Anda di halaman 1dari 22

Tuntutan terhadap lulusan dan layanan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak

karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi
dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang memungkinkan peluang lembaga pendidikan
asing membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan antar lembaga
penyelenggara pendidikan dan pasar kerja akan semakin berat.
Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan
kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan kecuali hanya mengupayakan segala cara
untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik dan layanan lainnya,
yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini maka akan ada
paradigma baru dalam pendidikan akan etos kerja dan profesionalisme guru serta tantangan
dunia pendidikan terkait dengan perkembangan teknologi informasi.
Profesi diukur berdasarkan kepentingan dan tingkat kesulitan yang dimiliki. Dalam dunia
keprofesian kita mengenal berbagai terminologi kualifikasi profesi yaitu: profesi, semi profesi,
terampil, tidak terampil.
Gilley dan Eggland (1989) mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan
pengetahuan, dimana keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi
ini meliputi aspek yaitu :
a.

Ilmu pengetahuan tertentu

Seorang yang memiliki profesi tertentu haruslah meliliki keahlian atau ilmu pengetahuan sesuai
dengan profesinya.
b.

Aplikasi kemampuan/kecakapan.

Aplikasi kemampuan dan kecapakan itu berhubungan dengan penerapan dan pengaplikasian dari
ilmu pengetahuan yang dimiliki. misalnya seorang lulusan sarjana pendidikan sosiologi, harus
mengaplikasikan keahlian atau pengetahuannya di dalam ruang lingkup sekolah dengan mata
pelajaran sosiologi.
c.

Berkaitan dengan kepentingan umum

Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata
lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan
sendiri. Dokter, pengacara, guru, pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting
agar masyarakat dapat berfungsi.Hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh seorang pakar
permainan catur misalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20 terjadi
karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis
kompleks memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada masyarakat
sederhana yang hidup pada abad-abad lampau. Produksi dan distribusi enersi memerlukan
aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar uang dan modal memerlukan tenaga akuntan,
analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya profesi memberikan jasa
penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.

Aspek-aspek yang terkandung dalam profesi tersebut juga merupakan standar pengukuran
profesi guru.
Proses profesional adalah proses evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan
sistemastis untuk mengembangkan profesi ke arah status professional (peningkatan
status).Secara teoritis menurut Gilley dan Eggland (1989) pengertian professional dapat didekati
dengan empat prespektif pendekatan yaitu orientasi filosofis, perkembangan bertahap, orientasi
karakteristik, dan orientasi non-tradisonal.
Profesi keguruan tugas utamanya adalah melayani masyarakat dalam dunia pendidikan,
sehingga profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung peningkatan segala daya dan
usaha dalam rangka mencapai secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
Lebih khusus Sanusi; dkk. (1991) dalam Sulaiman Samad (2004 : 12) mengajukan enam asumsi
yang melandasi perlunya profesionalisme dalam pendidikan :
1.
Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, dan emosi serta
perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya.
2.

Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan.

3.
Teori teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab
permasalahan pendidikan.
4.
Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia yakni manusia mempunyai potensi
yang baik untuk berkembang.
5.
Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya yaitu situasi dimana terjadi dialog antara peserta
didik dengan pendidik.
Sedangan Semiawan (1994) dalam Sulaiman Samad (2004 : 13) mengemukakan tingkat
prosionalisme guru kedalam tiga kategori, yaitu ;
1.

Tenaga professional.

Tenaga professional ; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurangkurangnya starata satu dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian
pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk dalam kategori ini juga berwenang
membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesionalnya. Misalnya, guru senior
membina guru yang lebih yunior.
2.

Tenaga semiprofessional.

Tenaga semiprofessional ; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan


tenaga kependidikan diploma tiga atau yang setara yang telah berwenang mengajar secara
mandiri, tetapi harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi

jenjang profesionalnya, bauk dalam hal perencanaa, pelaksanaan, penilaian, mauoun


pengendalian pengajaran.
3.

Tenaga paraprofessional.

Tenaga paraprofessional ; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan


tenaga kependidikan diploma dua kebawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan,
penilaian, dan pengendalian pengajaran.
SYARAT-SYARAT PROFESI GURU
National education association ( sucipto, kosasi & abimanyu ) dalam Sulaiman samad( 2004 : 5
) menyusun sejumlah syarat atau criteria yang mesti ada dalam jabatan guru, yaitu :
a.

Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual

Untuk kriteria ini, jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi criteria ini, karena mengajar
melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didomonasi kegiatan intelektual
b.

Jabatan yang mengeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus

Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang
awam dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya ( Ornstein dan
Levine, 1984) dalam Sulaiman Samad (2004:6).
c.

Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama

Seperti pada criteria sebelumnya, pada criteria ini juga terdapat perbedaan pendapat. Yang
membedakan jabatan professional dengan non-profesional antara lain adalah dalam
menyelesaikan pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang di atur universitas/institute atau
melalui pengalaman praktik dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Pertama,
yaitu pendidikan melalui perguruan tinggi, di sediakan untuk jabatan professional, sedangkan
yang kedua, yaitu pendidikan melalui pengalaman praktik dan pemagangan atau campuran
pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang non-profesional ( Ornstein dan Levine,
1984) dalam Sulaiman Samad (2004:8).
d.

Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan

Jabatan guru cenderunng menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan professional, sebab
hamper setiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik yang
mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit.
e.

Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen

Untuk criteria ini tampaknya dapat dipenuhi jabatan guru di Indonesia sekarang ini. Hal ini di
sebabkan karna tidak begitu banyak guru yang oindah ke bidang lain, walaupun bukan berartii

jabatan guru mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasan ketidak pindahan tersebut mungkin
karna lapangan kerja dan system pindah jabatan yang agak sulit.
f.

Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri

Pada setiap jabatan profesi, anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan
professional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para professional biasanya membuat peraturan
sendiri dalam daerah kompetinsinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan
pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang
berhubungan dengan langganan (kliennya). Pada dasarnya pengawasan luar atau dalam adalah
musuh alam dari profesi, karna membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap
pengaruh luar ( Ornstein dan Levine, 1984) dalam Sulaiman Samad (2004:9).
g.

Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi

Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi.
Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari
warga masa depan. Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang
anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain.
h.

Jabatan yang mempunyai organisasi profesi yang kuat dan terjalin erat.

Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesi yang kuat untuk mewadahi tujuan
bersama dan melindungi anggotanya.
Howsam (1976) dalam Sulaiman Samad (2004:11), bahwa guru harus dilihat sebagai profesi
yang baru muncul, dan karena itu mempunyai status yang lebih tinggi daripada jabatan
semiprofessional, malahan mendekati status jabatan profesi penuh.
Profesi keguruan tugas utamanya adalah melayani masyarakatdalam dunia pendidikan, sehingga
profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha
dalam rangka mencapai secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
Lebih khusus sanusi; dkk. (1991) dalam sulaiman samad (2004:12) mengajukan enam asumsi
yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yakni sebagai berikut:
1.
Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan
perasaan, dan dapat di kembangkan segala potensinya; sementara itu pendidikan di landasi oleh
nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.
2.
Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka
pendidikan menjadi normative yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara
universal, nasional, maupun local, yang merupakan acuan para pendidik,peserta didik, dan
pengelola pendidikan.

3.
Teori-teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab
permasalahan pendidikan.
4.
Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai
potensi yang baik untuk berkembang.
5.
Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yaitu situasi dimana terjadi dialog antara peserta
didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah yang di kehendaki
oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6.
Sering terjadi dilemma antara tujuan utama pendidikan yakni menjadi manusia sebagai
manusia yang baik (dimensi intrinsic) dengan misi instrumental yakni yang merupakan alat
untuk perubahan atau mencapai sesuatu.

A. Situasi Pendidikan
Menurut Prof.Dr.H.Ramayulis dalam resumenya situasi pendidikan menyangkut hal-hal
sebagai berikut:
a) Situasi pendidikan terbentuk atas hubungan social antara dua (atau lebih )orang, keduanya
membangun hubungan pendidikan. Satu orang mempengaruhi orang yang satu lagi, orang yang
stu disebut peserta didik dan yang satu lagi adalah pendidik.
b) Pendidik memandang dan memperlakukan peserta didik sebagai manusia berderajat paling
tinggi dan paling mulia diantara makhluk-makhluk lainnya dengan HAM dan HMM yang penuh.
Meskipun individu yang satu berbeda dengan individu yang lainnya, perlakuan pendidik
terhadap mereka (peserta didik)tidak boleh dibedakan. Pelayanan unggul dilakukan untuk semua
peserta didik dengan tidak membedakan antara individu peserta didik yang satu dangan yang
lainnya.
c) Kegiatan pendidikan yang terlaksana dalam situasi pendidikan merupakan peristiwa yang
istimewa dan unik untuk kepentingan peserta didik yang sedang mengembangkan potensi yang
ada pada dirinya.
d) Situasi pendidikan mengandung komponen pokok yaitu:
1. Peserta didik
Peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan
perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang
pendidik. Pertumbuhan menyangkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.
2. Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik
dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.[1]
3.Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk pengembangan
intelengisia siswa, yang berakhlak mulia, berilmu pengetahuan, bertaqwa kepada Allah, untuk
mencapai insan kamil, dan untuk pembentukan kepribadian yang utuh.[2]

4.Proses pembelajaran

Pada hakikatnya belajar adalah suatu proses yang dilalui oleh individu untuk memperoleh
perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dapat terjadi melalui
usaha mendengar, membaca mengikuti petunjuk,mengamati, memikirkan, menghayati, meniru,
melatih, atau mencoba sendiri dengan pengajaran atau latihan.[3] Yang mana keempat
komponen itu adalah syarat dengan unsur-unsur harkat dan martabat manusia (HMM) dengan
kandungan hakikat manusia, lima dimensi kemanusiaan dan pancadaya.[4]
e). Proses pembelajaran dengan perangkat pendidikannya merupakan landasan atau wahana
dengan muatan tujuan pendidikan yang terselanggarakan demi pengembangan secara utuh,
hakikat manusia dengan kelima dimensi kemanusiaan dan pancadaya peserta didik.
f).Secara operasional, proses pembelajaran pada dasarnya mengarah kepada pengembangan
ranah daya taqwa, daya cipta, daya karsa dan daya karya untuk mengisi kelima dimensi
kemanusiaan secara utuh, agar mampu menjadi manusia yang bertaqwa dan beriman kepada
Allah sebagai makhlukNya dengan berubbudiyah dalam bentuk beramal sholeh Dua pilar
perangkat pendidikan dalam proses pembelajaran adalah :
1. Kewibawaan dengan unsur-unsur penerimaan dan pengakuan, kasih sayang dan kelembutan,
penguatan, tindakan tegas yang mendidik, pengarahan dan keteladanan.
2. Kewiyataan dengan unsure-unsur materi pembelajaran, metode pembelajaran, alat bantu
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
Kaidah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani menjiwai
unsure kewibawaan dalam proses pembelajaran, dan kaidah alam takambang jadi guru menjiwai
kewiyataan.
g). Komponen dan unsure-unsur yang membentuk keilmuan pendidikan dikategorikan
sebagai pedagogic mikro situasi pendidikan, ditambah dengan kajian tentang hakikat dan
martabat manusia (HMM) dan bidang-bidang keilmuan, teknologi, seni dan agama yang
menunjang keilmuan pendidikan, maka terbentukalah apa yang disebut pedagogic makro.[5]
B. Komformitas dalam Pendidikan
Komformitas adalah suatu jenis pengaruh social dimana individu mengubah sikap dan
tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma social yang ada. Dalam hubungan pendidikan
dapat terjadi komformitas oleh peserta didik terhadap pendidik. Komformitas itu boleh jadi
banyak diwarnai oleh dominasi kekuasaan dan kewibawaan pendidik, namun hal yang sebaik-

baiknya terjadi apabila komformitas itu didasarkan pada proses internalisasi pada diri peserta
didik.
Komformitas terjadi pada peserta didik sebagai hasil pengaruh dari pendidik, pendidik
disatu pihak sebagai orang yang dipengaruhi dan pendidik disisi lain sebagai orang yang
mempengaruhi. Dengan demikian, komformitas ini penting artinya dalam proses pendidikan
karena peserta didik perlu berkomformitas dengan pendidik yang mempengaruhinya. Pendidikan
sangat berkepentingan agar peserta didik mau berkomformitas terhadap pendidiknya karena
tanpa komformitas tidak mungkin terjadi proses pembelajaran agar tercapai tujuan dari
pendidikan itu sendiri. Menurut Prayitno (2008) ada tiga tipe komformitas, yaitu komformitas
membabi buta, komformitas identifikasi, dan komformitas internalisasi.
1. Komformitas Membabi Buta
Komformitas membabi buta didominasi oleh kekuasaan yang ada pada pendidik yang
mengakibatkan penyerahan diri peserta didik kepada pendidik. Pendidik memposisikan dirinya
sebagai penguasa yang memberikan sanksi, mengancam, dan menghukum peserta didik apabila
melanggar aturan atau tidak mengikuti kehendak guru. Memberikan imbalan atau hadiah sematamata hanya untuk membina kepatuhan peserta didik terhadap aturan yang dibuat pendidik itu
dengan semena-mena, tanpa mengacu kepada kode etik seorang guru yang professional.Situasi
pendidikan yang tercipta adalah situasi otoriter yang membentuk manusia dengan pribadi pasrah,
patuh, penurut dan takluk kepada aturan pendidik.
2. Komformitas Identifikasi
Komformitas identifikasi disemangati oleh karisma yang ada pada diri pendidik yang
mengakibatkan peserta didik mengikuti secara suka rela pendidiknya itu. Pendidik yang
kharismatik memungkinkan terciptanya suasana pendidikan yang diterima oleh peserta didik.
Mereka senang, merasa diterima, dibimbing dan diayomi oleh guru dengan baik, dan hubungan
keduanya makin dekat.Pendidik kharismatik menanamkan kebenaran, ilmu dan pengetahuan, dan
lain sebagainya kepada peserta didik. Situasi pendidikan yang tercipta membius peserta didik
kearah genggaman erat pendidik yang bisa menghambat kemandirian peserta didik.
3. Komformitas Internalisasi
Komformitas internalisasi didasarkan pada sikap dan perlakuan demokratik pendidik
terhadap peserta didik yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berpikir, merasa
dan berpengalaman sendiri atas apapun yang ia terima dari pendidik. Peserta didik bebas

menentukan akan bersikap bagaimana tanpa disuruh-suruh, apalagi dipaksa, atau juga tidak
dilarang-larang oleh pendidik. Komformitas internalisasi mendorong inisiatif dan kemandirian
peserta didik itu sendiri.
Pendidik bersifat numanis demokratik menekankan komformitas internalisasi bagi peserta
didiknya. Pendidikan mendorong berkembangnya potensi yang ada pada peserta didik. Situasi
pendidikan mendorong dan menyerahkan kesempatan pengembangan kemandirian peserta didik
kepada peserta didik itu sendiri.Proses internalisasi melalui komformitas pada diri peserta didik
berlangsung melalui diaktifkannya kekuatan yang ada pada mereka (peserta didik), yaitu
kekuatan berpikir, merasakan dan berpengalaman yang semuanya itu terpadu dalam bentuk
pertimbangan-pertimbangan yang matang terhadap apa yanga akan dilakukan. Proses
internalisasi itu akan memperkembangkan peserta didik melalui suasana yang bebas, serta
menjujung tinggi harkat martabat manusia (HMM) peserta didik itu sendiri dalam hal ini
pengembangan panca daya.
C. Pengakuan dan Penerimaan dalam Pendidikan
Pengakuan guru dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu perasaan tulus yang
muncul dari diri pendidik untuk mengakui dan menganggap mereka (peserta didik)sebagai anak
yang butuh bimbingan, arahan, dan pendidikan untuk menjadi manusia dewasa, semua itu tidak
akan dapat terwujud tanpa adanya pengakuan dan penerimaan pendidik didalam dirinya untuk
mengajar dan mendidik mereka dan juga tidak akan tumbuhnya hubungan yang dinamis dan
menyejukkan dalam proses pembelajaran.
Oleh sebab itulah penting dan adanya penerimaan dan pengakuan dari pendidik terhadap
peserta didik dan sebaliknya peserta didik juga harus ada pengakuan dan penerimaan didalam
diri mereka bahwa pendidik adalah pengganti orang tua dirumah yang akan mendidik mereka
(peserta didik).
Ketika guru hadir bersama peserta didik disekolah, didalam jiwa seharusnya sudah
tertanam niat untuk mendidik peserta didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan,
mempunyai sifat dan watak yang cakap dan terampil, bersusila dan berahklak mulia.[6]
Peristiwa pendidikan mempersyarakatkan penghormatan dan pengakuan dari dan kedua
pihak, yaitu pendidik dan peserta didik. Dasar penghormatan dan pengakuan itu bukanlah
kekuasaan ataupun karisma pendidik, melainkan kemampuan internal peserta didik. Atas dasar

penghormatan dan pengakuan internal peserta didik itulah pendidik memperkembangkan peserta
didik melalui upaya pendidikan.
Dan pada diri peserta didik sendiri juga terdapat perbedaan dalam perkembangannya
diberbagai bidang. Anak berbakat mungkin cepat berkembang intelektualnya akan tetapi
ketinggalan dalam aspek social emosional. Anak yang cepat berkembang secara fisik, akan sulit
mengikuti pembelajaran akademis. Kepandaian anak dalam suatu bidang akan berbeda dengan
penguasaan pada bidang lain.[7]
Penerimaan pendidik terhadap peserta didik secara tulus dan apa adanya, untuk
menumbuhkan kedekatan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana segar, dinamis dan
menyenangkan. Kedekatan itu tidak harus bersifat fisik, pendidik dapat mewakilkan dirinya
dalam bentuk sumber dan media pendidikan, unit labolatorium, perangkat keras dan perangkat
lunak baik tertulis, melalui rekaman video-audio maupun bentuk-bentuk hasil rekayasa
elektronik lainnya. Hubungan antara media pendidikan (sebagai pendidik) dan penggunanya
(peserta didik) memerlukan persyaratan tertentu agar hubungan itu efektif sebagai upaya
pendidikan.
Hubungan antara pendidik dan peserta didik haruslah mengarah kepada tujuan-tujuan
ekstrinsik yang bersifat pamrih untuk kepentingan pribadi pendidik. Pamrih-pamrih yang ada,
selain dapat merugikan dan membebani peserta didik, merupakan pencenderaan terhadap makna
pendidikan dan menurunkan kewibawaan pendidik.
Pendidikan harus responsive dan gemar membantu peserta didik, bantuanitu lebih
diutamakan yang bersifat social-psikologis akademik, bukan materilial-ekonomis-fisik, intensitas
bantuan itu harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik, tidak terksan memanjakan
(karena terlalu banyak) atau mengabaikan (karena terlalu sedikit). Kewibawaan pendidik dalam
proses pendidikan terletak pada kemampuannya mengembangkan:
1. Penghormatan antara pendidik dan peserta didik.
2. Pengakuan positif antara pendidik dan peserta didik.
3. Kedekatan antara pendidik dan peserta didik.
4. Hubungan tanpa pamrih dari pendidik terhadap peserta didik.
5. Sikap responsive dan pemberian bantuan dari pendidik kepada peserta didik.

6.

Kedekatan pendidik terhadap peserta didik yang penuh dengan nuansa pendidikan akan
berimbas kepada peserta didik untuk bersikap positif terhadap peserta didik sejalan dengan isi,
warna, dan norma kedekatan pendidik itu. [8]
Hal yang perlu dilakukan pendidik dalam proses pembelajaran:

a.

Hubungan pendidik dengan peserta didik atas dasar penghormatan dan pengakuan. Jadi jika ada
peserta didik yang berinisiatif mencoba berperan sebagai pemimpin, maka pendidik memberikan
kesempatan kepada peserta didik dengan senang hati, karena kepemimpinan adalah potensi yang
juga harus dimiliki peserta didik secara utuh

b. Adanya pengakuan dari pendidik bahwa mereka (peserta didik) memiliki potensi, kamampuan,
semangat untuk berkembang dalam pencapaian tujuan PBM (proses belajar mengajar).
c.

Penerimaan peserta didik terhadap pendidik seharusnya secara suka rela, senang dan adanya
unsure kepercayaan. Oleh sebab itu setiap peserta didik diberikan kesempatan yang sama dan
pendidik hrus mampu mengembangkan proses pembelajaran secara demokratis.

d.

Terciptanya hubungan antara pendidik dengan peserta didik baik kedekatan fisik maupun
kedekatan psikologis. Untuk membangunnya adanya pengakuan dan penerimaan yang tulus,
terbuka, saling memberi dan menerima diantara keduanya.

e.

Tumbuhnya rasa yang mengesankan antara pendidik dengan peserta didik, dimana saat peserta
didik harus berpisah dengan peserta didik demi untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang
lebih tinggi. Namun itu semua tidak akan pernah terlupakan karena pndidik adalah figure yang
hamper sama kedudukannya dengan orang tua, yang berusaha dengan sepenuh hati untuk
mendidik dan mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu pengetahuan
yang luas dan berahklak mulia dan berguna bagi bangsa dan negara.

f.

Selalu meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan baik dibidang akademik, kompetensi, dan
pendidikan profesi untuk menjadi guru yang professional dan untuk membentuk kompetensi dan
kemandirian peserta didik.[9]

g.

Guru harus mampu merancang strategi pembelajaran dengan sebaik-baik mungkin untuk
meningkatkan minat dan semangat peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar.

h. Guru juga harus berinteraksi dengan peserta didik didalam proses belajar mengajar yang lebih
intensif (sering), seperti tanya jawab menyangkut materi yang diajarkan. Hal ini juga akan
menambah kedekatan antara pendidik dengan peserta didik dan mampu merubah suasana belajar

yang tadinya fakum menjadi hidup, dengan diadakan tanya jawab maka peserta didik merasa
aktif dan berperan dalam pembelajaran.
i.

Guru merupakan salah satu dari sekian banyaknya sumber belajar. Didalam mengajar guru yang
profesional harus mampu mentransfer ilmu kepada siswa berupa memberi materi, tanya jawab,
demonstrasi, hubungan interaktif, konsultasi antara siswa dengan guru berupa motivasi saling
mengarahkan dan lain sebagainya.[10]
Menurut Gary dan Margenet bahwa guru yang efektif dan kompeten secara profesinalis
memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) memiliki kemampuan menciptakan iklim belajar yang
kondusif, (2) kemampuan mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran, (3) memiliki
kemampuan memberikan umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement), dan (4)
memiliki kemampuan untuk peningkatan diri.
Kemampuan menciptakan iklim belajar yang kondusif, antara lain:

1) Kemampuan interpersonal untuk menunjukkan empati dan penghargaan kepada peserta didik
2) Hubungan baik dengan peserta didik
3) Menerima dan memperhatikan peserta didik dengan tulus
4) Menciptakan iklim untuk tumbuhnya kerjasama
5) Melibatkan peserta didik dalam mengorganisasikan dan merencanakan pembelajaran
6) Mendengarkan dan menghargai hak peserta didik untuk berbicara dalam setiap diskusi
7)

Meminimalkan bahkan mengeliminasi setiap permasalahan yang sering terjadi dalam


pembelajaran.
Kemampuan dalam mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran, berkaitan
dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Kemampuan untuk menghadapi dan menangani peserta didik yang bermasalah seperti peserta
didik yang suka menyela, mengalihkan pembicaraan
2. Mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam pembelajaran
3.

Kemampuan bertanya yang memerlukan tingkat berfikir yang berbeda untuk semua peserta
didik.
Kemampuan memberikan umpan balik dan penguatan seperti berikut:

1) Memberikan umpan balik yang positif terhadap respon peserta didik


2) Memberikan respon yang sifatnya membantu terhadap peserta didik yang lamban belajar
3) Memberikan tindak lanjut terhadap jawaban peserta didik yang kurang memuaskan

4) Kemampuan memberikan bantuan professional kepada peserta didik jika diperlukan.


Kemampuan untuk peningkatan diri yaitu antara lain:
1) Menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif
2) Memperluas dan menambah pengetahuan tentang metode pembelajaran
3)

memanfaatkan kelompok (KKG) untuk menciptakan dan mengembangkan metode pengajaran


yang relevan.
Dalam proses pembelajaran pada satuan pendidikan manapun, khususnya di sekolah
dasar, guru memiliki peran yang penting (urgen) dan strategis, dan tidak dapat digantikan oleh
mahkluk apapun, termasuk teknologi. Oleh karena itu, berbagai uapaya untuk meningkatkan
kualitas dan dilakukan secara terus menerus, dan berkesinambungan, termasuk pengembangan
standar kompetensi dan sertifikasi guru.[11]

A. Situasi Pendidikan
Menurut Prof.Dr.H.Ramayulis dalam resumenya situasi pendidikan menyangkut hal-hal
sebagai berikut:
a) Situasi pendidikan terbentuk atas hubungan social antara dua (atau lebih )orang, keduanya
membangun hubungan pendidikan. Satu orang mempengaruhi orang yang satu lagi, orang yang
stu disebut peserta didik dan yang satu lagi adalah pendidik.
b) Pendidik memandang dan memperlakukan peserta didik sebagai manusia berderajat paling
tinggi dan paling mulia diantara makhluk-makhluk lainnya dengan HAM dan HMM yang penuh.
Meskipun individu yang satu berbeda dengan individu yang lainnya, perlakuan pendidik
terhadap mereka (peserta didik)tidak boleh dibedakan. Pelayanan unggul dilakukan untuk semua
peserta didik dengan tidak membedakan antara individu peserta didik yang satu dangan yang
lainnya.
c) Kegiatan pendidikan yang terlaksana dalam situasi pendidikan merupakan peristiwa yang
istimewa dan unik untuk kepentingan peserta didik yang sedang mengembangkan potensi yang
ada pada dirinya.
d) Situasi pendidikan mengandung komponen pokok yaitu:
1. Peserta didik

Peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan
perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang
pendidik. Pertumbuhan menyangkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.
2. Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik
dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.[1]
3.Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk pengembangan
intelengisia siswa, yang berakhlak mulia, berilmu pengetahuan, bertaqwa kepada Allah, untuk
mencapai insan kamil, dan untuk pembentukan kepribadian yang utuh.[2]

4.Proses pembelajaran
Pada hakikatnya belajar adalah suatu proses yang dilalui oleh individu untuk memperoleh
perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dapat terjadi melalui
usaha mendengar, membaca mengikuti petunjuk,mengamati, memikirkan, menghayati, meniru,
melatih, atau mencoba sendiri dengan pengajaran atau latihan.[3] Yang mana keempat
komponen itu adalah syarat dengan unsur-unsur harkat dan martabat manusia (HMM) dengan
kandungan hakikat manusia, lima dimensi kemanusiaan dan pancadaya.[4]
e). Proses pembelajaran dengan perangkat pendidikannya merupakan landasan atau wahana
dengan muatan tujuan pendidikan yang terselanggarakan demi pengembangan secara utuh,
hakikat manusia dengan kelima dimensi kemanusiaan dan pancadaya peserta didik.
f).Secara operasional, proses pembelajaran pada dasarnya mengarah kepada pengembangan
ranah daya taqwa, daya cipta, daya karsa dan daya karya untuk mengisi kelima dimensi
kemanusiaan secara utuh, agar mampu menjadi manusia yang bertaqwa dan beriman kepada
Allah sebagai makhlukNya dengan berubbudiyah dalam bentuk beramal sholeh Dua pilar
perangkat pendidikan dalam proses pembelajaran adalah :
1. Kewibawaan dengan unsur-unsur penerimaan dan pengakuan, kasih sayang dan kelembutan,
penguatan, tindakan tegas yang mendidik, pengarahan dan keteladanan.

2. Kewiyataan dengan unsure-unsur materi pembelajaran, metode pembelajaran, alat bantu


pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
Kaidah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani menjiwai
unsure kewibawaan dalam proses pembelajaran, dan kaidah alam takambang jadi guru menjiwai
kewiyataan.
g). Komponen dan unsure-unsur yang membentuk keilmuan pendidikan dikategorikan
sebagai pedagogic mikro situasi pendidikan, ditambah dengan kajian tentang hakikat dan
martabat manusia (HMM) dan bidang-bidang keilmuan, teknologi, seni dan agama yang
menunjang keilmuan pendidikan, maka terbentukalah apa yang disebut pedagogic makro.[5]
B. Komformitas dalam Pendidikan
Komformitas adalah suatu jenis pengaruh social dimana individu mengubah sikap dan
tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma social yang ada. Dalam hubungan pendidikan
dapat terjadi komformitas oleh peserta didik terhadap pendidik. Komformitas itu boleh jadi
banyak diwarnai oleh dominasi kekuasaan dan kewibawaan pendidik, namun hal yang sebaikbaiknya terjadi apabila komformitas itu didasarkan pada proses internalisasi pada diri peserta
didik.
Komformitas terjadi pada peserta didik sebagai hasil pengaruh dari pendidik, pendidik
disatu pihak sebagai orang yang dipengaruhi dan pendidik disisi lain sebagai orang yang
mempengaruhi. Dengan demikian, komformitas ini penting artinya dalam proses pendidikan
karena peserta didik perlu berkomformitas dengan pendidik yang mempengaruhinya. Pendidikan
sangat berkepentingan agar peserta didik mau berkomformitas terhadap pendidiknya karena
tanpa komformitas tidak mungkin terjadi proses pembelajaran agar tercapai tujuan dari
pendidikan itu sendiri. Menurut Prayitno (2008) ada tiga tipe komformitas, yaitu komformitas
membabi buta, komformitas identifikasi, dan komformitas internalisasi.
1. Komformitas Membabi Buta
Komformitas membabi buta didominasi oleh kekuasaan yang ada pada pendidik yang
mengakibatkan penyerahan diri peserta didik kepada pendidik. Pendidik memposisikan dirinya
sebagai penguasa yang memberikan sanksi, mengancam, dan menghukum peserta didik apabila
melanggar aturan atau tidak mengikuti kehendak guru. Memberikan imbalan atau hadiah sematamata hanya untuk membina kepatuhan peserta didik terhadap aturan yang dibuat pendidik itu
dengan semena-mena, tanpa mengacu kepada kode etik seorang guru yang professional.Situasi

pendidikan yang tercipta adalah situasi otoriter yang membentuk manusia dengan pribadi pasrah,
patuh, penurut dan takluk kepada aturan pendidik.
2. Komformitas Identifikasi
Komformitas identifikasi disemangati oleh karisma yang ada pada diri pendidik yang
mengakibatkan peserta didik mengikuti secara suka rela pendidiknya itu. Pendidik yang
kharismatik memungkinkan terciptanya suasana pendidikan yang diterima oleh peserta didik.
Mereka senang, merasa diterima, dibimbing dan diayomi oleh guru dengan baik, dan hubungan
keduanya makin dekat.Pendidik kharismatik menanamkan kebenaran, ilmu dan pengetahuan, dan
lain sebagainya kepada peserta didik. Situasi pendidikan yang tercipta membius peserta didik
kearah genggaman erat pendidik yang bisa menghambat kemandirian peserta didik.
3. Komformitas Internalisasi
Komformitas internalisasi didasarkan pada sikap dan perlakuan demokratik pendidik
terhadap peserta didik yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berpikir, merasa
dan berpengalaman sendiri atas apapun yang ia terima dari pendidik. Peserta didik bebas
menentukan akan bersikap bagaimana tanpa disuruh-suruh, apalagi dipaksa, atau juga tidak
dilarang-larang oleh pendidik. Komformitas internalisasi mendorong inisiatif dan kemandirian
peserta didik itu sendiri.
Pendidik bersifat numanis demokratik menekankan komformitas internalisasi bagi peserta
didiknya. Pendidikan mendorong berkembangnya potensi yang ada pada peserta didik. Situasi
pendidikan mendorong dan menyerahkan kesempatan pengembangan kemandirian peserta didik
kepada peserta didik itu sendiri.Proses internalisasi melalui komformitas pada diri peserta didik
berlangsung melalui diaktifkannya kekuatan yang ada pada mereka (peserta didik), yaitu
kekuatan berpikir, merasakan dan berpengalaman yang semuanya itu terpadu dalam bentuk
pertimbangan-pertimbangan yang matang terhadap apa yanga akan dilakukan. Proses
internalisasi itu akan memperkembangkan peserta didik melalui suasana yang bebas, serta
menjujung tinggi harkat martabat manusia (HMM) peserta didik itu sendiri dalam hal ini
pengembangan panca daya.
C. Pengakuan dan Penerimaan dalam Pendidikan
Pengakuan guru dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu perasaan tulus yang
muncul dari diri pendidik untuk mengakui dan menganggap mereka (peserta didik)sebagai anak
yang butuh bimbingan, arahan, dan pendidikan untuk menjadi manusia dewasa, semua itu tidak

akan dapat terwujud tanpa adanya pengakuan dan penerimaan pendidik didalam dirinya untuk
mengajar dan mendidik mereka dan juga tidak akan tumbuhnya hubungan yang dinamis dan
menyejukkan dalam proses pembelajaran.
Oleh sebab itulah penting dan adanya penerimaan dan pengakuan dari pendidik terhadap
peserta didik dan sebaliknya peserta didik juga harus ada pengakuan dan penerimaan didalam
diri mereka bahwa pendidik adalah pengganti orang tua dirumah yang akan mendidik mereka
(peserta didik).
Ketika guru hadir bersama peserta didik disekolah, didalam jiwa seharusnya sudah
tertanam niat untuk mendidik peserta didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan,
mempunyai sifat dan watak yang cakap dan terampil, bersusila dan berahklak mulia.[6]
Peristiwa pendidikan mempersyarakatkan penghormatan dan pengakuan dari dan kedua
pihak, yaitu pendidik dan peserta didik. Dasar penghormatan dan pengakuan itu bukanlah
kekuasaan ataupun karisma pendidik, melainkan kemampuan internal peserta didik. Atas dasar
penghormatan dan pengakuan internal peserta didik itulah pendidik memperkembangkan peserta
didik melalui upaya pendidikan.
Dan pada diri peserta didik sendiri juga terdapat perbedaan dalam perkembangannya
diberbagai bidang. Anak berbakat mungkin cepat berkembang intelektualnya akan tetapi
ketinggalan dalam aspek social emosional. Anak yang cepat berkembang secara fisik, akan sulit
mengikuti pembelajaran akademis. Kepandaian anak dalam suatu bidang akan berbeda dengan
penguasaan pada bidang lain.[7]
Penerimaan pendidik terhadap peserta didik secara tulus dan apa adanya, untuk
menumbuhkan kedekatan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana segar, dinamis dan
menyenangkan. Kedekatan itu tidak harus bersifat fisik, pendidik dapat mewakilkan dirinya
dalam bentuk sumber dan media pendidikan, unit labolatorium, perangkat keras dan perangkat
lunak baik tertulis, melalui rekaman video-audio maupun bentuk-bentuk hasil rekayasa
elektronik lainnya. Hubungan antara media pendidikan (sebagai pendidik) dan penggunanya
(peserta didik) memerlukan persyaratan tertentu agar hubungan itu efektif sebagai upaya
pendidikan.
Hubungan antara pendidik dan peserta didik haruslah mengarah kepada tujuan-tujuan
ekstrinsik yang bersifat pamrih untuk kepentingan pribadi pendidik. Pamrih-pamrih yang ada,

selain dapat merugikan dan membebani peserta didik, merupakan pencenderaan terhadap makna
pendidikan dan menurunkan kewibawaan pendidik.
Pendidikan harus responsive dan gemar membantu peserta didik, bantuanitu lebih
diutamakan yang bersifat social-psikologis akademik, bukan materilial-ekonomis-fisik, intensitas
bantuan itu harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik, tidak terksan memanjakan
(karena terlalu banyak) atau mengabaikan (karena terlalu sedikit). Kewibawaan pendidik dalam
proses pendidikan terletak pada kemampuannya mengembangkan:
1. Penghormatan antara pendidik dan peserta didik.
2. Pengakuan positif antara pendidik dan peserta didik.
3. Kedekatan antara pendidik dan peserta didik.
4. Hubungan tanpa pamrih dari pendidik terhadap peserta didik.
5. Sikap responsive dan pemberian bantuan dari pendidik kepada peserta didik.
6.

Kedekatan pendidik terhadap peserta didik yang penuh dengan nuansa pendidikan akan
berimbas kepada peserta didik untuk bersikap positif terhadap peserta didik sejalan dengan isi,
warna, dan norma kedekatan pendidik itu. [8]
Hal yang perlu dilakukan pendidik dalam proses pembelajaran:

a.

Hubungan pendidik dengan peserta didik atas dasar penghormatan dan pengakuan. Jadi jika ada
peserta didik yang berinisiatif mencoba berperan sebagai pemimpin, maka pendidik memberikan
kesempatan kepada peserta didik dengan senang hati, karena kepemimpinan adalah potensi yang
juga harus dimiliki peserta didik secara utuh

b. Adanya pengakuan dari pendidik bahwa mereka (peserta didik) memiliki potensi, kamampuan,
semangat untuk berkembang dalam pencapaian tujuan PBM (proses belajar mengajar).
c.

Penerimaan peserta didik terhadap pendidik seharusnya secara suka rela, senang dan adanya
unsure kepercayaan. Oleh sebab itu setiap peserta didik diberikan kesempatan yang sama dan
pendidik hrus mampu mengembangkan proses pembelajaran secara demokratis.

d.

Terciptanya hubungan antara pendidik dengan peserta didik baik kedekatan fisik maupun
kedekatan psikologis. Untuk membangunnya adanya pengakuan dan penerimaan yang tulus,
terbuka, saling memberi dan menerima diantara keduanya.

e.

Tumbuhnya rasa yang mengesankan antara pendidik dengan peserta didik, dimana saat peserta
didik harus berpisah dengan peserta didik demi untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang
lebih tinggi. Namun itu semua tidak akan pernah terlupakan karena pndidik adalah figure yang

hamper sama kedudukannya dengan orang tua, yang berusaha dengan sepenuh hati untuk
mendidik dan mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu pengetahuan
yang luas dan berahklak mulia dan berguna bagi bangsa dan negara.
f.

Selalu meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan baik dibidang akademik, kompetensi, dan
pendidikan profesi untuk menjadi guru yang professional dan untuk membentuk kompetensi dan
kemandirian peserta didik.[9]

g.

Guru harus mampu merancang strategi pembelajaran dengan sebaik-baik mungkin untuk
meningkatkan minat dan semangat peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar.

h. Guru juga harus berinteraksi dengan peserta didik didalam proses belajar mengajar yang lebih
intensif (sering), seperti tanya jawab menyangkut materi yang diajarkan. Hal ini juga akan
menambah kedekatan antara pendidik dengan peserta didik dan mampu merubah suasana belajar
yang tadinya fakum menjadi hidup, dengan diadakan tanya jawab maka peserta didik merasa
aktif dan berperan dalam pembelajaran.
i.

Guru merupakan salah satu dari sekian banyaknya sumber belajar. Didalam mengajar guru yang
profesional harus mampu mentransfer ilmu kepada siswa berupa memberi materi, tanya jawab,
demonstrasi, hubungan interaktif, konsultasi antara siswa dengan guru berupa motivasi saling
mengarahkan dan lain sebagainya.[10]
Menurut Gary dan Margenet bahwa guru yang efektif dan kompeten secara profesinalis
memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) memiliki kemampuan menciptakan iklim belajar yang
kondusif, (2) kemampuan mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran, (3) memiliki
kemampuan memberikan umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement), dan (4)
memiliki kemampuan untuk peningkatan diri.
Kemampuan menciptakan iklim belajar yang kondusif, antara lain:

1) Kemampuan interpersonal untuk menunjukkan empati dan penghargaan kepada peserta didik
2) Hubungan baik dengan peserta didik
3) Menerima dan memperhatikan peserta didik dengan tulus
4) Menciptakan iklim untuk tumbuhnya kerjasama
5) Melibatkan peserta didik dalam mengorganisasikan dan merencanakan pembelajaran
6) Mendengarkan dan menghargai hak peserta didik untuk berbicara dalam setiap diskusi
7)

Meminimalkan bahkan mengeliminasi setiap permasalahan yang sering terjadi dalam


pembelajaran.

Kemampuan dalam mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran, berkaitan


dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk menghadapi dan menangani peserta didik yang bermasalah seperti peserta
didik yang suka menyela, mengalihkan pembicaraan
2. Mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam pembelajaran
3.

Kemampuan bertanya yang memerlukan tingkat berfikir yang berbeda untuk semua peserta
didik.
Kemampuan memberikan umpan balik dan penguatan seperti berikut:

1) Memberikan umpan balik yang positif terhadap respon peserta didik


2) Memberikan respon yang sifatnya membantu terhadap peserta didik yang lamban belajar
3) Memberikan tindak lanjut terhadap jawaban peserta didik yang kurang memuaskan
4) Kemampuan memberikan bantuan professional kepada peserta didik jika diperlukan.
Kemampuan untuk peningkatan diri yaitu antara lain:
1) Menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif
2) Memperluas dan menambah pengetahuan tentang metode pembelajaran
3)

memanfaatkan kelompok (KKG) untuk menciptakan dan mengembangkan metode pengajaran


yang relevan.
Dalam proses pembelajaran pada satuan pendidikan manapun, khususnya di sekolah
dasar, guru memiliki peran yang penting (urgen) dan strategis, dan tidak dapat digantikan oleh
mahkluk apapun, termasuk teknologi. Oleh karena itu, berbagai uapaya untuk meningkatkan
kualitas dan dilakukan secara terus menerus, dan berkesinambungan, termasuk pengembangan
standar kompetensi dan sertifikasi guru.[11]

Sistem pendidikan di Indonedia saat ini tengah menghadapi berbagai permasalahanyang


kompleks. Diantara penyebabnya adalah terlalu dominannya peran pemerintah pusat khususnya
penampilan politikdan pemerintahan terhadap pengelolaan pendidikan. Sementara faktor
penyebab lainnya pun berkembangnya juga tak dapat dianggap sepele. Dilain pihak angka
pertumbuhan pendudukcukup tinggi . Sebagai salah satu contoh permasalahan diatas yaitu
:Keputusn pemerintah tentang diadakannya UN dengan standarisasi nilai kelulusan tertentu,
sementara standar pengelolaan dan sarana sangatlah berbeda-beda. Hal ini menjadi PR yang
cukup berat bagi pengelolaan pendidikan di Indonesia.Apalagi bila ditambah lagi dengan
tantangan lain yang kontekstual misalnya SDM, kultur dan budaya masyarakat.
Memang secara yuridis yang bertanggung jawab terhadap pengelolaah sistem pendidikan
nasional di indonesia adalah pemerintah pusat. Sehingga dengan tema persatuan dan kesatuan
serta partiaipasi masyarakat pemerintahan pusat menciptakan asas-asas , prasarana dan fasilitas
pendidikan. Semua disusun sebagai suatu sistem pengelolaan pendidikan yang konsisten dengan
hukum tata negara dan sistem politik yang sentralistisdan mengutamakan uniformitas.
Sehinggamengabaikan berkembangnya tanggungjawab, kesempatan atas peluang-peluang yang
adaptif dengan kondisi lingkungan alam,sosial, dan budaya yang majemuk.
Hal-hal yang dapat dijadikan indikatornya yaitu adanya keputusan mengenai
kurikulum,silabi,laboratorium, perpustakaan, ujian nasional dan pengangkatan serta
pembinaanpendidik yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan dari
pemerintah pusat. Sehingga tak tampak adanya kompetisi dan kemajuan karena tak ada batasan
yang jelas antara sistem pengelolaan pendidikan , pengelolaan satuan pendidikan, pengelolaan
kurikulum. Padahal disinilahbenbera nilai-nilai paedagogik, didaktik, metodik,mestinya berkibar
dengan baik.
Karena sifatnya yang uniformitas, padahal masyarakat majemuk, sehingga terkesn prosedurnya
sepertibirokrasi pada umumnya, bahkan lebih dari itu terkesan formalistis. Sehinggakadangkadang kemampuan dan prestasiproduktifnya terabaikan.Apalagi ada semacam orientasi yang
keliru misalnya dalam melaksanakan pendidikan orientasi dan semangatnya adalahhanya untuk
taat pada atasan. Sehingga kualitas dan sistemnyaserupa dengan pemerintahan umum.
Faktor lain yang mempengaruhi dan kini telah mulai dibenahidiantaranya adalah faktor finansial,
yang diharapkan dapat mendukung sistem pengelolaan pendidikan yang mandiri secara
profesional dan produktif. Untuk masalah tenaga kependidikan secara kuantitatif dan kualitatif
pun perlu ditingkatkanagar dapat memenuhi kriteria standar profesional sehingga mampu :
a. Menghasilkan perencanaan sistem pendidikan yang baik.
b. Menghasilkan mutu pengelolaan yang profesional,memberi pelayanan yang produktif.
c.Menghasilkan proses pendidikan (PBM), hasil belajar, dan dampaknya yang bermutu dan
terpadu.

Karena hal-hal diatas tadi siswa tidak mendapatkan efek positif dari PBM yang nyata pada
perilaku belajar mereka. Mereka tak belajar banyak : mengapa, untuk apa, materi apa,bagaimana
caranya, dan bagaimana indikator-indikatornya yang harus dicapai.
Sehingga tak tampakperolehan dalam arti perkembangan SDM yang membentuk kepribadian
positif, kemampuan berfikir etis, sikap antisipatif dan positif dengan kemampuan memecahkan
masalah yang praktis pada umumnya masih lemah. Semua inimemerlukan hal-hal yang kami
anggapdapat meminimalisasi permasalahan-permasalahan diatas yang sebagiannya adalah:
a. Profesionalisasi pengelolaan pendidikan.
b. Tegasnya profesionalisme pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai