Anda di halaman 1dari 12

1.

PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki dua musim boleh berbangga
dengan paparan sinar matahari yang cukup banyak dibanding negara lain yang
memiliki empat musim. Namun, sinar matahari yang berlebih ini sekaligus bisa
menjadi bumerang bagi kesehatan mata masyarakatnya, salah satunya pemicu
katarak.(Gideon, 2014)
Gideon (2014) mengatakan bahwa mata adalah organ yang sangat vital bagi
manusia. Dengan mata, manusia dapat melihat keindahan dunia. Namun
sayangnya, banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya menjaga
kesehatan mata.
Jumlah penderita buta katarak di Indonesia tertinggi kedua di Asia Tenggara,
yakni mencapai 1,5 persen atau dua juta jiwa. Setiap tahunnya, 240.000 orang
terancam mengalami kebutaan. Survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan
(Gideon, 2014) menunjukkan penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah
penyakit katarak (0,78 persen), penyakit glaukoma (0,12 persen), kelainan
refraksi (0,14 persen), dan penyakit lain terkait usia lanjut (0,38 persen).
Masyarakat Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita katarak 15
tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah tropis lainnya di mana
sekitar 16 sampai 22 persen penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah
56 tahun. Demikian data yang disampaikan Persatuan Dokter Spesialis Mata
Indonesia (Perdami). Lembaga ini memperkirakan setiap tahun muncul kasus
baru katarak sebanyak 210ribu orang, namun yang bisa direhabilitasi lewat
operasi katarak hanya sekitar 120 ribu orang. Selain itu, masih ada keengganan
bagi orang Indonesia menjadi donor mata meskipun setelah meninggal
meskipun jumlah donor yang ada saat ini masih sangat kurang.
Meskipun katarak cenderung diderita penduduk lanjut usia, kata dia,
beberapa kasus bisa juga menimpa kelompok usia muda. Bahkan ada pula
kasus katarak pada bayi. Pada umumnya katarak pada bayi disebabkan oleh
gabungan empat penyakit infeksi yang biasa dikenal dengan TORCH, yaitu
2

Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus/CMV dan Herpes simplex. Penyebab


utama kebutaan di Indonesia adalah penyakit katarak disusul penyakit
glaukoma, kelainan refraksi dan penyakit lain terkait usia lanjut.
Besarnya risiko ancaman dari katarak, terutama katarak pada usia lanjut
atau yang biasa kita kenal dengan sebutan katarak senilis ini membuat penulis
terinspirasi menulis makalah ini dengan judul Penatalaksanaan Katarak pada
Pasien Usia Lanjut.

2. PEMBAHASAN
A. Definisi Katarak
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan, tetapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak
kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun
tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik,
pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau kelainan mata
lain, seperti uveitis anterior (Smeltzer, Suzzane C, 2002).
Menurut Corwin (2001), katarak adalah penurunan progresif kejernihan
lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman
penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang
secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi. Sedangkan menurut
Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang
dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa,
atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan
progresif.
Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa katarak adalah kekeruhan lensa
yang normalnya transparan dan dilalui cahaya menuju retina yang dapat
disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.
B. Penyebab Katarak
Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak bermacammacam. Umumnya adalah usia lanjut (katarak senilis), tetapi dapat terjadi
secara kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin, genetik, dan
3

gangguan perkembangan. Dapat juga terjadi karena traumatik, terapi


kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik, seperti diabetes
mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan konsumsi alkohol
meningkatkan risiko katarak.
C. Jenis Katarak
Menurut Vaughan, Dale (2009) ada beberapa jenis-jenis katarak, yaitu
katarak terkait usia (katarak senilis), katarak anak- anak, katarak traumatik,
katarak sekunder akibat penyakit intraokular (katarak komplikata), katarak
akibat penyakit sistemik, katarak terinduksi obat, dan katarak ikutan (membran
sekunder).
1). Katarak Terkait Usia (Katarak Senilis)
Katarak terkait usia (katarak senilis) adalah jenis katarak yang paling
sering dijumpai. Satu-satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan
penglihatan yang semakin kabur.
Ada tiga tipe utama katarak senilis, yakni katarak sklerosis nuklear,
katarak kortikal, dan katarak posterior subkapsular.
Pertama, katarak sklerosis nuklear. Beberapa derajat nuklear skeloris dan
penguningan dikatakan normal pada pasien dewasa setelah melewati usia
menengah. Secara umum, kondisi ini hanya sedikit menganggu fungsi
penglihatan. Sklerosis dan penguningan dalam jumlah yang berlebihan disebut
katarak nuklear, yang menyebabkan kekeruhan sentral. Tingkatan sklerosis,
penguningan, dan kekeruhan dievaluasi dengan slit-lamp secara oblik dan
pemeriksaan refleks merah dengan pupil dilatasi. Bila sudah lanjut, nukleus
berwarna coklat (katarak brunescent) dan konsistensinya keras.
Kedua, katarak kortikal. Perubahan komposisi ion pada korteks lensa dan
perubahan hidrasi pada serabut lensa menyebabkan kekeruhan kortikal. Gejala
katarak kortikal yang sering dijumpai adalah silau akibat sumber cahaya fokal,
sepeti lampu mobil. Monokular diplopia bisa juga dijumpai. Tanda pertama
pembentukan katarak kortikal terlihat dengan slit-lamp sebagai vakuola dan
celah air (water clefts) di korteks anterior atau posterior.
Ketiga, katarak posterior subkapsular (posterior subcapsular cataract =
PSCs) sering dijumpai pada pasien yang lebih muda daripada katarak nuklear
atau kortikal. PSCs berlokasi di lapisan kortikal posterior dan biasanya aksial.
4

Indikasi pertama pembentukan PSC adalah kilauan warna yang samar (subtle
iridescent sheen) pada lapisan kortikal posterior yang terlihat dengan slitlamp.
Pasien sering mengeluhkan silau dan penglihatan jelek pada kondisi cahaya
terang karena PSC menutupi pupil ketika miosis akibat cahaya terang,
akomodasi, atau miotikum. Penglihatan dekat lebih jelek daripada penglihatan
jauh. Beberapa pasien juga mengalami monokular diplopia.
2). Katarak Anak- Anak
Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu katarak
kongenital yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya dan katarak
didapat yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab
spesifik. Pertama, katarak kongenital, yang tidak diketahui penyebabnya
walaupun mungkin terdapat faktor genetik, penyakit infeksi atau metabolik,
atau berkaitan dengan berbagai sindrom. Kedua, katarak didapat, yang
biasanya disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus. Penyebab lain
adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes, dan obat.
3). Katarak Traumatik
Katarak traumatik, paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di
lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera
setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan
humor aquos dan kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur
lensa.
4). Katarak Sekunder Akibat Penyakit Intraokular (Katarak Komplikata)
Katarak sekunder akibat penyakit intraokular (komplikata) merupakan
katarak sekunder akibat penyakit intraokular pada fisiologi lensa. Katarak ini
biasanya berawal didaerah subkapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh
struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis
pigmentosa, dan pelepasan retina.
5) Katarak Akibat Penyakit Sistemik
Katarak akibat penyakit sistemik. Katarak bilateral dapat terjadi karena
gangguan-gangguan sistemik, seperti diabetes melitus, hipoparatiroidisme,

distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe,


Werner atau Down.
6). Katarak Terinduksi Obat
Katarak terinduksi obat atau katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus
pada tahun 1930-an sebagai akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang
digunakan untuk menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam
waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat
menyebabkan kekeruhan lensa.
7). Katarak Ikutan (Membran Sekunder)
Katarak ikutan (membran sekunder) merupakan kekeruhan kapsul
posterior yang terjadi setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular. Epitel lensa
subkapsular yang tersisa mungkin menginduksi regenerasi serat-serat lensa dan
memberikan gambaran telur ikan pada kapsul posterior (mutiara Elschnig).
Lapisan epitel yang berproliferasi tersebut dapat membentuk banyak lapisan
dan menimbulkan kekeruhan yang jelas. Sel-sel ini mungkin juga mengalami
diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi serat-serat tersebut menimbulkan
banyak kerutan kecil di kapsul posterior yang menimbulkan distorsi
penglihatan. Semua faktor ini dapat menyebabkan penurunan ketajaman
penglihatan setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular. Katarak ikutan merupakan
suatu masalah besar pada hampir semua pasien pediatrik, kecuali bila kapsul
posterior dan vitreus anterior diangkat pada saat operasi. Dulu, setengah dari
semua pasien dewasa mengalami kekeruhan kapsul posterior setelah menjalani
ekstraksi katarak ekstrakapsular. Namun, teknik bedah yang semakin
berkembang dan materi lensa intraokular yang baru mampu mengurangi
insiden kekeurahan kapsul posterior secara nyata.
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Penuaan merupakan
penyebab katarak terbanyak. Katarak akibat penuaan (senilis) merupakan
penyebab umum gangguan penglihatan. Berbagai studi cross-sectional
melaporkan bahwa sebanyak 50% pada rentang usia 65 sampai 74 tahun
prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu diatas 75 tahun. Satusatunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
D. Patofisiologi Katarak Senilis

Patofisiologi

atau

mekanisme

terjadinya

katarak

senilis

belum

sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, lensa katarak secara karakteristik


terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan
mengurangi transparansinya. Pertambahan usia bisa memicu perubahan protein
lainnya yang dapat menyebabkan nucleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas, seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna yang tampak seperti kristal salju pada
jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan

koagulasi

sehingga

mengabutkan

pandangan

dengan

menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan


terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral dan memiliki kecepatan yang berbeda.
Katarak dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun, kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan
yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan
dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan,
alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam
jangka waktu lama (Smeltzer, 2002).
E. Manifestasi Klinis Katarak
Biasanya pasien yang menderita katarak melaporkan keluhan-keluhan,
seperti penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan
7

fungsional sampai derajat tertentu yang disebabkan oleh penurunan fungsi


penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan, seperti
mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak atau putih, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup,
menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat
di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau
putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika
katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan
mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk
menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah
arah. Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar
tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi
berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat
mengendarai mobil pada siang hari (Smeltzer, 2002).
Menurut mansjoer (2000), katarak senilis dikenal 4 stadium, yaitu
insipiens, matur, imatur, dan hipermatur.

Tabel 1. Perbedaan gejala klinis stadium katarak senilis

F. Penatalaksanaan Katarak
Katarak akibat penuaan ini tidak dapat dicegah karena sedianya semakin
tua usia seseorang maka semakin melemahnya fungsional tubuh. Perubahanperubahan yang terjadi pada protein yang dapat menyebabkan katarak tidak
dapat dicegah seiring bertambahnya usia. Walaupun katarak akibat penuaan
(senilis) ini tidak dapat dicegah, pasien katarak senilis masih bisa disembuhkan
dengan cara mendapatkan penanganan dari dokter ahli mata.
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi,
tindakan operasi tidak diperlukan pada gejala katarak yang tidak mengganggu.
Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obatobatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose reductase
inhibitor diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol,
sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula
pada hewan. Obat antikatarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya
agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan
antioksidan vitamin C dan E.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Lebih dari bertahun-tahun, teknik bedah yang bervariasi sudah berkembang
dari metode yang kuno hingga teknik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir
bersamaan dengan evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi,
material,

dan bahan implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa

posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu Intra Capsular Cataract Extraction
9

(ICCE) dan Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE). Berikut ini akan
dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur

operasi pada ekstraksi

katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.


Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE) adalah tindakan
pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh
lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan dipindahkan dari
mata melalui insisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya
dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE
tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang
sangat lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada
pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea
kapsular.

Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme,

glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.


Extra Capsular Cataract Extraction

(ECCE) adalah tindakan

pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan
memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek
lensa dapat keluar melalui robekan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan
kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan
akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya
prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema,
pascabedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak seperti prolaps badan kaca.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya
katarak sekunder.
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 23mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan
katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah
hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak

10

diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien


dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. Teknik ini kurang efektif pada katarak senilis
padat, dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan
dimasukkan lensa intraokular, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa
intraokular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) merupakan
teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena
lebih cepat sembuh dan murah. Apabila lensa mata penderita katarak telah
diangkat maka penderita memerlukan lensa pengganti untuk memfokuskan
penglihatannya dengan kacamata afakia yang tebal lensanya, lensa kontak, dan
lensa intraokular (lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata pada saat
pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat).
Jika digunakan teknik insisi kecil maka penyembuhan pascaoperasi
biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi
dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau
mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan
dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari pertama
pascaoperasi atau jika nyaman,

balutan dapat dibuang pada hari pertama

pascaoperasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung


seharian. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi,
tetapi biasanya pasien dapat melihat dengan baik melui lensa intraokuler
sambil menantikan kacamata permanen (biasanya 6-8 minggu setelah operasi).
Selain itu, pemberian obat untuk mengurangi rasa sakit karena operasi mata
adalah tindakan yang menyayat maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa
sakit yang mungkin timbul beberapa jam setelah hilangnya kerja bius yang
digunakan saat pembedahan; antibiotik mencegah infeksi. Pemberian antibiotik
masih dianggap rutin dan perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya
infeksi karena kebersihan yang tidak sempurna; obat tetes mata steroid. Obat
yang mengandung steroid ini berguna untuk mengurangi reaksi radang akibat
tindakan bedah; obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah
infeksi pascabedah.
11

Hal yang boleh dilakukan adalah memakai dan meneteskan obat, seperti
yang dianjurkan, melakukan pekerjaan yang tidak berat, bila memakai sepatu
jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki keatas.
Yang tidak boleh dilakukan adalah jangan menggosok mata, jangan
membungkuk terlalu dalam, jangan menggendong yang berat, jangan membaca
yang berlebihan dari biasanya, jangan mengedan keras sewaktu buang air
besar, jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah.

C. PENUTUP
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat menurunkan
tajam fungsi penglihatan penderitanya. Penyebab terbanyak katarak adalah
akibat penuaan. Mekanisme terjadinya katarak belum sepenuhnya dimengerti.
Walaupun demikian, lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat
protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya.
Katarak akibat penuaan terbagi menjadi tiga macam, yaitu katarak sklerosis
nukelar, katarak kortikal, dan katarak subkapsular posterior. Gejala-gejala yang
muncul bisa berupa penurunan tajam penglihatan, silau, gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang disebabkan oleh penurunan fungsi penglihatan,
dan diskriminasi warna yang buruk. Katarak akibat penuaan tidak dapat
dicegah, tetapi masih bisa diobati dengan intervensi bedah katarak dan
perawatan pascaoperasi. Jika didapati gejala-gejala seperti tersebut di atas, ada
baiknya untuk segera berkonsultasi dengan dokter umum setempat mengenai
gejala-gejala yang dikeluhkan agar mendapatkan penanganan yang cepat dan
tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, Perdami. 2009. Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Peglihatan dan Kebutaan (PGPK) untuk Mencapai Vision 2020.

12

Harper, Richard A. dan Shock, John P. 2009. Vaughan & Asbury Oftalmologi
Umum Ed. 17: Lensa. Jakarta: EGC.
Lyas, S. 2007. Ilmu Penyakit Mata: Tajam Penglihatan, Kelainan Refraksi dan
Penglihatan Warna hal 72-75. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
James, B., Chew, C., Bron, A. 2006. Lecture Notes Oftalmologi. 9th ed. Jakarta:
Erlangga Medical Series.
Titcomb, Lucy C. 2010. Understanding Cataract Extraxtion.
Victor, Vicente. Cataract Senile, available at www.emedicine.com, last update 22
November 2010.
Wijana, Nana S.D. 1993. Ilmu Penyakit Mata Cetakan ke-6 hal: 190-196. Jakarta:
Penerbit Abadi Tegal.

13

Anda mungkin juga menyukai