dan
pelatihan,
serta melakukan
penelitian
dan
pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. (UU No.20
THN 2003, PSL 39 (2)).
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung-jawab terhadap
perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung-jawab
adalah orangtua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan
oleh dua hal yaitu pertama, karena kodrat yaitu karena orangtua ditakdirkan
menjadi orangtua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggungjawab mendidik anaknya. Kedua, karena kepentingan kedua orangtua yaitu
orangtua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya. Selain itu
sukses tidaknya anak mereka juga sangat tergantung pada pola pengasuhan
dan pendidikan yang diberikan di lingkungan rumah tangga. Inilah yang
tercermin dalam QS. Al-Tahrim : 6 yang berbunyi:
Terjemah :
empat macam. Pertama, Allah SWT sebagai pendidik bagi hamba-hamba dan
sekalian makhluk-Nya. Kedua, Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya telah
menerima wahyu dari Allah kemudian bertugas untuk menyampaikan petunjukpetunjuk yang ada di dalamnya kepada seluruh manusia. Ketiga, orang tua
arti
luas
pendidik
adalah
semua
orang
yang
berkewajiban
ini karena anak secara alamiah membutuhkan adanya bimbingan agar mereka
biasa tumbuh dan berkembang secara wajar. Dalam hal ini orang yang memiliki
kewajiban membina anak secara alamiah adalah orang tua, warga masyarakat,
dan tokoh-tokohnya.
Jikia dilihat dari arti sempit maka pendidik adalah orang-orang yang
disiapkan dengan sengaja untuk menjadi seorang guru dan dosen. Kedua jenis
pendidik ini diberi pelajaran tentang pendidikan dalam waktu yang relative lama
agar mereka mampu menguasai ilmu tertentu dan terampil melaksanakannya di
lapangan. Pendidik ini tidak hanya belajar sampai pada tingkat perguruan tinggi
saja melainkan mereka juga harus belajar dan diajar pada saat mereka bekerja,
hal ini agar profesionalisasi mereka semakin meningkat.
Dalam hal ini pendidik perlu akan adanya profesionalaisasi. Perlunya
profesionalisasi pendidikan (Sanusi et..al, 1991) dilandasi enam asumsi sebagai
berikut :
1. Subyek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan,
emosi, dan perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya; sementara
pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat
manusia.
yang
berdasar
pada
pengetahuan
tersebut
dan
bisa
praktis
Peningkatan
keterampilan
dipersyaratkan.
sebelum
menjadi
melalui
anggota
penuh
pengembangan
organisasi.
profesional
juga
hanya
mereka
yang
memiliki
lisensi
bisa
dianggap
bisa
dipercaya.
7. Otonomi
kerja:
Profesional
cenderung
mengendalikan
kerja
dan
dapat
dipertahankan
selama
berkaitan
dengan
kebutuhan
publik,
seperti
layanan
dokter
berkontribusi
terhadap
kesehatan
masyarakat.
11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih
status
yang
tinggi,
prestise,
dan
imbalan
yang
layak
bagi
para
a) Kepala Sekolah
b) Wakil Kepala Sekolah
3. Penilik Sekolah
4. Pengawas
5. Peneliti dan pengembang di bidang pendidikan:
a) Pengembang program pengajaran (ahli kurikulum)
b) Pengembang alat pengukuran dan penilaian
c) Pengembang media ajar
d) Peneliti pendidikan
e) Ahli psikologi persekolahan
6. Pustakawan
7. Laboran
8. Teknisi sumber belajar
Sebagai tenaga profesional tentu guru harus memiliki kriteria profesional
itu sendiri. Adapun criteria profesional tersebut adalah;
seperangkat
pengetahuan,
ilmu,
dan
keterampilan
khusus
yang
kepemilikan
desired out-come.
Kode etik adalah tata etika/nilai yang menjadi pegangan suatu Profesi.
Beberapa profesi seperti Dokter, Pengacara, Pendidik/ guru dan profesi lainnya
memiliki kode etik. Kode etik ini akan memberi citra kepada seseorang yang
berprofesi
tertentu.
Kode
etik
ini
bersifat
mengikat.
Oleh
karena
itu
secara
pribadi
dan
bersama-sama
mengembangkan
dan
memelihara
hubungan
seprofesi,
semangat
kekeluargaan,
dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru
secara
bersama-sama
memelihara
dan
meningkatkan
mutu
melaksanakan
pendidikan.
segala
kebijakan
Pemerintah
dalam
bidang
Kode etik pendidik ini juga dapat diambil dari peraturan kenaikan jabatan
akademik ke jenjang guru besar IKIP Surabaya Tahun 1994 Bab I Pasal I
tentang Kelayakan Integritas Kepribadian sebagai berikut:
1. Mengutamakan tugas pokok dan atau tugas Negara lainnya,
2. Memelihara keharmonisan pergaulan dan kelancaran komunikasi,
3. Menjaga nama baik dan loyalitas kepada lembaga pendidikan,
4. Menghargai berbagai sikap, pendapat, dan pandangan,
5. Memiliki sifat kepemimpinan,
6. Menjadi teladan dalam berperilaku,
pribadi dan professional, dan prosedur yang legal. Dalam hubungan inilah para
guru seharusnya memahami dasar-dasar kode etik guru sebagai landasan etika
moral dalam melaksanakan tugasnya.
Pada saat ini masih banyak guru yang belum memahami kode etik ini,
apalagi menerapkannya. Hal inilah yang menyebabkan turunnya citra guru di
masyarakat. Kita bisa mengecek apa yang terjadi di dunia pendidikan dikaitkan
dengan
kode
etik
diatas.
Para
guru
banyak
yang
hanya
transfer
ilmu
berjalan
dipandangnya
hanya
rutinitas
menambah
saja.
beban,
Kebijakan-kebijakan
sehingga
dilakukan
dari
pemerintah
hanyalah
sebagai
individual,
secara
konsep
dibantu,
diawasi,
dan
dikoordinasi
oleh
organisasi profesinya. Akan tetapi, fungsi organisasi profesi seperti ini di dalam
bidang
pendidikan
belum
tampak.
Karena
itu
kebanyakan
pendidik
(Musyawarah
Guru
Honor
dan
Bantu),
dan
banyak
lagi
lainnya.
PGRI
yang
satu-satunya
organisasi
yang
diakui
oleh
pemerintah juga terdapat organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) yang didirikan atas anjuran Departeman Pendidikan dan
Kebudayaan. Sayangnya, organisasi ini tidak ada kaitan yang formal dengan
PGRI. Selain itu ada juga organisasi profesional guru yang lain yaitu ikatan
serjana pendidikan indonesia (ISPI), yang sekarang sudah mempunyai banyak
devisi
yaitu
Ikatan
Petugas
Bimbingan
Belajar
(IPBI),
Himpunan
Serjana
dengan PGRI
didapatkan
kerjasama
saling
secara nyata,
menunjang
anggotanya.
1. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
dalam
sehingga
meningkatkan
belum
mutu
PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan
Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi
Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.
Pada saat didirikannya, organisasi ini disamping memiliki misi profesi juga ada
tiga misi lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi peraturan organisaoris, dan
misi kesejahteraan.
Misi profesi PGRI adalah upaya untuk meningkatkan mutu guru sebagai
penegak
dan
PP
38
pelaksana
pendidikan
nasional.
Guru
merupakan
pioner
organisasi
profesi
pendidikan sehinnga dituntut oleh UUSPN tahun 1989: pasal 31; ayat 4, dan
No.
kependidikan
profesinya.
tahun
serta
1992,
selalu
pasal
61
meningkatkan
agar
dan
memasuki
mengembagkan
kemampuan
Misi politis-teologis tidak lain dari upaya penanaman jiwa nasionalise, yaitu
komitmen terhadap pernyataan bahwa kita bangsa yang satu yaitu bangsa
indonesia, juga penanaman nilai-nilai luhur falsafah hidup berbangsa dan
benegara, yaitu pancasila. Itu sesungguhnya misi politis-ideologis PGRI, yang
dalam perjalanannya dikhawatirkan terjebak dalam area polotik praktis sehingga
tidak dipungkiri bahwa PGRI harus pernah menelan pil pahit, terperangkap oleh
kepanjangan tangan orde baru.
Misi peraturan organisasi PGRI merupakan upaya pengejawantahan peraturan
keorgaisasian , terutama dalam menyamakan persepsi terhadap visi, misi, dan
kode etik kejelasan sruktur organisasi sangatlah diperlukan.
Dipandang dari segi derajat keeratan dan keterkaitan antaranggotanya, PGRI
berbentuk persatuan (union). Sedangkan struktur dan kedudukannya bertaraf
nasional, kewilayahan, serta kedaerahan. Keanggotaan organisasi profesi ini
bersifat langsung dari setiap pribadi pengemban profesi kependidikan. Kalau
demikian, sesunguhnya PGRI merupakan organisasi profesi yang memiliki
potensi besar untuk meningkatkan hakikat dan martabat guru, masyarakat, lebih
jauh lagi bangsa dan negara.
2. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960an. Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena
berbagai hal menyangkut komunikasi antaranggotanya. Keadaan seperti ini
4. Penyelengara Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari profesionalisasi
pendidik. Sebab yang menjadi penyelenggara pendidikan adalah para pendidik
juga. Yang
Pejabat
struktural
di
kantor-kantor
pendidikan
juga
dapat
disebut
kedua
hal
ini
juga
mempengaruhi
bahkan
dalam
hal-hal
tertentu
prediksi
tentang
kemungkinan
perubahan
lingkungan
seperti
atau
menjelaskan
sesuatu
dengan
ceramah,
melarang
dan
menganjurkan, serta menilai hasil belajar anak, maka mendidik adalah membuat
kesmpatan dan menciptakan situasi yang kondusip agar anak-anak mau dan
dapat belajar atas dorongan diri sendiri untuk
dan potensi-potensi lainnya secara optimal.
3. Kreteria keberhasilan mendidik adalah :
a. Memiliki sikap suka belajar.
b. Tahu tentang cara belajar.
c. Memiliki rasa percaya diri.
d. Mencintai prestasi tinggi.
e. Memiliki etos kerja.
f. Kretif dan produktif.
pendidik
yang
bisa
dipilih
satu
atau
bebrapa
diantaranya
ketika
Menggunakan
metode
penemuan,
pemecahan
masalah,
pembuktian,
dan
eksperimen.
m. Membiasakan peserta didik memproduksi barang-barang nyata.
n. Membina prilaku sehari-hari agar positif.
5. Kode
etik
pendidik
yang
lebih
lengkap,
antara
lain
mengandung
unsur
menjunjung tinggi harkat dan martabat peserta didik, berbakti kepada peserta
didik,
menjadi
teladan
dalam
berperilaku,
mngembangkan
profesi
secara
Dikembangkan
peranan
pendidik
baik
untuk
masa
sekarang
maupun
8.
Ada
sejumlah
mengembangkan
kewajiban
profesi
organisasi
pendidik,
profesi
antara
lain
pendidikan
mencari
dalam
peluang
rangka
untuk
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya,
artinya, tidak bias dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus
untuk melakukan pekerjaan itu.
2.1 Ciri Ciri Profesi
Dari definisi yang telah dikemukakan diatas,dapat diangkat beberapa kriteria untuk menentukan ciri
ciri suatu profesi, yaitu sebagai berikut :
1. Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas
2. Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program dan jenjang
pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memdai dan yang bertanggung jawab
tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi itu.
3. Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan dan memperjuangkan
eksistensi dan kesejahteraannya.
4. Ada etika dan kode etik yang mengatur perilaku etik para pelakunya dalam memperlakukan kliennya.
5. Ada system imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku
6. Ada pengakuan masyarakat (professional, penguasa, dan awam) terhadap pekerjaan itu sebagai suatu
profesi (Rochman Natawidjajha,1989).
Dari uraian diatas tentang ciri ciri sutau profesi, maka profesi mempunyai ciri ciri sebagi berikut :
1. Fungsi dan signifikansi sosial : suatu profesi merupakan suatu pekerjaan yang memiliki fungsi dan
signifikansikan sosuial dan krusiasi.
2. keterampilan/ keahlian : untuk mewujudkan fungsi ini,dituntut derajat keterampilan /keahlian
tertentu.
3. Pemerolehan keterampilan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin, melainkan bersifat
pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan
teori atau metode ilmiah.
4. Batang tubuh ilmu : suatu profesi didasarkan kepada suatu disiplin ilmu yang jelas,sistematis dan
eksplisit(a systematic body of knowledge) dan bukan hanya common sense.
5. Masa pendidikan : upaya mempelajari dan menguasai batang tubuh ilmu dan keterampilan atau
keahlian tersebut membutuhkan masa latihan yang lama,bertahun tahun dan tidak cukup hanya
beberapa bulan.hal ini dilakukan pada tingkat perguruan tinggi.
6. Aplikasi dan sosialisasi nilai nilai professional : proses pendidikan tersebut juga merupakan wahana
untuk sosialisasi nilai nilai professional di kalangan para siswa / mahasiswa.
7. Kode etik dalam memberikan pelayanan kepada klien, seoramg professional berpengang teguh
kepada kode etik pelaksanaannya dikontrol oleh organisasi profesi. Setiap pelanggaran terhadap kode
etik dapat dikenakan sanksi.
8. Kebebasan memberikan judgement : anggota suatu profesi mempunyai kebebasan untuk
menetapkan judgement-nya sendiri dalam menghadapi atau memecahkan sesuatu dalam lingkup
kerjanya.
9. Tanggung jawab professional dan otonomi : Komitmen pada suatu profesi adalah melanyani klien dan
masyarakat dengan sebaik baiknya. Tanggung jawab professional harus diabadikan kepada mereka.
Oleh karena itu, praktek profesional itu otonom dari campur tangan pihak luar.
10. Pengakuan dan Imbalan : sebagai imbalan dari pendidikan dan latihan yang lama, komitmennya dan
seluruh jasa yang diberikan kepada klien, maka seseorang profesioanal mempunyai prestise yang tinggi
di mata masyarakat dan karenanya juga imbalan yang baik.
Omstein dan Levine bewrpendapat lain tentang ciri ciri profesi. Ciri ciri profesi menurut mereka
adalah sebagai berikut :
1. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat(tidak berganti
ganti pekerjaan).
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai(tidak setiap
orang dapat melakukannya).
3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori kepraktek ( teori yang baru dikembangkan dari
hasil penelitian).
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki
jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat
mendudukinya).
6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu ( tidak diatur orang luar).
7. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dank lien : dengan penekanan terhadap layanan yang akan
diberikan.
8. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya : relative bebas dari supervise dalam
jabartan ( misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendata klien, sementara tidak ada
supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
9. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
10. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elite untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan
anggotanya(keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia
(IDI),bukan oleh Departemen Kesehatan ).
11. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal hal yang meragukan atau menyanggsikan yang
berhubungan dengan layanan yang diberikan.
12. Mempunyai status social dan ekonomi yang tinggi ( bila dibanding dengan jabatan lainnya )
Tidak jauh berbeda dengan ciri ciri di atas, Sanusi et.al (1991), mengatakan ciri ciri profesi sebagai
berikut :
1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi social yang menentukan (krusial).
2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
3. Keterampilan /keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan
3. Memiliki lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan tenaga profesi yang dibutuhkan. Contohnya :
Untuk menghasilkan tenaga gurumaka ada perguruan tinggi keguruan seperti UPI,IKIP,FKIP,dan STKIP.
2.2 Pengertian Profesi Guru
Guru harus dilihat sebagai profesi yang baru muncul , dan karena itu mempunyai status yang lebih tinggi
dari jabatan semiprofesional , bahkan mendekati jabatan profesional. Pada saat sekarang, sebagian
orang cenderung menyatakan guru sebagai suatu profesi , dan sebagian lagi tidak mengakuinya. Oleh
sebab itu, dapat dikatakan jabatan guru sebagian, tetapi bukan seluruhnya adalah jabatan profesional ,
namun sedang bergerak ke arah itu. Profesi kependidikan, khususnya profesi keguruan, tugas utamanya
adalah melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan alasan tersebut jelas kiranya
bahwa profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha
dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
2.3 Perlunya Profesionalisasi dalam Pendidikan
Bersedia atau tidak setiap anggota profesi harus meningkatkan kemampuannya, demikian pula dengan
guru, harus pula meningkatkan kemampuannya untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada
masyarakat.
Lebih khusus lagi sanusi et. al. (1991:23) mengajukan enam asumsi yang melandasi perlunya
profesionalisasi dalam pendidikan , yakni sebagai berikut :
1. Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan , pengetahuan, emosi, dan perasaan dan
dapat dikembangkan sesuai dengan profesinya, sementara itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai
kemanusiaan yang menghargai martabat manusia .
2. Pendidikan dilakukan secara internasional, yakni secara sadar bertujuan, maka pendidikan menjadi
normatif yang didikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara universal, nasional, maupun
lokal, yang merupakan acuan para pendidik, pesrta didik dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan
pendidikan .
4. Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik
untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan itu adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul
tersebut.
5. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik
dengan pendidik yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah yang dikehendaki oleh pendidik
agar selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6. Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan, yaitu menjadikan mnanusia sebagai
manusia yang baik ( dimensi intrinsik) dengan misi instrumental yakni yang merupakan alat untuk
perubahan atau pencapaian sesuatu.
Dalam keseluruhan perangkat tenaga penggerak di sektor pendidikan, nampaknya tenaga pelaksana
umumnya , dan guru pada khususnya merupakan salah satu mata rantai yang cukup lemah. Kalangan
guru sendiri pun menyadari akan hal ini. Oleh karena itu muncullah berbagai usaha untuk menghasilkan
guru yang lebih berkualitas .
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di suatu pihak, serta kemajuan dan
perkembangan yang dialami masyarakat serta aspirasi nasional dalam kemajuan bangsa dan umat
manusia di lain pihak, membawa konsekuensi serta persyaratan yang semakin berat dan kompleks bagi
pelaksana sektor pendidikan pada umumnya dan guru pada khusunya .
Pendidikan yang baik , sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat modern dewasa ini dan sifatnya
yang selalu menantang , mengharuskan adanya pendidik yang baik. Hal ini berarti bahwa di masyarakat
diperlukan pemimpin yang baik , di rumah diperlukan orang tua yang baik, dan di sekolah dibutuhkan
guru yang baik. Akan tetapi dengan ketiadaan pegangan tentang persyaratan pendidikan profesional
maka hal ini menyebabkan timbulnya bermacam-macam tafsiran orang tentang arti guru yang baik,
tegasnya guru yang profesional.
Dalam mencari jawaban tentang apa dan siapa itu guru yang baik memerlukan suatu tinjauan yang luas
serta melingkupi berbagai segi. Sesudah itu barulah disimpulkan profil guru yang bagaimana yang
dikehendaki. Jawabannya adalah guru yang profesional yang memiliki kemampuan profesional ,
personal, dan sosial. Hal ini jelas dikemukakan oleh Winarno Surachmad (1973) bahwa : Sebuah profesi,
dalam arti yang umum adalah bidang pekerjaan dan pengertian tertentu. Yang karena hakikat dan
sifatnya membutuhkan persyaratan dasar, keterampilan teknis dan sikap kepribadian tertentu. Dalam
bentuknya yang modern , profesi itu ditandai pula oleh adanya pedoman-pedoman tingkah laku yang
khusus mempersatukan mereka-mereka yang tergolong di dalamnya sebagai satu korps, ditinjau dari
pembinaan etik jabatan. Pelembagaan profesi serupa itu tidak saja dapat memperkuat pengaruh teknis ,
tapi juga pengaruh-pengaruh sosial dan politik, ke dalam maupun keluar. Umumnya dengan mudah
orang menyetujui bahwa tugas sebagai seorang guru baiknya dipandang sebagai tugas profesional .
Tetapi tidak semua menyadari bahwa profesionalisasi tenaga pelaksanaan itu bukan hanya terletak
dalam masa-masa persiapan (pendidikan paendahuluan), tetapi juga di dalam pembinaan dan cara-cara
pelaksanaan tugas sehari-hari. Dengan kata lain profesionalisasi guru tidak selesai dengan diberikannya
lisensi mengajar kepada mereka yang berhasil menamatkan pendidikannya . Untuk menjadi gur ini baru
mencakup aspeknya yang formal. Kualifikasi yang formal ini masih perlu dijiwai dengan kualifikasi riil dan
ini hanya mungkin diwujudkan dalam praktek.
2.4 Syarat Syarat Profesi Guru
Guru dianggap sebagai suatu profesi bila mana ia memiliki peryataan dasar, ketrampilan tehnik serta di
dukung oleh sikap kepribadian yang mantap.Dengan demikian, berarti guru yang profesional harus
memiliki kompetensi berikut ini :
1. Kompetensi profesional, artinya ia memiliki pengetahuan yang luas serta dalam bidang study yang
akan di ajarkan serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu
memilih metode yanng tepat serta mapu menggunakan berbagai metode dalam proses belajar
mengajar. Gurupun harus memiliki pengetahuan luas tentang landasan kependidikan dan pemahaman
terhadap murid.
2. Kompetensi personal, artinya memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi
sumber identifikasi bagi subjek.Dengan kata lain, guru harus memiliki kepribadian yang patut diteladani,
sehingga mampu melaksanakan kepemimpinan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara,yaitu tut
wuri handayani, ing madya mangun karso, dan ing ngarso sung tulodo.
3. Kompetensi sosial, artinya ia menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan masyarakat luas.
4. Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya yang berarti mengutamakan nilai
kemanusiaan daripada nilai benda material.Apabila seorang guru telah memilikki kompetensi tersebut
diatas, maka guru tersebut telah memiliki hak profesional karena ia telah dengan nyata memenuhi
syarat-syarat berikut ini :
a. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang menjadi
tanggungjawabnya.
b. Memiliki kebebasan untuk mengambil langnkah- langkah interaksi edukatif dalam batas
tanggungjawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
c. Menikmati kepemimpinan teknis dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efesien dlam ranngka
menjalankan tugas sehari- hari.
d. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi yang
inovatif dalam bidang pengabdiannya.
e. Menghayati kebebasan mengmbangkan kompetansi profesionalnya secara individu maupun secara
institusional.
Pada hakikatnya tugas guru tidak saja seharusnya diperlukan sebagai suatu tugas yang profesional,
tetapi adalah wajar bilamana melihatnya sebagai suatu profesi utama, karena mengajar, antara lain
berarti turut menyiapkan subjek didik ke arah berbagai jenis profesi.Dikaitkan dengan angkatan kerja
maka implikasinya adalah guru merupakan angkatan kerja utama, karena guru merupakan tenaga yang
turut menyiapkan tenaga pembanguanan lainnnya
2.5 Ciri-Ciri Profesional Keguruan
Ciri-ciri profesionalisasi jabatan guru akan mulai nampak, seperti yang dikemukakan oleh Robert W.
Richey ( 1974 ) sebagai berikut :
1. Para guru akan bekerja hanya semata-mata memberikan pelayanan kemanusiaan daripada usaha
untuk kepentingan pribadi.
2. Para guru secara hukum dituntut untuk memenuhi berbagai persyaratan untuk mendapatkan lisensi
mengajar serta persyaratan yang ketat untuk menjadi anggota organisasi guru.
3. Paraa guru dituntut memiliki pemahaman serta ketrampilan yang tinggi dalam hal bahan pengajar,
metode,anak didik, dan landasan kependidikan.
4. Para guru dalam organisasi profesional, memiliki publikasi profesional yang dapat melayani para guru,
sehingga tidak ketinggalan, bahkan selalu mengikuti perkembangan yang terjadi.
5. Para guru, di usahakan untuk selalu mengikuti kursus- kursus, workshop, seminar, konvensi serta
terlibat secara luas dalam berbagai kegiatan in service.
6. Para guru di akui sepenuhnya sebagai suatu karir hidup.
7. Para guru memiliki nilai dan etika yang berfungsi secara nasional maupun secara lokal.
Khusus untuk jabatan guru ini sebenarnnya juga sudah ada yang mencoba menyusun ciricirinya.Misalnya National Education Association (NEA) (1948) menyarankan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang menggeluti batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan latihan yang lama.
4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Jabatan yang menentukan bakunya sendiri.
7. Jabatan yang mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin rapat.
2.6 Pola Belajar Siswa
Perubahan dalam belajar bisa berbentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, pengetahuan atau
apresiasi (penghargaan) perubahan tersebut bisa meliputi keadaan dirinya, pengetahuannya, atau
perbuatannya. Artinya; Orang yang sudah melakukan perbuatan belajar bisa merasa lebih bahagia, lebih
pandai menjaga kesehatan, memanfaatkan alam sekitar, meningkatkan pengabdian untuk kepentingan
umum, dapat berbicara lebih baik dapat memainkan suatu alat musik atau melakukan suatu perbedaan,
perubahan tersebut juga bisa bersifat pengadaan penambahan ataupun perluasan, pendek kata, di
dalam diri seorang pelajar terdapat perbedaan keadaan antara sebelum dan sesudah melakukan
kegiatan belajar.
Pengertian di atas memberi petunjuk bahwa keberhasilan belajar dapat diukur berdasarkan perbedaan
cara berpikir merasa dan berbuat sebelum dan sesudah memperoleh pengalaman belajar dalam
menghadapi situasi yang serupa. Umpamanya sebelum belajar pelajar belum dapat berwudlu, kemudian
terjadi proses belajar mengajar, guru memberitahukan kepada pelajar syarat, rukun, bacaan dan tata
cara berwudlu lalu pelajar mempraktikannya dan berlatih sampai akhirnya pelajar mampu berwudlu.
Contoh lain pelajar diminta guru untuk berenang dari satu tepi kolam ke tepi yang lain, pelajar yang
belum mengenal sama sekali situasi kolam renang langsung terjun dan hampir tenggelam. Guru yang
memang sudah mengantisipasi bahwa hal itu akan terjadi segera membantunya dan mengajarinya cara
berenang. Setelah belajar ia akhirnya dapat berenang, dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan pada
cara pendekatan pelajar yang bersangkutan dalam menghadapi tugas-tugas selanjutnya merupakan
bukti bahwa kegiatan belajar telah berhasil.
Untuk mencapai interaksi belajar mengajar dibutuhkan komunikasi anatra guru dan peserta didik yang
memadukan dua kegiatan. Yaitu kegiatan mengajar (usaha guru) dan kegiatan belajar (tugas peserta
didik). Guru perlu mengembangkan pola komunikasi yang efektif dalam proses belajar mengajar, karena
seringkali kegagalan pengajaran disebabkan oleh lemahnya system komunikasi. Tujuan yang telah
dirumuskan dengan jelas sangat membantu guru dalam membuat perencanaan, demikian halnya
dengan prinsip-prinsip psikologi. Dalam perencanaan program pengajaran, banyaknya pengalaman guru
dalam memilih prosedur pengajaran akan sangat membantunya dalam mencapai hasil-hasil yang
diinginkan.
Sistem pengajaran di sekolah sekarang ini mengelompokkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai ke
dalam tiga bidang, yaitu :
1. Segi kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan (aplikasi), analisis, sintesis dan
evaluasi.
2. Segi efektif yang meliputi memperhatikan, merespon, menghayati dan menginternalisasi nilai.
3. Segi psikomotorik yang meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa dan
gerakan (respons) kompleks.
BAB III
PENUTUP
3.1 Tanggapan
Menurut pendapat kami, profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala
daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan kepada
masyarakat. Sedangkan aspek-aspek yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar jika
diidentifikasi melalui ciri-ciri kegiatan yang disebut belajar adalah suatu aktivitas yang menghasilakn
perubahan pada diri individu yang belajar baik aktual maupun potensial, perubahan itu pada pokoknya
adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan yang jelas
perubahan itu terjadi karena proses dan usaha.
Kondisi fisiologis juga sangat berpengaruh terhadap belajar seseorang, orang yang sehat jasmaninya
akan lain belajarnya dari orang yang kurang sehat. Dan yang tidak kalah penting adalah kondisi panca
indera terutama penglihatan dan pendengaran.
Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh terhadap proses belajar, beberapa faktor
psikologis yang utama meliputi: minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan
kognitif. Meski diakui tujuan pendidikan itu meliputi 3 aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan
aspek psikomotor namun yang terutama adalah aspek kognitif, dan bahkan aspek kognitif sajalah yang
perlu dikembangkan.
3.2 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa guru sebagai profesi,
dituntut untuk mengembangkan siswa dalam pola mengajar dan kegiatan belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Http ://www.asmaras/profesi pendidikan.com
Sanjaya, wina. 2008. Perencanaan dan Desain System Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sucipto dan raffi kosasih.1999. Profesi keguruan. Jakarta : Rhineka cipta
Udin syafruddin, saud.2009.Pengembangan Profesi Guru. Bandung : alfabeta
Uno, Hamzah B. 2009. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.