkan
pencernaan, mempunyai gizi yang tinggi, zat gizinya mudah diserap
dalam tubuh, mengandung zat yang menghambat pertumbuhan bakteri
penyebab infeksi, sebagai senyawa antioksidan yang berfungsi sebagai
penangkal radikal bebas, mempunyai sifat dapat menurunkan kadar
kolesterol darah (Darwin, 1995).
Tempe bisa menjadi bahan dasar sosis. Produk ini sangat cocok bagi
vegetarian atau orang yang diet kolesterol. Penjualan pun melimpah
karena harga jual yang tentunya lebih murah. Sosis merupakan salah satu
produk olahan daging yang memiliki banyak penggemar. Selama ini kita
sering mendapati makanan ini berbahan daging sapi atau ayam. Namun,
kini bermunculan produk sosis rasa lokal dengan bahan dasar dari tempe.
Sebagai bentuk variasi makanan, tempe bisa juga menjadi bahan baku
sosis. Kedelai yang merupakan bahan baku tempe bersifat hidrofolik.
Kedelai mampu menyerap dan menahan air, membentuk selaput,
membentuk gel, mempunyai daya rekat tinggi, dan bersifat pengental.
Selain itu, Indonesia juga merupakan negara produsen tempe terbesar di
dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Alhasil, sosis tempe juga
punya prospek cerah.
Untuk membuat sosis tempe, bahan-bahan yang dipersiapkan yaitu:

1. Tempe
2. Putih telur
3. Air es
4. Tepung tapioka
5. Minyak jagung.
6. Bumbu-bumbu ( Bawang putih 0,44 gram, garam 2,50 gram, gula
pasir 0,68 gram, lada )
Cara Pembuatan :
1. Timbang tempe 71,38 gram lalu dipotong-potong menjadi beberapa
potongan kecil, lalu dihaluskan dengan cara digiling atau ditumbuk.
2. Masukkan 37,5 gram putih telur, bumbu, air es 7,3 gram dan juga
tepung tapioka 7,5 gram.
3. Tuangkan 28,62 gram minyak jagung ke dalam campuran bahan
sambil diaduk-aduk hingga menjadi adonan yang menyerupai pasta.
4. Masukkan adonan itu ke dalam casing (selongsong) sepanjang 10
cm lalu diikat ujungnya dengan benang erat-erat.
5. Setelah itu, sosis tempe dimasak. Pemasakan dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti perebusan, pengukusan, pengasapan,
pemasakan
kombinasi

secara
dari

kering

cara-cara

dengan
tersebut.

menggunakan

oven

serta

Penggunaan

asap

pada

pemasakan terutama bertujuan untuk memberikan cita rasa khas,


mengawetkan, menghasilkan produk yang khas dan mencegah
oksidasi.
6. Sosis tempe yang telah jadi kemudian didinginkan dan dikemas
menggunakan plastik tipis khusus untuk membungkus sosis. Sosis
dikemas dengan sistem kedap udara sehingga tidak ada organisme
yang masuk dan bisa memperlama daya tahan sosis.
Kendati tak menggunakan bahan pengawet, sosis tempe memiliki
daya tahan yang lama. Saat pembuatan, sosis tempe juga melalui proses
pengasapan. Tujuannya, memberikan cita rasa khas, mengawetkan,
produk yang khas, dan mencegah oksidasi.

Nah, setelah dibungkus dengan plastik tipis, sosis tempe dikemas dengan
sistem kedap udara. Cara ini untuk menghindari masuknya organisme dan
bisa memperpanjang daya tahan sosis.
2. Inovasi pada Nata
Selanjutnya inovasi untuk pembuatan nata de coco, Proses pembuatan
tahu dan tempe menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah
padatan

pada

industri

tahu

berupa

ampas

tahu

yang

umumnya

dimanfaatkan untuk pakan ternak seperti sapi, kambing, kelinci, ayam,


tempe gembus, sedangkan limbah padatan pada industri tempe berupa
kulit kedelai dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Limbah cair tahu dan
tempe masih jarang dimanfaatkan, umumnya dibuang ke sungai atau
selokan. Limbah cair industri tahu dan tempe seringkali menjadi penyebab
pencemaran lingkungan yang mengganggu ekosistem dan kesehatan
manusia lingkungan tersebut. Pembuangan limbah ke sungai mencemari
lingkungan dan menyebabkan meningkatkan BOD (Biological Oxigen
Demand) dan menimbulkan bau tidak sedap. Limbah cair industri tahu
dan tempe tersebut masih mengandung nutrisi yang masih dapat diolah
menjadi nata de soya. Pengolahan limbah cair industri tahu dan tempe
menjaid

nata

de

soya

merupakan

salah

satu

solusi

mengatasi

pencemaran lingkungan dan menghasilkan produk bernilai ekonomis yang


dapat

membantu

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat.

Limbah cair produk olahan kedelai difermentasi dengan menggunakan


bakteri Acetobacter xylinum sehingga dihasilkan produk nata de soya.
Pemanfaatan air limbah industri tahu-tempe sebagai produk pangan
memberikan manfaat yang besar bagi pengusaha industri tahu-tempe,
baik nilai ekonomis maupun manfaat dalam upaya penanganan limbah.
Pengolahan limbah cair tahu-tempe menjadi nata de soya merupakan
solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pencemaran. Oleh karena itu,
pengembangan usaha nata de soya perlu digalakan guna mengatasi
pencemaran lingkungan di wilayah pemukiman sekaligus meningkatkan
pendapatan

masyarakat.

Limbah cair industri tahu dan tempe mengandung protein dan karbohidrat
yang cukup tinggi, kandungan protein dan karbohidrat dalam limbah cair
tahu dan tempe tersebut dapat menjadi media hidup yang sangat baik
bagi bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini mengubah karbohidrat dan
protein dalam limbah cair tahu-tempe menjadi serat selulosa dengan
tekstur yang kenyal. Limbah air tahu (whey tahu) dan limbah cair tempe
selain mengandung protein juga mengandung vitamin B terlarut dalam
air, lestin dan oligosakarida. Berdasarkan kandungan unsur kimiawinya.
Limbah cair tahu-tempe menjadi salah satu aliterernatif bahan baku untuk
pembuatan produk nata. Nata berbahan baku limbah kedelai memiliki
karakteristik

produk

yang

secara

kenampakan

sedikit

kekuningan, cita rasa yang khas kedelai, kenyal namun lebih mudah putus
dibandingkan dengan nata de coco lebih ulet, dan kandungan seratnya
cukup
Prospek

tinggi.
Pasar

Nata

De

Soya

Nata de soya memiliki tekstur yang cukup baik, tidak kalah dengan nata
de coco. Kadar seratnya yang cukup tinggi dan memiliki cita rasa yang
nikmat sebagai bahan baku minuman instan sehingga nata de soya
mampu bersaing dengan nata de coco. Sebagaimana kita ketahui bahwa
pasar nata de coco sebagai produk pangan yaitu minuman kemasan dan
aneka produk olahan lainnya sangat tinggi baik pasar domestik maupun
pasar luar negeri. Permintaan bahan nata oleh pabrik minuman kemasan
sangat tinggi per hari mencapai ratusan ton bahan mentah nata berupa
lembaran atau potongan. Kebutuhan produk nata yang sangat tinggi
tersebut, menjadi peluang bisnis bagi para petani nata untuk bermitra
dengan perusahaan besar yang ada di tanah air. Selain sebagai produk
pangan, di negara maju seperti Jepang, saat ini nata telah dikembangkan
sebagai produk non-pangan yaitu bahan baku elektronik dan komposit
baja

ringan.

Melihat potensinya yang sangat besar tersebut Indonesia memiliki


peluang yang sangat besar untuk mengolah aneka limbah pangan
menjadi produk nata. Saat ini, di pasaran sudah familier produk nata dari
bahan air kelapa (nata de coco), limbah cair olahan kedelai (nata de
soya), umbi singkong atau limbah cair pengolahan industri singkong (nata
de cassava). Masing-masing produk nata dari bahan baku baku yang
berbeda tersebut memiliki aroma khas, tekstur dan tampilan yang sedikit
berbeda. Namun, secara umumnya memiliki prospek pasar yang sama
besar, meskipun saat ini produk nata de coco lebih familier dan
permintaanya
Proses

paling
Produksi

Nata

tinggi.
De

Soya

Limbah cair industri tahu-tempe yang telah didiamkan kurang lebih 2-3
hari (agar pH turun 3-4 sehingga asam), disaring dengan kain kasa agar
kotoran-kotoran dan partikel kasar dapat dipisahkan, kemudian direbus
dengan panci dengan tungku berbahan bakar kayu, setelah mendidih
ditambahkan ZA 80 gram, gula pasir 100 gram, asam cuka 120 ml
untuk media 50 liter limbah cair tahu atau tempe, diaduk-aduk kurang
lebih 10-15 menit kemudian dituangkan kedalam nampan yang sudah
disiapkan dengan penutup koran yang telah diikat dengan karet ban.
Susun nampan yang telah diisi media larutan tersebut pada rak. Nampan
dapat disusun bertingkat 5-10 nampan dengan bersilangan. Setalah
dingin kurang lebih 5-7 jam, media larutan dalam nampan tersebut
diinokulasi dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylnum kurang
lebih 10% dari media larutan dalam nampan. Proses fermentasi akan
berlangsung 8 10 hari. Lakukan pemanenan. Tampung nata de soya hasil
panen dalam drum plastik yang diisi dengan air. Penyimpanan akan dapat
bertahan lama apabila selalu diganti dengan air.

Anda mungkin juga menyukai